BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Puskesmas II Denpasar Barat Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang menjadi Pos pelayanan terdepan dalam pengembangan dan pembinaan kesehatan masyarakat. Puskesmas memiliki tujuan pengembangan kesehatan yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Kecamatan Denpasar Barat sebagai wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi memiliki 2 buah puskemas sebagai penyedia layanan kesehatan dasar, salah satunya yaitu Puskesmas Denpasar Barat yang telah berdiri sejak tahun 1984. Puskesmas II Denpasar Barat terletak di Jalan Gunung Soputan Gang Puskesmas No.3 Denpasar Barat yang memiliki luas wilayah kerja lebih dari 13,52 km2 , dengan rata – rata jarak tempuh ke Puskesmas sekitar 3 km dan rata – rata waktu tempuh 15 menit. Wilayah kerja yang dimiliki oleh Puksesmas II Denpasar Barat berbatasan dengan beberapa wilayah, sebagai berikut: Utara
: Kelurahan Pemecutan
Timur
: Desa Dangin Puri Kauh
Selatan
: Banjar Abianbase, Desa Kuta
Barat
: Desa Kerobokan, Kuta Utara
Puskemas II Denpasar Barat mewilayahi 5 Desa dan 1 Kelurahan yang meliputi 59 Banjar dengan jumlah penduduk secara keseluruhan tahun 2010 sebanyak 9
10
112.044 jiwa. Adapun jumlah banjar di setiap desa dan kelurahan di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Barat, sebagai berikut: Tabel 2.1 Jumlah Banjar di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Barat Nama Daerah
Jumlah Banjar
Desa Dauh Puri Kelod
11 Banjar
Desa Dauh Puri Kangin
5 Banjar
Desa Dauh Puri Kauh
7 Banjar
Desa Padang Sambian Kelod
12 Banjar
Desa Pemecutan Kelod
15 Banjar
Kelurahan Dauh Puri
8 Banjar dan 5 lingkungan
Sumber: Puskesmas II Denpasar Barat (2010) Puskemas II Denpasar Barat memiliki sarana dan prasarana pelayanan kesehatan untuk mendukung keberlangsungan program kerjanya. Sarana dan prasaran pelayanan kesehatan tersebut, sebagai berikut: Tabel 2.2 Jumlah Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan Puskesmas II Denpasar Barat Sarana dan Prasarana Puskesmas Pembantu Puskesmas Pembantu Rawat Inap Polindes Poskesdes Praktik Dokter Spesialis Praktik Dokter Gigi Praktik Dokter Umum Bidan Praktik Swasta Apotek Rumah Sakit Swasta Battra Toko Obat Sumber: Puskesmas II Denpasar Barat (2010)
Jumlah 3 buah 1 buah 69 orang 33 orang 53 orang 21 orang 30 orang 9 orang 28 orang 5 orang
11
Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatannya, tentunya Puskesmas II Denpasar Barat didukung oleh tenaga kerja baik dari bidang kesehatan maupun non kesehatan. Jumlah tenaga kerja yang dimiliki oleh Puskesmas II Denpasar Barat tahun 2010 yaitu sebanyak 52 orang, dengan rincian sebagai berikut: Tabel 2.3 Jumlah Tenaga Kerja di Puskesmas II Denpasar Barat Tahun 2010 Tenaga Kesehatan
Jumlah
Dokter Umum
7 orang
Dokter Gigi
3 orang
Perawat
7 orang
Bidan
7 orang
Bidan D3
3 orang
Perawat D3
1 orang
Perawat Gigi
5 orang
Asisten Apoteker
2 orang
D3 Gizi
1 orang
Analis Laboratorium
1 orang
SPM PKL
2 orang
Sarjana Sosial
1 orang
SKM
1 orang
Sopir
1 orang
Honorer loket
1 orang
Cleaning Service
4 orang
Jaga Malam
5 orang
Sumber: Puskesmas II Denpasar Barat (2010) Setiap puskesmas memiliki enam program pokok pelayanan kesehatan meliputi Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan, KIA dan KB, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) dan Upaya Pengobatan. Dalam pelaksanaannya di Puskesmas II Denpasar Barat juga memiliki
12
upaya kesehatan pengembangan dan upaya kesehatan penunjang yang masing – masing terdiri dari: Tabel 2.4 Upaya Kesehatan Pengembangan dan Penunjang Puskesmas II Denpasar Barat. Upaya Kesehatan Pengembangan
Upaya Kesehatan Penunjang
Upaya Kesehatan Sekolah
Laboratorium
Upaya Kesehatan Usila
Surveilance
Perkesmas
Gudang Obat
Puskesmas Rawat Inap PONED
Apotek
Upaya Kesehatan Kerja
Loket
Sumber: Puskesmas II Denpasar Barat (2010) 2.1.1
Gambaran Umum Puskesmas Pembantu Dauh Puri Puskesmas II Denpasar Barat merupakan puskesmas dengan status pelayanan
Puskesmas Obsetri dan Neonatus Emergensi Dasar (PONED) yaitu puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan palayanan obsetri (kebidanan) dan neonatus emergensi dasar. Pelayanan obsetri dan neonatus emergensi dasar tersebut dilaksanakan secara terpusat di Puskesmas Pembantu Dauh Puri. Pustu Dauh Puri telah berdiri sejak tahun 1970-an yang terletak di Jalan Pulau Buru, Desa Dauh Puri Denpasar. Bangunan Pustu Dauh Puri terdiri dari dua lantai dengan luas keseluruhan Pustu sebesar 569 m2 , lantai 1 seluas 295,82 m2 dan lantai 2 seluas 269,80 m2. Tenaga kerja yang dimiliki oleh Pustu Dauh Puri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 12 orang, Pegawai Tidak Tetap sebanyak 5 orang dan pegawai kontrak sebanyak 10 orang, dengan rincian sebagai berikut:
13
Tabel 2.5 Jumlah Tenaga Kerja yang Dimiliki oleh Pustu Dauh Puri. PNS Dokter orang Bidan orang Perawat orang Apoteker orang Sopir orang
: 3 : 6 : 1 : 1 : 1
PTT Bidan : 5 orang
Pegawai Kontrak Bidan : 1 orang Petugas loket : 2 orang Petugas kantin : 1 orang Cleaning service : 2 orang Satpam : 3 orang Petugas dapur : 1 orang
Sumber: Puskesmas II Denpasar Barat (2010) Pelaksanaan pelayanan rawat inap yang dimiliki oleh Pustu Dauh Puri di dukung dengan 10 kamar dengan masing – masing 1 tempat tidur di setiap kamarnya. Adapun alur pasien rawat inap persalinan di Pustu Dauh Puri terlampir (Lampiran 3). Selain memberikan pelayanan rawat inap, Pustu Dauh Puri juga memberikan pelayanan rawat jalan melalui beberpa poli yaitu poli umum, poli gigi, poli imunisasi, poli KIA dan apotek.
2.2 Jaminan Persalinan Jaminan persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Jaminan persalinan ini dikeluarkan dalam upaya untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia melalui peningkatan akses persalinan oleh tenaga kesehatan serta untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan. Sesuai dengan Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan tahun 2012, Jaminan Persalinan ini ditujukan bagi ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca
14
melahirkan) dan bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari), dengan tujuan secara umum untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB. Secara khusus jaminan persalinan juga memiliki tujuan tersendiri, meliputi: a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. b. Meningkatnya cakupan pelayanan 1. Bayi baru lahir. 2. Keluarga berencana pasca persalinan. 3. Penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel. 2.2.1
Ruang Lingkup Jaminan Persalinan
Dalam mendukung peningkatan akses ibu hamil yang menggunakan jaminan persalinan, pemerintah menerapkan sistem pelayanan persalinan yang terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Pelayanan tersebut terdiri dari pelayanan persalinan tingkat pertama, pelayanan persalinan tingkat lanjutan serta pelayanan persiapan rujukan dengan ruang lingkup pelayanan yang telah ditentukan untuk setiap jenjang tingkat pelayanan (Kemenkes RI,2012). Adapun ruang lingkup pelayanan jaminan persalinan, sebagai berikut:
15
a. Pelayanan persalinan tingkat pertama Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat pertama. Pelayanan tingkat pertama diberikan Puskesmas dan Puskesmas PONED (untuk kasus-kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Adapun jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: 1. Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali 2.
Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
3.
Pertolongan persalinan normal
4. Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED 5. Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali 6. Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya 7. Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya.
16
Penatalaksanaan rujukan kasus ibu dan bayi baru lahir dengan komplikasi dilakukan sesuai standar pelayanan KIA. Pelayanan pemeriksaan kehamilan dengan komplikasi atau pelayanan nifas dengan komplikasi yang dirujuk ke Puskesmas PONED maupun Rumah Sakit sesuai dengan indikasi medis, maka klaim Jaminan Persalinan dapat dilakukan sesuai dengan frekuensi pelayanan yang diberikan sesuai standar tata laksana penyakit/komplikasi tersebut. Besaran pembayaran biaya pelayanan sebagaimana dimaksud diatas pada Puskesmas PONED mengikuti Pola Tarif Puskesmas PONED yang berlaku, sedangkan pada RS sesuai dengan tarif INA-CBGs. b. Pelayanan persalinan tingkat lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin,nifas dan bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya. Pelayanan tingkat lanjutan untuk rawat jalan diberikan di poliklinik spesialis rumah sakit, sedangkan rawat inap diberikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Adapun jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi: 1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (RISTI)
17
2. Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama. 3. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan. 4. Pemeriksaaan pasca persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti). 5. Penatalaksanaan KB pasca salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penganganan komplikasi. c. Pelayanan persiapan rujukan Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena: -
keterbatasan SDM
-
keterbatasan peralatan dan obat-obatan
2. Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan 3. Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai dengan penanganannya di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan persiapan dan proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
18
1. Stabilisasi keadaan umum: a. Tekanan darah stabil/ terkendali, b. Nadi teraba c. Pernafasan teratur dan Jalan nafas longgar d. Terpasang infus e. Tidak terdapat kejang/kejang sudah terkendali 2. Perdarahan terkendali: a. Tidak terdapat perdarahan aktif, atau b. Perdarahan terkendali c. Terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit 3. Tersedia kelengkapan ambulasi pasien: a. Petugas kesehatan yang mampu mengawasi dan antisipasi kedaruratan b. Cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4-6 jam) atau sesuai kondisi pasien c.
Obat dan Bahan Habis Pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.
2.2.2
Paket Manfaat Jaminan Persalinan
Selain memberikan jaminan pembiayaan, pemerintah juga memberikan paket manfaat pelayanan persalinan yang menyeluruh dalam Jaminan Persalinan ini, mulai dari pemeriksaan kehamilan hingga pelayanan pasca melahirkan serta pelayanan terhadap bayi yang dilahirkan. Hal ini tentunya untuk mendukung terwujudnya tujuan yang ingin dicapai dari dikeluarkannya jaminan persalinan ini, sesuai dengan
19
yang tertera pada Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan Tahun 2012. Berikut paket manfaat jaminan persalinan yang diberikan, meliputi: 1. Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi: a. 1 kali pada triwulan pertama b. 1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi diatas pada tiap-tiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini. Penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan habis pakai yang diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas, dan KB pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir menjadi tanggung jawab Pemda/Dinas Kesehatan Kab/ Kota. Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi kehamilan antara lain: a.
Penatalaksanaan abortus imminen, abortus inkompletus dan missed abortion
b. Penatalaksanaan mola hidatidosa c. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum d. Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu e. Hipertensi dalam kehamilan, pre eklamsi dan eklamsi f. Perdarahan pada masa kehamilan g. Decompensatio cordis pada kehamilan
20
h. Pertumbuhan janin terhambat (PJT): tinggi fundus tidak sesuai usia kehamilan i. Penyakit lain sebagai komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa. 2. Penatalaksanaan Persalinan a. Persalinan per vaginam 1) Persalinan per vaginam normal 2) Persalinan per vaginam melalui induksi 3) Persalinan per vaginam dengan tindakan 4) Persalinan per vaginam dengan komplikasi 5) Persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar. Persalinan per vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS. b. Persalinan per abdominam 1) Seksio sesarea elektif (terencana), atas indikasi medis 2) Seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi medis 3) Seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan, robekan jalan lahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi). c. Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan : 1) Perdarahan 2) Eklamsi 3) Retensio plasenta 4) Penyulit pada persalinan. 5) Infeksi 6) Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin
21
d. Penatalaksanaan bayi baru lahir 1) Perawatan esensial neonates atau bayi baru lahir 2) Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi (asfiksia, BBLR, Infeksi, ikterus, Kejang, RDS) e. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan 1) Persalinan normal dirawat inap minimal 1 hari 2) Persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2hari 3) Persalinan dengan penyulit post sectio-caesaria dirawat inap minimal 3 hari Catatan: Pencatatan pelayanan pada ibu dan bayi baru lahir tercatat pada register ibu hamil dan pencatatan di Buku KIA, Kartu Ibu dan Kohort ibu. 3. Pelayanan nifas (Post Natal Care) a. Tatalaksanan pelayanan Pelayanan nifas (PNC) sesuai standar yang dibiayai oleh program ini ditujukan pada ibu dan bayi baru lahir yang meliputi pelayanan ibu nifas, pelayanan bayi baru lahir, dan pelayanan KB pasca salin. Pelayanan nifas diintegrasikan antara pelayanan ibu nifas, bayi baru lahir dan pelayanan KB pasca salin. Tatalaksana asuhan PNC merupakan pelayanan Ibu dan Bayi baru lahir sesuai dengan Buku Pedoman KIA. Pelayanan bayi baru lahir dilakukan pada saat lahir dan kunjungan neonatal. Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir dilaksanakan 4 kali, masing-masing 1 kali pada : 1) Kunjungan pertama untuk Kf1 dan KN1 (6 jam s/d hari ke-2) 2) Kunjungan kedua untuk KN2 (hari ke-3 s/d hari ke-7) 3) Kunjungan ketiga untuk Kf2 dan KN3 (hari ke-8 s/d hari ke-28)
22
4) Kunjungan keempat untuk Kf3 (hari ke-29 s/d hari ke-42) Pelayanan KB pasca persalinan dilakukan hingga 42 hari pasca persalinan. Pada Jaminan Persalinan dijamin penatalaksanaan komplikasi nifas antara lain : 1) Perdarahan 2) Sepsis 3) Eklamsi 4) Asfiksia 5) Ikterus 6) BBLR 7) Kejang 8) Abses/Infeksi
diakibatkan
oleh
komplikasi
pemasangan
alat
kontrasepsi. 9) Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu dan bayi baru lahir sebagai komplikasi persalinan Catatan: pelayanan nifas dijamin sebanyak 4 kali, terkecuali pelayanan nifas dengan komplikasi yang dirujuk ke rumah sakit, maka pelayanan nifas dilakukan sesuai pedoman pelayanan nifas dengan komplikasi tersebut. b. Keluarga Berencana (KB) 1) Jenis Pelayanan KB Pelayanan Keluarga Berencana pasca salin antara lain; a) Kontrasepsi mantap (Kontap); b) IUD, Implant, dan c) Suntik. 2) Tatalaksana Pelayanan KB dan ketersediaan Alokon
23
Sebagai upaya untuk pengendalian jumlah penduduk dan keterkaitannya dengan Jaminan Persalinan, maka pelayanan KBpada masa nifas perlu mendapatkan perhatian. Tatalaksana pelayanan KB mengacu kepada Pedoman Pelayanan KB dan KIA yang diarahkan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) atau Kontrasepsi Mantap (Kontap) sedangkan ketersediaan alat dan obat kontrasepsi (alokon) KB ditempuh dengan prosedur sebagai berikut; a) Pelayanan KB di fasilitas kesehatan dasar: (1) Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN terdiri dari IUD, Implant, dan Suntik. (2) Puskesmas membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan KB di Puskesmas maupun dokter/bidan praktik mandiri yang ikut program Jaminan Persalinan. Selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat. (3) Dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jaminan Persalinan membuat rencana kebutuhan alokon untuk pelayanan keluarga berencana dan kemudian diajukan permintaan ke Puskesmas yang ada diwilayahnya. (4) Puskesmas setelah mendapatkan alokon dari SKPD Kabupaten/Kota yang mengelola program KB selanjutnya mendistribusikan alokon ke dokter dan bidan praktik mandiri yang ikut program Jaminan Persalinan sesuai usulannya. (5) Besaran jasa pelayanan KB diklaimkan pada program Jaminan Persalinan.
24
b) Pelayanan KB di fasilitas kesehatan lanjutan: (1) Alat dan obat kontrasepsi (alokon) disediakan oleh BKKBN. (2) Rumah Sakit yang melayani Jaminan Persalinan membuat rencana kebutuhan alat dan obat kontrasepsi yang diperlukan untuk pelayanan Keluarga Berencana (KB) di Rumah Sakit tersebut dan selanjutnya daftar kebutuhan tersebut dikirimkan ke SKPD yang mengelola program keluarga berencana di Kabupaten/Kota setempat. (3) Jasa pelayanan KB di pelayanan kesehatan lanjutan menjadi bagian dari penerimaan menurut tarif INA CBG’s Agar pelayanan KB dalam Jaminan Persalinan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan koordinasi yang sebaik-baiknya antara petugas lapangan KB (PLKB), fasilitas kesehatan (Puskesmas/Rumah Sakit), Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola serta SKPD Kabupaten/Kota yang menangani program keluarga berencana serta BKKBN Provinsi. Catatan: pemberi pelayanan Jamianan Persalinan yang melakukan pelayanan KB pasca salin wajib membuat pencatatan dan pelaporan alat dan obat kontrasepsi yang diterima dan digunakan sesuai format pencatatan dan pelaporan, dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota, dan SKPD yang mengelola program keluarga berencana d Kabupatan/Kota setempat. 2.2.3
Besaran Tarif Pelayanan Jaminan Persalinan pada Pelayanan Tingkat Pertama Sebagaimana tertuang dalam Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan tahun 2012,
besaran tarif pelayanan Jaminan Persalinan pada pelayanan tingkat pertama telah
25
ditentukan jumlahnya sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Adapun besaran tarif pelayanan Jaminan Persalinan tersebut, sebagai berikut: Tabel 2.6. Besaran Tarif Pelayanan Jaminan Persalinan pada Pelayanan Tingkat Pertama
4 kali
Tarif (Rp) 20.000
Jumlah (Rp) 80.000
Persalinan normal
1 kali
500.000
500.000
3
Pelayanan ibu nifas dan bayi baru lahir.
4 kali
20.000
80.000
4
Pelayanan pra rujukan pada komplikasi kebidanan dan neonatal
1 kali
100.000
100.000
No
Jenis Pelayanan
Frek
1
Pemeriksaan kehamilan (ANC)
2
Ket Mengikuti Buku Pedoman KIA. Pada kasus-kasus kehamilan/risiko tinggi frekuensi ANC dapat >4 kali dengan penanganan di RS berdasarkan rujukan Besaran biaya ini hanya untuk pembayaran: a. Jasa medis b. Akomodasi pasien maksimum 24 jam pasca persalinan. Sedangkan untuk obat-obatan permintaan diajukan ke Dinas Kesehatan Mengikuti Buku Pedoman KIA. Pada kasus-kasus kehamilan/risiko tinggi frekuensi ANC dapat >4 kali dengan penanganan di RS berdasarkan rujukan. Mengikuti Buku Pedoman KIA
26 Lanjutan tabel 2.6 No
Jenis Pelayanan
Frek
5
a. Pelayanan penanganan perdarahan pasca keguguran, persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar. Pelayanan rawat inap untuk komplikasi selama kehamilan, persalinan dan nifas, serta bayi baru lahir. b. Pelayanan rawat inap untuk bayi baru lahir sakit
1 kali
c. Pelayanan tindakan pasca persalinan (misal Manual Plasenta)
1 kali
6
KB Pasca persalinan: a. Jasa pemasangan alat kontrasepsi (KB): 1) IUD dan Implant 2) Suntik b. Penanganan Komplikasi KB pasca Persalinan
1 kali
Tarif (Rp) 650.000
Jumlah (Rp) 650.000
Sesuai tarif rawat inap puskesmas yang berlaku 150.000
Sesuai Hanya dilakukan pada tarif rawat puskesmas perawatan inap puskesmas yang berlaku 150.000 Hanya dilakukan oleh tenaga terlatih untuk itu (mempunyai surat penugasan kompetensi oleh Kadinkes setempat) dan di fasilitas yang mampu. a. Termasuk jasa dan penyediaan obat-obat komplikasi b. Pelayanan KB Kontap dilaksanakan 60.000 di RS melalui penggerakan dan 10.000 besaran tarif mengikuti INACBG’s 100.000
1 Kali
60.000 10.000 1 Kali
100.000
Ket Hanya dilakukan pada Puskesmas PONED yang mempunyai tenaga yang berkompeten serta fasilitas yang menunjang Biaya pelayanan rawat inap sesuai dengan ketentuan tarif rawat inap Puskesmas PONED yang berlaku
27 Lanjutan tabel 2.6 No
Jenis Pelayanan
Frek
7
Transport rujukan
Setiap kali (PP)
Tarif (Rp) Besaran biaya transport sesuai dengan Standar Biaya Umum (SBU) APBN, Standar biaya transportasi yang berlaku di daerah
Jumlah (Rp)
Ket Biaya transport rujukan adalah biaya yang dikeluarkan untuk merujuk pasien, sedangkan biaya petugas dan pendampingan dibebankan kepada pemerintah daerah
Sumber: Kementrian Kesehatan RI (2012) Keterangan : 1. Biaya-biaya Jaminan persalinan pada fasilitas kesehatan dasar b. Klaim persalinan ini tidak harus dalam paket (menyeluruh) tetapi dapat dilakukan klaim terpisah, misalnya ANC saja, persalinan saja atau PNC saja. c. Pelayanan nomor 4 dibayarkan apabila dilakukan tindakan stabilisasi pasien pra rujukan. d. Pelayanan nomor 5a dan 5b dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat I PONED yang mempunyai kemampuan dan sesuai kompetensinya. e. Untuk kasus-kasus yang pada waktu ANC telah diduga/diperkirakan adanya risiko persalinan, pasien sudah dipersiapkan jauh hari untuk dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih baik dan mampu seperti Rumah Sakit.
28
f. Di daerah yang tidak memiliki fasilitas kesehatan Puskesmas PONED dengan geografis yang tidak memungkinkan, bidan dapat diberikan kewenangan oleh Kepala Dinas Kesehatan dengan penugasan sebagaimana telah diatur dalam Permenkes Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan; sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. 2. Besaran biaya untuk pelayanan Jaminan persalinan, komplikasi kehamilan, komplikasi nifas dan komplikasi bayi baru lahir, maupun pelayanan rujukan terencana tingkat lanjutan menggunakan tarif paket Indonesia Case Base Group (INA-CBGs). 2.2.4
Pelaksanaan Program Jaminan Persalinan di Pustu Dauh Puri Pustu Dauh Puri sebagai pelaksana Jaminan Persalinan di wilayah kerja
Puskesmas II Denpasar Barat telah melaksanakan pelayanan Jaminan Persalinan terhitung mulai Bulan Juli 2011. Berikut cakupan pelayanan dengan Jaminan Persalinan yang telah dilakukan oleh Pustu Dauh Puri Bulan Juli – Desember 2011, sesuai dengan rekapitulasi bulanan pelaksanaan kegiatan Pustu Dauh Puri. Tabel 2.7 Jumlah Persalinan dengan Jaminan Persalinan di Puskesmas Pembantu Dauh Puri Bulan Juli – Desember 2011. Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember Total Sumber: Puskesmas Pembantu Dauh Puri (2011)
Jumlah Persalinan 29 24 33 58 57 28 229
29
Tabel 2.7 menggambarkan tentang jumlah persalinan dengan jaminan persalinan yang telah dilayani oleh Pustu Dauh Puri bulan Juli – Desember 2011. Dari tabel 2.7 terllihat terjadi peningkatan dan penurunan jumlah layanan persalinan setiap bulannya, dimana jumlah layanan persalinan paling banyak diberikan pada Bulan Oktober yaitu 58 layanan persalinan. Jumlah ini meningkat 56,9% dari bulan sebelumnya. Sedangkan jumlah layanan persalinan yang paling sedikit terjadi di bulan Agustus. Tabel 2.8 Jumlah Pelayanan K1 dan K4 dengan Jaminan Persalinan di Puskesmas Pembantu Dauh Puri Bulan Juli – Desember 2011. Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember Total
K1 14 34 26 15 15 8 112
K4 17 51 55 49 53 28 253
Sumber: Puskesmas Pembantu Dauh Puri (2011) Tabel 2.8 menggambarkan tentang cakupan K1 – K4 dengan Jaminan Persalinan yang telah diberikan oleh Pustu Dauh Puri periode Juli – Desember 2011. Dari tabel terlihat terjadi peningkatan dan penurunan jumlah kunjungan K1 dan K4 setiap bulannya. Pada tabel juga terlihat perbedaan yang cukup besar antara cakupan K1 dengan K4 yang diberikan oleh Pustu Dauh Puri. Hal ini menunjukkan adanya kesedaran ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan mereka pada trimester keempat.
30
Tabel 2.9 Jumlah Pelayanan Pemeriksaan Pasca Melahirkan (KF1, KF2, KF3) dengan Jaminan Persalinan di Puskesmas Pembantu Dauh Puri Bulan Juli – Desember 2011. Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember Total
KF1 27 30 37 61 65 34 254
KF2 24 19 17 20 4 0 84
KF3 8 20 3 3 1 0 35
Sumber: Puskesmas Pembantu Dauh Puri (2011) Tabel 2.9 menggambarkan tentang jumlah pelayanan pemeriksaan pasca melahirkan yang diberikan oleh Pustu Dauh Puri Bulan Juli – Desember 2011. Dari tabel terlihat cenderung terjadi penurunan jumlah kunjungan dari pemeriksan pertama hingga ke tiga setiap bulannya. Bahkan untuk bulan Desember tidak terdapat kunjungan pasien untuk pemeriksaan KF2 dan KF3.
2.3
Mutu Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan yang dikembangkan di suatu wilayah harus dijaga arahnya
agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah tersebut. Kriteria sebuah pelayanan kesehatan di suatu wilayah harus jelas, demikian pula dengan tujuan operasionalnya. Kriteria umum sebuah pelayanan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan publik terdiri dari (Muninjaya,2004) : 1.
Pelayanan
yang
disedikan
bersifat
komprehensif
untuk
seluruh
masyarakat yang ada di sutu wilayah (availability). 2. Pelayanan yang dilaksanakan secara wajar, tidak melebihi kebutuhan dan daya jangkau masyarakat (appropriateness).
31
3. Pelayanan dilakukan secara berkesinambungan (continuity). 4. Pelayanan diupayakan agar dapat diterima oleh masyarakat setempat (acceptability). 5. Dari segi biaya, pelayanan kesehatan harus terjangkau oleh masyarakat pada umumnya (affordable). 6. Manajemen harus efisien (efficient). 7. Jenis pelayanan yang diberikan harus selalu terjaga mutunya (quality) Mutu pelayanan kesehatan menurut Satrianegara (2009) yang dikutip oleh (Hermanto, 2010)
adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap
pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etika profesi. Secara
umum
pengertian
mutu
pelayanan
kesehatan
adalah
derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah, serta masyarakat konsumen. Selain itu, mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut: 1. Menurut pasien/masyarakat adalah empati, menghargai, tanggap, sesuai kebutuhan dan ramah. 2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu secara professional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan dan peralatan yang memenuhi standar.
32
3. Menurut manajer/anministrator adalah mendorong manajer untuk mengatur staf dan pasien/masyarakat dengan baik. 4. Menurut yayasan/pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Dari batasan ini dapat dipahami bahwa mutu pelayanan dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, wujud serta ciri-ciri pelayanan kesehatan ataupun kepatuhan terhadap standar pelayanan. Dalam praktik sehari-hari melakukan penilaian ini tidaklah mudah. Penyebab utamanya ialah karena mutu pelayanan tersebut bersifat multidimensional. Tiap orang tergantung dari latarbelakang kepentingan masing-masing dapat melakukan penilaian dari dimensi berbeda. Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah mutu pelayanan kesehatan seharusnya
pedoman
yang dipakai adalah hakekat
dasar dari
diselenggarakannya pelayanan kesehatan tersebut. Yang dimaksud dengan hakekat dasar tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. 2.3.1
Dimensi Mutu
Karena jasa tidak kasat mata serta kualitas teknik jasa tidak selalu dapat dievaluasi secara akurat, pelanggan berusaha menilai kualitas jasa berdasarkan apa yang dirasakannya, yaitu atribut-atribut yang mewakili kualitas proses dan kualitas pelayanan. Menurut Parasuraman et al (1990) yang dikutip oleh (Hendroyono, 2008) terdapat lima dimensi (ukuran) kualitas jasa/pelayanan, meliputi: 1.
Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,
33
karyawan dan alat-alat komunikasi. 2. Realibility (kehandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat). 3. Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan (konsumen) dan menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat. 4. Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. 5. Emphaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. 2.3.2
Upaya Perbaikan Mutu Pelayanan Kesehatan
Menurut Machmud (2008) upaya yang dilakukan dalam perbaikan mutu, fokus pada apa yang perlu diperhatikan. Fokus tersebut yang harus diperhatikan dalam Rantai Efek Perbaikan Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut Tjahyono Koentjoro (2004), Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan, perlu diperhatikan empat tingkat perubahan, yaitu : 1. Pengalaman pasien dan masyarakat 2. Sistem mikro pelayanan 3. Sistem organisasi pelayanan kesehatan 4. Lingkungan pelayan kesehatan
34
Di samping harus memiliki tujuan yang jelas dan komprehensif, pelayanan kesehatan yang harus berfokus pada pelanggan. Pengalaman pasien dan masyarakat yang menjadi pelanggan pelayanan kesehatan harus mendapat perhatian utama sehingga kebutuhan, harapan, dan nilai pelanggan dapat dipenuhi oleh organisasi pelayanan kesehatan. Mekanisme untuk mengenal adanya perubahan kebutuhan, harapan dan nilai pelanggan perlu ada dalam pengelolaan organisasi pelayanan kesehatan, demikian juga mekanisme untuk mengelola pengalaman pelanggan. Dengan demikian, organisasi pelayanan kesehatan akan mampu memberikan yang terbaik kepada pasien dan masyarakat. 2.3.3 Penelitian mengenai Penilaian Kualitas Pelayanan Rawat Inap Persalinan Terdapat banyak sekali penelitian mengenai pengukuran kualitas pelayanan kesehatan. Berikut beberapa penelitian mengenai pengukuran kualitas pelayanan kesehatan yang terkait dengan pelayanan rawat inap persalinan: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Duana (2005) yang berjudul Persepsi dan harapan ibu terhadap kualitas pelayanan persalinan di Puskesmas Tegalalang I Kecamatan Tegalalang Gianyar tahun 2005. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross sectional dengan membandingkan antara persepsi dengan harapan ibu terhadap kualitas pelayanan persalinan di Puskesmas Tegalalang I Kecamatan Tegalalang Kabupaten Gianyar. Kualitas pelayanan persalinan ini diukur dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner yang terdiri dari 17 item pernyataan berdasarkan kelima dimensi mutu pelayanan kesehatan meliputi bukti langsung, kehandalan, kesigapan, keyakinan dan empati dengan menggunakan skala likert. Dari penelitian didapatkan adanya perbedaan hampir pada semua item pertanyaan dimana harapan ibu
35
cenderung lebih tinggi daripada persepsinya. Hal ini menujukkan pelayanan persalinan yang diberikan Puskesmas Tegalalang I selama ini belum sesuai dengan apa yang diinginkan oleh ibu. Berdasarkan analisa terhadap kelima dimensi mutu pelayanan diperoleh, untuk aspek bukti langsung yang perlu ditekankan adalah kelengkapan alat dan kesiapan alat yang dipakai, pada aspek kehandalan yaitu pelayanan yang cepat dan tepat, pada aspek ketanggapan yaitu kesiapan petugas dalam memberikan pelayanan setiap saat, pada aspek keyakinan adalah pentingnya jaminan keamanan dan kepercayaan pasien terhadap pelayanan dan untuk aspek perhatian yang perlu ditingkatkan adalah pelayanan yang kurang sopan dan kurang perhatian. Untuk itu perlu dilakukan upaya perbaikan pada aspek mutu yang dirasakan kurang yang mencakup peningkatan kualitas sumber daya manusia, melengkapi peralatan serta perbaikan sistem dan prosedur pelayanan. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisni (2006) yang berjudul Kepuasan Pasien Bersalin di Ruang Bersalin dan Ruang Perawatan Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Tahun 2006. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian deskriptif cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 59 orang ibu bersalin di Badan Pelayanan RSUD Wangaya. Data dikumpulkan dengan wawancara terstruktur mengenai harapan ibu dan pengalaman terhadap pelayanan persalinan, yang kemudian dianalisis menggunakan
analisa
kuadran
dengan
mencari
keselarasan
antara
kepentingan dan pelaksanaan pelayanan. Tingkat kepuasan dianalisis dengan membandingkan penilaian berdasarkan harapan dan pengalaman. Analisa kuadran dibagi menjadi 4 bagian meliputi:
36
a. Kuadran A yang menunjukkan fakotr atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat melaksanakannya
sesuai
penting, namun manajemen belum keinginan
pelanggan,
sehingga
mengecewakan/tidak puas. b. Kuadran B yang menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. c. Kuadran C yang menunjukkan faktor yang menurut pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan. d. Kuadran D yang menunjukkan faktor yang menurut pelanggan kurang penting tetapi pelaksanaannya sangat memuaskan. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu berdasarkan kelima dimensi kualitas pelayanan terhadap 42 aspek, tingkat kepuasan rata-rata diatas 80%, sudah mendekati puas terhadap pelayanan yang diberikan di ruang bersalin dan di ruang perawatan persalinan Badan Pelayanan RSUD Wangaya. Hasil analisis kartesius sendiri, terdapat 17 aspek pelayanan kinerja sudah sesuai dengan harapan sehingga menimbulkan kepuasan bagi pasien dan terdapat 8 aspek mutu pelayanan yang dianggap sangat penting oleh pasien, akan tetapi pihak rumah sakit belum melaksanakannya sesuai dengan keinginan pasien, sehingga menimbulkan ketidakpuasan. Kedelapan aspek tersebut meliputi kesesuaian harga obat-obatan yang diapakai, ketersediaan oksigen, obat dan lainnya saat mendadak, kejelasan informasi tindakan bidan yang akan
37
dilakukan, kebersihan ruangan perawatan persalinan, bebas dari nyamuk, kesegaran ruangan, kebersihan tempat tidur dan kebersihan kamar mandi dan WC di ruang bersalin. Dari kedelapan aspek ini ketidakpuasan pasien bersumber dari sistem, tenaga dan sarana. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto (2010) yang berjudul Pengaruh Persepsi Mutu Pelayanan Kebidanan tehadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kebidanan di RSUD Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Bulungan Kalimantan Timur. Penelitian ini merupakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional, pengumpulan data menggunakan wawancara terstruktur yang terdiri dari kuesioner persepsi mutu pelayanan kebidanan dan persepsi kepuasan pasien, jumlah sampel sebanyak 120 pengambilannya dengan teknik konsekutif sampling. Analisis data menggunakan chi-square untuk menguji hubungan dan regresi logistik untuk menguji pengaruh. Hasil penelitian persepsi keandalan baik 58,3%, ketanggapan baik 50,8%, jaminan baik dan tidak baik sama besar 50 % , empati tidak baik 58,3%, bukti langsung tidak baik 53.3% dan persepsi kepuasan pasien tidak puas 53.3%. Secara bersama-sama variabel mutu pelayanan yang berpengaruh terhadap kepuasan adalah empati (p=0,0001. OR=11,866) dan bukti langsung (p=0,038. OR=2.571), yang berarti besar risiko menimbulkan ketidakpuasan terhadap pelayanan kebidanan adalah 2,5 kali pada mutu empati dan 11 kali pada mutu bukti langsung. Untuk meningkatkan kepuasan pasien maka perlu perbaikan mutu empati dan bukti langsung pelayan kebidanan secara bersama-sama.
38
2.4
Persepsi Kehidupan individu tidak dapat lepas dari lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Kontak yang dilakukan oleh individu dengan lingkungannya tentunya diawali dengan adanya stimuli. Dalam rangka individu mengenali stimuli tersebut merupakan persoalan yang berkaitan dengan persepsi. Persepsi sendiri memiliki pengertian yang bervariasi antara ahli atu dengan ahli yang lainnya (Walgito, 2003) 2.4.1
Pengertian Persepsi
Dalam Buku Ilmu Komunikasi karya Riswandi (2008), diungkapkan mengenai definisi persepsi menurut beberapa ahli, diantaranya: 1. Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna (Wenburg & Wilmor). 2. Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi (Ferderber) 3. Persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana (Cohen) Persepsi adalah inti komuniksi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengn penyandian balik (decoding). Menurut Walgito (2003), persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, dimana penginderaan berhubungan dengan penerimaan stimulus oleh individu melalui alat indera. Stimulus tersebut kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu menyadari tentang apa yang diinderanya itu. Stimulus dalam proses persepsi dapat datang dari dalam diri maupun luar diri individu. Bila yang dipersepsi dirinya sendiri sebagai objek persepsi, inilah yang
39
disebut persepsi diri (self-perception). Karena dalam persepsi tersebut merupakan aktivitas yang terintegrasi, maka seluruh apa yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, kerangka acuan dan aspek – aspek lain yang ada dalam diri individu akan ikut berperan dalam persepsi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, dapat di kemukakan bahwa dalam persepsi, sekalipun stimulusnya sama, tetapi karena pengalaman, kemampuan berpikir dan kerangka acuan tidak sama, adanya kemungkinan hasil persepsi antara individu satu dengan yang lain tidak sama. Keadaan tersebut memberikan gambaran bahwa persepsi itu memang bersifat individual. 2.4.2
Faktor – Faktor yang Berpengaruh pada Persepsi
Dalam buku Pendidikan dan Prilaku Kesehatan karya Notoatmojo (2003) yang dikutip oleh Hermanto (2010), terdapat sejumlah faktor yang dapat berpengaruh untuk memperbaiki dan mendistorsi persepsi kita yang berbeda dalam melihat suatu objek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh: a. Tingkat pengetahuan dan pendidikan kesehatan seseorang b. Faktor pada pemersepsi/pihak pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti sikap, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan pengharapan. Variabel lain yang ikut berperan menentukan persepsi adalah umur, tingkat pendidikan, latar belakang, sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu.
40
Faktor pemersepsi
a. Sikap, motivasi b. Kepentingan c. Pengalaman d. Pengharapan Karakteristik 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Umur 4. Status sosial
Faktor situasi
a. Waktu b. Keadaan/situasi c. Keadaan sosial
Persepsi
Faktor target
a. Hal baru b. Gerakan c. Bunyi d. Ukuran e. Latar belakang f. Kedekatan
Sumber: Hermanto (2010) Gambar 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi setiap orang terhadap suatu objek dapat berbeda-beda, oleh karena itu persepsi mempunyai sifat subjektif, yang dipengaruhi oleh isi memorinya. Semua apa yang telah memasuki indra dan mendapatkan perhatiannya, akan disimpan dalam memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk menghadapi stimuli baru. Dengan demikian proses persepsi dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya yang tersimpan dalam memori. Berbagai pengaruh yang dapat menyebabkan perbedaan persepsi tersebut tentunya juga dialami oleh penggunan Jaminan persalinan di Puskesmas II Denpasar Barat, perbedaan persepsi ini tentunya dapat menjadi acuan atau masukan dalam perbaikan kualitas pelayanan rawat inap persalinan dengan Jaminan persalinan.