BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bahan Bakar Diesel Bahan bakar diesel yang sering disebut solar (light oil) merupakan suatu
campuran hidrokarbon yang diperoleh dari penyulingan minyak mentah pada temperatur 200
o
C–340
o
C. Minyak solar yang sering digunakan adalah
hidrokarbon rantai lurus hetadecene (C16H34) dan alpha-methilnapthalene (Darmanto, 2006). Sifat-sifat bahan bakar diesel yang mempengaruhi prestasi dari motor diesel antara lain: Penguapan (volality), residu karbon, viskositas, belerang, abu dan endapan, titik nyala, titik tuang, sifat korosi, mutu nyala dan cetane number (Mathur, Sharma, 1980). a. Penguapan (Volality). Penguapan dari bahan bakar diesel diukur dengan 90% suhu penyulingan. Ini adalah suhu dengan 90 % dari contoh minyak yang telah disuling, semakin rendah suhu ini maka semakin tinggi penguapannya. b. Residu karbon. Residu karbon adalah karbon yang tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis Bahan yang diuapkan dari minyak, diperbolehkan residu karbon maksimum 0,10 %. c. Viskositas. Viskositas minyak dinyatakan oleh jumlah detik yang digunakan oleh volume tertentu dari minyak untuk mengalir melalui lubang dengan diameter kecil tertentu, semakin rendah jumlah detiknya berarti semakin rendah viskositasnya. d. Belerang. Belerang dalam bahan bakar terbakar bersama minyak dan menghasilkan gas yang sangat korosif yang diembunkan oleh dinding-dinding silinder, terutama ketika mesin beroperasi dengan beban ringan dan suhu silinder menurun; kandungan belerang dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 0,5 %-1,5 %.
5
e. Abu dan endapan dalam bahan bakar adalah sumber dari bahan mengeras yang mengakibatkan keausan mesin. Kandungan abu maksimal yang diijinkan adalah 0,01% dan endapan 0,05%. f. Titik nyala. Titik nyala merupakan suhu yang paling rendah yang harus dicapai dalam pemanasan
minyak
untuk
menimbulkan
uap
terbakar
sesaat
ketika
disinggungkan dengan suatu nyala api. Titik nyala minimum untuk bahan bakar diesel adalah 60 oC. g. Titik Tuang Titik tuang adalah suhu minyak mulai membeku/berhenti mengalir. Titik tuang minimum untuk bahan bakar diesel adalah -15 oC. h. Sifat korosif. Bahan bakar minyak tidak boleh mengandung bahan yang bersifat korosif dan tidak boleh mengandung asam basa. i. Mutu penyalaan. Nama ini menyatakan kemampuan bahan bakar untuk menyala ketika diinjeksikan ke dalam pengisian udara tekan dalam silinder mesin diesel. Suatu bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan siap menyala, dengan sedikit keterlambatan penyalaan bahan bakar dengan mutu penyalaan yang buruk akan menyala dengan sangat terlambat. Mutu penyalaan adalah salah satu sifat yang paling penting dari bahan bakar diesel untuk dipergunakan dalam mesin kecepatan tinggi. Mutu penyalaan bahan bakar tidak hanya menentukan mudahnya penyalaan dan penstarteran ketika mesin dalam keadaan dingin tetapi juga jenis pembakaran yang diperoleh dari bahan bakar. Bahan bakar dengan mutu penyalaan yang baik akan memberikan mutu operasi mesin yang lebih halus, tidak bising, terutama akan menonjol pada beban ringan. j. Bilangan Cetana (Cetane Number). Mutu penyalaan yang diukur dengan indeks yang disebut Cetana. Mesin dieselmemerlukan bilangan cetana sekitar 50. Bilangan cetana bahan bakar adalah persen volume dari cetana dalam campuran cetana dan alpha-metyl naphthalene. Cetana mempunyai mutu penyalaaan yang sangat baik dan alpha6
metyl naphthalene mempunyai mutu penyalaaan yang buruk. Bilangan cetana 48 berarti bahan bakar cetana dengan campuran yang terdiri atas 48% cetana dan 52% alpha- metyl naphthalene. Tabel 2.1 Spesifikasi Minyak Solar
No
Karakteristik
Batasan
Unit
Metode Uji
MIN
MAX
ASTM
1
Angka Setana
45
-
D-613
2
Indeks Setana
48
-
D-4737
3
Berat Jenis Pada 15oC
Kg/m3
815
870
D-1298
4
Viskositas pada 40oC
mm2/s
2
5
D-1298
5
Kandungan Sulfur
%m/m
-
0,35
D-1552
6
Distilasi : T95
o
-
370
D-86
7
Titik Nyala
o
60
-
D-93
8
Titik Tuang
o
C
-
18
D-97
9
Karbon Residu
Merit
-
Kelas I
D-4530
10
Kandungan air
Mg/kg
-
500
D-1744
11
Biological Growth
-
12
Kandungan FAME
%v/v
13
Kandungan Metanol dan Etanol
C C
IP
10
%v/v
-
10
D-4815
14
Korosi Bilah Tembaga
Merit
-
Kelas I
D-130
15
Kandungan Abu
%m/m
-
0,01
D-482
7
16
Kandungan Sedimen
%m/m
17
Bilangan Asam Kuat
18
Bilangan Asam Total
19
Partikulat
mg/l
20
Penampilan Visual
-
21
Warna
mgKO H/gr mgKO H/gr
No.AS TM
-
0,01
D-473
-
0
D-664
-
0,6
D-664
-
-
D2276
Jernih dan Terang
-
3
D-1500
Sumber: Surat Keputusan Dirjen Migas 3675/K/24/DJM/2006
2.2
Bahan Bakar LPG
2.2.1
Pendahuluan LPG Kata elpiji berasal dari pelafalan singkatan bahasa Inggris yaitu LPG
(Liquified Petroleum Gas, arti secara harfiah yaitu "gas minyak bumi yang dicairkan"). LPG atau kita sering menyebut gas elpiji berasal dari hasil pengolahan minyak bumi. Di alam ini, minyak bumi (petroleum) ditemukan bersama-sama dengan gas alam (natural gas). Kemudian minyak bumi dipisahkan dari gas alam. Minyak bumi yang telah dipisahkan dari gas alam disebut juga minyak mentah (crude oil). Minyak mentah merupakan campuran yang kompleks dengan komponen utama alkana dan sebagian kecil alkena, alkuna, siklo-alkana, aromatik, dan senyawa anorganik. Meskipun kompleks, untungnya terdapat cara mudah
untuk
memisahkan
komponen-komponennya,
yakni
berdasarkan
perbedaan nilai titik didihnya. Proses ini disebut destilasi bertingkat. Untuk mendapatkan produk akhir sesuai dengan yang diinginkan, maka sebagian hasil dari destilasi bertingkat perlu diolah lebih lanjut melalui proses konversi, pemisahan pengotor dalam fraksi, dan pencampuran fraksi. Dalam proses destilasi bertingkat, minyak mentah tidak dipisahkan menjadi komponen-komponen murni, melainkan ke dalam fraksi-fraksi, yakni 8
kelompok-kelompok yang mempunyai kisaran titik didih tertentu. Hal ini dikarenakan jenis komponen hidrokarbon begitu banyak dan isomer-isomer hidrokarbon mempunyai titik didih yang berdekatan. Sehingga bisa dikatakan bahwa berdasarkan titik didih inilah minyak mentah mengalami pemisahan menjadi bahan-bahan lainnya. Berdasarkan suhunya, secara berturut-turut dimulai bagian paling bawah, minyak mentah akan terpisah menjadi residu (>3000C), minyak berat, yang digunakan sebagai bahan kimia (150-3000C), solar (1051500C), kerosin (85-1050C), bensin/gasolin (50-850C), dan gas (0-500C). Bagian terakhir yang berupa gas inilah asal usulnya LPG (tentunya setelah melalui pengolahan lanjutan) yang sehari-hari kita gunakan, salah satunya untuk bahan bakar kompor gas.
2.2.2
Jenis dan Komponen LPG Menurut Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No.
25K/36/DDJM/1990 spesifikasi LPG dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu LPG campuran (mixed LPG), LPG Propana (Prophene LPG), dan LPG Butana (Buthene LPG). LPG yang dipakai untuk bahan bakar kompor gas adalah jenis LPG campuran. LPG ini merupakan salah satu produk yang dipasarkan oleh Pertamina Direktorat Pembekalan Dan Pemasaran Dalam Negeri (Dit. PPDN), dengan merk dagang LPG (Liquid Petroleum Gas). Komponen utama dari LPG adalah Propana (C3H8) dan Butana (C4H10). Disamping itu, LPG juga mengandung senyawa hidrokarbon ringan yang lain dalam jumlah kecil, yaitu Etana (C2H6) dan Pentana (C5H12).
2.2.3
Sifat-Sifat LPG Berikut ini sifat-sifat LPG yang perlu diketahui agar kita bisa
mengunakannya dengan aman. 1. Wujud Gas elpiji yang ada di dalam tabung, wujudnya cair dan sebagian berwujud uap. Namun apabila gas tersebut dikeluarkan dari tabung, wujudnya berubah menjadi gas. Wujud awal dari LPG adalah gas. Namun di pasaran dijual 9
dalam bentuk cair.
Mengapa bisa seperti itu? demikian penjelasannya. Pada
dasarnya untuk bahan yang berwujud gas berlaku ketentuan seperti ini: “Wujud gas akan berubah menjadi wujud cair apabila temperatur diperkecil atau tekanannya diperbesar”. Dengan adanya perubahan wujud akibat temperatur dan tekanan, maka volume gas juga berubah. Volume gas yang berwujud cair akan menjadi lebih kecil apabila dibandingkan dengan volume gas ketika masih berwujud gas. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasanya sekitar 250:1. Kemampuan gas bisa berubah wujud menjadi cair merupakan kelebihan dari bahan-bahan gas yaitu volumenya bisa menjadi mengecil. Kelebihan ini diaplikasikan terutama untuk menyimpan dan mengirim gas dalam tangki, dimana dengan cara tersebut secara ekonomi sangat menguntungkan. Berdasarkan cara pencairannya, LPG dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a. LPG Refrigerated LPG Refrigerated adalah LPG yang dicairkan dengan cara didinginkan (titik cair Propan adalah sekitar -42°C, dan titik cair Butan sekitar -0.5°C). Cara pencairan LPG jenis ini umum digunakan untuk mengapalkan LPG dalam jumlah besar. Misalnya, mengirim LPG dari negara Arab ke Indonesia. Dibutuhkan tanki penyimpanan khusus yang harus didinginkan agar LPG tetap dapat berbentuk cair serta dibutuhkan proses khusus untuk mengubah LPG Refrigerated menjadi LPG Pressurized.
b. LPG Pressurized LPG Pressurized adalah LPG yang dicairkan dengan cara ditekan dengan tekanan (pressure) sekitar 4-5 kg/cm2. LPG jenis ini disimpan dalam tabung atau tanki khusus bertekanan tinggi. LPG jenis inilah yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi di rumah tangga dan industri, karena penyimpanan dan penggunaannya tidak memerlukan penanganan khusus seperti LPG Refrigerated. Tekanan uap ELPIJI cair dalam tabung yang diproduksi oleh Pertamina sekitar 5.0 – 6.2 Kg/cm2. 10
Jumlah gas diukur berdasarkan volumenya (V) dengan satuan m3. Tetapi apabila gas tersebut berwujud cair, maka jumlah gas diukur berdasarkan massanya (m) dengan satuan kilogram (kg), sebagai contoh seperti kalau kita membeli LPG ukuran 3 kg. LPG dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya, tabung LPG tidak diisi secara penuh, hanya sekitar 80-85% dari kapasitasnya.
2. Massa Jenis (density) Kepadatan massa atau kepadatan material atau massa jenis adalah massa per satuan volume. Simbol yang paling sering digunakan untuk kerapatan ρ (disebut rho). Massa jenis gas yaitu banyaknya massa (kg) dari gas yang mempunyai volume sebesar 1,0 m3 pada kondisi tertentu (diukur pada suhu 00C, dan tekanan 1013 mbar / 1,013 kg/cm2). Massa jenis gas propan adalah 2,004 kg/m3, gas butan adalah 2,703 kg/m3, dan udara sebesar 1,293 kg/m3. Dari sini kita bisa tahu bahwa dengan volume yang sama yaitu 1,0 m3, massa propan, butan dan udara berbeda-beda. Massa butan lebih besar bila dibandingkan dengan massa propan, massa propan lebih besar daripada massa udara, dan massa kedua gas tersebut (butan dan propan) lebih besar daripada massa udara. Pengetahuan tentang massa jenis ini penting untuk memahami perilaku gas bila gas tersebut terlepas di udara bebas, apakah gas tersebut naik ke atas atau turun ke bawah (dan akan berada di atas permukaan tanah).
3. Specific Gravity Specific gravity adalah perbandingan antara massa jenis fluida (fluid density) dengan massa jenis fluida tertentu (specified reference density). Yang digunakan sebagai fluida pembanding bisa berbeda-beda. Misalnya untuk cairan, maka sebagai fluida pembandingnya (reference density) adalah air pada suhu 4oC. Sedangkan untuk gas, sebagai fluida pembandingnya adalah udara (biasanya pada suhu 200C). Specific gravity merupakan sebuah perbandingan, sehingga specific gravity tidak mempunyai satuan. 11
Meskipun pengertiannya tidak sama persis (tetapi pada dasarnya adalah sama), ada yang menterjemahkan specific gravity dengan massa jenis relatif (relative density). Selanjutnya dalam tulisan ini untuk menyebut istilah specific gravity kita gunakan istilah massa jenis relatif. Massa jenis relatif gas adalah perbandingan antara massa jenis gas dengan massa jenis udara (udara luar atau udara bebas). Massa jenis relatif udara adalah 1. Angka ini didapat dari massa jenis udara dibandingkan dengan massa jenis udara itu sendiri, yaitu 1,293 kg/m3 : 1,293 kg/m3 sama dengan 1. Dengan cara yang sama kita bisa menghitung massa jenis relatif dari propan yaitu 2,004 kg/m3 : 1,293 kg/m3 sama dengan 1,55 dan massa jenis relatif dari butan adalah sebesar 2,09. Apabila massa jenis relatif dari suatu gas lebih kecil daripada 1, maka gas tersebut akan naik ke udara. Namun apabila massa jenis relatifnya lebih kecil dari 1, maka gas tersebut akan turun ke tanah (mencari/mengalir ke tempat yang lebih rendah). Dengan mengetahui bahwa massa jenis relatif gas propan dan butan lebih besar dari udara, maka apabila kita menyimpan LPG harus memberi ventilasi yang diletakkan rata dengan tanah/lantai (bila memungkinkan) atau dinaikkan sedikit. Hal ini dimaksudkan apabila ada kebocoran LPG, gas tersebut bisa cepat keluar dan bercampur dengan udara bebas. Di samping itu, dengan alasan yang sama seperti dia atas, kita jangan menyimpan tabung LPG di ruangan bawah tanah.
4. Temperatur Nyala (Ignition Temperature) Temperatur nyala dari bahan bakar gas pada umumnya antara 4500 C sampai dengan 6500C. Dengan temperatur seperti itu, gas yang diletakkan di udara bebas akan menjadi panas dan akan terjadi pembakaran. Temperatur nyala untuk propan adalah 5100C, sedangkan butan adalah 4600C. Dari data ini kita bisa tahu bahwa apabila ada LPG yang terlepas atau bocor dari tabung gas ke udara bebas, gas tersebut tidak akan terbakar dengan sendirinya. Karena temperatur udara bebas biasanya sekitar 270C. Untuk menimbulkan nyala pada peralatan yang menggunakan bahan bakar gas, misalnya kompor gas, kita menggunakan alat penyala atau api penyala. Apabila temperatur udara bebas ini minimal sama 12
dengan temperatur nyala, maka gas tersebut berada dalam kondisi autoignition temperature yaitu temperatur terendah dimana bahan akan terbakar dengan sendirinya tanpa diberi sumber nyala.
5. Batas Nyala (Flammable Range) Batas nyala (Flammable Range) atau disebut jugabatas meledak (Explosive Range) adalah perbandingan campuran (dalam bentuk prosentase) antara gas dengan udara, dimana pada batas tersebut dapat terjadi nyala api atau ledakan. Untuk bisa terjadi nyala api atau ledakan, besarnya perbandingan antara uap gas dan udara tidak memiliki nilai (angka) yang tunggal, tetapi merupakan nilai-nilai yang mempunyai batas bawah dan batas atas. Jadi apabila terjadi campuran antara gas dan udara dalam rentang nilai bawah dan nilai atas, maka akan terjadi nyala api atau ledakan. Nilai batas nyala bawah disebut juga Lower Explosive Limit (LEL) yaitu batas minimal konsentrasi uap bahan bakar di udara dimana bila ada sumber api, gas tersebut akan terbakar. Sedangkan nilai batas atas atau Upper Explosive Limit (UEL) yaitu batas konsentrasi maksimal uap bahan bakar di udara dimana bila ada sumber api, gas tersebut akan terbakar. Batas nyala (Flammable Range) untuk propan adalah antara 2,4% sampai dengan 9,6% dan butan antara 1,9% sampai dengan 8,6%.
Ini artinya bahwa misalnya terjadi
campuran 2,4% propan dengan 97,6% udara, maka campuran tersebut akan dapat menyala, tetapi jumlah gas propan ini merupakan jumlah yang minimal. Apabila jumlah propan kurang dari 2,4%, maka tidak akan terjadi nyala. Demikian sebaliknya, apabila jumlah propan lebih dari 9,6% juga tidak akan terjadi nyala. Sebagai contoh terjadi campuran 15% propan dan 85% udara, maka tidak akan terjadi nyala. Jadi kesimpulannya bahwa meskipun ada sumber api tetapi karena perbandingan campuran antara propan dengan udara di bawah atau di atas batas nyala (Flammable Range) , maka tidak akan terjadi pembakaran. Dengan mengetahui batas nyala (flammable range) dari gas, kita bisa mencegah dan mengantsipasi bahaya dari LPG (elpiji) tersebut. Dengan mengetahui bahwa gas akan terbakar apabila mempunyai campuran dengan udara dengan perbandingan tertentu, maka apabila ada gas yang bocor, salah satu tindakan sederhana yang bisa lakukan adalah dengan membuka pintu atau jendela 13
atau berusaha mengipas-ngipas gas tersebut agar keluar ruangan. Hal ini dimaksudkan gas tersebut komposisi campurannya kurang dari 1,9% (untuk gas propan). Dengan demikian gas tersebut tidak bisa terbakar, meskipun ada sumber api.
2.2.4
Bahaya LPG Salah satu risiko penggunaan LPG adalah terjadinya kebocoran pada
tabung atau instalasi gas sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada awalnya, gas LPG tidak berbau, tapi bila demikian akan sulit dideteksi apabila terjadi kebocoran pada tabung gas. Menyadari itu PERTAMINA menambahkan gas mercaptan, yang baunya khas dan menusuk hidung. Langkah itu sangat berguna untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran tabung gas. Tekanan LPG cukup besar (tekanan uap sekitar 120 psig), sehingga kebocoran LPG akan membentuk gas secara cepat dan mengubah volumenya menjadi lebih besar.
2.3
Mesin Diesel Empat Langkah Mesin diesel termasuk mesin pembakaran dalam; lebih spesifik lagi,
sebuah mesin pemicu kompresi, dimana bahan bakar dinyalakan oleh tinggi gas yang dikompresi, dan bukan oleh alat berenergi lain (seperti busi). Mesin ini ditemukan pada tahun 1892 oleh Rudolf Diesel, yang menerima paten pada 23 Februari 1893. Diesel menginginkan sebuah mesin untuk dapat digunakan dengan berbagai macam bahan bakar termasuk debu batu bara. Dia mempertunjukkannya pada Exposition Universelle (Pameran Dunia) tahun 1900 dengan menggunakan minyak kacang (lihat biodiesel). Kemudian diperbaiki dan disempurnakan oleh Charles F. Kettering. Secara umum pengertian motor bakar diartikan sebagai pesawat yang dapat mengubah suatu bentuk energi thermal menjadi bentuk energi mekanik. Motor bakar dapat pula diartikan sebagai pesawat dan energi kerja mekaniknya diperoleh dari pembakaran bahan bakar dalam pesawat itu sendiri. Oleh karena
14
itu, motor bakar yang pembakarannya terjadi di dalam pesawat itu sendiri disebut pesawat tenaga dengan pembakaran dalam (Internal Combustion Engine). Motor bakar torak menggunakan silinder tunggal atau beberapa silinder. Salah satu fungsi torak disini adalah sebagai pendukung terjadinya pembakaran pada motor bakar. Tenaga panas yang dihasilkan dari pembakaran diteruskan torak ke batang torak, kemudian diteruskan ke poros engkol yang mana poros engkol nantinya akan diubah menjadi gesekan putar.
2.3.1 Prinsip kerja mesin diesel empat langkah Prinsip kerja mesin diesel mirip dengan prinsip kerja mesin bensin. Perbedaannya hanya terletak pada proses langkah awal kompresi atau proses adiabatik. Yang dimaksud dengan motor bakar 4 (empat) langkah adalah bila 1 (satu) kali proses pembakaran terjadi pada setiap 4 (empat) langkah gerakan piston atau 2 (dua) kali putaran poros engkol. Dengan anggapan bahwa katup masuk dan katup buang terbuka tepat pada waktu piston berada pada TMA dan TMB, maka siklus motor 4 (empat) langkah dapat diterangkan sebagai berikut: 1.
Langkah masuk (Intake Stroke) Piston bergerak dari TMA ke TMB, kemudian katup masuk terbuka dan
katup buang tertutup. Karena piston bergerak ke bawah, maka di dalam silinder terjadin ke vakuman sehingga udara bersih akan terhisap dan mengalir masuk ke dalam ruang silinder melalui katup masuk. 2.
Langkah Kompresi (Compression Stoke) Piston bergerak dari TMB ke TMA, kedua katup akan tertutup. Karena
piston bergerak ke atas dan kedua katup tertutup, maka udara bersih di dalam silinder akan terdorong di mampatkan di ruang bakar, akibatnya silinder tertekan dan temperature menjadi tinggi. 3.
Langkah injeksi (ignition) dan Langkah pembakaran (Combussion
Storoke) Pembakaran awal :
15
Pada akhir langkah kompresi sebelum piston mencapai TMA, injector akan mengabutkan bahan bakar dan akan bercampur dengan udara yang tertekan dan temperature tinggi (700-900 oC) dengan tekanan 70-90 kg/cm3 Pembakaran sempurna : Karena tekanan dan temperature yang tinggi, maka bahan bakar akan terbakar dengan sendirinya di dalam ruang bakar, hal ini akan menimbulkan daya dorong sehingga piston akan bergerak dari TMA ke TMB. 4.
Langkah buang (Exhaust Stoke) Piston bergerak dari TMB ke TMA, katup buang membuka dan katup
masuk tertutup, karena piston bergerak ke atas maka gas sisa hasil pembakaran akan keluar melaluia katup buang.
Gambar 2.1 prinsip kerja motor diesel 4 (empat) langkah
2.3.2 Parameter prestasi mesin diesel empat langkah Pada umumnya performance atau prestasi mesin bisa diketahui membaca dan menganalisis parameter yang ditulis dalam sebuah laporan atau media lain. Biasanya kita akan mengetahui daya, torsi, dan bahan bakar spesifik dari mesin tersebut. Parameter itulah yang menjadi pedoman praktis prestasi sebuah mesin. Parameter prestasi mesin dapat dilihat dari berbagai hal diantara yang terdapat dalam diagram sebagai berikut :
16
Parameter Prestasi Mesin
Torsi
Daya
Laju Konsumsi Bahan Bakar Konsumsi Bahan Bakar Spesifik
Efisiensi Bahan Bakar Gambar 2.2 Diagram Alir Prestasi Mesin Secara umum daya berbanding lurus dengan luas piston sedang torsi berbanding lurus dengan volume langkah. Parameter tersebut relatif penting digunakan pada mesin yang berkemampuan kerja dengan variasi kecepatan operasi dan tingkat pembebanan. Daya maksimum didefinisikan sebagai kemampuan maksimum yang bisa dihasilkan oleh suatu mesin. Adapun torsi poros pada kecepatan tertentu mengindikasikan kemampuan untuk memperoleh aliran udara (dan juga bahan bakar) yang tinggi kedalam mesin pada kecepatan tersebut. Sementara suatu mesin dioperasikan pada waktu yang cukup lama, maka konsumsi bahan bakar suatu efisiensi mesinnya menjadi suatu hal yang dirasa sangat penting. (Heywood, 1988 : 823).
17
Gambar 2.3 Pengetesan Prestasi Mesin Tabel 2.2 Perbedaan motor diesel dan motor bensin Bahan bakar Getaran mesin Metode pemberian bahan bakar Metode pengapian
Motor diesel Solar Besar Pompa bahan bakar pengabut Pengapian sendiri
Motor bensin Bensin Kecil dan Karburator Loncatan bunga api listrik Sebelum kompresi
Pembentukan Setelah kompresi campuran Perbandingan 15 – 30 kg/cm2 6 – 12 kg/cm2 kompresi Proses pembakaran Siklus diesel Siklus otto Sumber: Arismunandar, Wiranto. Penggerak Mula Motor Bakar Torak. Edisi kelima. Penerbit : ITB Bandung,1988
2.3.3 Unjuk kerja motor diesel empat langkah Konsep awal Rudolf Diesel pada mesin ciptaannya adalah dengan mengansumsikan adanya penambahan kalor pada temperatur konstan sehingga mesin yang dibuatnya dapat berjalan dengan siklus Carnot. Namun, akhirnya disadari bahwa untuk mewujudkan mesin tersebut secara praktikal adalah sangat sulit karena pemasukan panas yang dapat dilakukan persiklus sangat kecil. Konsep selanjutnya Rudolf Diesel menggunakan penambahan kalor pada saat
18
tekanan konstan. Konsep siklus tersebut secara teoritis dapat berjalan dan oleh karena itu, siklus toritis ini dinamakan atas namanya yaitu Siklus Diesel.
Gambar 2.4 Diagram p-v motor diesel Proses pada siklus Diesel : 1-2 : Kompresi isentropis (reversibel adiabatis) Gas ideal (udara) dengan kalor spesifik konstan dikompresi secara reversibel dan adiabatis ke temperatur dan tekanan tinggi. 2-3 : Pembakaran isobaris Temperatur setelah kompresi akan melebihi tempertur penyulutan bahan bakar sehingga bahan bakar tersulut secara spontan pada saat diinjeksikan kedalam ruang bakar. 3-4 : Ekspansi isentropis ( revesibel adiabatis ) Temperatur dan tekanan turun. 4-1 : Pembuangan isokhoris Pembuangan kalor pada volume konstan, diikuti oleh penurunan temperatur dan tekanan.
2.4
Performansi Motor Bakar Performansi mesin otto dipengaruhi oleh beberapa
hal diantaranya,
perbandingan kompresi ruang bakar, tingkat homogenitas campuran bahan bakar 19
dengan udara, angka oktan pada bensin, dan tekanan udara masuk ruang bakar. Semakin besar rasio kompresi akan meningkatkan performa mesin tetapi dapat menimbulkan knocking dan menurunkan daya motor. Maka rasio kompresi juga harus disesuaikan dengan bahan bakar yang dipakai. Jika rasio kompresi bertambah maka bilangan oktan pada mesin juga harus ditingkatkan. Campuran bahan bakar dan udara dicampur di karburator pada mesin otto. Aliran turbulen sangat cocok saat mengalirkan campuran udara dan bahan bakar ke ruang bakar. Parameter mesin diukur untuk menentukan karakteristik pengoperasian pada motor bakar. Parameter dan performansi mesin dapat dilihat dari rumusrumus dibawah ini. (Pulkrabek,2004 dan Heywood,1998)
2.4.1 Torsi, Tekanan Efektif Rata-Rata dan Daya Alat yang digunakan untuk mengukur torsi dinamakan dynamometer , alat ini di kopel dengan poros output mesin. Cara kerja dynamometer mirip dengan kerja sebuah rem yang dilekatkan ke poros mesin, maka daya yang diukur dinamakan dengan daya rem ( brake power ).
........................................................................................ ....(2.1) Untuk mesin 2 tak dengan 1 siklus setiap satu putaran nilai tekanan efektif rata-rata dapat dicari dengan rumus: 2
T = (bmep) Vd ............................................................................... ....(2.1)
bmep =
......................................................................................... ....(2.2) Sedangkan untuk mesin 4 tak dengan 2 kali putaran mesin setiap satu
siklus pembakaran, nilai tekanan efektif rata-rata dapat dicari dengan menggunakan rumus: 4
T = (bmep) Vd ............................................................................... ....(2.3)
bmep =
......................................................................................... ....(2.4)
20
Dimana :
= Daya keluaran (Watt)
n = Putaran mesin (rpm) T = Torsi (N.m) bmep = Tekanan efektif rata-rata (kPa) Vd = Volume ruang bakar (m3)
2.4.2 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)
Nilai ekonomis sebuah mesin ditunjukkan dengan seberapa besar jumlah bahan bakar yang dipakai untuk menghasilkan sejumlah daya selang waktu tertentu. Satuan untuk sfc adalah kg/jam, maka ............................................................................................ .(2.5) dimana :
Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h). f = laju aliran bahan bakar (kg/jam)
Besarnya laju aliran massa bahan bakar ( f) dihitung dengan persamaan berikut : ........................................................................... .(2.6) Dimana : ϼ = massa jenis (gr/cm 3) = volume bahan bakar yang diuji = waktu untuk menghabiskan bahan bakar (detik)
2.4.3
Efisiensi Thermal Energy yang dibangkitkan oleh piston akan lebih besar dari ekerja yang
terpakai. Hal ini dikarenakan adanya rugi-rugi mekanis yang terdapat pada mesin itu sendiri. Maka perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini dipanggil dengan nama efisiensi termal brake. =
...................................................................... .(2.7)
21
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut : ........................................................................................... .(2.8) Dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kJ/kg) Jika daya keluaran (
) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar
dalam
satuan kg/jam dan ηc = efisiensi pembakaran, maka: ................................................................................. .(2.9)
2.4.4
Rasio Udara - Bahan Bakar (AFR) Energi yang masuk kedalam sebuah mesin
berasal dari pembakaran
bahan bakar hidrokarbon. Udara digunakan untuk menyuplai oksigen yang dibutuhkan untuk mendapatkan reaksi kimia didalam ruang bakar. Agar terjadinya reaksi pembakaran, jumlah oksigen dan bahan bakar harus tepat. Yang dirumuskan sebagai berikut: ........................................................................................... .(2.7) ............................................................................................. .(2.8) Dimana:
massa udara di dalam silinder per siklus massa bahan bakar di dalam silinder per siklus laju aliran udara didalam mesin laju aliran bahan bakar di dalam mesin tekanan udara masuk silinder temperatur udara masuk silinder konstanta udara volume langkah (displacement) volume sisa
22
2.4.5
Efisiensi Volumetris Salah satu proses yang paling penting untuk menentukan berapa besar
daya dan performansi yang dihasilkan dari sebuah mesin yaitu dengan mendapatkan kwantitas udara yang paling maksimal yang digunakan pada setiap siklus yang masuk ke ruang bakar. Semakin banyak udara sama dengan menambah konsumsi bahan bakar dan akan menghasilkan semakin banyak daya yang bisa dikonversi dari hasil pembakaran. Efisiensi volumetris dapat dicari dengan menggunakan rumu =n.
Dimana:
/ ϼa. Vd . N ................................................................................. .(2.7)
massa udara di dalam silinder per siklus (kg) laju aliran udara didalam mesin (kg/s) volume langkah ( m3) n = jumlah putaran per siklus N = putaran mesin (rpm) ϼa = densitas udara (kg/m3) = efisiensi volumetris
2.4.6 Mesin Diesel yang digunakan Jenis mesin diesel yang digunakan pada pengujian ini adalah Mesin Diesel KAMA YL170-F 211cc. Sistem pendinginan udara. Pada sistem pengapian dimodifikasi dengan penggunaan busi (spark plug) sebagai pemantik bahan bakar gas yang diinjeksikan melalui pengadopsian sistem karburator.
2.5 Pembakaran pada Mesin Otto Pembakaran adalah reaksi kimia dimana oksidan (oksigen) bereaksi secara cepat terhadap bahan bakar dan melepaskan energy panas. Ada tiga unsur kimia utama dalam elemen mampu bakar ( combustible) yakni karbon(C) dan hidrogen (H), elemen lainnya adalah sulfur(S). Proses pembakaran dikatakan sempurna jika semua karbon bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan karbon monoksida, atau jika sulfur bereaksi dengan sulfur menghasilkan sulfur dioksida. 23
Jika kondisi ini tidak terpenuhi, mak dikatakna proses
pembakaran
tidak
sempurna. Nitrogen tidak berpartisipasi pada proses pembakaran
dan disebut
sebagai gas lembam. Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masingmasing bergabung dengan oksigen dari udara secarah terpisah. Hydrogen akan bergabung dengan oksigen dan menghasilkan air. Karbon akan bergabung dengan oksigen menjadi karbon dioksida. Jika jumlah oksigen tidak cukup maka sebagian karbon akan bereaksi dengan carbon dan menghasilkan
karbon
monoksida. Pembentukan karbon monoksida hanya menghasilkan 30% panas yang dihasilkan oleh pembentukan karbon dioksida.
2.5.1 Karburator Karburator memiliki fungsi sebagai pencampur antara bahan bakar dan udara dan menghasilkan aliran turbulen campuran bahan bakar dan udara ke ruang bakar sehingga campuran bahan bakar dan udara homogen. Perbandingan campuran udara dan bahan bakar bila diperlukan tenaga maksimum adalah berkisar antara (12-13) : 1. Jadi lebih gemuk dari campuran teoritis yang dibutuhkan untuk dapat terjadinya suatu pembakaran yang sempurna yaitu 15 : 1. Sekalipun perbandingan campuran sudah bagus, bila sebagian bahan bakar tidak dapat menguap, maka akan mengakibatkan campuran menjadi kurus, sehingga tidak dapat terbakar dengan baik. Selain campuran harus baik dan rata, juga diperlukan posisi atau letak dari busi yang tepat agar terjadi loncatan api yang sempurna. Untuk mencampur udara dengan bahan bakar secara otomatis dengan suatu perbandingan tertentu pada suatu saat dan kondisi tertentu diperlukan karburator. Jelasnya karburator menyediakan suatu campuran udara bahan bakar dengan perbandingan yang tetap. Karburator bekerja sangat tepat untuk setiap kondisi yang berbeda-beda dalam menghasilkan suatu perbandingan campuran yang baik.
24
Sesaat setelah motor dihidupkan, suhu motor masih dingin, dan hanya sekitar (10-20%) dari bensin yang menguap. Pada saat ini kita menggerakkan katup choke untuk mengurangi jumlah aliran udara sehingga tekanan negatif menjadi besar dan campuran menjadi cukup gemuk. Karena itu sekalipun bensin menguap hanya 10% dan campuran cukup gemuk tapi masih dapat menyala. Setelah itu kita harus segera membuka kembali katup choke bila motor sudah berjalan stabil. Pada beban rendah dan pembukaan katup throttle yang kecil, campuran cenderung menjadi kurus, sebab : i) Penguapan bahan bakar rendah karena suhu tempat yang dilalui bahan bakar rendah. ii) Distribusi atau pemberian bahan bakar rendah. Karena itu perbandingan campuran pada karburator harus dinaikkan atau pemberian bahan bakar harus diperbanyak. Pada beban menengah menggunakan suatu campuran udara bahan bakar yang kurus, namun demikian masih dapat menyala dan terbakar dengan stabil karena suhu dan tekanan masih dalam batas yang memungkinkan untuk bekerja dengan hasil yang menguntungkan. Jika campuran lebih gemuk dari campuran stokiometris untuk beban ringan, maka akan menghasilkan suatu pembakaran yang tidak sempurna. Dalam hal ini selain memboroskan bahan
bakar,
juga
gas
buang
akan
banyak
mengandung
karbonmonoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) yang tidak terbakar. Jadi campuran gemuk yang dengan perbandingan 12 : 1 sangat cocok untuk
menghasilkan penyalaan dan pembakaran
bila tenaga
maksimum diperlukan. Perbandingan campuran yang lebih kurus dari 15 : 1 akan menghasilkan efisiensi yang rendah dan mengurangi pemakaian bahan bakar jika pembakarannnya stabil. Atau dengan kata lain bahwa suhu gas bekas rendah karena akibat kelebihan udara, sehingga memungkinkan sebagian kecil panas terbuang. Alasan lain adalah panas spesifik yang kecil dari gas memungkinkan suhu dan tekanan dari gas untuk naik dengan mudah. Sekalipun demikian jika campuran terlalu kurus maka proses pembakarannya akan berjalan
25
lambat dan tidak stabil, sehingga memungkinkan kenaikan pemakaian bahan bakar.
2.5.2 Penyalaan dengan Bunga Api Busi dipasang pada suatu tempat dalam ruang bakar untuk memberikan bunga api. Bunga api diberikan dalam waktu yang sangat singkat dan menyalakan campuran udara bahan bakar dalam ruang bakar. Berbeda dengan mesin diesel yang penyalaannya terjadi sendiri akibat udara panas yang dikompresikan dalam ruang bakar. Sekalipun loncatan bunga api listrik sangat singkat dan total energinya kecil, tapi dengan tegangan 10.000 Volt antara elektroda busi yang mempunyai suhu ribuan derajat Celcius, akan mampu menimbulkan aliran arus listrik pada molekul-molekul dari campuran udara bahan bakar yang kerapatannya cukup tinggi. Karena pembakaran dari campuran udara bahan bakar adalah berupa reaksi ion, maka sistem penyalaan listrik sangat sesuai untuk mendapatkan suhu yang tinggi, dan dapat berlangsungnya proses ionisasi.
1) Busi Sebuah kabel yang berhubungan dengan sumber daya tegangan tinggi dihubungkan ke bagian terminal pada sisi atas busi. Saat arus listrik berkekuatan 5000 – 10.000 volt menghasilkan percikan bunga api diantara elektroda busi. Bunga api menyalakan campuran yang berada disekitarnya kemudian menyebar ke seluruh arah dalam ruang bakar. Pembakaran tidak terjadi serentak, tapi bergerak secara progresif melintasi campuran yang belum terbakar, dan dimulai di tempat yang paling panas yaitu di dekat busi. Busi tidak boleh terlalu panas, karena akan memudahkan terbentuknya endapan karbon pada permukaan isolatornya dan dapat menimbulkan hubungan singkat. Untuk menghindari kejadian ini suhu isolatornya harus mencapai 700-800 oC agar karbon dapat terbakar. Tapi bila suhu tinggi isolatornya dapat rusak atau preignition akan terjadi yaitu penyalaan sebelum terjadi loncatan bunga api pada busi. Jika hal ini terjadi akan memperpendek umur motor.
26
Pada motor yang cenderung untuk mudah terjadinya overheating (panas yang berlebihan) karena pengaruh sistem pendingin, kita harus menggunakan busi panas, sedangkan pada motor yang cenderung akan terjadi endapan karbon digunakan busi dingin.
2) Alat pembangkit tegangan tinggi Untuk menghasilkan pembakaran yang baik maka dibutuhkan percikan api yang baik juga. Maka dibutuhkan energy tegangan potensial yang besar juga. Tegangan antara 5000 sampai lebih dari 10.000 volt harus diberikan pada elektroda tengah agar dapat terjadi loncatan bunga api antara celah atau elektroda busi. Baterai terlalu berat dan harus diisi bila lama tidak dipakai, maka umumnya pada motor-motor kecil dipakai magnet. Magnet permanen dipasang pada poros engkol dan inti besi ditempatkan sebagai stator. Magnet berputar bersama-sama dengan roda penerus, dan antara inti besi dengan magnet terdapat suatu celah kecil. Medan magnet berubah-ubah karena perputaran magnet sehingga menimbulkan listrik dalam lilitan primer pada inti besi. Akibat gerakan cam titik kontak terbuka maka akan terjadi arus tegangan tinggi yang memungkinkan terjadinya loncatan bunga api pada busi. Kenaikan tegangan pada transformator yang terdiri dari lilitan primer dan lilitan sekunder, dan tegangan tinggi yang terjadi pada lilitan sekunder inilah yang dibutuhkan oleh busi. Kapasitor yang disisipkan dalam sirkuit akan menghindari terjadinya loncatan bunga api pada titik kontrol akibat tegangan tinggi yang timbul dalam lilitan sekunder. Saat penggunaan
magnet tidak dipergunakan secara luas, dengan
penggunaan solid state sebagai transistor sebagai alat penahan arus secara mekanik. Sistem penyalaan solid state mempunyai keuntungan bila dibandingkan dengan sistem mekanik. Salah satu sistem penyalaan yang tidak mekanik adalah sistem CDI (Capasitor Discharge Ignition). Magnet CDI prinsip kerjanya sama dengan magnet roda penerus. Bila magnet berputar bersama-sama dengan roda penerus yang merupakan satu kesatuan, aus diinduksikan dalam coil yang stasioner dan kemudian mengisi kapasitor. Bila kapasitor telah diisi, sebuah isyarat tegangan untuk mengontrol timbulnya penyalaan dalam coil sensor dengan menggunakan pintu G dari SCR (Silicon Controlled Rectifier) untuk mengalirkan 27
arus dari A ke K. Kemudian listrik yang dikumpulkan dalam kapasitor disalurkan pada suatu saat melalui SCR dalam lilitan primer dari coil. Arus ini membangkitkan tegangan yang lebih tinggi dalam lilitan sekunder, yang menyebabkan terjadinya loncatan bunga api pada busi.
2.5.3 Saat Penyalaan dan Pembakaran Loncatan bunga api terjadi sesaat torak mencapai titik mati atas (TMA) sewaktu langkah kompresi. Saat loncatan bunga api biasanya dinyatakan dalam derajat sudut engkol sebelum torak mencapai titik mati atas. Pada pembakaran sempurna setelah penyalaan dimulai, api menjalar dari busi dan menyebar ke seluruh arah dalam waktu yang sebanding, dengan 20 derajat sudut engkol atau lebih untuk membakar campuran sampai mencapai tekanan maximum. Kecepatan api umumnya kurang dari 10-30 m/detik. Panas pembakaran pada TMA diubah dalam bentuk kerja dengan efisiensi yang tinggi. Kelambatan waktu akan meurunkan efisiensi. Ini disebabkan rendahnya tekanan akibat pertambahan volume dan Waktu penyebaran api yang terlalu lambat. Penyalaan yang terlalu cepat juga dapat menurunkan efisiensi sekalipun tekanannya tinggi akibat langkah kompresi. Jadi harus mempunyai waktu penyalaan yang pasti.
Gambar 2.5 Dampak dari pendahulu kontak 28
Gambar 2.5 memperlihatkan hubungan antara perubahan waktu dengan tekanan di dalam silinder dan waktu penyalaan. Gambar menunjukkan bahwa hasil akan maksimum pada sudut 26 derajat poros engkol. Torak mempunyai kerja negatif jika tekanan naik selama langkah kompresi karena terjadinya penyalaan yang terlalu cepat seperti yang ditunjukkan dalam grafik. Seluruh kerja negatif tidak menghasilkan suatu kerugian karena akan diperoleh kembali bila torak ke bawah, tapi efisiensi menjadi turun seperti halnya pada penyalaan yang terlalu lambat.
Gambar 2.6 P-V diagram jika pengapian terlalu cepat atau terlalu lambat Gambar 2.6 memperlihatkan keadaan ini secara visual. Grafik 1-2-A-BC adalah penyalaan yang terlambat dan grafik 1-A-B-B’-B-C adalah penyalaan yang terlalu cepat. Dalam hal terakhir tekanan dan suu menjadi tinggi antara B dan B’, jadi kehilangan panas dan gesekan menjadi lebih besar dari biasanya.
2.6
Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara
menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung
29
sebagai bagian dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong : HHV = 33950 + 144200 (H2- ) + 9400 S..................................................... .(2.9)
Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg) C
= Persentase karbon dalam bahan bakar
H2
= Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2
= Persentase oksigen dalam bahan bakar
S
= Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah ( low Heating Value, LHV ), merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogennya. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut : LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) ................................................................. . (2.10) Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg) M
= Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture) 30
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV).
2.7
Generator Set Generator set atau sering disebut genset adalah sebuah perangkat yang
berfungsi menghasilkan daya listrik. Disebut sebagai generator set dengan pengertian adalah satu set peralatan gabungan dari dua perangkat berbeda yaitu mesin
dan generator atau
alternator.
Mesin
sebagai
perangkat
pemutar
sedangkan generator atau alternator sebagai perangkat pembangkit listrik. Mesin dapat berupa perangkat mesin diesel berbahan bakar solar atau mesin berbahan bakar bensin, sedangkan generator atau alternator merupakan kumparan atau gulungan tembaga yang terdiri dari stator (kumparan statis ) dan rotor (kumparan berputar).
Gambar 2.7 Generator Set
31
Dalam ilmu fisika yang sederhana dapat dijelaskan bahwa mesin memutar rotor pada generator sehingga timbul medan magnet pada kumparan stator generator, medan magnit yang timbul pada stator dan berinteraksi dengan rotor yang berputar akan menghasilkan arus listrik sesuai hukum Lorentz.
Arus listrik yang dihasilkan oleh generator akan memiliki perbedaan tegangan di antara kedua kutub generatornya sehingga apabila dihubungkan dengan beban akan menghasilkan daya listrik, atau dalam rumusan fisika sebagai P dapat diperoleh dengan: P = V x I ..................................................................................................... .(2.11) Dimana: P = daya (Watt) V = Tegangan (Volt) I = Arus ( Ampere)
2.7.1
Tipe Generator Set Genset dapat dibedakan dari jenis mesin penggeraknya, dimana dikenal
tipe-tipe mesin yaitu mesin diesel dan mesin non diesel /bensin. Mesin diesel dikenali dari bahan bakarnya berupa solar, sedangkan mesin non diesel berbahan bakar bensin premium. Di pasaran, genset dengan mesin non diesel atau berbahan bakar premium biasa diaplikasikan pada genset berkapasitas kecil atau dalam kapasitas maksimum 10.000 VA atau 10 kVA, sedangkan genset diesel berbahan bakar solar diaplikasikan pada genset berkapasitas > 10 kVA. Hal terkait dengan tenaga yang dihasilkan oleh diesel lebih besar daripada mesin non diesel, dimana cara kerja pembakaran diesel yang lebih sederhana yaitu tanpa busi, lebih hemat dalam pemeliharaan, lebih responsif dan bertenaga. Selain itu untuk aplikasi industri dimana bahan bakar diesel (solar) lebih murah daripada bensin (gasoline). Dalam aplikasi dijumpai bahwa genset terdiri dari genset 1 phasa atau 3 phasa. Pengertian 1 phasa atau 3 phasa adalah merujuk pada kapasitas tegangan yang dihasilkan oleh genset tersebut. Tegangan 1 phasa artinya tegangan yang dibentuk dari kutub L yang mengandung arus dengan kutub N yang tidak berarus, 32
atau berarus No.l atau sering dikenal sebagai Arde atau Ground. Sedangkan tegangan 3 phase dibentuk dari dua kutub yang bertegangan. Genset tiga phase menghasilkan tiga kali kapasitas genset 1 phase. Pada sistem kelistrikan PLN, kapasitas 3 phase yang dihasilkan untuk aplikasi rumah tangga adalah 380 Volt, sedangkan kapasitas 1 phase adalah 220 Volt. Daya listrik dalam ilmu fisika merupakan besaran vektor, artinya besaran yang memiliki besar dan arah, tegangan dan arus yang dihasilkan merupakan gelombang sinusoidal dengan frekuensi tertentu. Di Indonesia, frekuensi tegangan dan arus ditetapkan sebesar 50 Hz, dimana hal ini mengikuti standar frekuensi di Belanda atau negara-negara Eropa, sedangkan di negara Amerika Serikat dan Kanada menggunakan frekuensi 60 Hz.
2.8
Emisi Gas Buang Emisi gas buang adalah sisa hasil pembakaran bahan bakar di dalam
mesin pembakaran dalam, mesin pembakaran luar, mesin jet yang dikeluarkan melalui sistem pembuangan mesin. Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas (ketebalan asap). Adapun Standart nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 05 tahun 2006 tentang ambang batas emisi gas buang. Tabel 2.4 Standard Emisi Gas Buang Parameter Kategori
Tahun Pembuatan
CO
HC
(%)
(ppm)
Opacity (% HSU)
Berpenggerak Motor Bakar
< 2007
4,5
1200
-
cetus api (bensin)
≥ 2007
1,5
200
-
33
Berpenggerak Motor Bakar Penyalaan Kompresi (Diesel)
GVW ≤ 3,5 Ton
GvVW ≥ 3,5 Ton
< 2010
-
-
70
≥ 2010
-
-
40
< 2010
-
-
70
≥ 2010
-
-
50
Sumber : Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang
2.8.1. Sumber Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder.Polutan primer seperti nitrogen oksida (NOx) dan hidrokarbon (HC) langsung dibuangkan ke udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan. Polutan sekunder seperti ozon (O3) dan peroksiasetil nitrat (PAN) adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2.8.2 Komposisi Kimia Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lainnya.
2.8.3. Bahan Penyusun Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat bertahan di atmosfer. Sedangkan polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan bercampur dengan udara bebas.
34
a.) Partikulat Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara, sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar yang terjadi pada penyemprotan kedalam silinder motor terlalu besar atau apabila butir–butir berkumpul menjadi satu, maka akan terjadi dekomposisi yang menyebabkan terbentuknya karbon–karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi, tetapi penguapan dan pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada di dalam silinder tidak dapat berlangsung sempurna, terutama pada saat–saat dimana terlalu banyak bahan bakar disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar, misalnya untuk akselerasi, maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi itu terlalu banyak, maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan bewarna hitam.
b.) Unburned Hidrocarbon (UHC) Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak hidrokarbon kalau baru saja dihidupkan atau berputar bebas (idle) atau waktu pemanasan. Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar, di tangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari torak masuk kedalam poros engkol, yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu).Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama 35
disebabkan oleh campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.
c.) Karbon Monoksida (CO) Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam bahan bakar (kira–kira 85 % dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan bakar lebih gemuk dari pada campuran stoikiometris, dan terjadi selama idling pada beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk. Bila campuran kurus karbon monoksida tidak terbentuk.
d.) Oksigen (O2) Oksigen (O2) sangat berperan dalam proses pembakaran, dimana oksigen tersebut akan diinjeksikan ke ruang bakar. Dengan tekanan yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO) merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. NO merupakan gas yang berbahaya karena mengganggu saraf pusat. NO terjadi karena adanya reaksi antara N2 dan O2 pada temperature tinggi di atas 1210oC. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut: O2
2O
N2+O
NO+N
N+O2
NO+O
36