BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Teknik Pelumasan Teknik Pelumasan adalah suatu cara untuk mengurangi dan
memperkecil gesekan dan keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida diantara permukaan-permukaan yang bergerak atau bergesek yang selanjutnya disebut bahan pelumas. Bahan pelumas yang umum adalah berupa cairan (liquids) dan semi-liquid, tapi dapat juga berupa padat atau gas, atau kombinasi cair, padat dan gas. Bahan pelumas dalam wujud cair seperti minyak mineral mempunyai kekentalan bervariasi tergantung pada pemakaiannya, biasanya digunakan untuk bantalan pada motor bakar atau mesin-mesin industri. Bahan pelumas semi padat seperti minyak gemuk biasanya digunakan untuk bantalan putaran rendah dan yang padat seperti grafit dan molybdenum biasanya digunakan pada temperatur yang sangat tinggi. Pemakaian bahan pelumas sangat luas pada bidang mekanisme mesin antara lain seperti gerakan berputar poros pada bantalan luncur, jurnal yang berputar pada bantalan, gabungan dari gerakan gelinding atau luncuran pada gigigigi roda gigi yang berpasangan, gerakan luncur pada piston terhadap silindernya. Semua mekanisme ini memerlukan pelumasan untuk mengurangi gesekan, keausan, dan panas.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Fungsi Bahan Pelumas Fungsi utama dari bahan pelumas yang umum digunakan pada peralatan
permesinan adalah sebagai berikut : a. Mengurangi gesekan dan keausan Mengurangi gesekan dan keausan adalah fungsi primer dari bahan pelumas. Bahan pelumas harus mampu mencegah persinggungan langsung antara permukaan yang bergesekan pada temperatur kerja, daerah pembebanan dan kondisi lainnya. Sifat ini didapat dari kekentalan yang dimiliki minyak pelumas (viscosity) b. Memindahkan panas Panas yang ditimbulkan oleh elemen mesin yang bergerak (misalnya: bantalan dan roda gigi) dipindahkan oleh minyak pelumas, asalkan terjadi aliran yang mencukupi. c. Menjaga sistem tetap bersih Bahan pelumas harus dapat menghindarkan kontaminasi sistem dari komponen-komponen bergerak yang bisa merusak sistem tersebut. Partikelpartikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar
dan sisa hasil
pembakaran dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang efisien. d. Melindungi sistem Karat bisa disebabkan kehadiran udara dan air, serta keausan korosif dapat dikarenakan asam-asam mineral yang terbentuk secara kimiawi selama pembakaran bahan bakar. Karat dapat menyebabkan kerusakan komponen, sehingga komponen tersebut tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
Karena hal itulah bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem terhadap serangan korosif.
2.3
Tipe-Tipe Pelumasan
2.3.1 Pelumasan Hidrodinamis Pelumasan ini adalah bahwa permukaan penerima beban dari bantalan dipisahkan oleh lapisan pelumas yang agak tebal, sedemikian rupa untuk menjaga persinggungan antara dua logam. Pada pelumasan hidrodinamis ini tidak tergantung pada pemberian pelumas dengan tekanan, walaupun hal itu mungkin terjadi, tetapi yang jelas ia memerlukan adanya penyediaan pelumas yang cukup setiap waktu. Tekanan pada lapisan tipis pelumas biasanya dibangkitkan oleh gerakan relatif dari kedua permukaan itu sendiri. Pada gerakan menggelinding, penggelinding bergerak di atas lapisan tipis minyak dengan kadar terlalu tinggi untuk membiarkan sambungan atau kontak langsung melalui lapisan tipis minyak pelumas tersebut. Gerakan rotasi misalnya pada poros dengan menggunakan bantalan luncur (jurnal). Dengan gerakan ini bahan pelumas ditarik dari celah yang lebar pada bagian atas ke bagian yang sempit di sebelah bawah, sehingga membentuk oil wedge yang memisahkan kedua permukaan. Berikut adalah gambar pelumasan hidrodinamis.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Pelumasan hidrodinamis untuk gerakan meluncur pada bidang rata
Gambar 2.2 Pelumasan hidrodinamis pada roller yang bergerak relatif pada bidang rata
2.3.2
Pelumasan Elastohidrodinamis Pelumasan elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication) juga
merupakan bentuk dari pelumasan hidrodinamis, tetapi pada pelumasan elastohidrodinamis deformasi elastis dari permukaan yang dilumasi menjadi sangat besar. Artinya terjadi kontak bidang permukaan yang bergesekan sangat kecil, sehingga timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak pelumas yang membatasi kedua permukaan itu. Misalnya pada bantalan gelinding (roller bearing), mimis (ball/roller) akan menekan cincin sehingga terjadi deformasi elastis biarpun gaya yang diberikan demikian kecilnya.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Pelumasan Bidang Batas Pelumasan bidang batas (Boundary Lubrication) mengacu pada situasi kombinasi geometri kontak, beban relatif besar, kecepatan rendah , kuantitas pelumas yang tidak cukup sehingga tidak dimungkinkan untuk membangkitkan lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna pada bagian yang bersinggungan. Pada beberapa kasus pelumasan bidang batas
masih terjadi kontak asperity
(permukaan kasar pada suatu permukaan yang dilihat di bawah mikroskop). Pada situasi normal, asperity setiap logam dilapisi oleh lapisan oksida, misalnya besi oksida pada besi atau baja, aluminium oksida (alumina) pada aluminium dan sebagainya. Ketika asperities tersebut saling bergesekan, kecenderungan asperities tersebut untuk melekat relatif lembut. Namun, bila lapisan oksida tersebut aus/habis akibat gesekan yang berat maka permukaan-permukaan yang bersinggungan memiliki kecenderungan untuk melakukan kontak langsung. Maka sangat penting untuk mempertahankan lapisan oksida tersebut, agar terjadi gesekan yang relatif lembut. Dan jika permukaan logam tersebut kehilangan lapisan oksidanya maka akan terjadi gesekan dan keausan yang parah. Dan pada kasus tersebut diatas pelumasan bidang batas dapat mengurangi gesekan dan keausan yang terjadi. Mekanisme dari pelumasan bidang batas sendiri adalah misalnya dengan physical adsorption, chemical adsorption, maupun chemical reaction.
2.3.4 Pelumasan Tekanan Ekstrim Pelumasan tekanan ekstrim mengacu pada kondisi apabila kontak yang terjadi di bawah pengaruh kerja paling hebat/ekstrim, seperti pada pemotongan
Universitas Sumatera Utara
logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, sehingga aditif tekanan ekstrim (EP additive) digunakan untuk melumasi. EP (Extreem Pressure) additive ini merupakan senyawa minyak yang dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang bereaksi dengan permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik cairnya tinggi antara permukaanpermukaan yang berkontak.
2.3.5 Pelumasan Padat Pelumasan padat (Solid Lubrication) adalah sistem pelumasan dimana diantara
permukaan kontak saling melumasi sendiri oleh bahan padat yang
dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut. Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin. Walaupun telah banyak dikembangkan bahan inorganik untuk pelumasan padat, seperti misalnya mica, talc, dan chalk namun sangat sedikit yang digunakan secara umum untuk permesinan. Bahan-bahan yang umum dan paling banyak digunakan sebagai pelumas padat adalah grafit dan molybdenum disulfida dan PTFE (Polytetrafluoroethylene) / teflon.
Universitas Sumatera Utara
Adapun karakterisitik bahan yang baik digunakan sebagai pelumas padat adalah sebagai berikut : •
Mempunyai koefisien gesek rendah namun konstan dan terkendali
•
Memiliki stabilitas kimia yang baik sepanjang temperatur yang diperlukan
•
Tidak memiliki kecenderungan untuk merusak permukaan bantalan
•
Lebih diutamakan yang memiliki daya adhesi yang kuat terhadap permukaan bantalan, sehingga tidak mudah hilang/aus dari permukaan bantalan.
•
Memiliki daya tahan terhadap keausan dan umur yang relatif panjang
•
Mudah diaplikasikan pada permukaan yang bergesekan terutama bantalan
•
Tidak beracun dan ekonomis
Bahan inorganik seperti grafit dan molybdenum disulfida memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang bergesek. Senyawa-senyawa demikian dapat digunakan sendiri-sendiri atau disuspensikan dalam tempat cairan atau minyak gemuk. Jenis plastik/polimer seperti PTFE dapat digunakan sebagai permukaan bantalan yang dalam penggunaan tidak menggunakan atau membutuhkan pelumasan lanjutan ataupun lainnya. Beberapa bahan yang digunakan sebagai pelumas padat dapat dilihat pada tabel 2.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat
Kelompok Bahan
Layer-lattice compounds
Polymers
Metals Other Inorganics
Nama Bahan Molybdenum disulphide Tungsten diselenide Niobium diselenide Calcium fluoride PTFE PTFCE PVF2 FEP PEEK Lead Gold Indium Molybdic oxide Lead monoxide
Graphite Tungsten disulphide Tantalum disulphide Graphite fluoride
Nylon Acetal Polyimide Polyphenylene sulphide Tin Silver Boron trioxide Boron nitride
(sumber : Lubrication and Lubricant Selection :A Practical Guide, Third Edition by A.R. Lansdown)
2.3.6 Pelumasan Hidrostatis Pada pelumasan hidrodinamis, seperti pada penjelasan di atas, permukaan yang bergesekan dipisahkan secara sempurna oleh lapisan tipis pelumas. Lapisan tipis pelumas tersebut dicapai dengan akibat gerakan luncuran lapisan minyak pelumas (oil-wedge) untuk membangkitkan tekanan minyak pelumas di dalam bantalan. Namun pada mesin-mesin yang mempunyai beban besar dan kecepatan putaran rendah tidak dimungkinkan lagi terjadi pelumasan hirodinamis pada saat start. Untuk itu diperlukan tekanan yang lebih besar agar terjadi lapisan tipis minyak pelumas diantara poros dan bantalan. Tekanan demikian diperoleh dengan menggunakan pompa tekanan tinggi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergesek, bukan sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas. Pelumasan sedemikian disebut pelumasan hidrostatis (Hidrostatic Lubrication).
Universitas Sumatera Utara
Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar (externally pressurized) karena tekanan yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Dalam beberapa kasus, setelah poros berputar dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat dihentikan, sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas tetap difungsikan. Dalam kasus ini, pada operasi normal yang terjadi bukan pelumasan hidrostatis lagi, melainkan pelumasan hidrodinamis.
2.4
Kekentalan Minyak Pelumas(Viscosity)
2.4.1 Kekentalan Dinamik dan Kekentalan Kinematik Dalam industri perminyakan khususnya minyak pelumas dikenal istilah kekentalan, karena kekentalan merupakan sifat paling penting bagi minyak pelumas khususnya dan bahan pelumas umumnya, karena sifat ini menunjukkan kemampuan untuk melumasi sesuatu dan kemampuan suatu fluida untuk mengalir.
Pada gambar 2.3 menunjukkan pendefenisian kekentalan dinamik
menurut Hukum Newton tentang aliran viskos. Suatu permukaan bergerak relatif dengan kecepatan u terhadap permukaan lain dimana diantara kedua permukaan ditempatkan suatu lapisan tipis fluida. Kekentalan didefenisikan sebagai besarnya tahanan fluida untuk mengalir di bawah pengaruh tekanan yang dikenakan dan besarnya harga kekentalan merupakan perbandingan antara tegangan geser yang bekerja dengan kadar geseran (rate of shear).
Universitas Sumatera Utara
u
u h
y
diam
Gambar 2.3 Pendefenisian kekentalan dinamik menurut hukum Newton tentang aliran viskos
Dari gambar 2.3 secara matematis dapat ditulis:
τ =µ
du u =µ dy h
(2.1)
dimana: τ = tegangan geser fluida (N/m2)
µ = kekentalan dinamik (Poise, P) u = kecepatan relatif permukaan (m/det) h = tebal lapisan pelumasan (m)
Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:
µ=
τ du
(2.2) dy
Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa pada
Universitas Sumatera Utara
temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara matematis ditulis:
ν=
µ ρ
(2.3)
dimana: ν = kekentalan kinematik (Stokes, S)
ρ = rapat massa (gram/cm3)
Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P. Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinematik adalah stokes disingkat St. Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St =100 cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh hubungan satuan-satuan: 1P
= 10-1 N det/m2
1 cP
= 10-3 N det/m2
1 St
= 10-4 m2/det
1cSt
= 10-6 m2/det
Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2 (poundforce second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, yang diberikan untuk penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds. Hubungan antara reyn dan centipoise:
Universitas Sumatera Utara
1 reyn
= 1 lbf.s/in2 = 7,03 kgf.s/m2
1 reyn
= 6,9 . 106 cP
Kekentalan juga dapat/pernah dinyatakan dengan unit sebagai berikut: •
Kekentalan Redwood (Redwood viscosity) Secara teknis Redwood viscosity bukanlah satuan untuk kekentalan melainkan waktu alir. Itu adalah jumlah waktu yang diperlukan 50 ml minyak
untuk mengalir melalui cerobong saluran berbentuk mangkuk
(cup-shaped funnel) akibat gaya beratnya sendiri. •
Kekentalan Saybolt (Saybolt viscosity) Saybolt viscosity secara teknis adalah waktu alir dan hal tersebut juga bukan satuan kekentalan, karena memiliki cara yang sama dalam pengukurannya dengan Redwood viscosity. Metode ini pernah
menjadi
metode standar pada ASTM. •
Kekentalan Engler (Engler viscosity) Engler viscosity juga merupakan waktu alir dengan metode hampir sama dengan Redwood viscosity, tetapi hasilnya dinyatakan dengan derajat, waktu alir sampel minyak terhadap yang diukur air pada temperatur yang sama. Hal ini diterapkan hanya di hampir seluruh Eropa, tetapi secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan.
2.4.2 Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas Kekentalan minyak pelumas perlu distandarkan dan diklasifikasikan agar penggunaannya sesuai dengan kebutuhan. Kekentalan minyak pelumas untuk
Universitas Sumatera Utara
keperluan teknik dan industri telah diklasifikasikan oleh beberapa organisasi standarisasi seperti ISO, SAE, ASTM, DIN, AGMA, dan lain sebagainya. Klasifikasi yang paling banyak digunakan dalam dunia industri adalah klasifikasi menurut ISO dan SAE.
1.Klasifikasi Kekentalan Menurut ISO Sistem
klasifikasi
kekentalan
minyak
pelumas
menurut
ISO
(International Standard Organization) adalah berdasarkan kekentalan kinematik, dalam satuan centistokes (cSt), pada daerah (range) kekentalan pada temperatur 40 °C . Setiap daerah kekentalan diidentifikasi dengan angka ISO VG (Viscosity Grade) atau derajat kekentalan ISO, dimana kekentalan tersebut merupakan kekentalan kinematik rata-rata pada daerah tersebut (midpoint kinematic viscosity). Untuk mendapatkan nilai kekentalannya , harus dihitung 10% dari nilai rata-rata kekentalan kinematiknya. Misalnya ISO VG 100 mempunyai kekentalan rata-rata 100 cSt, dimana batas kekentalannya adalah 90 cSt untuk minimum dan 110 cSt untuk maksimum. Nilai kekentalan menurut ISO untuk minyak pelumas dapat dilihat pada gambar grafik dan tabel berikut, yang dikutip dari dokumen ISO 3448 ”Industrial Liquid Lubricants – ISO Viscosity Classification”.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Kekentalan minyak pelumas menurut dokumen ISO 3448 pada tekanan atmosfer. (sumber: Lubrication and Reliability Handbook, by M.J.Neale)
Universitas Sumatera Utara
Nilai kekentalan pada gambar diatas dapat dilihat pada tabel di bawah, untuk nilai kekentalan pada suhu 40 °C. Nilai untuk harga kekentalan kinematik minyak pelumas pada 40 °C menurut dokumen ISO 3448. Tabel 2.2 Klasifikasi kekentalan ISO minyak pelumas pada suhu 40 °C Angka derajat kekentalan ISO
Harga tengah kekentalan, cSt pada 40 °C
ISO VG2
Batas kekentalan kinematik, cSt pada 40
°C Minimum
Maksimum
2,2
1,98
2,42
ISO VG3
3,2
2,88
3,52
ISO VG5
4,6
4,14
5,06
ISO VG7
6,8
6,12
7,48
ISO VG10
10
9
11
ISO VG15
15
13,5
16,5
ISO VG22
22
19,8
24,2
ISO VG32
32
28,8
35,2
ISO VG46
46
41,4
50,6
ISO VG68
68
61,2
74,8
ISO VG100
100
90
110
ISO VG150
150
135
165
ISO VG220
220
198
242
ISO VG320
320
288
352
ISO VG460
460
4174
506
ISO VG680
680
612
748
ISO VG1000
1000
900
1100
ISO VG1500
1500
1350
1650
(sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution)
Universitas Sumatera Utara
2.Klasifikasi Kekentalan Menurut SAE Sistem klasifikasi ini disusun oleh SAE (Society of Automotive Engineers), dalam SAE J300 SEP80 pertama kali dilaporkan Divisi Anekaragam (Miscellaneous Division), disetujui pada Juni 1911, dan direvisi kembali oleh suatu komite pada September 1980. Walaupun sistem kekentalan ini disusun oleh SAE, klasifikasi kekentalan minyak pelumas bukan hanya untuk otomotif, melainkan semua tipe penggunaan minyak pelumas termasuk industri, kapal laut dan pesawat udara. Klasifikasi SAE merupakan klasifikasi untuk minyak pelumas mesin-mesin secara rheologi saja. Karakteristik lain dari minyak pelumas tidak termasuk. Praktek yang dianjurkan ini ditujukan untuk penggunaan oleh pabrik pembuat mesin-mesin dalam menentukan derajat kekentalan minyak pelumas yang akan direkomendasikan untuk penggunaan mesin-mesin yang diproduksi, dan oleh perusahaan minyak dalam merumuskan dan memberi label produksi mereka. Dua seri derajat kekentalan diberikan pada tabel 2.2, dimana salah satu mengandung letter W dan lainnya tidak. Derajat kekentalan dengan letter W didasarkan atas kekentalan maksimum pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan batas maksimum, sebagaimana kekentalan minimum pada 100 °C . Minyak pelumas tanpa letter W didasarkan atas kekentalan pada 100 °C . Minyak yang diklasifikasikan kekentalannya pada temperatur rendah dan temperatur pemompaan memenuhi persyaratan untuk derajat W, dan yang mana kekentalannya pada 100 °C berada dalam daerah yang telah ditentukan dari salah satu klasifikasi derajat non-W. Kekentalan pada temperatur rendah diukur sesuai dengan prosedur tertentu. Prosedur ini merupakan versi multi-temperatur dari
Universitas Sumatera Utara
ASTM D 2602, yaitu dengan cara Metode Pengujian Kekentalan Nyata Minyak Pelumas Mesin pada Temperatur Rendah dengan menggunakan Simulator Pengengkolan Dingin (Method of Test for Apparent Viscosity of Motor Oils at Low Temperature Usingthe Cold Crancing Simulator), dan hasilnya dilaporkan dalam centipoise (cP). Kekentalan diukur dengan metode ini dan telah ditemui hubungannya dengan kecepatan putaran yang diberikan selama pengengkolan temperatur rendah.
Tabel 2.3 Derajat kekentalan SAE untuk minyak pelumas mesin (SAE J300 Engine Oil Visccosity Classification)
SAE Viscosity Grade 0W 5W 10 W 15 W 20 W 25 W 20 W 30 W 40 W 50 W 60 W
Viscosity (cP) a Borderline b at temp ( °C ) pumping max. temp ( °C )
max. 3250 3250 3250 3250 3250
at at at at at -
-30 -30 -30 -30 -30
-35 -30 -25 -20 -15 -10 -
Viscosityc (cSt) at 100 °C .
min
max
3,8 3,8 4,1 5,6 5,6 9,3 5,6 9,3 12,5 16,3 21,9
9,3 12,5 16,3 21,9 26,1
(sumber: Prinsip pelumasan dan minyak pelumas mineral, A.Halim Nasution)
2.5
Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode
dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Pengujian minyak pelumas biasanya dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18 °C , 10 °C , 28 °C , 40 °C ,
Universitas Sumatera Utara
50 °C atau 100 °C . Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut dengan viskometer (viscometers).
2.5.1 Viskometer Bola Jatuh (Falling Sphere Viscometer) 2.5.1.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan konstan yang besarnya dirumuskan sebagai berikut:
Fv
=
6.π.r.v. µ
(2.4)
dimana: Fv = gaya yang melawan gerakan (kg m/det) r
= jari-jari bola (m)
v
= kecepatan bola relatif (m/det)
µ = kekentalan fluida (N det/m2)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes
Dalam metode bola jatuh sebuah bola jatuh dijatuhkan ke dalam tabung transparan yang berisi fluida. Kecepatan bola jatuh mula-mula rendah, tetapi percepatan gravitasi menyebabkan kecepatan bertambah sehingga gaya Fv semakin besar. Gaya yang dialami bola adalah gaya gravitasi Fg (arahnya ke bawah), gaya apung Fb (arahnya ke atas), dan gaya gesekan Fv (arahnya ke atas). Pada suatu kecepatan terentu akan terjadi keseimbangan: ΣF = 0 Fg = Fb + Fv
(2.5)
Maka kecepatan bola tidak berubah lagi melainkan tetap pada nilai maksimum atau nilai akhir yang ditulis dengan kecepatan v. Gaya Fg dan Fb dapat ditulis sebagai fungsi jari-jari bola r, rapat massa bola ρ b dan rapat massa fluida ρ f : Fg = 4/3. π. r3. ρ b . g
(2.6)
Fb = 4/3. π. r3. ρ f . g
(2.7)
Universitas Sumatera Utara
Fg = Fb + Fv 4/3. π. r3. ρ b . g = 4/3. π. r3. ρ f . g + 6.π.r.v. µ 6.π.r.v. µ
= 4/3. π. r3. ( ρ b - ρ f ).g
(2.8)
Maka diperoleh kekentalan dinamik (μ) minyak pelumas (fluida) yang diuji:
µ= dimana: µ
r2 v
2r 2 ( ρb − ρ f ).g 9v
(2.9)
= kekentalan dinamik (N det/m2) = perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan rata-rata (m/det)
ρb
= rapat massa bola baja (kg/m3)
ρb
= rapat massa fluida (kg/m3)
g
= gaya gravitasi = 9,81 (m/det2)
2.5.1.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler
Gambar 2.6 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler
Universitas Sumatera Utara
Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar diatas. Salah satu keuntungan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dibandingkan dengan menurut hukum Stokes adalah peralatan yang relatif lebih kecil dan adanya kontrol temperatur, artinya pengukuran dapat dilakukan dengan temperatur yang bervariasi. Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah :
µ = K ( ρ1 − ρ 2 ).t
(2.10)
µ = kekentalan dinamik (cP)
Dimana:
ρ 1 = massa jenis bola uji (gram/cm3) ρ 1 = massa jenis fluida (gram/cm3) K = Konstanta bola uji (mPa.s. cm3/gr.s)
2.5.2 Viskometer Rotasional Viskometer rotasional (Rotational Cylindrical Viscometer) seperti pada gambar 2.2 terdiri dari dua silinder konsentris dengan fluida yang terdapat diantara keduanya. Silinder terluar diputar dan torsi diukur pada silinder yang terdapat di dalam. Jika:
ri
= jari-jari silinder bagian dalam
ro
= jari-jari silinder bagian luar
la
= panjang tabung/silinder
c
= radial clearence
ω
= kecepatan sudut
Universitas Sumatera Utara
Maka berdasarkan postulat Newton: f = ηo A
u c
(2.11)
Catatan: η o merupakan konstanta proporsional, disebut juga kekentalan absolut( µ ) dimana:
A = luas area, 2π ro l a
u = kecepatan, ro .ω ∴ f = η o (2π ro l a )
roω c
(2.12)
Maka torsi yang terjadi pada silinder bagian dalam adalah:
t q = fri =
2π η o ω ro2 ri l a c
Didapat kekentalan dinamik/absolut:
µo =
tq c 2π ω ro2 ri l a
(2.13)
Gambar 2.7. Viskometer Rotasional
Universitas Sumatera Utara
2.5.3 Viskometer Pipa Kapiler Pengukuran kekentalan pada viskometer pipa kapiler (Capillary Viscometers) didasarkan pada pengukuran rata-rata aliran fluida melalui tabung berdiameter kecil/pipa kapiler. Ada banyak tipe/varian viskometer yang menggunakan prinsip aliran fluida melalui pipa kapiler, dan viskometer pipa kapiler merupakan viskometer yang memiliki varian paling banyak dibandingkan dengan tipe viskometer yang lain. Beberapa diantaranya dapat dilihat seperti pada gambar di bawah.
Gambar 2.8 Beberapa jenis tipe viskometer pipa kapiler
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Penampang pipa kapiler
Secara umum perhitungan viskositas pada viskometer pipa kapiler: Berdasarkan aliran fluida pada pipa bundar: dp 8µ o q = dx 4a 4
(2.14) _
Jika pi adalah tekanan masuk dari fluida dan l t adalah panjang pipa kapiler, maka:
−
dp pi = dx _ lt _
8µ q l t ∴ pi = o 4 πa
(2.15)
Dimana pi = ρ o g ht dan ht adalah tinggi pipa kapiler dan ρ o adalah rapat massa pada p = 0 dan temperatur konstan. Maka dapat dituliskan: _
8µ q l t ∴ ρ g ht = o 4 πa _
8µ o q l t ht = = A* q µ k ,o 4 π a ρo g
(2.16)
Universitas Sumatera Utara
Dimana µ k ,o = µ o
ρ o adalah kekentalan kinematik pada p = 0 dan temperatur _
1 8l t tetap, serta A = , dan mengingat q α , maka: 4 t π ga *
ht = B* t A *q
µ k ,o =
(2.17)
Dimana B* adalah konstanta dari fungsi alat uji tersebut.
2.5.4 Viskometer Cone and Plate Gambar 2.6 menunjukkan prinsip kerja viskometer Cone-and-Plate Viscometer. Sudut α sangat kecil. Kecepatan permukaan pada kerucut (cone) pada
jari-jari
r
adalah
u = ω. r .
Ketebalan
lapisan
fluida
adalah
h = r tan α ≈ r α . Berdasarkan postulat Newton : 2πµ oω ωr u f = η o A = ∫ µ o 2π r dr r dr , =∫ h 0 rα 0 α R
R
maka torsi yang terjadi: tq =
2πµ oω
α
2πµ oωR 3 ∫0 r dr = 3α R
2
Sehingga:
µo =
3tq α 2π ω R 3
(2.18)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Viskometer Ferranti - Cone and Plate Viscometers
Gambar 2.11. Prinsip kerja cone-and-plate viscometer
2.5.5 Viskometer tipe lain Selain dari viscometer diatas, masih banyak lagi viscometer tipe lain, beberapa diantaranya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12 Stormer Viscometers
Gambar 2.13 Saybolt Viscometers
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 MacMichael Viscometers
2.6
Bantalan Luncur dan Pelumasan pada Bantalan Luncur
2.6.1 Bantalan Luncur Jenis bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding (rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan pemilihan material yang terus dikembangkan.
Universitas Sumatera Utara
Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau kadang disebut dengan sliding bearing. Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat adanya lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga dibandingkan seperti atlit selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air, demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas. Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros (neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.
Gambar 2.15 Bantalan luncur
Universitas Sumatera Utara
2.6.2 Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah
dengan
minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis. Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.
2.6.2.1 Teori aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar
Gambar 2.16 Aliran hidrodinamis fluida diantara dua plat / permukaan datar
Lihat lapisan minyak pelumas diantara dua plat AB dan CD, salah satu permukaan bergerak dengan kecepatan V, dan permukaan yang satunya (CD) diam, seperti pada gambar 2.16. Kecepatan minyak saat kontak dengan CD adalah nol saat CD diam. Gaya pada minyak yang digambarkan dalam elemen kubus dx,dy,dz pada
Universitas Sumatera Utara
setiap titik (xyz) seperti pada diagram, dimana F adalah gaya yang terjadi pada gesekan internal dan p adalah tekanan pada titik tersebut (xyz). Berdasarkan hukum Newton:
F=
µδv δy
(2.19)
Dimana µ = koefisien kekentalan dan v = kecepatan pada arah x Anggap elemen dx.dy.dz berada dalam gerakan seragam pada arah x dan
δp =0 δy
(p adalah independent terhadap y), sehingga solusi gaya: δF δp dy ) − F dx.dz + p − ( p + dx) dy.dz = 0 ( F + δy δx
(2.20)
δF δp = δy δx
Sehingga hasilnya: Substitusi nilai F:
δ
µδv δF δy = δy δy
δF µδ 2 v Maka: = δy δy 2 δF δp µδ 2v = = δy δx δy 2
(2.21)
Kemudian kita Integralkan persamaan (2.21) sehingga kita mendapatkan persamaan (2.22):
v=
1 δp 2 y + C1 y + C 2 2 µδx
(2.22)
Lalu kita tentukan kondisi v=V ketika y=0 dan v=0 ketika y=h, didapat:
Universitas Sumatera Utara
y 1 δp y v = V 1 − − 1 − hy h 2 µδx h
(2.23)
catatan: Kondisi yang diterapkan untuk menentukan konstanta C 1 dan C 2 adalah karena y diukur berlawanan dengan arah yang diindikasikan. Dari
sini
fungsi
internal
δF F − dy pengganti δy
pada
persamaan
(2.20)
harus
bernilai
δF F + dy , sehingga : δy
δF δp =− δy δx Atau tanda
δF dibuat negatif dan persamaan kecepatan menjadi: δy y 1 δp y v = V 1 − + 1 − hy h 2 µδx h
(2.24)
2.6.2.2 Persamaan Tekanan Sommerfeld untuk Pelumasan Hidrodinamis pada Bantalan Luncur
Gambar 2.17 Bantalan luncur dan tata namanya
Universitas Sumatera Utara
Pada tahun 1904, A. J. W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu: p=
µ r 2ω 6 ε sin θ (2 + ε cosθ ) + p0 δ 2 (2 + ε 2 )(1 + ε cosθ ) 2
(2.25)
µ r 2ω 6 ε sin θ (2 + ε cosθ ) δ 2 (2 + ε 2 )(1 + ε cosθ ) 2
(2.26)
Dapat juga ditulis: p − p0 =
Dimana: p = tekanan pada minyak pelumas (Pa)
p 0 = tekanan suplai (Pa) ω = kecepatan putaran poros / journal (rpm) R = radius bantalan (m) r = radius poros (m) δ = kelonggaran radial (R-r) e = eksentrisitas ε = perbandingan eksentrisitas =
e
δ
µ = viskositas minyak pelumas h = tebal lapisan minyak pelumas θ = posisi angular (°)
Universitas Sumatera Utara
dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah: h = δ(1-ε.cosθ)
Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total di sepanjang bantalan , yaitu sebagai berikut:
P=
P=k
12 µ .r 3 lω.π .ε
δ 2 (2 + ε 2 ) (1 − ε 2 )
2l.r.π (1 − ε 2 )
(2.27)
Dimana: P = Beban total di sepanjang bantalan (N) k = angka sommerfeld (Pa) l = panjang bantalan (m) r = jari-jari poros (m)
ε = perbandingan eksentrisitas
Universitas Sumatera Utara