BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengantar Bab ini membahas tinjauan pustaka yang diawali dengan konsep-konsep
yang digunakan dalam kajian teorinya mengenai beberapa pengertian secara konseptual seperti mengenai pengertian kompensasi, tujuan, sampai dengan unsur-unsur kompensasi. Pengertian mengenai penilaian prestasi kerja, tujuan dan manfaat penilaian prestasi kerja, unsur-unsur penilaian prestasi kerja. Selanjutnya, kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis.
2.2
Penilaian Kinerja
2.2.1
Pengertian Penilaian Kinerja Penilaian kinerja mempunyai beberapa istilah seperti employee evaluation,
employee rating, personal appraisal dan performance appraisal merupakan suatu kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap prestasi kerja karyawan. Penilaian kinerja karyawan merupakan salah satu bentuk kebijakan manajemen perusahaan untuk terus merevisi sumber daya manusia yang dimilikinya dengan cara membandingkan hasil kerja para pegawai dengan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan, dan membandingkan hasil kerja yang ada dengan harapan-harapan dari atasan. Biasanya kegiatan ini dilakukan dalam suatu periode tertentu. Pengertian penilaian kinerja yang dikemukakan Wahyudi (2002) yaitu penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi yang dilakukan secara periodic dan sistematis tentang prestasi kerja seoirang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya. Sedangkan Yorder berpendapat Personnel appraisal refers to evaluate the formal procedures used in working organization to evaluate the personalities and contributions and potential of group members
bahwa Penilaian prestasi
kerja merupakan prosedur yang formal dilakukan dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai (Hasibuan, 2001) Menurut Hasibuan (2001) penilaian kinerja merupakan penilaian yang meliputi penilaian kesetiaan, kejujuran kepemimpinan, kerja sama, loyalitas, dedikasi dan partisipasi karyawan. Pengertian lain Penilaian Prestasi Kerja dari Hasibuan (2001) yaitu Penilaian prestasi kerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata menetapkan kebijaksanaan berarti apakah karyawan akan di promosikan, di demosikan dan atau balas jasanya dinaikkan Dari beberapa pengertian di atas dapat dijelaskan bahwa penilaian prestasi kerja merupakan cara perusahaan mengevaluasi hasil kerja karyawannya yang dilakukan pada suatu periode tertentu secara sistematis, teratur dan carmat. Mengenai kecakapan karyawan yang ada di perusahaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hasil penilaian prestasikerja tersebut dapat dijadikan dasar kenaikan dan penurunan jabatan, kompensasi, sumber mutasi karyawan, penentuan program pelatihan dan pengembangan dan dapat mengetahui masalahmasalah yang dihadapi oleh organisasi. Dari hasil penelitian ini pula dapat diketahui karyawan mana yang berhasil, kurang berhasil maupun gagal dalam memegang jabatan yang diberikan oleh perusahaan, selain itu juga dapat membantu perusahaan dalam mengurangi unsure tebak atau kira-kira dalam menilai kegiatan seseorang karyawannnya dalam melaksanakan tugasnya.
2.2.2
Ruang Lingkup Penilaian Kinerja Ruang lingkup penilaian kinerja menurut Hasibuan (2003) Tercakup
dalam hat, why, where, when, who dan how sering disingkat dengan 5W+1H.
1. What (apa) yang dinilai Yang dinilai : Perilaku dan prestasi kerja seperti kesetiaan, kejujuran, kerja sama, kepemimpinan, loyalitas, pekerjaan saat sekarang, potensi yang akan dating, sifat dan hasil kerjanya. 2. Why (mengapa) Dinilai. Dinilai karena : a. Unutk meningkatkan tingkat kepuasan para karyawan dengan memberikan pengakuan terhadap hasil kerjanya. b. Unutk
membantu
kemungkinan
pengembangan
personal
yang
bersangkutan. c. Untuk mengukur tampilan kerja karyawan d. Untuk mengukur kemampuan dan kecakapan karyawan. e. Untuk mengumpulkan data guna menetapkan program kepegawaian selanjutnya. 3. Where (dimana) penilaian dilakukan Tempat penilaian dilakukan : a. Di dalam pekerjaan (on the job performance) secara formal b. Di luar pekerjaan (off the job performance) baik secara formal ataupun informal. 4. When (kapan) penilaian dilakukan : a. Formal : penilaian yang dilakukan secara periodic. b. Informal : penilaian yang dilakukan terus menerus 5. Who (siapa) yang akan dinilai : Yang akan dinilai : Semua tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di perusahaan. Yang menilai : (Appraiser), yaitu atasan langsung karyawan, atas dari atasan langsung dan atau suatu tim yang dibentuk dari perusahaan itu.
6. How (bagaimana) menilainya. Metode penilaian apa yang digunakan dan masalah apa yang dihadapi oleh penilai (Appraiser) dalam melakukan penilaian.
2.2.3
Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Hasibuan (2001), tujuan dan kegunaan penilaian prestasi kerja
adalah sebagai berikut : 1. Sebagai dasar pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi dan penetapan besarnya balas jasa. 2. Untuk mengukur prestasi kerja yaitu sejauh mana karyawan bias sukses 3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan didalam perusahaan. 4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan peralatan kerja. 5. Sebagai indikator untuk menetukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang berada dalam organisasi. 6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja untuk mendapatkan performance kerja yang baik. 7. Sebagai alat untuk mendorong atau membiasakan para atasan (supervisor, manager, administrator) supaya diketahui minat dan kebutuhan-kebutuhan bawahannya. 8. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan-kelemahan masa lalu dan meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya. 9. Sebagai criteria di dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan. 10. Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan dengan demikian bias sebagai bahan pertimbangan agar diikut sertakan dalam program latihan kerja tambahan. 11. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan. 12. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan (job description).
Hariandja (2002) berpendapat arti pentingnya penilaian prestasi kerja secara lebih rinci dikemukakan sebagai berikut : 1. Perbaikan hasil kerja memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja melalui umpan balik yang diberikan perusahaan. 2. Penyesuaian gaji dapat dipakai sebagai informasi untuk mengkompensasi karyawan sehingga dapat memotivasi mereka. 3. Keputusan untuk penempatan, yaitu dapat dilakukannya penempatan karyawan sesuai dengan keahliannya. 4. Pelatihan dan pengembangan, yaitu melalui penilaian akan diketahui kelemahan-kelemahan dari karyawan sehingga dapat dilakukan program pelatihan dan pengembangan yang lebih efektif. 5. Perencanaan karir, yaitu perusahaan dapat memberikan bantuan perncanaan karir bagi karyawan dan menyelaraskan dengan kepentingan organisasi. 6. Mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses penempatan, yaitu hasil kerja yang tidak baik menunjukkan adanya kelemahan dalam penempatan sehingga dapat dilakukan dengan baik. 7. Dapat mengidentifikasi adanya kekurangan dalam desain pekerjaan, yaitu kekurangan kinerja akan menunjukkan adanya dalam perencanaan jabatan. 8. Meningkatkan adanya perlakuan kesempatan yang sama pada karyawan, yaitu dengan dilakukannya penilaian yang obyektif berarti meningkatkan perlakuan yang adil bagi karyawan.
2.2.4
Metode-metode Penilaian Kinerja Menurut Handoko (2001) penilaian kinerja ada yang berorientasi pada
masa lalu dan masa yang akan dating. Metode yang berorientasi pada masa yang lalu mempunyai kelebihan dapat mengukur perlakuan terterdapat prestasi kerja yang telah terjadi. Kelemahannya adalah bahwa prestasi kerja di masa lalu tidak dapat diubah. Tetapi dengan mengevaluasi prestasi kerja di masa lalu para karyawan memperoleh umpan balik mengetahui upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya bias mengarahkan kepada perbaikan-perbaikan prestasi.
Teknik-teknik penilaian tersebut mencakup, yaitu : a. Skala Peringkat (Rating Scale) Pada teknik ini, evaluasi dilakukan oleh penilai terhadap para karyawan dengan skala tertentu yang terendah sampai dengan yang tertinggi. Tanggapan yang paling sesuai untuk setiap dimensi pelaksanaan kerja. Tanggapan penilai diberikan dalam nilai-nilai numeric agar memungkinkan skor rata-rata dapat dihitung dan diperbandingkan antar karyawan. b. Ceklis (Checklist) Penilai yang biasanya juga atasan langsung karyawan tinggal memilih katakata atau kalimat yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik karyawan. Tetapi tanpa diketahui oleh penilai, departemen personalia bias memberikan bobot pada item-item yang berbeda pada teknik ceklis. Pemberian bobot memungkinkan penilai dapat dikuantifikasikan sehingga skor total dapat ditentukan. c. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method) Metode penilaian ini berdasarkan pada catatan-catatan penilai yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Metode ini sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan mengenai kesalahan terakhir yang dibuatnya. Kelemahan metode ini adalah bahwa para atasan sering tidak berminat mencatat peristiwa-peristiwa kritis atau terkesan cenderung mengada-ada. d. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method) Dalam metode ini, wakil ahli departemen personalia turun ke lapangan dan membantu
penyelia
dalam
penilaian
mereka.
Spesialis
personalia
mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung tentang prestasi prestasi pekerja yang sedang dinilai, lalu mempersiapkan evaluasi atas dasar informasi tersebut. Hasil evaluasi dikirim kepada penyelia untuk review, perubahan, persetujuan dan pembahasan dengan karyawan yang dinilai.
e. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Job Performance Test and Observation) Metode ini digunakan bila jumlah pekerjaan terbatas. Penilaian prestasi kerja didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrampilan. Dan berupa tertulis dan peragam keterampilan. f. Metode-metode Evaluasi Kelompok (Group Evaluation Method) Metode-metode ini biasanya berguna untuk pengambilan keputusan mengenai kenaikan upah, promosi dan berbagai bentuk penghargaan organisasional karena dapat menghasilkan ranking karyawan dari yang terbaik sampai dengan yang terjelek. Menyatakan masalah utama dalam penilaian bukanlah metode atau format penilaian sebagai isu sentral dalam penilaian prestasi kerja. Hal-hal yang juga harus diperhatikan dalam penilaian prestasi kerja yaitu kepercayaan pada system penilaian, sikap manajer dan karyawan, tujuan, frekuensi dan sumber data untuk penilaian, serta pelatihan untuk para penilai. Banyak format penilaian difokuskan pada sikap karyawan, juga dengan membandingkan tampilan kerja seorang karyawan dengan karyawan lainnya (sehingga disebut system penilaian relative) atau dengan cara mengevaluasi setiap karyawan dengan cara membandingkan dengan standar tanpa dibandingkan dengan karyawan lain (sehingga disebut system penilaian absolute). Format penilaian yang menggunakan pendekatan berorientasi pada hasil adalah Management by Objectives (MBO) dan perencanaan serta review kerja. Berikut ini adalah metode penilaian sikap dan orientasi hasil menurut Simamora ( 2004) : 1. Metode-metode penilaian yang berorientasi pada sikap a. Narrative Essay Tipe termudah dari system penilaian adalah narrative essay, yang mendeskripsikan dalam tulisan, kekuatan, kelemahan dan potensi karyawan bersama dengan saran-saran yang berkembang.
b. Ranking Sample ranking hanya membuat peringkat semua karyawan dari yang tertinggi sampai yang terendah, dari karyawan terbaik sampai yang terburuk. c. Paired Comparisons Penilaian ini lebih sistematis dalam membandingkan karyawan. Disini setiap karyawan dibandingkan dengan yang lainnya. Metode ini sangat berguna untuk tujuan pemberian gaji. d. Forced Distributions Ini adalah metode lain untuk membandingkan karyawan. Metode ini sangat berguna jika karyawan yang akan dinilai banyak dan ada lebih dari satu penilai. e. Behavioral Checklist Metode ini termasuk yang popular. Penilai disediakan pernyataanpernyataan yang menggambarkan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan. Tugas penilai adalah mengecek pernyataan mana yang sesuai dengan karyawan yang dinilai. f. Critical Incidents Metode ini memfokuskan pada sikap bukan sifat. Yang dinilai adalah tampilan bukan kepribadian. Metode ini bias dipakai untuk mengetahui kebutuhan akan program pelatihan. g. Behavioral Anchored Rating Scales (BARS) Metode ini merupakan variasi dari simple graphic scale. Keuntungan utama adalah metode ini mendefinisikan yang akan dinilai berdasarkan sikap dan menggunakan Critical Incidents untuk menggambarkan berbagi level tampilan. 2. Metode penilaian yang berorientasi pada hasil a. Management by Obejectives (MBO). MBO tidak mengukur sikap karyawan tetapi mengatur kontribusi setiap karyawan pada keberhasilan organisasi. Dalam teori tujuan dapat dicapai dengan cara mempengaruhi orang untuk (1) mencapai tujuan utama dalam
waktu tertentu (2) mengendalikan rencana untuk bagaimana dan kapan tujuan tercapai (3) setuju dengan ukuran untuk menentukan apakah tujuan telah tercapai. b. Work Planning and Review Metode ini mirip dengan MBO tetapi menekankan pada peninjauan periodic pada rencana kerja oleh atasan bawahan dalam rangka mengetahui pencapaian tujuan.
2.2.5 Masalah-masalah dalam Penilaian Kinerja Dalam melakukan penilaian prestasi seorang karyawan dapat terjadi kendala-kendala. Proses penilaian harus dilakukan secara obyektif. Berikut ini hal-hal yang dapat menjadi kendala dalam melakukan penilaian prestasi kerja menurut Hasibuan ( 2003) : a. Hallo Effect Hallo effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai karena umumnya penilai cenderung akan memberikan indeks prestasi baik bagi orang yang
dikenalnya
dan
demikian
pula
sebaliknya.
Hallo
effect
ini
mengakibatkan indeks prestasi karyawan bersangkutan tidak memberikan gambaran nyata dari karyawan itu. b. Leniency Kesalahan yang dilakukan penilai karena cenderung memberikan nilai yang terlalu tinggi terhadap karyawan yang dinilai itu. c. Strictness Kesalahan penilai cenderung untuk memberikan nilai yang terlalu rendah terhadap karyawan yang dinilainya itu. d. Central Tendency Adalah penilai cenderung untuk memberikan nilai rata-rata. e. Personal Bias Penilaian yang terjadi akibat adanya prasangka-prasangka sebelumnya baik yang positif maupun negatif.
2.2.6 Syarat-syarat Penilaian Kinerja Siapa yang seharusnya menilai prestasi kerja? Untuk menentukan siapa yang melakukan penilaian merupakan suatu masalah pokok dalam proses penilaian karena penetapan penilai ini erat sekali hubungannya dengan persoalan apakah hasil penilaian itu obyektif atau tidak. Penetapan penilai (appraiser) yang qualified, menurut Hasibuan (2003), sangat sulit karena harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut : a. Penilai harus jujur, adil, obyektif dan mempunyai pengetahuan mendalam tentang unsure-unsur yang akan dimulai supaya penilaiannya sesuai dengan realitas atau fakta-fakta yang ada. b. Penilai hendaknya mendasarkan penilaiannya atas benar atau salah (right or wrong), baik atau buruk terhadap unsure-unsur yang dinilai sehingga hasil penilaiannya jujur, adil dan obyektif. Penilai tidak boleh mendasarkan penilaiannya atas dasar suka atau tidak suka (Like or dislike). c. Penilai harus mengetahui secara jelas uraian pekerjaan dari setiap karyawan yang akan dinilainya supaya hasil penilaiannya dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. d. Penilai harus yang beragama, beriman, supaya penilaiannya jujur dan adil. Sedangkan orang yang dapat menilai prestasi kerja menurur Mathis dan Jackson (2002) adalah : a. Penilaian bawahan oleh atasan b. Penilaian atasan oleh bawahan. c. Penilaian Kelompok dan rekan kerja. d. Penilaian diri sendiri. e. Penilaian dari luar. f. Penilaian multi sumber.
2.2.7
Unsur-unsur dan Standar-standar yang dinilai dalam Penilaian Kinerja Menurut Hasibuan (2000) unsur-unsur yang dinilai dalam penilaian
prestasi kerja adalah sebagai berikut :
1. Kesetiaan Kesetiaan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasinya. 2. Prestasi kerja Kualitas dan kuantitas kerja yang dapat dihasilkan karyawan. 3. Kejujuran Kejujuran dalam mematuhi peraturan-pperaturan dan melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi. 4. Kedisiplinan Disiplin dalam memenuhi peraturan-peraturan dan melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi. 5. Kreativitas Kemampuan dalam mengembangkan kreativitas untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga bekerja lebih berdaya dan hasil guna. 6. Kerjasama Kesediaan berpartisipasi dan bekerjasama dengan karyawan lain baik secara vertical maupun horizontal. 7. Kepemimpinan Kemampuan dalam memimpin, mempengaruhi dan sebagainya. 8. Kepribadian Sikap perilaku, kesopanan, periang, memberikan kesan yang menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik dan sebagainya. 9. Prakarsa Kemampuan bersikap secara orisinil berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisa, menilai, menciptakan, memberikan alas an, mendapatkan kesimpulan dan memberi keputusan penyelesaian masalah. 10. Kecakapan Kecakapan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat didalam penyusunan kebijaksanaannya. 11. Tanggung jawab Kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan, sarana dan prasarana dan sebagainya.
Sedangkan dasar-dasar penilaian itu adalah uraian pekerjaan dari setiap individu karyawan, karena dalam uraian dalam pekerjaan ini ditetapkan tugas dan tanggung jawab yang akan dilakukan oleh setiap karyawan. Penilai menilai pelaksanaan uraian pekerjaan itu baik atau buruk, diselesaikan secara efektif atau tidak, sehingga tolok ukur yang akan dipergunakan untuk mengukur prestasi kerja karyawan adalah standar, Standar dapat dianggap sebagai pengukur yang ditetapkan, yang harus diusahakan dan sebagai alat untuk membandingkan suatu hal dengan hal yang lain. Secara garis besar standar dibedakan atas : 1. Tangible Standard Yaitu sasaran yang dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya, standar ini dibagi atas : a. Standar dalam bentuk fisik yang terbagi atas : standar kualitas, standar kuantitas dan standar waktu, misalnya : baik-buruk, jam, hari, bulan dan lain-lain. b. Standar dalam bentuk uang yang terbagi atas standar biaya, standar penghasilan dan standar investasi. 2. Intangible Standard Yaitu sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukur atau standarnya. Misalnya : perilaku, kesetiaan, loyalitas, dedikasi karyawan terhadap perusahaan.
2.2.8 Elemen dan Proses Penilaian Kinerja Elemen dan proses penilaian prestasi kerja menurut Hariandja (2002). Mencakup kriteria yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kerja, ukuranukuran penilaian dan pemberian umpan balik kepada karyawan dan departemen personalia. Seperti ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Gambar 2.1 Proses Penilaian Prestasi Kerja Prestasi kerja karyawan
Penilaian Prestasi Kerja Karyawan
Umpan balik bagi karyawan
Ukuran-ukuran prestasi kerja karyawan
Kriteria yang ada hubungannta dengan pelaksanaan kerja Keputusan personalia
Catatan tentang karyawan
Sumber : Hariandja, 2002
Gambar tersebut menyebutkan bahwa dalam melaksanakan salah satu fungsinya, bagian personalia atau MSDM akan melakukan penilaian atas prestasi yang dilakukan karyawannya dengan menggunakan ukuran-ukuran prestasi kerja yang telah ditetapkan perusahaan sebelumnya, dan criteria-kriteria yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan biasanya mengacu pada deskripsi pekerjaan sebagai standar prestasi dan harapan manajer terhadap hasil kerja karyawannya. Elemen dan proses penilaian prestasi kerja menurut Hariandja (2002) penilaian prestasi kerja harus dikaitkan dengan usaha pencapaian hasil kerja yang diterapkan, maka sebelumnya harus ditentukan tujuan-tujuan setiap pekerjaan, kemudian penentuan standar kinerka serta ukurannya, diikuti dengan penentuan metode penilaian, pelaksanaan dan evaluasi. Proses tersebut dapat dilihat seperti Gambar 2.2
Gambar 2.2 Langkah-langkah Penilaian Prestasi Kerja Penentuan Sasaran
Penentuan Standar atau ukuran
Penentuan Metode dan pekasanaan Penilaian
Evaluasi Penilaian
Sumber : Hariandja, 2002
1. Penentuan Sasaran Penentuan sasaran sebagaimana disebutkan harus spesifik, terukur dan didasarkan pada waktu tertentu. Disamping itu perlu pula diperhatikan proses penentuan sasaran tersebut, yaitu diharapkan sasaran tugas individu dirumuskan bersama-sama antara atasan dan bawahan. Setiap sasaran merupakan sasaran yang diturunkan atau diterjemahkan dari sasaran yang lebih tinggi. Jadi, sasaran unit adalah bagian dar sasaran perusahaan. 2. Penentuan Standar atau Ukuran Pentingnya penilaian prestasi kerja menghendaki penilaian tersebut harus benar-benar obyektif, yaitu mengukur prestasi kerja karyawan yang sesungguhnya, yang disebut dengan job related, artinya pelaksanaan penilaian harus mencerminkan pelaksanaan prestasi kerja yang sesungguhnya atau mengevaluasi perilaku yang
mencerminkan keberhasilan
pekerjaan. Untuk itu system penilaian prestasi harus :
pelaksanaan
a. Mempunyai standar b. Memiliki ukuran yang dapat dipercaya c. Mudah digunakan 3. Penentuan Metode dan Pelaksanaan Penilaian Metode yang digunakan disini adalah pendekatan atau cara serta perlengkapan yang digunakan seperti formulir dan pelaksanaannya. Metode-metode seperti metode perbandingan, tes dan lain-lain. 4. Evaluasi Penilaian Merupakan pemberian umpan balik kepada karyawan mengenai aspek-aspek hasil kerja yang harus diubah dan dipertahankan serta berbagai tindakan yang harus diambil, baik oleh perusahaan maupun karyawan dalam upaya perbaikan kinerja pada masa yang akan dating.
2.2.9 Pendekatan-pendekatan Penilaian Kinerja Beberapa pendekatan yang dapat ditempuh adalah : a.
Evaluation Interview Adalah memberikan umpan balik tentang prestasi kerja masa lalu dan potensi masa depan. Ini dilakukan dengan menggambarkan hasil penilaian sebelumnya dan mengidentifikasi perilaku-perilaku tertentu yang harus diulang dan harus dihilangkan.
b.
Tell and Sell approach Menggambarkan keadaan prestasi kerja karyawan dan meyakinkan karyawan berperilaku lebih baik.
c.
Tell and Method Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memberikan alas an meyakinkan alasan, mempertahankan apa yang sudah dilakukan dan mencoba mengatasi reaksi ini dengan membimbing karyawan untuk berperilaku lebih baik.
d.
Problem Solving Approach Mengidentifikasikan berbagai macam masalah yang dihadapi karyawan dalam pekerjaannya melalui pelatihan, coaching dan counseling.
2.3
Kompensasi Salah satu fungsi tradisional manajemen sumber daya manusia adalah
penentuan kompensasi para karyawan. Di dalam organisasi modern, dengan beraneka rupa program tunjangan karyawan yang mahal, program insentif gaji, dan skala gaji yang terstruktur, tugas kompensasi bahkan lebih rumit dan menantang bagi spesialis sumber daya manusia. Kompensasi karyawan mempengaruhi kompensasi kerja dan produktivitas mereka untuk tetap bersama organisasi atau mencari pekerjaan lainnya. Kebutuhan para karyawan akan pendapatan dan keinginan mereka diperlakukan secara wajar oleh organisasi membuat program kompensasi semakin vital bagi departemen sumber daya manusia. Kompensasi sering digunakan secara bergantian dengan administrasi gaji dan upah, walaupun demikian kompensasi sesungguhnya merupakan konsep yang lebih luas. Jika dikelola secara benar, kompensasi membantu organisasi mencapai tujuannya dan memperoleh, memelihara, dan mempertahankan tenaga kerja yang produktif.
2.3.1 Pengertian Kompensasi Beberapa pengertian kompensasi menurut para ahli : Werther dan Davis yang dikutip oleh Sofyandi dan Garniwa (2005), mengungkapkan bahwa : Compentation is what employee receive in exchange of their work, whether hourly wages or periodic salaries, the personnel department usually design and administers employee compentation
Filipo yang dikutip oleh Hasibuan (2003), mengemukakan bahwa: Compentation is the adequate and aquitable remuneration of personnel for their contribution to organizational objective . Sedangkan Hasibuan (2003), mengemukakan bahwa: Kompensasi merupakan semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan .
2.3.2
Komponen-komponen Kompensasi Menurut
Simamora
(2004),
Komponen-komponen
dari
program
kompensasi dapat dibagi ke dalam bentuk kompensasi langsung (direct compentation)
dan
kompensasi
tidak
langsung
(indirect
compentation).
Kompensasi finansial terbagi menjadi dua bagian yaitu kompensasi finansial langsung dan kompensasi finansial tidak langsung. Kompensasi finansial langsung (direct financial compentation) terdiri dari bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus, dan komisi. Kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compentation), yang disebut juga dengan tunjangan, meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi non finansial terdiri atas kepuasaan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang itu bekerja. Tipe kompensasi non finansial meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugas yang signifikan yang berhubungan dengan pekerjaan. Lihat Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Tipe Kompensasi Kompensasi
Finansial
Non Finansial
Langsung
Tidak langsung
Bayaran pokok (Base pay)
Bayaran Prestasi (merit pay)
Gaji (salary)
Upah (wadge)
Program perlindungan Asuransi kesehatan Asuransi jiwa Pensiun Asuransi tenaga kerja
Bayaran di luar jam kerja Liburan Hari besar Cuti tahunan Cuti hamil
Bayaran insentif (incentive pay) Bonus Komisi Pembayaran laba Pembayaran keuntungan
Bayaran tertangguh (Deffered pay) Program tabungan anuitas pembelian saham
Pembayaran saham
Fasilitas Kendaraan Ruang kantor Tempat parkir
Pekerjaan Tugas-tugas yang menarik Tantangan Tanggung jawab Pengakuan Rasa pencapaian
Lingkungan kerja Kebijakan yang sehat Supervisi yang kompeten Kerabat kerja yang menyenangkan Lingkungan kerja yang nyaman
Sumber : Simamora (2004)
Pada umumnya, Kompensasi berbentuk finansial karena pengeluaran moneter yang dilakukan oleh organisasi. Pengeluaran moneter seperti itu bias segera (kewajiban dalam periode waktu yang singkat) atau tertangguh (kewajiban perusahaan dikemudian hari). Gaji mingguan atau bulanan karyawan adalah contoh pembeyaran segera (immediate payment), sedangkan pensiun, pembagian laba, atau bonus menunjukan pembayaran tertangguh (deferred payment). Kompensasi bisa langsung, dimana uang langsung diberikan kepada karyawan,
atau pun tidak langsung, dmana karyawan menerima kompensasi dalam bentuk nonmoneter. a. Upah dan gaji (wages), biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam (semakin lama jam kerjanya, semakin besar bayarannya). Menurut pasal 1 ayat 30 Undang-undang ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetepkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah merupakan basis bayaran yang kerap kali digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan pemeliharaan (pekerja kerah biru). Gaji (salary) umumnya berlaku untuk tariff bayaran mingguan, bulanan atau tahunan (terlepas dari lamanya jam kerja). Jajaran manajemen, staf profesional, klerikal (pekerja kerah putih) biasanya digaji. b. Insentif. Insentif (incentive), adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi. Program insentif disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan produktifitas, penjualan, keuntungan, atau upaya pemangkasan biaya. Tujuan utama program insentif adalah untuk mendorong dan mengembalikan produktivitas karyawan dan efektivitas biaya. Program insentif terdiri atas dua jenis : -
Program insentif individu yang memberikan kompensasi menurut penjualan, produktivitas atau penghematan biaya yang dapat dihubungkan dengan karyawan tertentu.
-
Program insentif kelompok yang mengalokasikan kompensasi kepada kelompok karyawan (berdasarkan departemen, divisi, atau kelompok kerja) karena melampaui standar-standar profibilitas, produktivitas, atau penghematan biaya yang sudah ditentukan sebelumnya.
c. Tunjangan. Tunjangan (benefit) adalah imbalan tidak langsung yang diberikan kepada seorang karyawan/sekelompok karyawan yang sebagai bagian dari keanggotaannya di perusahaan. Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi,
kesehatan dan jiwa, liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian. d. Fasilitas. Fasilitas merupakan balas jasa bagi karyawan dalam bentuk jasa atau pelayanan yang tidak menciptakan nilai finansial tetapi dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh karyawan. Contoh-contoh fasilitas adalah kenikmatan/fasilitas seperti mobil perusahaan, keanggotaan klub, tempat parker khusus, program rekreasi, kafetaria, fasilitas olah raga, fasilitas kerohanian atau akses ke pesawat perusahaan yang diperoleh karyawan. Fasilitas dapat mewakili jumlah substansial dari kompensasi, terutama bagi eksekutif yang dibayar mahal. e. Merit pay. Bayaran berdasarkan kinerja (merit pay) dijadikan prosedur standar untuk mencoba menggandengkan kenaikan gaji dengan kinerja individu. Merit pay diberikan pada karyawan yang mencapai tingkat kinerja tertentu. Biasanya keputusan Merit pay berdasarkan pada sistem penilaian kinerja yang menjabarkan nilai kinerja ke dalam kenaikan gaji. Merit pay menjadi alat motivasional utama bagi kalangan karyawan selama tahun sebelumnya. Program kompensasi ini berada antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Hal ini bergantung pada tingkat kesadaran masing-masing pimpinan perusahaan, manfaat suatu program kompensasi, serta bergantung pula pada besar kecilnya perusahaan, dalam hal ini menentukan kemampuan perusahaan dalam memberikan kompensasi yang layak dan sesuai dengan prestasi karyawan. Apabila hal tersebut dapat terwujud, akan semakin baik kehidupan dan kesejahteraan karyawan.
2.3.3
Tujuan Sistem Kompensasi Menurut Sedarmayanti (2001) pemberian kompensasi dalam suatu
organisasi harus diatur agar menjadi system yang baik dalam organisasi. Adapun tujuan sistem kompensasi yang baik, antara lain sebagai berikut:
a. Menghargai prestasi kerja Pemberian kompensasi yang memadai adalah suatu penghargaan organisasi terhadap prestasi kerja pegawainya. Hal tersebut selanjutnya akan mendorong kinerja pegawai sesuai dengan yang diinginkan organisasi. b. Menjamin keadilan Dengan adanya system kompensasi yang baik, akan menjamin adanya keadilan diantara pegawai dalam organisasi. Masing-masing pegawai akan memperoleh imbalan yang sesuai dengan tugas, jabatan, dan prestasi kerjanya. c. Mempertahankan Pegawai Dengan system kompensasi yang baik, para pegawai akan lebih betah atau bertahan bekerja pada organisasi itu. Hal ini berarti mencegah keluarnya pegawai dari organisasi untuk mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. d. Memperoleh Pegawai yang bermutu Dengan sistem kompensasi yang baik akan menarik lebih banyak calon pegawai. Dengan banyaknya pelamar atau calon pegawai, maka peluang untuk memilih pegawai yang bermutu akan lebih banyak. e. Pengendalian biaya Dengan system pemberian kompensasi yang baik, akan mengurangi seringnya pelaksanaan rekruitmen, sebagai akibat dari seringnya pegawai yang keluar mencari pekerjaan yang lebih menguntungkan. Hal ini berarti penghematan biaya untuk rekruitmen dan seleksi calon pegawai baru. f. Memenuhi aturan System administrasi yang baik merupakan suatu tuntutan. Suatu organisasi yang baik dituntut untuk memiliki system administrasi kompensasi yang baik.
2.3.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi Sistem pemberian kompensasi oleh organisasi kepada karyawannya
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini merupakan tantangan setiap organisasi untuk menentukan kebijaksanaan kompensasi untuk karyawannya. Faktor-faktor tersebut menurut Mangkunegara (2004) adalah sebagai berikut:
a. Produktivitas Organisasi apapun berkeinginan untuk memperoleh keuntungan. Keuntungan ini dapat berupa material, maupun keuntungan non material. Untuk itu maka organisasi
mempertimbangkan
produktivitas
karyawannya
dalam
kontribusinya terhadap keuntungan organisasi tersebut dari itu organisasi tidak akan membayar atau memberikan kompensasi melebihi kontribusi karyawan kepada organisasi melalui produktivitas mereka. b. Kemampuan untuk membayar Pemberian kompensasi akan tergantung kepada kemampuan organisasi itu untuk membayar. Organisasi apapun tidak akan membayar karyawannya sebagai kompensasi, melebihi kemampuannya. Sebab jika tidak, organisasi tersebut akan gulung tikar. c. Kesediaan untuk membayar Kesediaan untuk membayar akan berpengaruh terhadap kebijaksanaan pemberian kompensasi terhadap karyawannya, banyak organisasi yang mampu memberikan kompensasi yang tinggi tetapi belum tentu mereka mau atau bersedia untuk memberikan kompensasi yang memadai. d. Suplai dan permintaan tenaga kerja Banyak sedikitnya tenaga kerja di pasaran kerja akan mempengaruhi system pemberian kompensasi. Banyak karyawan yang kemampuannya sangat banyak terdapat di pasaran kerja, mereka akan diberikan kompensasi lebih rendah dari pada karyawan yang kemampuannya langka di pasaran kerja. e. Organisasi karyawan Dengan adanya organisasi karyawan akan
mempengaruhi kebijakan
pemberian kompensasi. Organisasi karyawan ini biasanya memperjuangkan para anggotanya untuk memperoleh kompensasi yang sepadan. Apabila ada organisasi yang memberikan kompensasi yang tidak sepadan, maka organisasi karyawan ini akan menuntut.
f. Berbagai peraturan dan perundang-undangan Dengan semakin baiknya system pemerintahan, maka semakin baik pula system perundang-undangan, termasuk di bidang perburuhan (karyawan). Berbagai peraturan dan undang-undang ini jelas akan mempengaruhi system pemberian kompensasi karyawan oleh setiap organisasi, baik pemerintahan maupun swasta.
2.3.5
Kebijakan Kompensasi Kebijakan-kebijakan tertentu perlu dirumuskan sebelum sebuah system
kompensasi yang berhasil dapat dibentuk dan diterapkan. Pada hakikatnya kebijakan kompensasi sangat dipengaruhi oleh tujuan dan lingkungan organisasi. Kebijakan kompensasi menurut Simamora (2004) kebijakan kompensasi harus berhubungan dengan faktor-faktor berikut: 1. Tingkat gaji yang minimum dan maksimum (mempertimbangkan nilai pekerjaan bagi organisasi, kemampuan organisasi untuk membayar, peraturan pemerintah, pengaruh serikat pekerja dan tekanan pasar tenaga kerja). 2. Hubungan umum diantara tingkat gaji (yakni, antara manajemen senior dan manajemen operasi, karyawan operasional dan penyelia). Selain faktor-faktor di atas, organisasi harus mengambil keputusankeputusan berkenaan dengan seberapa besar dan yang harus dialokasikan untuk kenaikan gaji tahun depan, siapa yang akan merekomendasikan, dan bagaimana kenaikan itu ditetapkan.
2.3.6
Keadilan dan Kelayakan dalam Kompensasi Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), dalam kompensasi, teori keadilan
(equity theory) harus diciptakan karena penting bagi manusia. Ketidakadilan tidak menjadikan kepuasan pegawai. Organisasi menggunakan kompensasi untuk memotivasi pegawainya. Dengan menciptakan keadilan dalam kompensasi bias menghindari kolusi diantara pegawai, pemborosan uang dan yang paling penting adalah
untuk
memotivasi
pegawai
memberikan
sumbangan
maksimal
(menciptakan kinerja) bagi pencapaian tujuan organisasi, maka masalah
kompensasi perlu mendapat perhatian yang serius. Keadilan kompensasi tersebut meliputi: a. Keadilan eksternal (Eksternal equity) Pegawai akan termotivasi untuk bekerja manakala mereka merasa bahwa imbalan didistribusikan secara adil. Keadilan ekternal diartikan sebagai tariftarif gaji atau upah yang pantas dengan gaji-gaji yang berlaku bagi pegawaipegawai ang serupa di pasar tenaga kerja eksternal. Keadilan eksternal ini dengan membandingkan pegawai yang serupa diantara organisasi-organisasi yang dapat dibandingkan. Dengan syarat bahwa dua kondisi yang harus dipenuhi untuk membandingkan yaitu: 1) Pegawai (jabatan) yang dibandingkan harus sama atau serupa. 2) Organisasi yang di teliti sebaiknya serupa baik dalam hal ukuran, misi, maupun sektor-sektornya. b. Keadilan internal (internal equity) Keadilan adalah keseimbangan antara masukan-masukan yang dibawa individu dalam sebuah system kepegawaian dengan hasil-hasil yang dicapai oleh para pegawai tersebut. Masukan pegawai meliputi pengalaman, pendidikan, keahlian, upaya, dan waktu kerja. Sedangkan lkeluaran atau hasilhasil meliputi gaji, tunjangan-tunjangan, pengakuan, dan imbalan lainnya. Keadilan internal merupakan fungsi dari status relative sebuah system kepegawaian dalam suatu organisasi,nilai ekonomi dari hasil yang dicapai oleh pegawai atau status social lainnya seperti kekuasaan, pengaruh, dan statusnya dalam hierarki organisasi. c. Keadilan individu (individu equity) Keadilan individu adalah apabila individu-individu merasa bahwa mereka diperlakukan secara wajar dibandingkan dengan rekan sekerja mereka. Ada saat seorang karyawan memperoleh kompensasi dari perusahaan, persepsi keadilan (perceptions of equity) dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1) Rasio kompensasi terhadap masukan yaitu pendidikan, pelatihan, usaha 2) Perbandingan rasio ini dengan rasio-rasio yang dirasakan dari karyawan lain.
Teori keadilan menyatakan bahwa individu-individu menentukan apakah mereka telah diperlakukan adil secara wajar, dengan membandingkan rasio masukan/keluaran mereka dengan rasio masukan/keluaran orang lain Heidjrachman dan Husnan (2002) menggambarkan keadilan dalam kompensasi sebagai berikut: Gambar 2.4 Internal Consistency Rp
Harga Nilai Harga Jembatan dengan
Jembatan dengan
nilai Rendah
nilai tinggi
Dalam Gambar 2.4 nampak bahwa semakin tinggi nilai suatu jabatan, semakin tinggi pula upah gaji yang akan diterima. Keadilan di dalam pengupahan ini semakin sering disebut juga sebagai konsistensi internal (internal consistency). Di samping masalah keadilan, maka dalam kompensasi perlu dierhatikan pula unsure kelayakan, kelayakan ini bias dibandingkan dengan kompensasi pada perusahaan-perusahaan lain. Atau bias juga dengan menggunakan kebutuhan pokok minimum. Perbandingan pemberian kompensasi dalam perusahaan dengan kompensasi perusahaan-perusahaan lain dimaksudkan untuk menjaga external
consistency. Apabila kompensasi dalam perusahaan lebih rendah daripada perusahaan lain, maka akan mengakibatkan bagi perusahaan untuk memperoleh tenaga kerja. Cara untuk menyusun struktur upah yang baik, bias memenuhi persyaratan imbalan internal external consistency adalah dengan menggunakan evaluasi jabatan.
2.3.7
Asas Kompensasi Penghargaan menjembatani kesenjangan antara tujuan organisasi dengan
aspirasi serta pengharapan karyawan. Menurut Cascio yang dikutip oleh Panggabean (2004), kompensasi yang efektif adalah untuk: 1. Memenuhi kebutuhan dasar 2. Mempertimbangkan adanya keadilan eksternal 3. Mempertimbangkan adanya keadilan internal, dan 4. Pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan individu Hal senada juga dikemukakan oleh Handoko (2001), yang mengemukakan bahwa penghargaan dapat meningkatkan prestasi kerja dan kepuasan kerja apabila: 1. Mereka merasakan adanya keadilan dalam penggajian 2. Penghargaan yang mereka terima disesuaikan dengan kinerja mereka, dan 3. Berkaitan dengan kebutuhan individu
2.3.8
Proses Penentuan Kompensasi Menurut Hariandja (2002), proses atau langkah-langkah yang dilalui
dalam pemberian kompensasi supaya terasa adil dapat dilakukan sebagai berikut: 1. Menganalisa jabatan atau tugas, 2. Mengevaluasi jabatan 3. Melakukan survey gaji dan upah, dan 4. Menentukan tingkat gaji
1. Analisa Jabatan Analisa jabatan merupakan kegiatan untuk mencari informasi tentang tugastugas yang dilakukan, dan persyaratan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas tersebut supaya berhasil mengembangkan uraian jabatan, spesifikasi tugas, dan standar untuk kerja. Kegiatan ini perlu dilakukan sebagai landasan untuk mengevaluasi jabatan. 2. Evaluasi Jabatan/Tugas Evaluasi jabatan adalah proses sistematis untuk menentukan nilai relative dari suatu pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan lain. Proses ini adalah untuk mengusahakan tercapainya internal equity dalam pekerjaan sebagaimana unsure yang sangat penting dalam penentuan tingkat gaji. 3. Survei Gaji dan Upah Survei gaji merupakan kegiatan untuk mengetahui tingkat gaji yang berlaku secara umum dalam perusahaan-perusahaan yang mempunyai jabatan yang sejenis ini dilakukan untuk mengusahakan keadilan eksternal sebagai salah satu faktor penting dalam perencanaan dan penentuan gaji. Survey dapat dilakukan dengan berbagai macam seperti mendatangi perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat gaji yang berlaku, membuat kuesioner secara formal, dan lain-lain. 4. Penentuan Tingkat Gaji Menurut Panggabean (2004), pada tahapan penentuan tingkat gaji terdapat dua kegiata, antara lain: a. Menentukan tingkat pembayaran yang sesuai dengan pekerjaan nilai relatif dari suatu pekerjaan ditentukan oleh peringkatnya melalui prosesevaluasi pekerjaan dan apa yang dibayar oleh pasar tenaga kerja untuk jenis pekerjaan yang sama. b. Mengelompokkan tingkat pembayaran yang berbeda ke dalam suatu struktur yang dapat dikelola secara efektif. Analisis gaji menjadi lebih mudah dengan mengumpulkan pekerjaan ke dalam kelas-kelas pekerjaan yang sama akan memperoleh gaji yang sama besar pula.
Handoko (2001), menggambarkan proses penentuan upah sebagai berikut: Gambar 2.5 Proses Penentuan Upah Peraturan Upah minimun
Analisis Pekerjaan
Deskripsi Dan Spesifikasi pekerjaan
Evaluasi kerja
Survei pengupahan analisis masalahmasalah organisasional yang relevan
Struktur upah
Standart standart pekerjaan
Aturan-aturan administrasi
Penilaian prestasi kerja karyawan differensial
Pembayaran upah
2.4
Motivasi
2.4.1
Pengertian Motivasi dan Peranan Motivasi Motivasi berasal dari kata lain (moveree) yang berarti dorongan atau daya
penggerak. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja awahan, agar mereka mau bekerja keras. Upaya menumbuhkan kemauan untuk bekerja dari para karyawan dapat kita dekati melalui pengetahuan tentang sumber kekuatan yang menggerakkan karyawan untuk bertingkah laku tertentu.
Pada dasarnya perusahaan bukan saja mengharapkan karyawannya yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang optimal. Kemampuan, kecakapan dan ketrampilan yang dimilikinya. Motivasi penting bagi perusahaan karena sebagai penyebab, penyalur, dan pendukung perilaku manusia supaya mau bekerja dengan giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer memberikan pekerjaan kepada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan teritegrasi kepada tujuan yang diinginkan. Untuk mempermudah pemahaman motivasi kerja penulis kemukakan pengertian motif dan motivasi kerja menurut Moskowits yang dikutip Hasibuan (2001) Motivation is usually defined the initation and direction of behavior . Bahwa motivasi secara umum di definisikan sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran tingkah laku. Sedangkan Hariandja ( 2002) menyatakan bahwa motivasi diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras atau lemah. Menurut Hasibuan (2003) motif adalah suatu perangsang keinginan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang, seorang motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Hasibuan sendiri mempertegas bahwa menyatakan bahwa motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Hasibuan (2002). Menurut Ryan, west, Alech, Crow dan Smith (1963) Motivasi dibagi menjadi dua jenis yaitu : (1) motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang. (2) motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh rangsangan dari luar. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri pegawai yang perlu dipenuhi agar pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya,
sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai agar mampu mencapai tujuan dari motifnya, serta mendapatkan kepuasan dari hasil kerja yang dicapainya.
2.4.2
Bentuk-bentuk Motivasi Bentuk atau jenis-jenis motivasi menurut Hasibuan (2002) terdiri dari dua,
yaitu : a.
Motivasi positif (insentif Positif) Maksudnya bahwa manajer memotivasi bawahan (merangsang) dengan memberikan hadiah kepada merka yang berprestasi di atas prestasi standar. Dengan memotivasi positif semangat kerja bawahan akan meningkat karena pada dasarnya manusia senang menerima yang baik-baik saja.
b.
Motivasi Negatif (Insentif Negatif) Maksudnya bahwa manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hukuman kepada merka yang pekerjaannya kurang baik (berprestasi rendah). Dengan motivasi negatif ini, semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka panjang dapat berakibat kurang baik. Dalam praktiknya, kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh
manajer suatu perusahaan. Penggunaannya hars tepat dan seimbang supaya dapat meningkatkan semangat kerja karyawan.
2.4.3
Indikator Motivasi Kerja Agar pimpinan atau manajer mampu mengidentifikasi apa yang
memotivasi karyawan bekerja, hubungan perilaku kerja dengan memotivasi dan mengapa karyawan berprestasi tinggi. Motivasi adalah suatu kekuatan yang mengendalikan dan menggerakkan seseorang untuk melakukan tindakan atau perilaku yang diarahkan pada tujuan tertentu, seperti dikutip oleh Hariandja (2002) yaitu bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawahan, dimana kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang
di alami antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri karyawan. Keburuhan ini terdiri dari lima jenis dan terbentuk dalam suatu hierarki dalam pemenuhan dalam artian bahwa manusia pada dasarnya pertama sekali akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat pertama, kemudian kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya. Dan pemenuhan semua kebutuhan inilah yang menimbulkan motivasi seseorang. Suatu kebutuhan yang sudah terpenuhi tidak menjadi unsur pemotivasi lagi. Adapun kebutuhan-kebutuhan itu adalah : a. Kebutuhan fisik (physiological Needs), adalah kebutuhan yang berkaitan dengan kebutuhan yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan diri sebagai mahluk fisik seperti : kebutuhan makanan, minuman, pakaian, dan lain-lain. b. Kebutuhan akan rasa aman (Safety Needs), adalah kebutuhan yang berkaitan denga kebutuhan akan rasa aman dari ancaman-ancaman yang dating dari luar yang mungkin terjadi seperti keamanan dari ancaman orang lain, ancaman alam, dan lain-lain. c. Kebutuhan social (Social Needs), adalah kebutuhan yang berkaitan dengan menjadi bagian dari orang lain, dicintai orang lain, dan mencintai orang lain. Kebutuhan-kebuthan social ini terdiri dari empat kelompok, yaitu kebutuhan akan perasaan diterima orang lain, (Sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati (Sense of importance), kebutuhan akan perasaan ikut serta (Sense of participation), dan kebutuhan akan kemauan (Sense of achievement). d. Kebutuhan pengakuan (Esteem Needs), adalah kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat dan lingkungannya. Semakin tinggi kedudukan orang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi semakin tinggi pula prestise. e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-Actualization Needs), adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan.
2.4.4
Teori-teori Motivasi Beberapa teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain
sebagai berikut : 1. Herzberg s Two Faktors Motivation Theory Teori Herzberg s berhubungan dengan kondisi kerja yang mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Menurut Saydam (2000) ada dua kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya : 1) Faktor Higienis, yaitu faktor yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada seorang karyawan yang terdiri atas : a. Kebijakanperusahaan. b. Supervisi c. Hubungan antar pribadi d. Kondisi kerja e. Gaji atau upah 2) Faktor motivasi, yaitu faktor-faktor yang dapat memuaskan dan mendorong manusia untuk bekerja dengan baik, terdiri dari : a. Keberhasilan pelaksanaan b. Pengakuan c. Pekerjaan itu sendiri d. Tanggung jawab e. Pengembangan Faktor-faktor di atas berhubungan langsung dengan kepuasan kerja karyawan. Oleh karena itu, faktor motivasi disebut juga sebagai alat motivasi. 2. McClelland s Achievement Theory Teori McClelland s berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. McClelland s Mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja karyawan, yaitu : 1) Kebutuhan akan prestasi (Need for Achievement)
Kebutuhan ini merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Dengan demikian akan mendorong sesseorang untuk mengembangkan kreativitas dan menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimiliki demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. 2) Kebutuhan akan afiliasi (Need for Affiliation) Kebutuhan ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal seperti : kebutuhan akan perasaan diterima orang lain, memelihara
persahabatan
dengan
orang
lain,
kebutuhan
untuk
mengembangkan. 3) Kebutuhan akan kekuasaan (Need for Power) Kebutuhan ini akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. 3. Mc Gregor X and Y Theory Menurut Saydam (2000) teori ini menyatakan bahwa manusia pada dasarnya terdiri dari dua jenis, yaitu manusia X dan jenis manusia Y yang masingmasing memiliki karakter tertentu. Karakteristik manusia X adalah sebagai berikut : 1) Pada umumnya karyawan itu malas dan tidak senang bekerja. Pada umumnya karyawan tidak berambisi mencapai prestasi yang optimal dan tidak ingin bertanggung jawab atas segala tindakannya. 2) Karyawan lebih suka dibimbing, diperintah, dan diawasi dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya. 3) Karyawan lebih mementingkan diri sendiri dan tidak mempedulikan tujuan organisasi. Menurut teori X, untuk memotivasi karyawan harus dilakukan dengan cara pengawasan yang ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh-sungguh, karena jenis manusia X adalah manusia yang selalu ingin menghindari pekerjaan bilamana memungkinkan, tidak mempunyai inisiatif dan senang diarahkan. Jenis motivasi yang diterapkan cenderung kepada motivasi negative yakni dengan menetapkan hukuman yang tegas. Tipe
manusia X, bilamana mengacu pada teori hierarki kebutuhan Maslow, akan memiliki kebutuhan tingkat rendah. Sedangkan asumsi teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut : 1. Rata-rata karyawan rajin dan menganggap sesungguhnya dalam bekerja sama wajarnya dengan bermain dan beristirahat. Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan karyawan tidak betah dan merasa kesal jika tidak bekerja. 2. Karyawan dapat memikul tanggung jawab dan berambisi untuk maju dengan mencapai prestasi kerja yang optimal. Mereka secara kreatif dan inovatif mengembangkan dirinya untuk memecahkan persoalan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan padanya. Jadi mereka selalu berusaha mendapatkan metode kerja yang baik. 3. Karyawan akan selalu berusaha mencapai sasaran organisasi dan mengembangkan dirinya untuk mencapai sasaran tersebut. Selain itu, menurut teori Y untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan, kerja sama, dan keterikatan pada keputusan, atau dengan kata lain didedikasi dan partisipasi akan lebih menjamin tercapainya sasaran, karena pada dasarnya tipe manusia Y menunjukkan sifat senang bekerja. Tipe manusia Y sangat berinisiatif atau mempunyai sifat proaktif. Jenis motivasi yang diterapkan adalah motivasi positif, yang biasanya berupa hadiah. Dan bilamana mengacu pada teori kebutuhan Maslow, akan memiliki kebutuhan tingkat atas.
2.4.5
Tujuan Motivasi Kerja Dalam pencapaian tujuan perusahaan perlu adanya pemberian motivasi
terhadap setiap karyawan. Tujuan motivasi kerja menurut Hasibuan (2002) antara lain sebagai berikut : 1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan Dengan motivasi kerja yang baik, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilan karyawan sesuai dengan pekerjaannya sehingga
karyawan antusias untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan. 2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan Dengan motivasi kerja yang tinggi dapat meningkatkan kemampuan karyawan untuk mengembangkan pekerjaannya sehingga karyawan tersebut dapat memberikan
prestasi
kerja
yang
optimal
dan
dapat
meningkatkan
produktivitas kerja karyawan. 3. Mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan. Dengan motivasi kerja karyawan yang baik, maka dapat mempertahankan kestabilan karyawan perusahaan karena gairah kerja meningkat, absensi dan turn over karyawan menurun. 4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan Jika motivasi kerja karyawan meningkat maka disiplin kerja karyawan semakin baik, karyawan akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan yang berlaku. 5. Mengefektifkan pengadaan karyawan Dengan motivasi kerja yang baik maka dapat mengefektifkan pengadaan karyawan yaitu dengan cara menempatkan karyawan tersebut pada posisi yang tepat dan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. 6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik Jika motivasi karyawan baik, maka dapat menciptakan suasana kerja yang harmonis dan hubungan kerja yang baik. 7. Meningkatkan loyalitas, kreatifitas, dan partisipasi karyawan Motivasi kerja karyawan dapat meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih berdaya dan berhasil guna. 8. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan Dengan adanya motivasi kerja yang baik, maka volume pendapatan karyawan semakin meningkat dengan demikian kebutuhan-kebutuhan karyawan dapat terpenuhi sehingga tingkat kesejahteraan karyawan akan meningkat. 9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya
Dengan motivasi kerja yang baik dapat meningkatkan kedisiplinan karyawan sehingga dapat menimbulkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugastugasnya. 10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku. Dengan adanya motivasi kerja yang baik, maka dapat menggunakan alat-alat dan bahan baku dengan efisien. Sebaliknya, jika terjadi tingkat keborosan penggunaan alat-alat bahan baku berarti motivasi kerja karyawan menurun. Jadi tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan dan mengarahkan potensi tenaga kerja dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga dapat mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah di tetapkan sebelumnya baik itu keinginan karyawan ataupun tujuan organisasi.
2.4.6
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Motivasi Kerja Motivasi tidak terlepas dari kebutuhan dan kebutuhan dapat di definisikan
sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang diambil antara suatu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila kebutuhan karyawan terpenuhi, maka karyawan tersebut akan memperlihatkan perilaku gembira sehingga manifestasi dari kepuasan dirinya. Mengacu pada teori kebutuhan maslow yang dikutip oleh Hasibuan (2002) mengemukakan bahwa hamper semua orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hierarki, kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat motivasi kerja karyawan antara lain sebagai berikut : 1) Kebutuhan fisik dan biologis (physiological needs) Yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup seperti makan, minum, perumahan, udara, kebutuhan seksual dan sebagainya. 2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs) Yaitu kebutuhan akan kebebasan atau perlindungan dari ancaman yakni rasa aman dari ancaman kecelakaan, dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaannya.
3) Kebutuhan sosial (affiliation or acceptance needs or belongingness) Yaitu kebutuhan social, teman, berafiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai serta di terima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. 4) Kebutuhan akan penghargaan atau prestise (esteem or status needs) Yaitu kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. 5) Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs) Yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuannya, ketrampilannya, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa serta kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberikan penilaian dan kritik terhadap sesuatu. Banyak faktor yang dapat mendorong karyawan untuk lebih semangat dan bergairah, sehingga dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan. Adapun cara yang paling tepat adalah tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan serta tujuan yang ingindicapai. Faktor yang menjadi indikator bagi motivasi kerja menurut Nitisemo (1992) adalah : 1. Produktivitas Kerja Penilaian turun atau rendahnya produksi tahun ini dengan tahun sebelumnya hal ini disebabkan karena kelalaian, kemalasan, penundaan pekerjaan dan sebagainya. Hal tersebut merupakan suatu pertanda bahwa ada penurunan motivasi kerja. Jadi jika suatu produksi menurun maka pimpinan harus segera mencari penyebabnya karena bias saja ditimbulkan oleh motivasi kerja yang menurun atau penyebab lainnya. 2. Tingkat Absensi Tingkat absensi yang tinggi dapat mengakibatkan turunnya produktivitas kerja karena pekerjaan akan tertunda. Dengan demikian tingkat absensi yang tinggi menunjukkan adanya penurunan motivasi, untuk mengatasi hal tersebut pimpinan harus meneliti penyebabnya karena jika dibiarkan hal ini dapat berakibat buruk bagi perusahaan.
3. Perputaran Tenaga Kerja (labour turn over) Jika dalam perusahaan banyak terjadi karyawan yang masuk dan keluar, maka perusahaan harus berhati-hati karena hal ini merupakan suatu indikasi dari penurunan motivasi kerja. Hal ini perlu diperhatikan oleh perusahaan agar tidak membawa dampak kerugian bagi perusahaan. 4. Tingkat Kerusakan Tingkat kerusakan yang tinggi biasanya di sebabkan antara lain oleh kurangnya perhatian, kecerobohan dan lain sebagainya. Kerusakan tidak hanya di sebabkan oleh faktor manusia, tetapi juga karena hal yang lainnya misalnya dalam hal penyimpanan yang salah. 5. Kegelisahaan Karyawan Kegelisahaan pada karyawan menunjukkan adanya suatu masalah yang sedang dihadapi, kegelisahaan ini jika dibiarkan terus maka dapat merugikan perusahaan. 6. Tuntutan Tuntutan merupakan suatu reaksi dari ketidakpastian mengenai kebijakan yang ditetapkan perusahaan. Jika hal ini tidak segera di atasi, maka dapat berakibat kurang baik bagi kelancaran aktivitas perusahaan. 7. Pemogokan Merupakan suatu jalan akhir dari reaksi karyawan yang tidak puas terhadap kebijakan perusahaan. Hal ini merupakan indikasi yang paling kuat akan turunnya motivasi kerja.
2.5
Kerangka Pemikiran Setiap perusahaan tentu menginginkan agar karyawannya memberikan
kontribusi yang maksimal bagi perusahaan. Dalam pihak setiap karyawan bersedia bekerja dengan harapan akan memperoleh imbalan atau balas jasa yang dapat mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi kebutuhan inilah yang
mendorong
seseorang
karyawan
untuk
semangat
dalam
bekerja.
Produktivitas karyawan dalam bekerja mempengaruhi produktivitas perusahaan dan salah satu cara perusahaan dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja
karyawan adalah melalui motivasi kerja yang terus menerus diberikan perusahaan terhadap karyawannya. Meningkatkan
motivasi
kerja
karyawan
tidaklah
mudah,
karena
perusahaan harus peka akan keinginan para karyawannya. Hal-hal apa saja yang bisa memotivasi mereka lebih giat serta loyal terhadap perusahaan. Cara yang dianggap efektif untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan melaksanakan program kompensasi dan melakukan penilaian kinerja karyawan. Untuk karyawan ini merupakan tanda bahwa perusahaan peduli terhadap hasil kerja para karyawannya, sehingga karyawan akan merespon positif terhadap bentuk perhatian perusahaan tersebut dengan bekerja lebih giat, sehingga hal tersebut membantu tercapainya tujuan perusahaan. Asas kompensasi adalah keadilan dan kelayakan serta tidak melanggar peraturan pemerintah. Hal ini penting supaya kompensasi yang pernah diberikan karyawan tidak ditiadakan. Program kompensasi harus di informasikan secara terbuka dan jelas, waktu pemberiannya tepat dan sesuai dengan kebutuhan karyawan. Program kompensasi yang dilaksanakan sangat efektif oleh perusahaan dan akan meningkatkan motivasi kerja karyawan, dimana motivasi adalah salah satu yang mendorong seseorang untuk bekerja. Penilaian kinerja merupakan alat yang berfaedah tidak hanya untuk mengevaluasi kerja para karyawan, tetapi juga mengembangkan dan memotivasi kalangan karyawan. Di dalam organisasi modern, penilaian kinerja merupakan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan dan standar kinerja dan memotivasi kinerja para karyawan. Begitu besar manfaat motivasi sehingga menjadi perhatian para manajer maupun pimpinan perusahaan untuk terus berusaha memberikan motivasi bagi para karyawannya. Keberhasilan dalam memberikan motivasi tidaklah mudah dicapai, cara terbaik untuk memahami motivasi karyawan adalah dengan memahami motivasi yang berorientasi pada tujuan. Jika ingin memotivasi para karyawan, perusahaan harus melakukan apa yang harus dilakukan untuk relasi tersebut. Motivasi akan timbul jika perusahaan memperhatikan kebutuhan karyawan selain upah atau gaji yang dapat memotivasi karyawannya pada
umumnya, ternyata pemberian program kompensasi dan penilaian kinerja dapat menimbulkan motivasi kerja pada karyawan. Pemicu motivasi kerja karyawan adalah dengan pemenuhan kebutuhan dasar yang salah satu bentuknya dengan cara pemberian kompensasi bagi karyawan. Diharapkan dengan pemberian kompensasi karawan oleh perusahaan akan meningkatkan motivasi kerja karyawan yang secara tidak langsung akan menimbulkan pengaruh bagi meningkatkan produktivitas kerja perusahaan yang akhirnya akan membantu proses pencapaian tujuan perusahaan. Selain kompensasi pemicu motivasi kerja karyawan adalah dengan cara melakukan penilaian kinerja karyawan. Diharapkan dengan adanya penilaian kinerja maka para karyawan akan termotivasi untuk bekerja dan menjadikan hasil prestasi kerja sebelumnya sebagai tolok ukur untuk mencapai prestasi kerja yang lebih baik lagi untuk membantu proses pencapaian tujuan perusahaan. Dengan demikian bahwa kompensasi dan penilaian kinerja ternyata berperan penting dalam rangka memotivasi kerja karyawan. Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan dalam bagan berikut : Gambar 2.6 Kerangka Pemikiran Kompensasi Langsung : - gaji pokok - upah - insentif Tidak langsung : - tunjangan kesehatan - tunjangan hari raya - tunjangan hari tua - tunjangan keluarga - promosi jabatan - tunjangan pendidikan - tunjangan tenaga kerja
-
Penilaian kinerja
Motivasi Kerja
kesetiaan prestasi kerja kejujuran kedisiplinan kreatifitas kerjasama kepemimpinan kepribadian prakarsa kecakapan tanggung jawab
Motivasi Intrinsik : - kepuasam pribadi - pengalaman pekerjaan - kebanggaan dalam pencapaian - tantangan pekerjaan Motivasi Ekstrinsik : - gaji - pujian - promosi jabatan - pengakuan
2.6
Pengembangan Hipotesis Motivasi adalah suatu hasrat yang timbul dari dalam diri karyawan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan didalam hidupnya. Hirarki kebutuhan maslow mengemukakan ada 5 kebutuhan yang harus dipenuhi, dari dasar hingga kebutuhan yang paling tinggi atau perwujudan diri. Sehinga bila individu atau karyawan ingin memenuhi satu tingkatan kebutuhan yang lebih tinggi maka individu atau karyawan tersebut akan lebih dahulu termotivasi untuk satu tingkatan kebutuhan yang berada dibawahnya. Dalam pelaksanaan program kompensasi, perusahaan terlebih dahulu melakukan penilaian kinerja karyawan selanjutnya hasil dari pemberian kompensasi akan diikuti dengan adanya motivasi kerja yang timbul dari karyawan. Untuk itu dalam program pemberian kompensasi berarti berupaya untuk memotivasi kerja karyawan. Maka kajian ini menguji hipotesis sebagai berikut :
Gambar 2.7 Pengembangan Hipotesis
Kompensasi
Penilaian kinerja
Motivasi kerja
Simamora (2007), Penilaian Kinerja adalah proses yang di pakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksaan kerja individu karyawan. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi karyawan kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Dengan melakukan penilaian kinerja perusahaan dapat memberikan kompensasi yang setimpal atas prestasi yang telah diberikan
karyawan. Pelaksanaan penilaian kinerja yang kurang baik akan membawa pada hasil yang kurang baik pula, sehingga tidak dapat merangsang karyawan untuk semakin bertanggung jawab pada perusahaan, atau karena faktor atasan yang menilai bawahan yang menyebabkan hasil penilaian kinerja menjadi tidak memuaskan. Maka dari uraian tersebut penulis membuat hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 1,
Penilaian kinerja berpengaruh terhadap kompensasi.
Menurut Hasibuan (2007), penilaian kinerja merupakan sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai tujuan untuk mendapatkan performance kerja yang baik. Dengan penilaian kinerja berarti para bawahan mendapatkan perhatian dari atasan sehingga mendorong mereka bergairah bekerja, asalkan proses penilaian jujur dan objective serta ada tindak lanjutnya. Penilaian atasan yang tidak memuaskan menyebabkan karyawan merasa bahwa hasil penilaian prestasi tidak sesuai dengan prestasi kerja yang disumbangkan bagi perusahaan. Maka dari uraian tersebut penulis membuat hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 2, Penilaian kinerja berpengaruh terhadap Motivasi Menurut Sastrohardiwiryo (2003), bahwa kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang langsung atau barang tidak langsung yang diterima sebagai imbalan atas jasa yang diberikan oleh perusahaan. Tujuan pemberian kompensasi antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasaan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah. Oleh karena itu pemberian kompensasi merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Maka untuk mencapai tujuan perusahaan perlu diadakan program kompensasi agar dapat memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar maka manajer akan mudah memotivasi bawahannya (Hasibuan, 2007). Maka kajian ini menguji hipotesis sebagai berikut : Hipotesis 3, Kompensasi berpengaruh terhadap motivasi kerja