BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kinerja Keuangan Bank Syariah
2.1.1 Pengertian Kine rja Pengertian
kinerja
menurut
bahasa
(Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan, 1999:503) diartikan sebagai suatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan, atau kemampuan kerja. Hal ini menunjukan bahwa kinerja dapat
berupa prestasi keuangan maupun bukan keuangan. Lili M.Sadeli (1999:19) memberikan pengertian kinerja sebagai suatu pernyataan akuntansi manajemen yang membandingkan secara aktual suatu aktivitas dengan standarnya. Kinerja individu maupun lembaga harus dinilai untuk dapat mengukur capaian suatu aktivitas atau pekerjaan dan menganalisis dampak negatif dan positif dari capaian dan kebijakan yang dilakukan oleh para manajer. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa pengertian kinerja adalah suatu pernyataan atau suatu prestasi yang diperlihatkan secara akuntansi yang membandingkan secara actual suatu aktivitas atau kemampuan kerja suatu perusahaan. 2.1.2 Pengukuran Kine rja Pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui pengukuran kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja bukan keuangan (Horngren, 2000:822). Kinerja keuangan akan terlihat dari laporan pendapatan dan biaya baik secara akuntansi manajemen maupun akuntansi keuangan; sedangkan kinerja bukan keuangan adalah capaian dari aktivitas perencanaan, operasional dan pengambilan keputusan, pengendalian dan evaluasi individu, program maupun institusi/ lembaga. Ukuran kinerja dikelompokan menjadi dua, yaitu kinerja finansial dan non finansial (Horngren,2000:822); sedangkan Kaplan (1996) menyatakan bahwa kinerja dapat diukur pada empat hal yaitu: (1) Profitabilitas; (2) Kepuasan konsumen; (3) efisiensi, kualitas dan waktu; dan (4) inovasi. Kaplan (1996) 9
menjelaskan bahwa untuk tujuan strategik, kinerja dapat diukur dalam empat perspektif, yaitu: (1) perspektif keuangan; (2) perspektif pelanggan; (3) perspektif
proses bisnis internal; dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Horngen 456-467) menjelaskan tentang keempat perspektif tersebut, yaitu: (2000:
1. Financial perspective. Perspektif ini menjawab pertanyaan berapa banyak operating income diperoleh dari penggunaan sumber daya dan pengrangan
biaya yang tidak mempunyai nilai tambah,
2. Customer perspective. Perspektif ini mengidentifikasi capaian segmen pasar, pertumbuhan pelanggan baru, dan kepuasan pelanggan untuk
mencapai perspektif keuangan.
3. Internal business process perspective. Perspektif ini terfokus pada operasional intern perusahaan untuk mencapai tujuan perspektif pelanggan dan perspektif keuangan. Proses bisnis internal mengarah pada pemenuhan standar konsumen, produksi dan pengiriman ke konsumen, dan pelayanan purna jual. Joko Widodo (2001:209) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan metode untuk menilai kemajuan yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi institusi. Indikator kinerja meliputi aspek inputs, proses, outputs, outincomes, benefits, dan impacts dari kegiatan suatu organisasi. Dari pernyataan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, pengukuran kinerja dapat dilakukan dapat dilakukan melalui pengukuran kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja bukan keuangan (non financial perfrmance). 2.2
Pengertian Tingkat Kesehatan Bank Menurut (Hernawa Rachmanto, 2006) Tingkat Kesehatan Bank merupakan
hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
10
Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu
kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan
menjalankan fungsi- fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal
yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan ba ik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati- hatian, menghasilkan keuntungan yang
cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati- hatian di bidang perbankan. Dari pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tinkat kesehatan keuangan bertujuan untuk menilai kualitatif suatu perusahaan atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian rasio keuangannya. 2.3
Analisis Rasio Keuangan Menurut (Handono
Mardiyanto,
2009:51) analisis
rasio
keuangan
merupakan peralatan (tools) untuk memahami laporan keuangan (khususnya neraca dan laba-rugi). Penting untuk disadari bahwa analisis rasio bukanlah proses mekanisme membagi suatu pos lain. Analisis itu membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang berbagai aspek keuangan berikut keterkaitannya satu sama lain. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio ini akan dapat menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisis tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio perbandingan yang digunakan sebagai standar (Munawir, 2002). Rasio keuangan dapat
11
membantu dalam mengidentifikasikan beberapa kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan.
Menurut Dahlan Siamat (1993:266), analisis rasio pada dasarnya adalah
teknik yang digunakan untuk menilai sifat-sifat kegiatan operasi bank suatu
dengan cara mengembangkan ukuran- ukuran kinerja bank dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran kinerja bank yang telah distandarisasi. Penerapan teknik analisis rasio keuangan ini harus lebih dahulu diadakan keseragaman
definisi
dan
kriteria
untuk
masing- masing
komponen
variabel
rasio.
Penyeragaman tersebut perlu dilakukan untuk menjaga kosistensi dalam
penggunaan rasio dan menghindari terjadinya kesalahan interpretasi terhadap hasil analisis tersebut. Rasio yang tinggi misalnya, tidak selalu memberi penafsiran yang baik keadaan keuangan bank demikian pula sebaliknya. Teknik analisis rasio memberi gambaran atas posisi atau keadaan keuangan bank, terutama menyangkut: 1. Likuiditas 2. Struktur keuangan atau permodalan 3. Profitabilitas 4. Aktiva produktif 5. Spread 6. Risiko usaha dan 7. Efisiensi usaha bank. Dari peryataan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa rasi keuangan itu bertujuan untuk menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio keuangan yang dapat menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisis tentang baik buruknya keadaan posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio perbandingan yang digunakan sebagai standar.
12
Rasio Likuiditas Manajemen likuiditas adalah perkiraan kebutuhan bank terhadap dana untuk
memenuhi semua penarikan oleh deposan dan permintaan kredit yang telah disetujui oleh bank. Oleh karena itu rasio likuiditas merupakan teknik untuk
mengukur risiko. Ketidakmampuan bank
memenuhi kebutuhan-kebutuhan
likuiditas, yang segera harus dipenuhi (Dahlan Siamat, 1993:267).
Rasio Permodalan
Rasio permodalan ini merupakan teknik pokok dalam melakukan analisis kecukupan modal. Oleh karena itu, rasio permodalan memberikan informasi mengenai apakah modal bank cukup mndukung operasi bank dan mampu menyerap kerugian-kerugian bank yang terjadi dalam melalakukan penanaman dana atau akibat penurunan aktiva (Dahlan Siamat, 1993:271). Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas mrngukur efektivitas bank memperoleh laba. Disamping dapat dijadikan sebagai ukuran tingkat kesehatan keuangan, rasio- rasio profitabilitas ini sangat penting untuk diamati mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal bank. Teknik analisis profitabilitas ini melibatkan hubungan antara pos-pos tertentu dalam laporan perhitungan laba rugi untuk memperoleh ukuran-ukuran yang dapat digunakan indikator untuk menilai efisiensi dan kemampuan bank memperoleh laba (Dahlan Siamat, 1993:273). Rasio Risiko Usaha Rasio risiko usaha bank pada dasarnya merupakan teknik untuk mengukur risiko bank terutama yang berkaitan dengan kemungkinan timbulnya kerugian atas aktiva tertentu dalam risiko usaha lainnya seperti risiko likuiditas dan modal bank (Dahlan Siamat, 1993:275).
13
Rasio Efisiensi Usaha Rasio efisiensi usaha pada prinsipnya merupakan teknik untuk menilai
kinerja manajemen bank terutama mengenai kemampuannya untuk menggunakan faktor- faktor produksinya dengan efektif (Dahlan Siamat, 1993:276). semua
2.4
Analisis CAMELS Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat analisis yang sesuai dengan
ketentuan peraturan Bank Indonesia Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 lampiran Surat Edaran No.9/24/DPbS/2007 mengenai perihal sistem yaitu
penilaian tingkat kesehatan Bank Umum berdasarkan prinsip syariah yaitu menggunakan analisis CAMELS yang dalam penilaiannya menggunakan pendekatan CAMELS (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity dan Sensitivity Market Risk). Menurut Bank Indonesia (2003: 154), dalam melakukan penilaian atas tingkat kesehatan bank pada dasarnya dilakukan dengan pendekatan kualitatif atas berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pada tahap awal penilaian tingkat kesehatan suatu bank dilakukan dengan melakukan kuantifikasi atas komponen dari masing- masing faktor tersebut. Faktor dan komponen tersebut selanjutnya diberi suatu bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan suatu bank. Selanjutnya, penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit 0 sampai 100. Hasil penilaian atas dasar bobot dan nilai kredit selanjutnya dikurangi dengan nilai kredit atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lain yang sanksinya dikaitkan dengan tingkat kesehatan bank. Berdasarkan kuantifikasi atas komponen-komponen sebagaimana diuraikan di atas selanjutnya masih dievaluasi lagi dengan memperhatikan informasi dan aspek-aspek lain yang secara materil dapat berpengaruh terhadap perkembangan masing- masing faktor. Pada akhirnya, akan diperoleh suatu angka yang dapat menentukan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu Sehat, Cukup Sehat, Kurang Sehat, dan Tidak Sehat. (Bank Indonesia, 2003:155)
14
Berikut ini adalah faktor dan komponen yang digunakan untuk melakukan analisis ini sesuai pada lampiran Surat Edaran No.9/24/DPbS/2007.
1.
Rasio Permodalan (Capital ratio)
Rasio permodalan adalah alat pengukur untuk menilai kecukupan modal
Bank dalam mengamankan eksposur risiko posisi dan mengantisipasi eksposur
risiko yang akan muncul.
Kriteria penetapan peringkat faktor permodalan : a. Peringkat 1, mencerminkan tingkat modal secara signifikan berada lebih tinggi dari ketentuan KPMM yang berlaku dan diperkirakan tetap berada di tingkat ini untuk 12 (dua belas) bulan mendatang. b. Peringkat 2, mencerminkan tingkat modal berada lebih tinggi dari ketentuan KPMM yang berlaku dan diperkirakan tetap berada di tingkat ini serta membaik dari tingkat saat ini untuk 12 (dua belas) bulan mendatang. c. Peringkat 3, mencerminkan tingkat modal berada sedikit diatas atau sesuai dengan ketentuan KPMM yang berlaku dan diperkirakan tetap berada pada tingkat ini selama 12 (dua belas) bulan mendatang. d. Peringkat 4, mencerminkan tingkat modal sedikit dibawah ketentuan KPMM yang berlaku dan diperkirakan mengalami perbaikan dalam 6 (enam) bulan mendatang. e. Peringkat 5, mencerminkan tingkat modal berada lebih rendah dari ketentuan
2.
Rasio kualitas aktiva produktif (KAP) Rasio kualitas aktiva produktif adalah alat pengukur kemungkinan perubahan
risiko atas aktiva yang dimiliki oleh bank syariah, serta untuk mengetahui dampak atau risiko yang ditimbulkan dari pertumbuhan aktiva produktif. Kriteria penetapan peringkat faktor kualitas aset produktif: a. Peringkat 1, mencerminkan kualitas aset sangat baik dengan risiko portofolio yang sangat minimal. Kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan risiko dari pembiayaan telah dilaksanakan
15
dengan sangat baik dan sesuai dengan skala usaha bank, serta sangat
mendukung
kegiatan
operasional
yang
aman
dan
sehat
dan
didokumentasikan dan diadministrasi kan dengan sangat baik.
b. Peringkat 2, mencerminkan kualitas asset yang baik namun terdapat
kelemahan yang tidak signifikan.Kebijakan dan prosedur pembiayaan dan
pengalokasian risiko dari pembiayaan telah dilaksanakan dengan baik dan
sesuia dengan skala usaha
yang baik
serta
operasional
dan
dan
diadministrasikan dengan baik.
yang
aman
sehat
mendukung kegiatan didokumentasikan
dan
c. Peringkat 3, mencerminkan kualitas aset cukup baik namun diperkirakan akan mengalami
penurunan
apabila
tidak
dilakukan
perbaikan.
Kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelola risiko dari pembiayaan telah dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan skala usaha bank, namun masih terdapat kelemahan yang tidak signifikan atau didokumentasikan dan diadministrasikan dengan cukup baik. d. Peringkat 4, mencerminkan kualitas aset kurang baik dan diperkirakan akan mengancam kelangsungan hidup bank apabila tidak dilakukan perbaikan secara
mendasar.
Kebijakan dan prosedur pemberian
pembiayaan dan pengelolaan risiko dari pembiayaan dilaksanakan dengan kurang baik dan atau belum sesuai dengan skala usaha bank, serta terdapat kelemahan yang signifikan apabila tidak segera dilakukan tindakan korektif dapat membahayakan kelangsungan usaha bank dan atau didokumentasikan dan diadministrasikan dengan tidak baik. e. Peringkat 5, mencerminkan kualitas aset tidak baik dan diperkirakan kelangsungan hidup bank sulit untuk dapat diselamatkan. Kebijakan dan prosedur pemberian pembiayaan dan pengelolaan risiko dari pembiayaan dilaksanakan dengan tidak baik dan atau tidak sesuai dengan skala usaha bank, serta terdapat kelemahan yang sangat signifikan dan kelangsungan usaha bank sulit untuk dapat diselamatkan dan atau didokumentasikan dan diadministrasikan dengan tidak baik
16
3.
Rasio Rentabilitas (Earning) Rasio Rentabilitas adalah alat pengukur untuk mengetahui kemampuan aktiva
produktif dalam menghasilkan laba. Kriteria penetapan peringkat faktor rentabilitas:
a. Peringkat 1, mencerminkan kemampuan rentabilitas sangat tinggi untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan
prinsip akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan pembagian
keuntungan (profit distribution) telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
b. Peringkat
2,
mencerminkan
kemampuan
rentabilitas
tinggi untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsip akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan pembagian keuntungan (profit distribution) telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Peringkat 3, mencerminkan kemampuan rentabilitas cukup tinggi untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsip akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan pembagian keuntungan (profit distribution) belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Peringkat 4,
mencerminkan kemampuan rentabilitas rendah untuk
mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsip akuntansi, pengakuan pendapatan, pengakuan biaya dan pembagian keuntungan (profit distribution) belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. e. Peringkat 5, mencerminkan kemampuan rentabilitas sangat rendah untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Penerapan prinsip
akuntansi,
pengakuan pendapatan,
pengakuan biaya dan
pembagian keuntungan (profit distribution) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
17
4.
Rasio Likuiditas (Liquidity). Rasio Liquidity adalah alat pengukur untuk mengukur kemampuan bank
dalam memeuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Kriteria penetapan peringkat faktor likuiditas:
a. Peringkat
1,
mencerminkan
kemampuan
likuiditas
bank
untuk
mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan penerapan manajemen risiko
likuiditas sangat kuat.
b. Peringkat
2,
mencerminkan
kemampuan
likuiditas
bank
untuk
mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan penerapan manajemen risiko
likuiditas kuat.
c. Peringkat
3,
mencerminkan
kemampuan
likuiditas
bank
untuk
mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas memadai. d. Peringkat
4,
mencerminkan
kemampuan
likuiditas
bank
untuk
mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas lemah. e. Peringkat
5,
mencerminkan
kemampuan
likuiditas
bank
untuk
mengantisipasi kebutuhan likuiditas dan penerapan manajemen risiko likuiditas sangat lemah. 5.
Rasio Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk ) Rasio Sensitivitas terhadap risiko pasar adalah alat pengukur untuk mengukur
kemampuan modal bank untuk mencover risiko yang muncul dari perubahan nilai tukar. Kriteria penetapan peringkat faktor sensitivitas terhadap risiko pasar:
a. Peringkat 1, mencerminkan risiko sangat rendah, dan penerapan manajemen risiko pasar efektif dan konsisten. b. Peringkat 2, mencerminkan risiko relatif rendah, dan penerapan manajemen risiko pasar efektif dan konsisten. c. Peringkat 3, mencerminkan risiko moderat atau tinggi, dan penerapan manajemen risiko pasar efektif dan konsisten.
18
d. Peringkat 4, mencerminkan risiko moderat atau tinggi, dan penerapan
manajemen risiko pasar yang kurang efektif dan kurang konsisten.
e. Peringkat 5, mencerminkan risiko moderat atau tinggi, da n penerapan
Proses
manajemen risiko pasar tidak efektif dan tidak konsisten. penilaian
peringkat
kinerja
keuangan
dilaksanakan
dengan
pembobotan atas nilai peringkat faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar.
Tabel 2.1. Bobot Penilaian Kinerja Keuangan.
Rasio
Bobot
Peringkat Permodalan
25%
Peringkat Kualitas Aktiva Produktif
50%
Peringkat Rentabilitas
10%
Peringkat Likuiditas
10%
Peringkat Sensitivitas terhadap risiko pasar
5%
Sumber: Lampiran 3 SE BI no.9/24/DPbS/2007.
Peringkat faktor keuangan ditetapkan dalam 5 (lima) peringkat sebagai berikut: a. Peringkat 1, mencerminkan bahwa kondisi keuangan Bank atau UUS tergolong sangat baik dalam mendukung perkembangan usaha dan mengantisipasi perubahan kondisi perekonomian dan industri keuangan. Bank memiliki kemampuan keuangan yang kuat dalam mendukung rencana pengembangan usaha dan pengendalian risiko apabila terjadi perubahan yang signifikan pada industri perbankan. b. Peringkat 2, mencerminkan bahwa kondisi keuangan Bank atau UUS tergolong
baik
dalam
mendukung
perkembangan
usaha
dan
mengantisipasi perubahan kondisi perekonomian dan industri keuangan. Bank atau UUS memiliki kemampuan keuangan yang memadai dalam
19
mendukung rencana pengembangan usaha dan pengendalian risiko
apabila terjadi perubahan yang signifikan pada industri perbankan.
c. Peringkat 3, mencerminkan bahwa kondisi keuangan Bank atau UUS
tergolong cukup baik dalam mendukung perkembangan usaha namun masih rentan/lemah dalam mengantisipasi risiko akibat perubahan kondisi
perekonomian dan industri keuangan. Bank memiliki kemampuan
keuangan untuk mendukung rencana pengembangan usaha namun dinilai
belum memadai untuk pengendalian risiko apabila terjadi kesalahan
dalam kebijakan dan perubahan yang signifikan pada industri perbankan d. Peringkat 4, mencerminkan bahwa kondisi keuangan Bank atau UUS
tergolong kurang baik dan sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dan industri keuangan. Bank mengalami kesulitan keuangan yang berpotensi membahayakan kelangsungan usaha. e. Peringkat 5, mencerminkan bahwa kondisi keuangan Bank atau UUS yang buruk
dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi
perekonomian, serta industri keuangan.
Bank
mengalami
kesulitan
keuangan yang membahayakan kelangsungan usaha. 2.5
Pengertian Pe rbankan Syariah Menurut UU RI No 21 tahun 2008 Pasal 1 Ayat 1, pengertian Perbankan
Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berikut ini penjelasan mengenai pengertian Bank, Bank Syariah, Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Unit Usaha Syariah yang diambil dari Pasal 1 UU RI No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, yakni antara lain : 1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
20
2. Bank Syariah adalah Bank
yang
menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
3. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4. Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor
induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. Adapun Asas dan Tujuan Perbankan Syariah yang tercantum pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU RI No.21 tahun 2008 yaitu, “Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian”. Yang dalam kegiatan usaha yang tidak mengandung riba, maisir, gharar, objek haram, dan menimbulkan kezaliman. Sedangkan yang dimaksud dengan berasaskan demokrasi ekonomi adalah kegiatan usaha yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. Tujuan dari perbankan syariah adalah menunjang pelaksanaan pemba ngunan nasional. 2.6
Prinsip-prinsip Ope rasional Bank Syariah.
1. Prinsip Simpanan (Al-Wadi’ah) yaitu fasilitas yang diberikan oleh bank untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah, yang diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindahbukuan, bukan untuk investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan atau deposito (Amir Machmud dan Rukmana, 2009: 27). 2. Prinsip bagi hasil, yaitu tata cara pembagian hasil usaha antara pemilik dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mudarib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana maupun antara bank 21
nasabah penerima dana. Prinsip ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
produksi pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembia yaan (Amir
Machmud dan Rukmana, 2009: 28).
3. Prinsip jual beli dan mark-up, yaitu pembiayaan bank yang diperhitungkan
secara lump-sum dalam bentuk nominal di atas kredit yang diterima nasabah
penerima kredit dari bank. Biaya bank tersebut ditetapkan sesuai
kesepakatan antara bank dengan naasbah (Amir Machmud dan Rukmana, 2009: 28).
4. Prinsip sewa, terdiri dari dua macam yaitu sewa murni (operating
lease/ijaroh) dan sewa beli (financial lease/ba’i al ta’jir) (Amir Machmud dan Rukmana, 2009: 28). 5. Prinsip jasa (fee), meliputi kekayaan non-pembiayaan yang diberikan bank, seperti kliring, inkaso, transfer, dan sebagainya (Amir Machmud dan Rukmana, 2009: 28). 2.7
Fungsi dan Peran Bank Syariah Menurut (Heri Sudarsono, 2004:39) fungsi dan peran bank syariah yang
diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial
Institution), adalah sebagai berikut: 1. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah. 2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. 3. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. 4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
22
Dari pernyataan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa fungsi dan peran bank syariah adalah menggalakkan, memelihara serta mengembangkan jasa
serta produk perbankan yang berasaskan syariah Islam, juga memiliki kewajiban untuk mendukung berdirinya aktivitas investasi dan bisnis-bisnis lainnya
sepanjang aktivitas tersebut tidak dilarang dalam Islam. 2.8
Tujuan Bank Syariah
Bank syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya sebagai berikut (Heri
Sudarsono : 2007,40 ) :
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber- muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan. Agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan mengandung unsur gharar
lain yang
(tipuan). Dimana jenis-jenis usaha tersebut
selain dilarang dalam Islam juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat; 2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi. Gunanya agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana; 3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha; 4. Untuk
menanggulangi
masalah kemiskinan,
yang pada
umumnya
merupakan program utama dari negara- negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di
dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa
pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang
perantara,
program
pembinaan
konsumen,
program
pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama;
23
5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya
inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan;
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam kepada bank non syariah. Dapat ditarik keesimpulan tujuan bank syariah adalah untuk mendukung
berdirinya aktivitas investasi dan bisnis-bisnis lainnya sepanjang aktivitas tersebut tidak dilarang dalam Islam. Prinsip utama bank Islam terdiri dari larangan atas
riba pada semua jenis transaksi; pelaksanaan aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan (equality), keadilan (fairness) dan keterbukaan (transparency); pembentukan
kemitraan yang saling menguntungkan; serta tentu saja keuntungan yang didapat harus dari usaha dengan cara yang halal. Selain itu, ada satu ciri yang khas yaitu bank Islam harus mengeluarkan dan mengadministrasikan zakat guna membantu mengembangkan lingkungan masyarakatnya.
2.9
Konsep Operasional Bank Syariah Dalam manajemen aset- liabilitas terdapat dua pendekatan sekait dengan
perlakuan terhadap sumber dana yakni Pool of Funds Approach dan Assets Allocation Approach. 2.9.1
Pool of Funds Approach Gambar 2.1. Skema Pool of Funds Penggunaan Dana
Sumber Dana
Primary Reserve
Demand Deposit
SecondaryReserve
Saving Deposit
Loan
Pool of
Time Deposit
Funds Other Securities
Borro wing
Fixed Assets
Capital Funds
Sumber: Rivai dan Arifin (2010 : 576)
24
Pendekatan Pool of Funds didasarkan pada asumsi bahwa dana yang diperoleh dari berbagai sumber diperlakukan sebagai dana tunggal sehingga
sumber dana bank tidak lagi dapat diidentifikasikan secara individual. Selain dari itu menurut Ascarya dan Yumanita (dikutip oleh Amirillah 2010) tentang
pendekatan Pool of Funds menyebutkan bahwa, “Dana yang telah dihimpun melalui prinsip Wadiah Yad Dhamanah, Mudharabah Muthlaqah, Ijarah, dan lain- lain serta setoran modal dimasukkan ke dalam pooling fund. Sumber dana paling dominan berasal dari Mudharabah Muthlaqah yang biasa mencapai lebih dari 60% dan berbentuk tabungan deposito atau obligasi. Pooling fund kemudian dipergunakan untuk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa. Pada pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diperoleh bagian bagi hasil sesuai kesepakatan awal dengan prinsip mudharabah; dari pembiayaan dengan prinsip jual beli diperoleh marjin keuntungan; sedangkan dari pembiayaan dengan prinsip sewa diperoleh pendapatan sewa. Keseluruhan pendapatan dari pooling fund ini lalu dibagihasilkan antara bank dengan semua nasabah yang menitipkan, menabung, atau menginvestasikan uangnya sesuai kesepakatan awal. Bagian nasabah akan didistribusikan kepada nasabah, sedangkan bagian bank akan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasional utama. Sementara itu, pendapatan lain seperti dari mudharabah muqayyadah (investasi terikat) dan jasa keuangan dimasukkan ke dalam laporan rugi laba sebagai pendapatan operasional lainnya.” 2.9.2
Assets Allocation Approach
Penggunaan Dana
Gambar 2.2 Skema Assets Allocation
Sumber Dana
Primary Reserve
Demand Deposit
Secondary Reserve
Saving Deposit
Loan
Time Deposit
Other Securities
Borro wing
Fixed Assets
Capital Funds
Sumber: Rivai dan Arivin, (2010:577)
25
Konsep dasar pendekatan ini adalah untuk menyanggah konsep pendekatan pool of funds yang dianggap tidak realistis dengan memperlakukan total dana
yang dihimpun sebagai sumber dana tunggal. Oleh karena itu, dalam prioritas pengalokasiannya, sumber-sumber dana bank harus diperlakukan secara individu
mempertimbangkan karakteristik masing- masing sumber dana. Misalnya, dana yang memiliki sifat perputaran cukup tinggi hendaknya diprioritaskan dalam cadangan primer dan sekunder. Sedangkan dana yang perputarannya relatif rendah
pengalokasiannya dapat diprioritaskan pada aktiva jangka panjang. Pendekatan allocation ini umumnya dianut oleh bank yang operasionalnya berdasarkan assets
prinsip unit banking system, dimana kantor cabang dapat bertindak langsung mengelola dana seperti pada kantor cabang Bank Asing (Rivai dan Arifin, 2010:577). Dapat ditarik kesimpulan bahwa dana yang dikelola bank menurut pendekatan ini tidak lagi dibedakan jenis dan sifat sumber dana, jangka waktu, serta biaya masing- masing bank. Selanjutnya dana tersebut dialokasikan ke dalam berbagai bentuk berdasarkan prioritas dan strategi penggunaan dana. Pool of Funds umumnya dianut oleh bank yang operasionalnya berdasarkan prinsip branch banking system seperti di Indonesia dimana kebijakan pengelolaan dana adalah wewenang kantor pusat sehingga biasanya dipusatkan di Divisi Treasury sedangkan pendekatan assets allocation ini umumnya dianut oleh bank yang operasionalnya berdasarkan prinsip unit banking system, dimana kantor cabang dapat bertindak langsung mengelola dana seperti pada kantor cabang Bank Asing. (Rivai dan Arifin, 2010:576). 2.10 Laporan Keuangan Bank Syariah 2.10.1 Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebaga i laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal informasi
26
keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga (Charles T. Horngren, 1988:137).
2.10.2 Komponen Laporan Keuangan Komponen-komponen laporan keuangan entitas syariah yang wajib
disajikan sebagai standar penyajian antara lain: 1. Neraca
Pos neraca member informasi tentang posisi keuangan perusahaan pada saat
tertentu. Dengan neraca, pemakai laporan keuangan akan dapat (1) menilai
likuiditas dan kelancaran operasi perusahaan atau organisasi, (2) menilai struktur pendanaan perusahaan, (3) menganalisis komposisi kekayaan dan potensi jasa perusahaan, dan (4) mengevaluasi potensi jasa atau sumber ekonomi yang dikuasai perusahaan (Rifqi Muhammad, 2008 :136). 2. Laporan Laba Rugi Laporan ini memberikan informasi tentang keberhasilan manajemen dalam mengelola
perusahaan.
Keberhasilan
diukur
dengan
kemampuan
menghasilkan laba yaitu selisih antara semua penghasilan (pendapatan dan untung) dan semua biaya yang diperkirakan telah mendatangkan penghasilan tersebut (Rifqi Muhammad, 2008 :136). 3. Laporan Arus kas Laporan ini memberikan informasi tentang kegiatan manajemen selama satu periode dalam mengelola kas. Melalui laporan arus kas, pemakai laporan dapat mengevaluasi kegiatan manajemen dalam operasi, investasi, dan pendanaan (Rifqi Muhammad, 2008:136). 4. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan ini merupakan penghubung antara laporan laba rugi dan neraca Laba rugi transaksi modal neto akan masuk dalam laporan perubahan modal sehingga akhir akan diperoleh. Pemasukan angka laba dan perbahan modal neto kea kun modal akan merupakan suatu proses yang disebut tutup buku (Rifqi Muhammad, 2008:136). 5. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat
27
Laporan ini merupakan informasi keuangan yang berisi rekapitulasi
penerimaan zakat yang dikelola entitas Syariah sebagai pelaksana fungsi
Baitul Maal. Penerimaan zakat bisa berasal dari individu dari dalam entitas
Syariah seperti pemilik, manajemen, dan karyawan. Individu di luar entitas
Syariah juga bisa menyalurkan kewajiban zakatnya melalui entitas Syariah
yang menyelenggarakan fungsi Baitul Maal (Rifqi Muhammad, 2008:136). 6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan
Laporan ini berisi informasi penerimaan dana kebajikan dari beberapa
komponen yang mungkin diterima oleh entitas syariah seperti infaq,
shodaqoh, hasil pengelolaan dana wakaf sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf), pengembalian dana kebajikan produktif, denda, dan pendapatan non hilal lainnya. (Rifqi Muhammad, 2008:137). 7. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan harus disajikan secara sistematis setiap pos dalam Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Laporan Sumber dan Penggunaan Kebajikan, harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan keuangan mengungkapkan: a. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebajikan akuntansi yang dipilih dan ditetapkan terhadap peristiwa dan transaksi yang penting (Rifqi Muhammad, 2008:137). b. Informasi yang diwajibkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan tetapi tidak disajikan di Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas; Laporan Perubahan
Ekuitas; Laporan Sumber dan
Penggunaan Dana Zakat; dan Laporan Penggunaan Dana Kebajikan (Rifqi Muhammad, 2008:137). c. Informasi tambahan yang tidak disajikan dalam laporan keuangan tetapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar (Rifqi Muhammad, 2008:137). 28
2.11 Penelitian Terkait Sebelumnya telah ada beberapa peneliti yang mengunakan analisis tingkat
kesehatan keuangan sebagai alat analisisnya. Dalam mengukur tingkat kesehatan bank, terdapat berbagai variasi mengenai tingkat kesehatan salah satunya suatu
yaitu rasio keuangan. Berikut ini adalah para peneliti yang pernah meneliti kinerja keuangan suatu bank, antara lain : 1. Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati (2007), berdasarkan hasil penelitian pada
17 bank dengan tahun dasar 1997-2001 maka diperoleh kesimpulan bahwa:
CAMEL pada tahun 1996-2000 berpengaruh signifikan terhadap ROA
tahun 1998-2001. CAMEL pada tahun 1997 tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA tahun 1998. CAMEL pada tahun 1999 berpengaruh signifikan terhadap ROA tahun 2000. CAMEL pada tahun 2000 berpengaruh signifikan terhadap ROA tahun 2001. Kussudyarsana Dkk (2007) bahwa tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat di Sragen tahun 2003-2005 merupakan bank yang sehat, Luciana Spica Almalia Dkk (2005) bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi atau daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan bank yang mengalami kebangkrutan, Abdul Anwar Sarker (2000) yang menilai sistem konteks perbankan syariah Islam merupakan lembaga keuangan yang perspektif, dan Keshar J. Nepal (2005) bahwa indikator dari komponen CAMEL berbeda menunjukan kesehatan bank yang kuat. 2. Farhani. Judul penelitiannya adalah Analisis Tingkat Kesehatan PT.Bank Agroniaga Tbk dengan Menggunakan Metode Camels. Tujuannya untuk mengetahui dan menganalisis kesehatan PT.Bank Agroniaga Tbk. Teknik analisisnya yakni metode Camels sesuai dengan PBI No.6/10/PBI/2004 yang diatur melalui ketentuan SE BI No.6/23/DPNP. Hasil penelitiannya yaitu PT.Bank Agroniaga tbk. pada tahun 2005, 2007, dan 2008 memperoleh predikat “Baik”, sedangkan untuk tahun 2006 memperoleh predikat “Cukup Baik”. 3. Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas. Judul penelitiannya adalah Analisis Rasio Camel terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada 29
Lembaga Perbankan Periode 2000-2002.
Tujuannya adalah
untuk
memberikan bukti empiris tentang faktor- faktor yang mempengaruhi
kondisi kebangkrutan
dan
kesulitan
keuangan
perusahaan.
Objek
penelitiannya antara lain 16 bank sehat, 2 bank yang mengalami
kebangkrutan, dan 6 bank yang mengalami kondisi kesulitan keuangan.
Teknik analisis data menggunakan metode statistik regresi logistik untuk
pengujian hipotesis. Adapun faktor- faktor yang diuji adalah rasio Camel sesuai dengan ketentuan BI, yaitu CAR, ATTM, APB, NPL, PPAP,
pemenuhan PPAP, ROA, ROE, NIM, BOPO, dan LDR. Hasil pene litiannya
adalah rasio keuangan Camel memiliki daya prediksi untuk kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan kondisi bank yang mengalami kebangkrutan. CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM, dan BOPO secara statistik berbeda untuk kondisi bank yang bangkrut dan mengalami kesulitan keuangan dengan bank yang tidak bangkrut dan tidak mengalami kesulitan keuangan. Hanya CAR dan BOPO yang secara statistik signifikan untuk memprediksi kondisi kebangkrutan dan kesulitan keuangan pada sektor perbankan. 4. Yunanto Adi Kusumo. Judul penelitiannya adalah Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah Mandiri Periode 2002-2007 dengan pendekatan PBI No.9/1/PBI/2007. Tujuannya yaitu untuk mengetahui kinerja keuangan BSM untuk periode 2002-2007. Objek penelitiannya adalah Bank Syariah Mandiri.
Teknik
analisisnya
menggunakan
pendekatan
PBI
No.9/1/PBI/2007 yaitu metode Camels. Rasio yang digunakan adalah rasio utama yaitu KPMM, KAP, NOM, STM, dan MR sesuai dengan ketentuan BI. Hasil penelitiannya antara lain rasio modal sangat kuat, rasio KAP cukup baik, rasio rentabilitas sangat baik, rasio likuiditas sangat kuat, dan rasio sensitivitas terhadap pasar sangat lemah. 5. Sri Pujiyanti dan E.Susi Suhendra. Judul penelitiannya adalah Analisis Kinerja Keuangan mengenai Tingkat Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode Camel (Studi Kasus pada PT.Bank Negara Indonesia Tbk. Dan PT.Bank Bukopin Tbk. Periode 2006-2008). Tujuannya yaitu untuk 30
mengetahui tingkat kesehatan PT.Bank Negara Indonesia Tbk. Dan
PT.Bank Bukopin Tbk. Periode 2006-2008. Objek yang diteliti adalah
PT.Bank Negara Indonesia Tbk dan PT.Bank Bukopin Tbk. Teknik analisis
data menggunakan rasio Camel antara lain CAR, KAP, NPM, ROA, BOPO,
dan LDR. Hasil penelitiannya yaitu Bank Bukopin lebih sehat dibanding
Bank BNI.
Dari telaah pustaka di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian-
penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang penulis lakukan
yaitu bahwa sama-sama menggunakan rasio keuangan sebagai alat analisis data,
kecuali penelitian Luciana dan Winny dimana rasio keuangan digunakan sebagai faktor- faktor yang diuji. Namun demikian terdapat beberapa perbedaan antara penelitian-penelitian yang telah dilakukan di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh Penulis. Adapun letak perbedaannya antara lain sebagai berikut : 1. Objek penelitian. Kecuali dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunanto, objek penelitian yaitu perusahaan perbankan yang diteliti berbeda. 2. Tahun data penelitian. Meskipun terdapat kesamaan objek penelitian dengan Yunanto, Penulis membedakan tahun data penelitian yaitu periode tahun 2006-2010 sehingga tren yang dihasilkan akan memiliki kecenderungan yang berbeda. 3. Alat analisis data. Empat penelitian sebelumnya menggunakan metode Camel dengan pendekatan PBI No.6/10/PBI/2004 dengan ketentuan yang diatur dalam SE BI No.6/23/DPNP. Sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis
menggunakan
metode
Camels
dengan
pendekatan
PBI
No.9/1/PBI/2007 dengan ketentuan rasio keuangan yang diatur dalam SE BI No.9/24/DPbS.
31
2.12 Kerangka Pe mikiran
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis penelitian ini, maka
Penulis menyajikan suatu kerangka pemikiran untuk dijadikan suatu pedoman
dalam melakukan penelitian yang akan dilakukan.
Gambar 2.3. Kerangka Pe mikiran
PT Bank Syariah Mandiri
Laporan Keuangan Publikasi Periode 2006-2011
Pendekatan PBI No.9/1/PBI/2007 Yaitu Metode CAMLES
Lampiran S BI No.9/24/DPbS tahun 2007 yaitu analisis Metode CAMELS
Aspek Rasio Keuangan (Rasio Utama dan penunjang: KPMM, ECR, KAP, NPF, NOM, ROA, ROE, STM, Translasi Nilai Tukar)
Tingkat Kesehatan Bank
Berdasarkan gambar kerangka pemikiran di atas maka dapat ditarik suatu proposisi sebagai berikut:
32
1. Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui
penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas,
likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat
menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas
pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan
berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter.
2. Untuk menilai kesehatan keuangan suatu bank dilihat dan menganalisis
laporan keuangannya. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misal, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misal
informasi keuangan segmen
industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan harga. 3. Dengan menganalisis laporan keuangan PT. Bank Syariah Mandiri periode 2006 sampai dengan 2011 maka dapat diketahui tingkat kesehatan bank melalui perhitungan yang sesuai dengan peraturan PBI No.9/1/PBI/2007 yaitu metode CAMELS, namun dalam menilai kesehatan bank hanya melihat dari rasio keuangannya saja yaitu Capital, Asset, Earning, Liquidity, Sensitivity to market risk yang didalamnya terdapat rasio utama keuangan dan rasio penunjangnya yaitu, KPMM, ECR, KAP, NPF, NOM, ROA, ROE, STM, Translasi Nilai Tukar. Dari hasil analisis tersebut dapat menilai kondisi kesehatan Bank Syariah Mandiri periode 2006-2011 apakah tergolong sehat, cukup sehat, dan tidak sehat, penilaian tersebut berdasarkan bobot dan kategori peringkat yang telah ditentukan pada peraturan Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007.
33