BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mengenal Teh Menurut silsilah kekerabatan dalam ilmu botani, tanaman teh tergolong dalam: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Guttiferales
Famili
: Tehaceae
Genus
: Camellia Teh dapat tumbuh subur di daerah pegunungan di wilayah yang beriklim
tropis. Suhu yang ideal untuk tanaman teh adalah 14-250 C. Teh membutuhkan sinar matahari yang cukup dan hujan yang merata sepanjang tahun, minimum curah hujan 2.000 mm/tahun. Teh mempunyai sifat hydriscopic, yaitu cepat menghisap air dari udara. Tanaman teh tumbuh subur di daerah berketinggian 200-2.000 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi letak permukaan daerah semakin baik mutu teh yang dihasilkan, dan jika dibiarkan tumbuh liar dapat mencapai tinggi 9 m. Teh Assanica dapat mencapai tinggi 12-20 m, di perkebunan teh biasanya dipangkas secara berkala sehingga tingginya hanya mencapai satu meter, hal ini bertujuan untuk memudahkan proses pemetikan dan supaya menghasilkan kualitas tunas atau pucuk daun teh yang lebih baik. Teh dapat dipetik daunnya secara terusmenerus setelah berumur 4-5 tahun selama 40 tahun, setelah itu perlu diremajakan. Cara memetik daun teh selain mempengaruhi jumlah yang dihasilkan juga mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan. Penanaman teh dapat dilakukan dengan biji atau dengan stek daun (vegetatif propagation), yang sangat umum digunakan adalah dengan stek daun karena hasilnya lebih cepat dan lebih memuaskan. Untuk menghasilkan daun yang 9
lebih baik, tanaman ini perlu dipupuk setahun 2 kali dengan pupuk yang mengandung Nitrogen, Phospor, dan Kalium3.
2.2 Sejarah Industri Teh di Indonesia Pertama kali teh masuk di Indonesia pada tahun 1686, ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Clyer membawanya ke Indonesia. Pada saat itu, penggunaan teh bukan untuk dikonsumsi, namun hanya sebagai tanaman hias. Kemudian pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh yang memiliki khasiat cukup banyak, dan mendatangkan biji-biji teh secara besarbesaran dari Cina untuk dibudidayakan di Pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil setelah tahun 1824. Seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda,
Dr.
Van
Siebold
pernah
mengadakan
penelitian
di
Jepang
mempromosikan usaha pembudidayakan dengan bibit teh dari Jepang. Kemudian kegiatan penanaman perkebunan dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa (Culture Stelsel). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah RI, sekarang perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta4. Perkebunan teh yang diambil alih oleh pemerintah Indonesia, saat ini sebagian besar menjadi PT Perkebunan Nusantara (Badan Usaha Milik Negara di sektor pertanian). Sebagian ada yang diambil alih dan dibeli oleh pengusaha Indonesia dan menjadi Perkebunan Besar Swasta. Pada awal Repelita I hampir seluruh usaha perkebunan teh bentuk perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta, sejak Pelita I, mulai dikembangkan Perkebunan Teh Rakyat, sehingga sekarang di Indonesia ada tiga bentuk usaha perkebunan teh yaitu perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta, dan Perkebunan Rakyat.
3 4
http://www.sosro.com/indonesia/teh_botol.htm. diakses Tanggal 10 Februari 2012 http://www.sosro.com/indonesia/teh_botol.htm. diakses Tanggal 10 Februari 2012
10
2.3 Perkembangan Makro Ekonomi Terhadap Industri Teh di Indonesia Usaha perkebunan teh dan pengolahannya merupakan industri yang sudah berkembang puluhan bahkan ratusan tahun di Indonesia. Perkebunan-perkebunan teh warisan masa penjajahan Belanda, sebagian kini masih beroperasi di Indonesia dikelola oleh perusahaan perkebunan negara. Sebagian besar usaha perkebunan teh adalah usaha perkebunan rakyat. Dengan demikian tidak kecil kontribusi sektor usaha teh ini di dalam memberikan kesejahteraan kepada para petani kecil yang hidup di pedesaan. Saat ini, industri teh diperkirakan menyerap lebih dari 300.000 pekerja di seluruh Indonesia, dan menghidupi sekitar 1,2 juta buruh tani serta sekitar 1 juta pedagang eceran maupun distributor. Banyak usaha atau pekerjaan di bidang teh ini yang telah dilakukan oleh masyarakat secara turun menurun. Secara nasional kontribusi usaha teh tahun 2001, terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto masih kecil, yaitu kurang dari 0,1%. Nilai produksi sektor ini mencapai sekitar Rp 1,5 triliun dibanding nilai PDB Indonesia yang sekitar Rp 1.400 trilyun. Namun demikian, usaha ini menjadi tumpuan harapan dari banyak petani dan masyarakat desa, yang secara turun menurun keahliannya memang hanya di situ saja. Teh merupakan salah satu komoditi ekspor tradisionil Indonesia, disamping komoditi kopi, karet dan coklat. Walaupun relatif stagnan, kontribusi ekspor teh dalam penerimaan devisa negara ini tidak kecil yaitu mencakup nilai sekitar US$ 100 juta – US$ 112 juta setiap tahunnya5. Keberadaan perkebunan teh dan pengolahannya di wilayah-wilayah tertentu, umumnya memberikan dampak positif yang tidak kecil terhadap lingkungan sekitarnya. Fasilitas infrastruktur seperti jalan, dan drainage sering harus dibangun sendiri oleh pengusaha perkebunan, sehingga masyarakat di sekitar juga turut memanfaatkan sarana infrastruktur ini. Tidak sedikit perusahaan perkebunan yang juga mendirikan fasilitas–fasilitas umum di lingkungannya seperti rumah sakit atau klinik kesehatan, sekolah, tempat beribadah, dsb. Usaha perkebunan teh juga telah memberikan dampak positif terhadap perkembangan industri pengolahan minuman yang berbasis teh seperti teh botol, 5
http://binaukm.com/perkembangan-industri-teh/. diakses Tanggal 10 Februari 2012
11
teh kotak, teh celup dan sebagainya. Usaha perkebunan ini berusaha memberikan supplai bahan baku yang cukup dengan mutu yang baik dan terjaga secara konsisten, kepada para industri pengolah teh di Indonesia. Sesungguhnya perkembangan di sektor industri pengolahan teh, seperti minuman siap saji, diharapkan dapat meningkatkan rata-rata konsumsi teh dalam negeri yang saat ini masih sangat rendah.
2.4 Industri Teh Celup di Indonesia Pengaruh perkembangan teh di Indonesia diawali pada era 1960-an dengan hadirnya teh saring menggunakan tali yang kemudian akrab disebut sebagai teh celup. Seiring berjalannya waktu, pengaruh penyebutan kata "celup" untuk teh menjadi sangat kental di lingkungan masyarakat hingga saat ini. Teh celup adalah bagian dari teh saring yang menggunakan tambahan tali sebagai pengendali teh saring, dengan melakukan langkah mencelupkan teh ke dalam air. Sebaliknya, melihat fisik dari teh saring sangat mudah, yaitu teh kantung tanpa tali dengan penyajian yang lebih praktis, hanya tinggal mencampurkan teh saring ke air. Teh celup saat ini cenderung lebih disukai oleh masyarakat Indonesia, hal tersebut dikarenakan teh celup memenuhi persyaratan yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia, yakni penyajian teh yang praktis, rasa teh yang tetap terjaga, serta kebersihan dari minuman. Pola hidup masyarakat Indonesia yang semakin sibuk dengan kegiatan sehari-harinya, menuntut para produsen teh untuk lebih kreatif menciptakan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Industri-industri teh celup swasta di Indonesia sangat sensitif dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga eksistensi mereka dalam industri teh celup dapat terus dipertahankan dari waktu ke waktu. Beberapa industri teh swasta yang berkecimpung dan tetap bertahan dari waktu ke waktu yaitu, PT Teh Sariwangi (Unilever) dan PT Sinar Sosro. PT Teh Sariwangi dan PT Sinar Sosro merupakan perusahaan terbesar pertama dan kedua dalam industri teh celup di Indonesia (Marketing dan SWA, 2009). Kedua perusahaan tersebut secara konstan mempertahankan kualitas dan pelayanan, serta terus melakukan inovasi dalam upaya mempertahankan konsumennya. Berbagai 12
inovasi yang dilakukan diantaranya dengan merubah kemasan luar dengan berbagai desain, bentuk dari kemasan, dan yang terakhir dengan teknologi osmofilter pada teh Sarimurni. Dengan inovasi yang tak ada hentinya tersebut menunjukan bahwa persaingan antar perusahaan dalam industri teh celup sangat ketat dengan tujuan yang sama yaitu memuaskan konsumennya.
2.5 Khasiat Teh Terhadap Kesehatan Tubuh Manusia Teh merupakan minuman kesehatan, selain aromanya yang harum dan rasanya yang khas, ternyata teh memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Sejak jaman nenek moyang teh dipercaya memiliki berbagai manfaat untuk mengobati penyakit yang ada pada tubuh manusia. Adapun 8 manfaat mengkonsumsi teh secara umum, berdasarkan pendapat para pakar kesehatan yaitu: 1. Antioksidan dalam teh dapat melindungi tubuh dari efek polusi dan penuaan dini 2. Mengandung sedikit kafein. 1/8 cangkir kopi mengandung 135 mg kafein, sementara 1 cangkir teh hanya mengandung 30-40 mg kafein sehingga tidak membuat sakit kepala atau susah tidur 3. Mengurangi risiko serangan jantung dan stroke. Teh membuat peredaran darah lancar dan bersih. Hasil studi di Belanda memperlihatkan, orang yang minum 2-3 cangkir teh hitam perhari memiliki sedikit risiko serangan jantung daripada yang tidak pernah minum teh. 4. Perkuat tulang. Ternyata bukan hanya kalsium susu yang membuat tulang anda kuat, orang yang rutin minum teh memiliki massa tulang lebih padat. 5. Cegah Infeksi. Kandungan teh bisa memperkuat sistem kekebalan dan menangkal serangan infeksi. 6. Atasi kanker. Zat antioksidan bernama polyphenols yang ada dalam teh dapat memerangi kanker. 7. Bebas kalori. Tanpa tambahan pemanis, gula atau susu, teh tetap bebas kalori.
13
Kemudian menurut Direktorat Gizi-Departemen Kesehatan Republik Indonesia, setiap 100 gram teh mengandung berbagai bahan-bahan sebagai berikut : Tabel 5. Kandungan Mineral Dalam 100 Gram Teh No Bahan-Bahan Volume 1. Kalori 132 2. Lemak 0,7 3. Kalsium 717 4. Besi 11,8 5. Vitamin B 0,01 6. Air 7,6 7. Protein 19,5 8. Karbohidrat 67,8 9. Fosfor 265 10. Vitamin C 300
Satuan Gram Gram Miligram Miligram Miligram Gram Gram Gram Miligram Miligram
(Sumber : http//www.sosro.com/indonesia/teh_botol.htm)
2.6 Penelitian Terdahulu Menurut Panjaitan (2000) motif perilaku konsumen dalam suatu pasar berbeda-beda. Hal ini dicirikan dengan karakteristik masing-masing konsumen dalam suatu segmen pasar. Selain itu hal yang harus diperhatikan dalam memasuki usaha industri minuman khususnya teh kemasan botol adalah strategi harga dan saluran distribusi. Kegiatan saluran distribusi sebaiknya dipilih saluran distribusi insentif dan diusahakan dekat dengan konsumen. Memfasilitasi para pengecer dengan pakaian yang berlogo dan berslogan perusahaan. Media promosi yang paling tepat adalah televisi dan bentuk promosi yang mengarah kepada keputusan individu dalam mengkonsumsi teh dalam kemasan botol. Menurut Widianingrum (2001) telah melakukan penelitian terhadap responden yang berdomisili di Kodya Bekasi berjumlah 100 orang, menemukan bahwa “positioning” teh botol sosro lebih unggul dibandingkan dengan merek teh botol pesaing seperti TeKita, Hi-C dan 2 Tang karena merek-merek tersebut sulit untuk didapatkan. Dalam penelitiannya Widianingrum menetapkan ada beberapa atribut teh botol seperti produk mudah didapat, manisnya pas, aroma, mutu, higienis, kemasan bersih, kemasan dingin dan harga yang perlu diperhatikan. Widianingrum menemukan bahwa sosro adalah jenis minuman yang sering dikonsumsi oleh semua jenis kelamin, semua kelompok umur, semua kelompok pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pengeluaran perbulan ada beberapa 14
persamaan yang mengatakan bahwa produk TBS mudah didapat, mutu terjamin dan higienis. Adityo (2006), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Preferensi konsumen Terhadap Frestea, Tekita dan Teh Sosro Kemasan Botol di Kota Bogor”. Penelitian tersebut dilakukan di Kota Bogor karena Kota Bogor merupakan tempat yang menjadi awal pendistribusian Frestea. Tujuan penelitian tersebut adalah 1) mengkaji sikap konsumen terhadap Frestea, Tekita dan The Sosro dalam kemasan botol, 2) membandingkan sikap konsumen terhadap Frestea, Tekita dan Teh Sosro dalam kemasan botol, 3) Rekomendasi terhadap perusahaan berdasarkan strategi bauran pemasaran. Pengumpulan data dilakukan pada bulan November-Desember 2003. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah pengambilan sampel secara kebetulan (convenience sampling) yang termasuk ke dalam teknik pengambilan sampel non peluang. Jumlah responden yang digunakan berjumlah 100 orang dan responden diambil berdasarkan konsumen yang pernah mengkonsumsi Frestea, Tekita, dan The Sosro kemasan botol. Metode analisis data yang digunakan adalah Model Multiatribut Fishbein. Untuk melihat hasil penilaian konsumen terhadap ketiga merek produk teh kemasan botol tersebut digunakan diagram semantic differentia. Hasil penelitian di dapat bahwa dari delapan atribut yang diteliti, penilaian konsumen terhadap Frestea kemasan botol cukup baik. Dari ketiga merek yang ada Frestea dengan nilai sikap sebesar 20,00 menduduki peringkat ketiga dibandingkan dengan kedua merek lainnya yaitu Teh Sosro sebesar 26,71 dan Tekita sebesar 20,35. Hal ini dapat terjadi karena sebagai produk yang cukup baru, Frestea belum mampu memberikan kualitas serta keunikan produk yang lebih baik dari kedua produk lainnya yang lebih dahulu hadir dan dikenal oleh konsumen. Hasil analisis menggunakan diagram semantic differentia didapatkan suatu strategi pemasaran yang dimunculkan dalam strategi bauran pemasaran. Strategi bauran pemasaran mencakup strategi harga, strategi produk, strategi distribusi atau tempat dan strategi promosi. Sitorus (2005), melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Perilaku Konsumen Dalam Proses Pembelian Teh Merek Frestea di Kecamatan Bogor Tengah”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses keputusan 15
pembelian minuman teh merek Frestea, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian teh merek Frestea. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan pengambilan sampel yang merupakan kombinasi antara Accidental dan Judgement Sampling. Pengumpulan data dilaksanakan di Kecamatan Bogor Tengah pada tiga kelurahan yaitu Tegallega, Sempur, dan Paledang selama bulan Mei 2005. Pengambilan responden dilakukan di warung-warung, toko, minimarket, maupun tempat-tempat makan yang menjual Frestea. Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan Analisis Faktor dan Analisis Deskriptif. Hasil dari analisis tahap proses keputusan menunjukkan bahwa alasan yang memotivasi konsumen adalah karena rasa haus. Manfaat utama yang dicari adalah rasa segar. Pengetahuan tentang manfaat dan penampilan produk ternyata kurang berpengaruh terhadap pembelian Frestea dan alasan membeli Frestea adalah bahwa Frestea lebih menyegarkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses keputusan pembelian teh merek Frestea terdiri dari lima komponen utama, yaitu (1) faktor merek yang terdiri dari variable manfaat, kualitas kemasan, iklan/promosi, tempat pembelian dan situasi pembelian, (2) faktor internal produk terdiri dari variabel kemudahan memperoleh, pengalaman pembelian, ukuran kemasan dan kualitas produk, (3) faktor gaya hidup terdiri dari variabel kesegaran dan kepraktisan, (4) faktor pengaruh lingkungan terdiri dari variabel keluarga dan rasa haus, dan (5) faktor ekonomi yang terdiri dari variabel dan pendapatan harga.
16