BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pencemaran Udara Pencemaran udara didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu sehingga menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999). Pusparini (2002) menjelaskan bahwa konsentrasi udara ambien merupakan polutan dari sumber pencemar yang terdiri dari partikel-partikel dan gas-gas kemudian di atmosfer mendapat pengaruh dari antara lain faktor meteorologis seperti curah hujan, arah dan kecepatan angin, kelembaban udara dan temperatur serta secara bersamaan mengalami reaksi kimia. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Selanjutnya dijelaskan juga tentang sumber pencemar udara adalah setiap usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999). Tabel 2.1 menampilkan baku mutu udara ambien nasional.
5
6
Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien Nasional No.
Parameter
1.
Sulphur Dioxide (SO2)
2.
Carbon Monoxide (CO)
3.
Nitrogen Dioxide (NO2)
4.
Ozone (O3)
5.
Hydro Carbon (HC) Particulate matters < 10 µm (PM10)
6. Particulate matters < 2,5 µm (PM2,5)
Waktu pengukuran 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun 3 jam 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun 1 jam 24 jam 1 tahun
7.
Particulate (TSP)
8.
Lead (Pb)
9.
Dustfall
30 hari
10.
Total Fluorides
24 jam 90 day
11.
Fluor Index
30 hari
12. 13.
Chlor and Chlor Dioxide Sulphat Index
Baku Mutu 900 µg/Nm3 365 µg/Nm3 60 µg/Nm3 30 000 µg/Nm3 10 000 µg/Nm3 400 µg/Nm3 150 µg/Nm3 100 µg/Nm3 235 µg/Nm3 50 µg/Nm3 160 µg/Nm3 150 µg/Nm3 66 µg/Nm3 15 µg/Nm3 230 µg/Nm3 90 µg/Nm3 2 µg/Nm3 1 µg/Nm3 10 ton/km2/bulan (settlement) 20 ton/km2/bulan (Industry) 3 µg/Nm3 0,5 µg/Nm3 40 µg/100 cm2
24 jam
150 µg/Nm3
30 hari
1 mg SO2/100 cm2
Sumber: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor : 41 Tahun 1999
7
2.1.1 Sumber Pencemar Udara Sumber pencemaran udara dapat berasal dari sumber yang bergerak dan tidak bergerak. Contoh dari sumber yang tidak bergerak meliputi industri, domestik, dan pertanian. Sementara itu sumber yang bergerak, contohnya adalah kendaraan bermotor yang mencakup semua sektor transportasi seperti transportasi berbasis jalan, rel kereta api, begitu juga dengan yang berbasis air maupun udara. Sumber-sumber polusi udara dapat dikategorikan berdasarkan jenis sumber emisi, dan distribusi spasial emisi. Klasifikasi sumber polusi udara oleh United State of Environmental Protection Agency (U.S.EPA, 2005) membagi sumber polutan menjadi dua yaitu sumber antropogenik dan alami. a. Sumber Antropogenik Polusi udara antropogenik berasal dari sumber stasioner besar (industri, pembangkit listrik, dan tempat pembakaran), sumber tidak bergerak kecil (rumah tangga dan boiler komersial kecil), dan sumber bergerak (lalu lintas). Selain itu, sumber antropogenik dapat diklasifikasikan ke dalam dua sumber utama sebagai berikut:
Sumber tidak bergerak: Point dan Non-point (Area)
Sumber bergerak: On-road dan Non-road
b. Sumber alamiah Sumber emisi alamiah umumnya berasal dari sumber biologi dan geologi, antara lain bersumber dari vegetasi, tanah, gunung berapi, aktivitas
8
geothermal, angin dan kebakaran hutan. Sumber alamiah dapat dibagi menjadi 2 sumber, sebagai berikut:
Emisi biogenik berasal dari tanaman
Emisi geogenik berasal dari tanah, gunung berapi, dan aktivitas geotermal.
Sumber pencemaran berdasarkan distribusi spasial dapat dibedakan atas beberapa kategori, antara lain: a. Sumber titik/menetap (point source) Merupakan bagian sumber tidak bergerak dan biasanya berupa industri manufaktur besar yang memiliki cerobong asap atau tumpukan titik emisi yang tertutup. Di dalam sumber titik biasanya ada beberapa unit pembakaran, seperti: beberapa ketel atau boiler. Di kota-kota kecil di Asia, sumber titik bisa berupa tempat pembakaran sampah rumah sakit, ketel rumah sakit, ketel hotel, tempat pembakaran jenazah (krematorium), dan industri. Metode untuk memperkirakan emisi sumber titik (point source) adalah: pemantauan emisi secara kontinu, uji sumber, faktor emisi dikalikan faktor kegiatan, keseimbangan materi, analisis bahan bakar dan menggunakan model emisi b.
Sumber area/tersebar (area source/non-point) Merupakan bagian sumber tidak bergerak yang didefinisikan terlalu kecil atau terlalu besar untuk dianggap sebagai titik sumber. Wilayah sumber area ini mencakup sumber berjangkauan luas, seperti aktivitas memasak di
9
kawasan perumahan, pom bensin, tempat konstruksi dan pembongkaran. Di kota-kota kecil di Asia, wilayah sumber area bisa berupa kawasan perumahan, pom bensin, terminal bus, kuil, tempat servis mobil, dan tempat konstruksi. Metode untuk memperkirakan emisi sumber area (area source) adalah: survei dan kuesioner, faktor emisi dikalikan faktor kegiatan, keseimbangan materi, dan menggunakan model emisi c. Sumber garis/ bergerak (line source/mobile) Dijelaskan sebagai sumber bergerak, yang dalam hal ini adalah kendaraan yang memancarkan pencemar udara. Sumber ini dibedakan menjadi “sumber on-road”, yaitu kendaraan bermotor yang berada di jalanan, misalnya: mobil pribadi, motor, bus umum, truk kecil dan besar, bajaj dan taksi dalam berbagai bentuk, ukuran dan penggunaan bahan bakar, dan “sumber off-road”, yaitu kendaraan bermotor seperti kapal, kereta api dan pesawat. Metode untuk memperkirakan emisi sumber garis (line source) adalah: menggunakan model emisi, faktor emisi dikalikan faktor kegiatan, dan analisis bahan bakar. 2.1.2 Polutan Pencemar Udara Polutan gas diemisikan dari berbagai sumber yang dapat di identifikasi termasuk diantaranya transportasi, pembakaran bahan bakar fosil, dan lainnya. Menurut Moestikahadi (1999), beberapa polutan membentuk beberapa reaksi kimia di atmosfer sehingga penggolongan pencemar udara dapat di bagi menjadi dua yaitu :
10
1. polutan primer, misalnya: partikulat, oksida karbon, oksida sulfur, hidrooksida, oksida nitrogen 2. polutan sekunder, misalnya: ozon yang terbentuk dari reaksi antara peroxyl radikal dengan oksigen Secara fisik, bahan pencemar udara dapat berupa partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas (CO, NOx, SOx, HC) dan energi (suhu dan kebisingan). Selain itu terdapat juga polutan penyebab efek gas rumah kaca, antara lain: Carbondioxide (CO2), Methane (CH4), dan Carbonmonooxide (CO). a. Karbonmonoksida (CO) Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna (Srikandi Fardiaz, 1992). Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun (WHO, 1992). Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan
11
bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. b. Nitrogen Dioksida (NO2) Oksida Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di atmosfir yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam (Srikandi Fardiaz, 1992).. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru. Kadar NO2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru (edema pulmonari). Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas. Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10–100 kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari
12
pembakaran dan kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin. c. Hidrokarbon (HC) Menurut Srikandi Fardiaz (1992), struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan korbon dan sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan. Hidrokarbon diudara akan bereaksi dengan bahan-bahan lain dan akan membentuk ikatan baru yang disebut Plycyclic Aromatic Hidrocarbon (PAH) yang banyak dijumpai di daerah industri dan padat lalulintas. Bila PAH ini masuk
dalam
paru-paru
akan
menimbulkan
luka
dan
merangsang
terbentuknya sel-sel kanker. Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun lagi pada malam hari.
13
d. Partikulat debu (Particulate Matter (PM)) Partikulat debu (Particulate Matter/PM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. (Srikandi Fardiaz, 1992). Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Selain itu partikulat debu yang melayang dan beterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (Visibility). Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik. Selain itu, Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.
14
e. Sulfur Dioksida (SO2) Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO 2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif. Pembakaran bahan-bahan yang mengandung Sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relative masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Jumlah SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx. Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber pencemaran SOx, misalnya pembakaran
15
arang, minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara. 2.2
Inventarisasi Emisi Inventarisasi emisi merupakan kumpulan informasi secara kuantitas tentang
pencemaran udara dari keseluruhan sumber yang berada pada suatu wilayah geografis selama periode waktu tertentu. Inventarisasi emisi menyediakan informasi dari semua sumber emisi beserta lokasi, ukuran, frekuensi, durasi waktu, serta konstribusi relatif emisi. Inventarisasi emisi tersebut nantinya dapat digunakan sebagai dasar acuan untuk tindakan pencegahan terhadap pencemaran udara pada masa yang akan datang serta membantu dalam menganalisa aktivitas yang berperan dalam peningkatan pencemaran di area geografis dalam studi yang dilakukan (Canter, 1996). Selain itu, inventarisasi emisi bermanfaat untuk (Kementerian Lingkungan Hidup, 2013): (1) Mengukur beban pencemaran udara, (2) Mengukur perkembangan atau perubahan kualitas udara, (3) Sebagai data dasar untuk perencanaan/pengelolaan udara yang lebih bersih, (4) Untuk keperluan pembuatan peraturan perundangan di bidang lingkungan,
16
(5) Sebagai data dasar untuk pemodelan kualitas udara khususnya model dispersi udara. (6) Terkait dengan long-range transport, studi inventarisasi emisi bermanfaat untuk memahami penyebaran pencemar udara yang melewati batasan wilayah (transboundary). Inventarisasi emisi menyajikan perhitungan kuantitas suatu kontaminan yang diemisikan oleh sumber tertentu dan dikombinasikan dengan emisi yang berasal dari sumber lainnya. Metodologi dasar dari inventarisasi emisi menggunakan rata-rata emisi untuk setiap aktivitas yang didasarkan pada kuantitas penggunaan material seperti bahan bakar. Penting untuk diperhatikan bahwa inventarisasi emisi menampilkan perhitungan rata-rata emisi dalam periode waktu tertentu dan tidak mengindikasikan emisi yang aktual dalam satuan hari (Wilton, 2001). Sasaran utama dari inventarisasi emisi adalah untuk menganalisa sumber buangan yang mengemisikan kontaminan ke dalam atmosfer. Inventarisasi emisi dapat memberikan indikasi tentang kondisi udara di lingkungan dan gambaran kualitas udara yang ada. Dalam kaitannya dengan instrumen pengelolaan kualitas udara, inventarisasi emisi dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber permasalahan mengenai kualitas udara dan membantu dalam mengidentifikasi alternatif pengelolaan untuk menyelesaikan permasalahan pencemaran udara (Kementerian Lingkungan Hidup, 2013) .
17
Inventarisasi emisi merupakan komponen penting dari sekian banyak strategi pengelolaan kualitas udara. Komponen atau instrumen lainnya dalam strategi pengelolaan kualitas udara antara lain pemantauan, pembuatan tujuan kualitas udara, analisa dampak meteorologi, serta analisa biaya-manfaat. Inventarisasi emisi juga diperlukan untuk penentuan perencanaan yang mencakup identifikasi konstributor utama, menentukan tingkat pengendalian dan sebagai dasar pengembangan strategi pengendalian. U.S.EPA (2005) mengungkapkan bahwa inventarisasi emisi diperlukan guna penentuan perijinan suatu kegiatan yang dapat berdampak terhadap lingkungan pada suatu wilayah tertentu seperti penentuan terhadap attainment status suatu wilayah. Selain itu inventarisasi emisi diperlukan sebagai sumber informasi publik yang bersifat terbuka mengenai status kondisi kualitas udara dan sebagai alat untuk melacak emisi-emisi sepanjang waktu. Melalui inventarisasi emisi dapat diketahui dimana polusi udara diemisikan, berapa besar emisi yang dikeluarkan oleh setiap sumber dan sumber mana yang lebih efektif dan menjadi skala prioritas untuk dilakukan pengendalian emisinya. Perhitungan emisi yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan data dasar atau indeks dari operasi suatu sistem seperti jumlah dan kandungan material dari energi yang digunakan, proses alamiah, sistem penanganan kontrol emisi yang digunakan, perhitungan keseimbangan massa, dan perhitungan berdasarkan faktor emisi. Inventarisasi emisi biasanya mencakup dua komponen data penting yaitu mencakup data kategori polutan dan data kategori sumber emisi (U.S.EPA, 2005).
18
Beberapa prinsip umum dalam membangun program inventarisasi emisi udara, antara lain (U.S.EPA, 2005): a. Pemahaman akan emisi. Pengetahuan tentang besar emisi yang berasal dari berbagai sumber serta pemahaman akan jenis-jenis sumber emisi akan mempermudah dalam membuat acuan pengembangan inventarisasi b. Mengetahui kegunaan dari inventarisasi emisi. Setiap perusahaan atau lembaga mempunyai berbagai kepentingan terhadap inventarisasi emisi. Perbedaaan kepentingan ini akan berimbas pada tingkat keakuratan, kelengkapan dan dokumentasi inventarisasi. c. Memberikan batasan terhadap emisi yang akan dimasukkan dalam inventarisasi. Pembatasan ini berguna dalam hal tindakan meminimalkan jumlah emisi dari sumber yang nantinya akan menentukan kontrol. d. Fleksibilitas yang tinggi akan memberikan kemudahan dalam menentukan skenario pada waktu depan. e. Pelaporan
yang
bersifat
transparan
mengenai
emisi
dan
tindakan
penanganannya, akan memberikan kemudahan dalam pemberian kritik oleh pengambil kebijakan. f. Mengembangkan inovasi. Proses perancangan dalam pembuatan inventarisasi emisi dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan, antara lain (U.S.EPA, 2005):
19
1. Identifikasi isu utama, antara lain adanya batasan ruang lingkup dan sasaran inventarisasi emisi, kemudahan identifikasi sumber yang akan diikutsertakan dalam inventarisasi, pelaporan lebih kontekstual, identifikasi kontaminan atau pencemar yang diikutsertakan dalam inventarisasi 2. Identifikasi bahan pencemar. Inventarisasi emisi mencakup perhitungan emisi dari parameter PM10, CO, SO2, NOx, HC dan CO2. Selain itu ditambahkan pula Hazardous Air Pollutants (HAPs) seperti Benzen, PAHs dan Dioksin serta gas rumah kaca seperti N2O dan Metan. 3. Identifikasi sumber. Hampir kebanyakan bahan pencemar berasal dari sumber yang spesifik. Berdasarkn isu yang diangkat dan jenis polutan yang termasuk dalam inventarisasi maka dapat ditetapkan pula sumber-sumber emisi dalam inventarisasi. Sebagai contoh, untuk inventarisasi gas rumah kaca, maka sumber yang akan diikutsertakan mencakup aktivitas sektor transportasi, agrikultur, proses industri dan pembangkit listrik 4. Penentuan area studi 5. Distribusi spasial. Pemilihan resolusi spasial pada inventarisasi bergantung pada beberapa faktor termasuk ukuran area, pola distribusi, kondisi geografi dan meteorologi. Beberapa altenatif dalam penggambaran distribusi spasial antara lain dengan pembagian area berdasarkan grid, distribuasi spasial berdasarkan area sensus dan lain sebagainya. Pembagian area berdasarkan grid biasanya dilakukan pada wilayah studi yang besar dengan kekhasan
20
kondisi atmosfer, dimana suatu wilayah dibagi atas grid dengan ukuran yang sama dan pengukuran emisi dilakukan pada masing-masing grid. 6. Distribusi temporal. Data dipresentsikan berdasarkan durasi waktu (jam, 24 jam, bulan, musiman dan tahunan). Penentuan durasi waktu ini didasarkan atas berbagai faktor seperti aspek meteorologi. Untuk pehitungan musiman biasanya dibedakan antara musim panas dan dingin atau musim hujan dan kemarau. Walaupun inventarisasi emisi dapat digunakan pada keseluruhan area geografis, akan tetapi dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan pembaruan informasi termasuk faktor emisi, perubahan informasi (sumber yang hilang dan sumber yang baru), sehingga diperlukan pengecekan atau pengawasan secara periodik terhadap ketersediaan berbagai informasi serta perubahan-perubahan dalam pembuatan inventarisasi emisi (Canter, 1996). Menurut IPCC (2006), pelaksanaan inventarisasi harus dapat memberikan jaminan kualitas mulai dari pengumpulan data sampai pada pelaporan. Indikator dari kualitas inventarisasi meliputi beberapa hal, yaitu: a. Transparansi. Pihak di luar pelaksana inventarisasi dapat mengerti tentang bagaimana inventarisasi dilaksanakan dan mudah untuk diaplikasikan dalam skala nasional
21
b. Kelengkapan. Semua pengukuran yang berdasar pada sumber, parameter gas dan lokasi harus dilaporkan secara lengkap termasuk adanya komponenkomponen yang terlewatkan selama melakukan inventarisasi c. Konsistensi. Inventarisasi yang digunakan untuk mengetahui pola tahunan harus dihitung berdasarkan metode dan sumber data yang tetap setiap tahunnya sehingga mampu memberikan gambaran fluktuasi dari emisi yang dihasilkan d. Perbandingan. Inventarisasi emisi yang dilakukan harus dapat dibandingkan dengan inventarisasi emisi di kota atau negara lain untuk skala yang sama e. Akurasi. Adanya over/under estimate dalam perhitungan inventarisasi emisi harus dapat dipertanggungjawabkan 2.3
Faktor Emisi (FE) Faktor emisi adalah adalah nilai representatif yang menghubungkan kuantitas
suatu polutan yang dilepaskan ke atmosfer dari suatu kegiatan yang terkait dengan sumber polutan. Faktor-faktor ini biasanya dinyatakan sebagai berat polutan dibagi dengan satuan berat, volume, jarak, atau lamanya aktivitas yang mengemisikan polutan (misalnya, partikel yang diemisikan gram per liter bahan bakar yang dibakar (Wilton, 2001). Faktor emisi dapat juga didefinisikan sebagai sejumlah berat tertentu polutan yang dihasilkan oleh terbakarnya sejumlah bahan bakar selama kurun waktu tertentu. Definisi tersebut dapat diketahui bahwa jika faktor emisi suatu polutan diketahui,
22
maka banyaknya polutan yang lolos dari proses pembakarannya dapat diketahui jumlahnya per satuan waktu (Wilton, 2001). Untuk sumber bergerak faktor emisi dapat dinyatakan dalam unit : 1. Gram/kilometer (g/km), gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan diemisikan dan km menyatakan jarak tempuh kendaraan dalam waktu tertentu. 2. Gram/kilogram (g/kg), gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan diemisikan dan kg menyatakan kuantitas bahan bakar yang digunakan. 3. Gram/joule (g/J), gram menyatakan banyaknya pencemar yang akan diemisikan dan Joule menyatakan energi yang digunakan. Untuk menghitung beban emisi dengan menggunakan faktor emisi, diperlukan 3 data masukan; yaitu informasi aktivitas, faktor emisi, dan informasi tentang efisiensi peralatan pengendali emisi (apabila menggunakan faktor emisi yang tidak mempertimbangkan efisiensi peralatan pengendali). Persamaan dasar perhitungan emisi adalah (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2013): E = R x FE (tanpa pengendalian) x (100 – C)/100 dimana: E R FE C C
= Emisi = tingkat aktivitas (misalnya, jumlah materi yang diproses) = faktor emisi, dengan asumsi tanpa pengendalian = efisiensi peralatan pengendali (%) = 0, jika tidak terpasang peralatan pengendali
Persamaan (2.1) di atas akan menjadi: E = R x FE, jika menggunakan faktor emisi yang telah mempertimbangkan efek pengendalian.
23
Perkiraan emisi yang relatif akurat berdasarkan pada faktor-faktor emisi spesifik dari tiap negara dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change). IPCC menggunakan asumsi-asumsi dan mengacu pada sistem yang telah ditentukan secara nasional. Menurut IPCC (2006), perhitungan estimasi emisi dapat dilakukan dengan perolehan data dari sumber perhitungan berdasarkan kriteria: b. Tier 1: Estimasi yang didasari oleh data aktivitas dan faktor-faktor emisi (default factor). c. Tier 2: Estimasi didasari oleh kegiatan real yang akurat dan data default factor dari emisi faktor. d. Tier 3: Estimasi yang didasari oleh metoda yang spesifik untuk tiap-tiap negara, didukung oleh data aktivitas yang akurat. Berdasarkan acuan dari IPCC (2006), faktor emisi untuk CO2 dikembangkan dengan dasar kandungan unsur karbon dalam bahan bakar. Pembuatan faktor emisi untuk CH4 dan N2O lebih sulit dilakukan karena jenis polutan tersebut lebih bergantung pada teknologi yang digunakan. Perhitungan faktor emisi dilakukan dengan pertimbangan jenis bahan bakar dan tipe kendaraan (angkutan penumpang, truk, sepeda motor) yang didasari oleh jenis mesin dan teknologi kontrol yang digunakan. Selain itu pengembangan dalam pembuatan faktor emisi juga dapat dilakukan dengan memasukkan faktor-faktor lokal seperti kecepatan berkendara, temperatur, ketinggian permukaan, alat kontrol polusi.
24
Variabilitas mengacu pada kepastian bahwa sumber emisi yang berbeda akan akan menghasilkan kadar emisi yang berbeda juga (inter-unit variability) atau dapat dikatakan bahwa emisi bervariasi terhadap waktu untuk setiap sumber (intra-unit variability). Ketidakpastian mengacu pada kurangnya pengetahuan tentang kepastian nilai dari kuantitas yang tidak diketahui atau kepastian distribusi populasi yang menggambarkan variabilitas. Variabilitas maupun ketidakpastian bergantung pada waktu rata-rata. Secara umum, variabilitas pada emisi dalam kurun waktu yang singkat (contoh jam) lebih besar dibandingkan dengan kurun waktu yang panjang (contoh tahun). Sama halnya dengan variabilitas, ketidakpastian perhitungan emisi dalam rentang waktu yang singkat akan lebih besar dari pada pengukuran pada rentang waktu yang panjang. Secara umum, hal yang berpengaruh pada variabilitas emisi mencakup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2013): •
Desain yang berbeda pada sumber emisi akan menyebabkan perbedaan yang berpengaruh pada besar emisi
•
Perbedaan pada kondisi udara ambien seperti temperatur, kelembapan dan tekanan udara akan mempengaruhi emisi suatu polutan dari proses pembakaran seperti VOC dan NOx
•
Pemeliharaan peralatan juga berpengaruh terhadap perbedaan nilai efisiensi dan besar emisi yang dihasilkan Proses pengumpulan data pada sektor transportasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu perhitungan jarak tempuh kendaraan (VKT) dan tingkat kepadatan lalu
25
lintas berdasarkan model sistem transportasi atau dengan menggunakan data lalu lintas berdasarkan hasil observasi. Perhitungan emisi dilakukan dengan menggunakan data aktivitas dan faktor emisi. Dalam studi inventarisasi emisi dari sektor transportasi, maka data aktivitas yang digunakan dapat berupa jarak tempuh kendaraan (satuan km) dan jumlah pemakaian bahan bakar (satuan liter) . 2.4
Pencemaran Udara di Kota Denpasar Menurut letak geografisnya, Kota Denpasar berada diantara 08°35' 31" -
08°44' 49" Lintang Selatan dan 115°10' 23" - 115°16' 27" Bujur Timur. Kota Denpasar berbatasan dengan Kabupaten Badung disebelah utara, barat dan selatan, sedangkan disebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gianyar dan Selat Badung. Secara administratif wilayah, Kota Denpasar memiliki 4 Kecamatan, yaitu: Denpasar Selatan, Denpasar Timur, Denpasar Barat, dan Denpasar Utara. Tabel 2.2 menyajikan secara lengkap luas masing-masing kecamatan di Kota Denpasar. Sedangkan, peta Administrasi Kota Denpasar disajikan pada Gambar 2.1. Gambar tersebut disajikan lengkap dengan sebaran 4 Kecamatan dan 43 Desa/Kelurahan. Tabel 2.2 Luas Masing-Masing Kecamatan di Wilayah Kota Denpasar No. Kecamatan 1 Denpasar Selatan 2 Denpasar Timur 3 Denpasar Barat 4 Denpasar Utara (Sumber: BPS Kota Denpasar, 2010)
Luas Wilayah (ha) 4.999 2.254 2.413 3.112
Persentase (%) 38,31 19,34 18,49 23,85
26
Gambar 2.1 Peta administrasi Kota Denpasar (Sumber: BPS Kota Denpasar, 2010)
Pada tahun 2010, kepadatan penduduk di Kota Denpasar telah mencapai 6.171 jiwa/km2. Angka ini merupakan angka tertinggi di propinsi Bali. Kepadatan penduduk yang semakin meningkat akan menambah jumlah transportasi di wilayah
27
Kota Denpasar, hal ini tentu mempengaruhi kualitas udara Kota Denpasar. Bila dilihat dari sumber pencemarnya, maka pencemaran udara sumber bergerak sebagian besar bersumber dari kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun jumlahnya terus meningkat dimana pada tahun 2003 jumlah kendaraan bermotor di Kota Denpasar berjumlah 345.332 unit terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sampai tahun 2007 sebesar 481.086 unit dengan kenaikan rata-rata sebesaar 7% tiap tahunnya, seperti disajikan pada gambar berikut:
Gambar 2.2 Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Kota Denpasar tahun 2003–2008 (Sumber: BPS Kota Denpasar, 2010)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar (2008) diperoleh data tingkat pencemaran udara di Kota Denpasar dari fluktuasi beberapa parameter pencemar udara, antara lain: SO2, NO2 dan CO. Dari semua parameter yang dapat digunakan sebagai indikator cemaran lingkungan tersebut, semua wilayah Kota Denpasar masih berada di bawah ambang baku mutu
28
kualitas lingkungan yang ditetapkan. Gambaran cemaran ketiga bahan tersebut di Kota Denpasar dapat dilihat pada Gambar 2.3 sampai dengan Gambar 2.6.
Gambar 2.3 Konsentrasi Gas NO2 di Kota Denpasar Tahun 2008 (Sumber: BLH, 2008)
Gambar 2.4 Konsentrasi Gas SO2 di Kota Denpasar Tahun 2008 (Sumber: BLH, 2008)
29
Gambar 2.5 Konsentrasi Gas CO di Kota Denpasar Tahun 2008 (Sumber: BLH, 2008)
Gambar 2.6 Konsentrasi Gas HC di Kota Denpasar Tahun 2008 (Sumber: BLH, 2008)
30
2.5
Aplikasi Mobilev 3.0 Memperkirakan jumlah emisi kendaraan merupakan hal yang rumit dan sulit,
maka digunakan beberapa model emisi yang telah dikembangkan. Di dalam penelitian ini digunakan aplikasi Mobilev 3.0, dimana aplikasi ini dapat mengisi berbagai kriteria yang dibutuhkan dalam menghitung inventarisasi emisi. Berikut ini data-data yang ada di dalam aplikasi Mobilev 3.0 (PPLH Sriwijaya, 2013): -
Berbagai tipe jalan dan situasi lalu lintas
-
Tersedianya modul untuk menghitung emisi dingin (cold start emission)
-
Tersedianya berbagai jenis armada yang mewakili sub-segmen untuk setiap kategori kendaraan
-
Parameter kualitas bahan bakar yang standar sesuai
-
Modul untuk menghitung konsumsi bahan bakar yang disesuaikan dengan kondisi udara
-
Terdapat akses ke nilai default apabila diperlukan
-
Memiki gambaran yang komprehensif dari model Mobilev 3.0 merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk menghitung
emisi gas buang dari kendaraan bermotor. Model ini didasarkan pada faktor emisi diperoleh dari Handbook of Emission Faktor versi 3.1. Data masukan model termasuk arus lalu lintas harian rata-rata (average daily traffic/ADT), komposisi armada kendaraan, karakteristik fisik dari jaringan jalan utama di domain, fungsi
31
jalan, tahapan kontrol emisi (misalnya Euro I, II Euro, Euro III) dan informasi lainnya seperti gradien jalan dan kualitas bahan bakar. Dalam proses perhitungan faktor emisi, digunakan traffic count harian untuk memperkirakan volume lalu lintas dan tingkat kepadatan lalu lintas setiap jam per hari dan juga mengidentifikasikan armada menjadi subkategori yang berbeda sesuai jenis kendaraan dan tahapan emisi. Selain itu, tingkat emisi tahunan dari jaringan jalan perkotaan kemudian dapat dihitung dari hasil perhitungan model. Mobilev 3.0 juga dapat menghasilkan perkiraan emisi dingin menggunakan nilai default dari fraksi usia kendaraan pada keadaan mesin dingin (β). 2.6
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer)
yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis serta dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek serta fenomena–fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografis: masukan, keluaran, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), analisis dan manipulasi data (Aronof, 1989). Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian,
32
lokasi kota, dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, dan lain-lain. Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, dan lain sebagainya. Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area polygon (Barus dan Wiradisastra, 2000).