BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Konsep Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial kalau diartikan secara harfiah mengandung makna yang luas dan mencakup berbagai segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang suatu hal yang menjadi ciri-ciri utama dari pengertian tersebut. Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera yang berarti aman sentosa, makmur, atau selamat, artinya terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaran. Istilah ‘sosial’ berasal dari kata bahasa Latin; socius yang berarti kawan atau teman. Kesejahteraan sosial di dalam berbagai bentuk kegiatannya meliputi semua bentuk intervensi
sosial,
terutama
ditujukan
untuk
meningkatkan
kebahagiaan
atau
kesejahteraan individu, kelompok, maupun masyarakat sebagai keseluruhan. Kesejahteraan sosial dewasa ini lebih ditujukan guna mencapai produktivitas yang maksimum, setiap masyarakat perlu mengembangkan cara-cara meningkatkan kemampuan, melindungi masyarakat dari gangguan-gangguan dan masalah-masalah yang dapat mengurangi dan merusak kemampuan yang telah dimiliki. Berdasarkan konsep kesejahteraan sosial maka ada beberapa defenisi tentang kesejahteraan sosial (Sumarnonugroho T, 1987:28-33) Arthur Dunham : “Kesejahteraan sosial adalah sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pemberian bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di dalam beberapa bidang seperti kehidupan anak, kesehatan, penyesuaian sosial,, waktu senggang, standar-standar kehidupan, dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberikan perhatian utama terhadap individu-individu, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, dan kesatuan-kesatuan penduduk yang lebih luas; pelayanan ini mencakup pemeliharaan atau perawatan, penyembuhan dan pencegahan”.
Universitas Sumatera Utara
Harold L. Wilensky dan Charles N. Lebeaux : “Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada usaha-usaha pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial, untuk membantu idividu-individu dan kelompok-kelompok dalam mencapai tingkat hidup serta kesehatan yang memuaskan. Maksudnya agar individu dan relasi-relasi sosialnya memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya seta meningkatkan atau menyempurnakan kesejahteraannya sebagai manusia sesuai dengan kebutuhan masyarakat”. Walter A. Friedlander : “Kesejahteraan sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi daripada pelayananpelayanan sosial dan lembaga-lembaga, yang bermaksud untuk membantu individuindividu dan kelompok-kelompok agar mencapai standar-standar kehidupan dan kesehatan yang memuaskan, serta hubungan perorangan dan sosial yang memungkinkan mereka memperkembangkan segenap kemampuan dan meningkatkan kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga maupun masyarakat”. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) : “Kesejahteraan sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara-antara individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalahmasalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerjasama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial”. UU NO. 6 TAHUN 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, Pasal 2 (1) : “Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaikbaiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak azasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila’.
Universitas Sumatera Utara
Semua kegiatan di bidang kesejaheraan sosial memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan kegiatan-kegiatan yang lain. Adapun ciri-cirinya antara lain :
Organisasi Formal Kegiatan di bidang kesejahteraan sosial terorganisasi secara formal. Pertolongan dan pelayanan modern merupakan bentuk pertolongan yang sifatnya berbeda dengan kegiatan pertolongan tradisional. Kegiatan kesejahteraan sosial modern adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi sosial yang telah diakui masyarakat, memberikan layanan sosial secara teratur, dan pelayanan sosial tersebut merupakan fungsi utamanya.
Sumber Dana Sosial Tanggung jawab sosial merupakan unsur pokok dari pelayanan sosial kesejahteraan sosial. Mobilisasi sumber-sumber merupakan tanggung jawab masyarakat sebagai keseluruhan dalam arti dapat disediakan oleh pemerintah atau masyarakat atau secara bersama-sama. Mekanisme yang dapat dilaksanakan menurut keinginan masyarakat merupakan bagian penting bagi usaha kesejahteraan sosial. Bagi lembaga-lembaga pelayanan sosial pemerintah, mekanismenya harus mencerminkan keinginan pemerintah, karena lembaga-lembaga tersebut merupakan perwakilan pemerintah. Yang paling penting dalam tujuan program usaha kesejaheraan sosial adalah tidak mengejar keuntungan.
Untuk Kebutuhan Manusia Secara Fungsional Tujuan kebutuhan kesejahteraan sosial itu harus memandang kebutuhan-kebutuhan manusia secara keseluruhan, dan tidak hanya memandang manusia dari satu aspek saja.
Universitas Sumatera Utara
II.2. Masalah Kesejahteraan Sosial Pada dasarnya masalah kesejahteraan sosial tidak berbeda dengan masalah sosial. Namun dalam penekanannya, masalah-masalah kesejahteraan sosial lebih berhubungan dengan segenap permasalahan sosial sebagai kesulitan dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial, baik yang dialami individu, kelompok maupun masyarakat. Permasalahan yang disebabakan ketidakmampuan menjalankan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial karena adanya rintangan maupun hambatan-hambatan dalam mewujudkan nilai-nilai, aspirasi, serta pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia. Secara umum ada 2 faktor penyebab timbulnya masalah-masalah kesejahteraan sosial, yaitu : 1. Faktor dari dalam individu (intern), misalnya karena cacat fisik sehingga tidak mampu menjalankan fungsi sosial. 2. Faktor dari luar individu (ekstern), misalnya dari lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.(Rustandi, 1989:57) Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dapat diartikan sebagi berikut, yakni : perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang sedang mengalami hambatan sosial, moral dan material baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya sehingga tidak dapat melaksanakan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan minimum baik jasmani, rohani maupun sosial, oleh karenanya memerlukan bantuan orang lain atau pemerintah untuk memulihkan dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya. Adapun jenis-jenis Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, adalah sebagai berikut : - Anak Balita Terlantar - Anak Terlantar - Remaja Bermasalah Sosial
Universitas Sumatera Utara
- Lanjut usia Terlantar - Penyandang Cacat - Korban penyalahgunaan Narkoba - Tunawisma dan Tunakarya - Wanita Tunasusila - Orang Terlantar - Korban musibah Sosial lainnya. (http://www.mitranetra.or.id)
II.3. Usaha Kesejahteraan Sosial II.3.1. Konsep Usaha Kesejahteraan Sosial Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan yang secara konkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat diarahkan pada individu; keluarga; kelompok; ataupun komunitas. Berdasarkan hal di atas dapat dirasakan bahwa kesejaheraan sosial tidaklah bermakna bila tidak diterapkan dalam bentuk usaha kesejahteraan sosial yang nyata menyangkut kesejahteraan masyarakat. Dari terminologi tersebut terlihat bahwa usaha kesejahteraan sosial seharusnya merupakan upaya yang konkret (nyata) baik ia bersifat langsung (direct service) ataupun tidak langsung (indirect service), sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai upaya yang benar-benar ditujukan untuk menangani masalah ataupun kebutuhan yang dihadapi warga masyarakat, dan bukan sekedar program, pelayanan ataupun kegiatan yang lebih dititikberatkan pada upaya menghidupi organisasinya sendiri ataupun menjadikan sebagai “panggung” untuk sekedar mengekspresikan penampilan diri person dalam suatu lembaga.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Thelma Lee Mendoza, ada tiga tujuan utama yang terkait dengan kesejahteraan sosial (yang pada umumnya berhubungan dengan upaya memperoleh sumber dana yang sangat tebatas.), yaitu : 1. Tujuan yang bersifat Kemanusiaan dan Keadilan Sosial (Humanitorian and Social Justice Goals). Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan sosial banyak diarahkan pada upaya pengidentifikasian kelompok yang paling tidak mendapat perhatian; kelompok yang paling mempunyai ketergantungan; kelompok yang paling ditelantarkan; ataupun kelompok yang tidak mampu untuk menolong dirinya sendiri, dan menjadikan mereka kelompok sasaran dalam kaitan dengan upaya menjembatani sumber daya yang langka. 2. Tujuan yang terkait dengan Pengendalian Sosial (Social Control Goal). Tujuan ini berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang tidak diuntungkan; kekurangan; ataupun tidak terpenuhinya kebutuhannya dapat melakukan “serangan” (baik secara individu maupun kelompok) terhadap masyarakat (terutama yang sudah mapan). 3. Tujuan yang terkait dengan Pembangunan Ekonomi (Economic Development Goal). Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada program-program yang dirancang untuk meningkatkan produksi barang dan pelayanan yang dapat diberikan, ataupun berbagai sumber daya yang lain yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan ekonomi (Rukminto Adi, Isbandi, 1994:6-9) Usaha Kesejahteraan Sosial yang baik dan bermanfaat mengandung ciri-ciri khas : (a). Relevan: pelayanan atau bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat yang menjadi sasaran/penyandang masalah. (b). Konsisten: dilaksanakan secara terus menerus sampai terpecahkan masalah yang dialami oleh sasaran.
Universitas Sumatera Utara
(c). Aksesibel: pelayanan atau bantuan yang disediakan dapat dijangkau dan digunakan oleh sasaran. (d).Partisipasif: ketertiban semua terkait, termasuk sasaran, dalam pelaksanaan pelayanan atau bantuan (http://www.jakarta.go.id) Adapun bidang praktek pekerjaan sosial, yaitu : 1. Usaha Kesejahteraan Anak. 2. Usaha Bimbingan Kesejahteraan Keluarga. 3. Usaha Kesejahteraan Orang Lanjut Usia. 4. Usaha Kesejahteraan Para Cacat. 5. Usaha Kesejahteraan Umum ( Sumarnonugroho T, 1987: 103)
II.3.2. Usaha Kesejahteraan Para Cacat. Tahun 1981 dinyatakan sebagai International Year for Disable Persons (Tahun Internasional Orang Cacat). Hal ini merupakan perhatian khusus terhadap penderita cacat sebagai suatu tindakan atau langkah untuk mewujudkan partisipasi secara penuh para penderita cacat di lingkungan masyarakat. (Sumarnonugroho T, 1987: 113) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang cacat, disebutkan bahwa rehabilitasi pelatihan dimaksudkan agar penyandang cacat dapat memiliki keterampilan kerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Berdasarkan ketentuan tersebut perlu dilakukan berbagai upaya, untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri penyandang cacat sebagai pemenuhan hak dan kewajiban penyandang cacat. Salah satunya adalah program rehabilitasi sosial dan vokasional. Rehabilitasi sosial dan vokasional yang dalam kegiatannya mempergunakan pendekatan pekerjaan sosial yaitu menekankan bahwa membantu penyandang cacat mengatasi masalahnya melalui peningkatan dan
Universitas Sumatera Utara
pemanfaatan poensi yang ada pada diri penyandang cacat dan menghubungkan sumber di sekitarnya (Jurnal Media Informasi Penelitian No.179, Th. Ke 28 Juli-September 2004: 6)
II.4. Tujuan Dan Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial II.4.1. Tujuan Leonard Scheneiderman berdasarkan rumusan atau pendapat dari PBB dan beberapa ahli bidang kesejahteraan sosial, secara terperinci menguraikan tujuan utama dari sistem kesejahteraan sosial, yakni: a. System Maintenance Tujuan sistem ini mencakup pemeliharaan dan menjaga kesinambungan atau kelangsungan keberadaan serta tatanan nilai-nilai sosial, yang dalam hal ini berhubungan dengan : 1. Pengertian dasar dan tentang arti dan tujuan kehidupan. 2. Motivasi untuk mempertahankan kelangsungan hidup individu dan kelompok. 3. Norma-norma unuk menampilkan peranan berdasarkan umur dan jenis kelamin. 4. Norma-norma yang berhubungan dengan produksi dan distribusi barang serta pelayanan. 5. Norma-norma tentang pemecahan konflik, dan semacamnya. b. System Control Tujuannya adalah mengadakan kontrol secara efektif terhadap perilaku yang tidak sesuai atau menyimpang dari nilai-nilai sosial yang ada. Untuk mencapai tujuan ini dapat dilakukan dengan :
Universitas Sumatera Utara
1. Intensifikasi fungsi-fungsi pemeliharaan yang berupa kompensasi, resosialisasi, dan penyadaran terhadap kelompok-kelompok penduduk yang berperilaku menyimpang agar supaya dapat mengembangkan pengawasan diri (self conrol). 2. Menggunakan prosedur-prosedur hukum dan peraturan-peraturan untuk meningkatkan pengawasan eksternal dari perilaku yang meyimpang (umpama kerusakan dan kemunduran mental, kelalaian dan kekejaman orangtua, pencegahan tindakan bunuh diri, kriminalitas serta delikuensi dan semacamnya). 3. Merupakan kombinasi dari nomor (1) dengan nomor (2). c. System Change Tujuan sistem ini adalah mengadakan perubahan kearah berkembangnya suatu sistem yang lebih efektif bagi anggota masyarakat. Dalam hal ini usaha sistem kesejahteraan sosial merupakan suatu alat (instrument) unuk menghilangkan hambatan-hambatan terhadap terwujudnya : 1. Partisipasi dalam pengambilan keputtusan (decision making) secara penuh dan lebih adil. 2. Distribusi sumber-sumber yang lebih adil dan merata. 3. Penggunaan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam struktur sistem secara lebih banyak dan lebih adil.
Universitas Sumatera Utara
II.4.2. Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial Fungsi kesejahteraan sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi. Sistem kesejahteraan sosial merupakan subsistem dari masyarakat yang lebih besar yang memberikan sanksi-sanksi dan dukungan terhadapnya. Sebagai subsistem, kesejahteraan sosial mempunyai fungsi khusus yakni mengatasi masalah yang ada kaitannya dengan penyesuaian-penyesuaian sosial dan relasi-relasi sosial. Dalam penerapan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Misalnya, di negara-negara maju (industrialisasi) fungsi kesejahteraan sosial lazimnya berhubungan dengan perubahan-perubahan yang dialami perorangan. Di negara-negara yang sedang
berkembang atau sedang membangun,
fungsi kesejahteraan sosial lebih ditujukan kepada penanggulangan masalah-masalah sosial yang urgen dan dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, dan memenuhi kebutuhan langsung yang dapat dinikmati masyarakat. Pada dasarnya fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan perubahan-perubahan sosial ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang negatif terhadap pembangunan serta mencipakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Fungsi Penyembuhan dan Pemulihan (Curative/remedial dan rehabilitatif). Bertujuan untuk meniadakan hambatan-hambatan atau masalah sosial yang ada. Disamping fungsi penyembuhan ada fungsi pemulihan (rehabilitatif) terutama untuk menanamkan dan menumbuhkan fungsionalitas kembali dari dalam diri orang maupun anggota masyarakat. Fungsi penyembuhan dapat bersifat reperesif artinya bersifat menekan agar masalah sosial yang timbul tidak makin parah dan tidak menjalar.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi Pencegahan (Preventive) Dalam hal ini meliputi langkah-langkah unuk mencegah agar jangan sampai timbul masalah sosial yang baru, juga langkah-langkah untuk memelihara fungsionalitas seseorang maupun masyarakat. Fungsi Pengembangan (promotif, development) Untuk mengembangakan kemampuan orang maupun masyarakat agar dapat lebih meningkatkan fungsionalitas mereka sehingga dapat hidup secara konkret. Fungsi Penunjang (Suportif). Fungsi ini menopang usaha lain agar dapat lebih berkembang meliputi kegiatan-kegiatan yang dapat memperlancar keberhasilan, program-progarm lainnya seperti bidang kesehatan, kependudukan, dan keluarga berencana, pendidikan, pertanian dan sebagainya.(Sumarnonugroho T, 1987:4143)
II.5. Penyandang Cacat Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat adalah “Setiap orang yang mempunai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya”. Adapun pembagian penyandang cacat terdiri dari : a. Penyandang cacat fisik terdiri dari cacat tubuh (tuna daksa), cacat rungu (tuna rungu), dan cacat mata (tunanetra). b. Penyandang cacat mental terdiri dari penyandang cacat mental (tuna grahita), dan penyandang cacat Eks psikotik (tuna laras). c. Penyandang cacat fisik dan mental (tuna ganda) adalah seseorang yang menyandang dua macam kecacatan, yakni gangguan pada fungsi tubuh antara
Universitas Sumatera Utara
lain gerak tubuh , penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara serta memiliki kelainan mental/tingkah laku. (Depsos, 1999 : 52-59 dikutip dari Jurnal PKS Vol. III No.7) Mengenai hak dan kewajiban penyandang cacat disebutkan bahwa seiap penyandang cacat mempunyai kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Sedangkan kesamaan kesempatan bagi penyandang cacat dalam aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesbilitas. Selanjutnya yang dimaksud dengan aspek kehidupan dan penghidupan adalah meliputi antara lain aspek agama, kesehatan, politik, pertahanan keamanan, olahraga, rekreasi dan informasi yang layak sesuai dengan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 (tentang penyandang cacat) Bab II Pasal 6 menyatakan “Setiap penyandang cacat berhak memperoleh : 1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan dan kemampuannya. 3. Perlakuannya yang sama untuk bergerak dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya. 4. Aksesbilitas dalam rangka kemandirian. 5. Rehabilitasi, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dan 6. Hak yang sama untuk menumbuhkankembangkan, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama penandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat”.(Jurnal Media Informasi Penelitian Kesejaheraan Sosial No.156)
Universitas Sumatera Utara
II.6. Tunanetra II.6.1. Defenisi 1. Tunanetra Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya
indera
penglihatan.
Tunanetra
memiliki
keterbatasan
dalam
penglihatan antara lain : a. Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter. b. Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki. c. Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º.(Heward & Orlansky, 1988:p.296 dalam http:/www.dtplb.or.id) 2. Low Vision Berdasarkan definisi World Health Organization (WHO), seseorang dikatakan Low Vision apabila: a. Memiliki kelainan fungsi penglihatan meskipun telah dilakukan pengobatan, misalnya operasi dan atau koreksi refraksi standart (kacamata atau lensa). b. Mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari 6/18 sampai dapat menerima persepsi cahaya. c. Luas penglihatan kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi. d. Secara potensial masih dapat menggunakan penglihatannya untuk perencanaan dan atau pelaksanaan suatu tugas.
Universitas Sumatera Utara
II.6.2. Klasifikasi Tunanetra Klasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi empat yaitu: 1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan. a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan. b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesankesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan. c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi. d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihanlatihan penyesuaian diri. 2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan. a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan. b.Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal. c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.
Universitas Sumatera Utara
3. Berdasarkan pemeriksaan klinisa. a. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang penglihatan kurang dari 20 derajat. b.Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan. 4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata a. Myopia; adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif. b. Hyperopia; adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif. c. Astigmatisme; adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.
Universitas Sumatera Utara
II.6.3. Faktor-faktor Penyebab Faktor yang menyebabkan terjadinya ketunanetraan antara lain: A. Pre-natal Faktor penyebab ketunanetraan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain: a. Keturunan Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra. Ketunanetraan akibat faktor keturunan antara lain Retinitis Pigmentosa, penyakit pada retina yang umumnya merupakan keturunan. Penyakit ini sedikit demi sedikit menyebabkan mundur atau memburuknya retina. Gejala pertama biasanya sukar melihat di malam hari, diikuti dengan hilangnya penglihatan periferal, dan sedikit saja penglihatan pusat yang tertinggal. b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam
kandungan
dapat disebabkan oleh: 1) Gangguan waktu ibu hamil. 2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandungan. 3) Infeksi atau luka yang dialami oleh ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air, dapat menyebabkan kerusakan pada mata, telinga, jantung dan sistem susunan saraf pusat pada janin yang sedang berkembang.
Universitas Sumatera Utara
4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma dan tumor. Tumor dapat terjadi pada otak yang berhubungan dengan indera penglihatan atau pada bola mata itu sendiri. 5) Kurangnya vitamin tertentu, dapat menyebabkan gangguan pada mata sehingga hilangnya fungsi penglihatan. B. Post-natal Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain: a) Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras. b) Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi, yang pada ahkirnya setelah bayi lahir mengalami sakit dan berakibat hilangnya daya penglihatan. c) Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya: 1. Xeropthalmia; yakni penyakit mata karena kekurangan vitamin A. 2. Trachoma; yaitu penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis. 3. Catarac; yaitu penyakit mata yang menyerang bola mata sehingga lensa mata menjadi keruh, akibatnya terlihat dari luar mata menjadi putih. 4. Glaucoma; yaitu penyakit mata karena bertambahnya cairan dalam bola mata, sehingga tekanan pada bola mata meningkat. 5. Diabetik Retinopathy; adalah gangguan pada retina yang disebabkan karena diabetis. Retina penuh dengan pembuluh-pembuluh darah dan dapat dipengaruhi oleh kerusakan sistem sirkulasi hingga merusak penglihatan. 6. Macular Degeneration; adalah kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah dari retina secara berangsur memburuk. Anak dengan retina degenerasi
Universitas Sumatera Utara
masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek-objek di bagian tengah bidang penglihatan. 7. Retinopathy of prematurity; biasanya anak yang mengalami ini karena lahirnya terlalu prematur. Pada saat lahir masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan dari inkubator terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah menjadi tidak normal dan meninggalkan semacam bekas luka pada jaringan mata. Peristiwa ini sering menimbulkan kerusakan pada selaput jala (retina) dan tunanetra total. d) Kerusakan mata yang disebabkan terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dll. II.6.4. Karakteristik Tunanetra
1. Tunanetra a. Fisik Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata diantara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Gejala tunanetra yang dapat diamati dari segi fisik diantaranya: 1) Mata Juling 2) Sering berkedip 3) Menyipitkan mata 4) (kelopak) mata merah 5) Mata infeksi 6) Gerakan mata tak beraturan dan cepat
Universitas Sumatera Utara
7) Mata selalu berair (mengeluarkan air mata) 8) Pembengkakan pada kulit tempat tumbuh bulu mata. b. Perilaku 1) Ada beberapa gejala tingkah laku yang tampak sebagai petunjuk dalam mengenal anak yang mengalami gangguan penglihatan secara dini: menggosok mata secara berlebihan. a. Menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala atau mencondongkan kepala ke depan. b. Sukar membaca atau dalam mengerjakan pekerjaan lain yang sangat memerlukan penggunaan mata. c. Berkedip lebih banyak daripada biasanya atau lekas marah apabila mengerjakan suatu pekerjaan. d. Membawa bukunya ke dekat mata. e. Tidak dapat melihat benda-benda yang agak jauh. f. Menyipitkan mata atau mengkerutkan dahi. g.
Tidak tertarik perhatiannya pada objek penglihatan atau pada tugas-tugas yang memerlukan penglihatan seperti melihat gambar atau membaca.
h. Janggal dalam bermain yang memerlukan kerjasama tangan dan mata. i.
Menghindar dari tugas-tugas yang memerlukan penglihatan atau memerlukan penglihatan jarak jauh.
2) Penjelasan lainnya berdasarkan adanya beberapa keluhan seperti: a.
Mata gatal, panas atau merasa ingin menggaruk karena gatal.
b.
Banyak mengeluh tentang ketidakmampuan dalam melihat.
c.
Merasa pusing atau sakit kepala.
d.
Kabur atau penglihatan ganda.
Universitas Sumatera Utara
c. Psikhis Secara psikhis anak tunanetra dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Mental/intelektual Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal/awas. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, jadi ada anak yang sangat pintar, cukup pintar dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya. 2) Sosial a. Hubungan sosial yang pertama terjadi dengan anak adalah hubungan dengan ibu, ayah, dan anggota keluarga lain yang ada di lingkungan keluarga. Kadang kala ada orang tua dan anggota keluarga yang tidak siap menerima kehadiran anak tunanetra, sehingga muncul ketegangan, gelisah di antara keluarga. Akibat dari keterbatasan rangsangan visual untuk menerima perlakuan orang lain terhadap dirinya. b. Tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa masalah antara lain: a. Curiga terhadap orang lain Akibat dari keterbatasan rangsangan visual, anak tunanetra kurang mampu berorientasi dengan llingkungan, sehingga kemampuan mobilitaspun akan terganggu. Sikap berhati-hati yang berlebihan dapat berkembang menjadi sifat curiga terhadap orang lain.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengurangi rasa kecewa akibat keterbatasan kemampuan bergerak dan berbuat, maka latihan-latihan orientasi dan mobilitas, upaya mempertajam fungsi indera lainnya akan membantu anak tunanetra dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa percaya diri. b. Perasaan mudah tersinggung Perasaan mudah tersinggung dapat disebabkan oleh terbatasnya rangsangan visual yang diterima. Pengalaman sehari-hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan seorang tunanetra yang emosional. c. Ketergantungan yang berlebihan Ketergantungan ialah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri, cenderung mengharapkan pertolongan orang lain. Anak tunanetra harus diberi kesempatan untuk menolong diri sendiri, berbuat dan bertanggung jawab. Kegiatan sederhana seperti makan, minum, mandi, berpakaian, dibiasakan dilakukan sendiri sejak kecil. 2. Low Vision Beberapa ciri yang tampak pada anak low vision antara lain: a. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat. b. Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar. c. Mata tampak lain; terlihat putih di tengah mata (katarak) atau kornea (bagian bening di depan mata) terlihat berkabut. d. Terlihat tidak menatap lurus ke depan. e. Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat mencoba melihat sesuatu. f. Lebih sulit melihat pada malam hari daripada siang hari.
Universitas Sumatera Utara
g. Pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas (http:/www.dtplb.or.id)
II.7. Masalah Yang Dihadapi Penyandang Tunanetra Sebagai warga masyarakat yang dianggap tidak normal, berkelainan, atau menyimpang, para penyandang cacat mempunyai berbagai kendala dan masalah dalam kehidupannya sehari-hari. Demikian juga bagi penyandang tunanetra. Secara garis besar masalah tersebut menurut Sunardi (1993) dapat dbagi menjadi tiga,yaitu : 1. Masalah yang disebabkan kecacatannya 2. Masalah yang disebabkan oleh sikap dan penerimaan masyarakat. 3. Masalah yang disebabkan oleh belum adanya fasilitas di masyarakat yang memungkinkan mereka hidup mandiri (Yusuf Munawir, 200:36)
II.8. Kerangka Pemikiran Kesejahteraan sosial yang menyeluruh merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh negara bagi tiap-tiap warga negaranya tanpa memandang perbedaan yang ada. Dimana dalam pelaksanaannya mengatasi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat maka terdapat kegiatan-kegiatan pelayanan sosial yang menganut fungsifungsi kesejahteraan sosial. Fungsi –fungsi kesejahteraan sosial
bertujuan
mengorganisasi dari adanya disorganisasi sosial yang terjadi di masyarakat. Adapun fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain fungsi penyembuhan (curative), fungsi pencegahan (preventive), fungsi pengembangan (development), dan fungsi penunjang (supportive).
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan usaha kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat khususnya tunanetra maka YAPENTRA sebagai salah satu organisasi sosial berbentuk yayasan memberikan pelayanan sosial yang secara langsung (direct services) pada warga binaannya. Bentuk-bentuk pelayanan sosial yang diberikan merupakan penerapan daripada fungsi-fungsi kesejahteraan sosial itu sendiri. Adapun fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang diterapkan oleh YAPENTRA pada warga binaan yakni pertama fungsi penyembuhan (curative) dengan penyedian klinik mata dan kesehatan, kedua
fungsi pengembangan (development) dimana terbagi atas 2 bidang yaitu
pendidikan formal meliputi SDLB, SMPLB. SMU, Perguruan Tinggi dan Vocational School Centre. Penerapan kedua fungsi kesejahteraan sosial tersebut merupakan upaya yayasan dalam memelihara dan mengembangkan warga binaan. Dimana tujuan dari penerapan kedua fungsi tersebut yakni mengarah kepada peningkatan kesehatan dan gizi warga binaan, menjadikan warga binaan yang mandiri dan berpendidikan serta terampil.
Universitas Sumatera Utara
Bagan Kerangka Pemikiran
Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial 1. Fungsi Penyembuhan (Curative) 2. Fungsi Pencegahan (Preventif) 3. Fungsi Pengembangan (Development) 4. Fungsi Penunjang (Supportive)
Penerapan Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial Oleh YAPENTRA 1. Fungsi Penyembuhan (Curative) : Tersedia klinik mata dan kesehatan. 2. Fungsi Pengembangan (Development) a. Pendidikan Formal : SDLB SMPLB SMU Perguruan Tinggi b. Sekolah Keterampilan Khusus/ Vocational School Center (VSC) : Massage (Pijat) Pertanian Budidaya bunga Kerajinan tangan
Tujuan Yang Ingin Dicapai 1. Peningkatan kesehatan dan gizi warga binaan 2. Warga binaan yang mandiri. 3. Warga binaan yang berpendidikan. 4. Warga binaan yang terampil.
II.9. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
Universitas Sumatera Utara
II.9.1. Defenisi Konsep Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian. Konsep penelitian sangat dibutuhkan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang dapat menggambarkan tujuan penelitian (Singarimbun, 1989 : 33). Adapun konsep-konsep yang digunakan meliputi : 1. Fungsi adalah sekelompok kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha yang satu dan yang lain mempunyai hubungan yang erat untuk menyelenggarakan segi-segi tugas pokok. 2. Kesejahteraan Sosial adalah suatu sistem yang terorganisasi dari usaha-usaha pelayanan sosial yang bertujuan membantu individu, kelompok, ataupun masyarakat unuk mencapai taraf hidup yang lebih baik dan mampu berfungsi sosial. 3. Fungsi Kesejahteraan Sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi system. Dimana fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut meliputi fungsi penyembuhan (curative), fungsi pencegahan (preventif), fungsi pengembangan (development) dan fungsi penunjang (supportif). 4. Warga binaan Warga binaan adalah sekumpulan orang-orang yang memperoleh kegiatan pembinaan berupa pendidikan formal maupun keterampilan khusus yang diadakan oleh organisasi sosial yang bertujuan untuk membantu orang-orang yang bermasalah sosial menjadi berfungsi sosial kembali.
II.9.2. Defenisi Operasional
Universitas Sumatera Utara
Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberikan bagaimana mengukur suatu variable (Singarimbun, 1991 : 49). Bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam melaksanakan penelitian dilapangan. Oleh karena itu diperlukan operasionalisasi dari konsep-konsep yang digunakan untuk bertujuan menggambarkan pelaksanaan atau jalannya kegiatan dari fungsi-fungsi kesejahteraan sosial di YAPENTRA. Penerapan konsep Fungsi-fungsi Kesejahteraan Sosial yang dilakukan oleh YAPENTRA pada warga binaan, dapat dilihat melalui : 1. Fungsi Penyembuhan (Curative) 1. Penyediaan klinik mata dan kesehatan - Pemeriksaan mata rutin sekali tiga bulan. - Operasi mata - Memberikan pengobatan kesehatan b. Peningkatan gizi warga binaan -
Penyusunan draft menu makanan sehari-hari warga binaan
2. Fungsi Pengembangan (Development) a. Pendidikan Formal menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi warga binaan, yakni : SDLB, SMPLB, SMU, Perguruan Tinggi. b. Sekolah Keterampilan Khusus/Vocational School Centre (VSC) - Warga binaan yang mandiri - Warga binaan yang terampil
BAB III
Universitas Sumatera Utara