BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MATERIAL KOMPOSIT Material komposit merupakan material yang terbentuk dari kombinasi antara dua atau lebih material pembentuknya melalui pencampuran yang tidak homogen, dimana
sifat
mekanik
dari
masing-masing
material
pembentuknya
berbeda. Material komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari pada logam, memiliki kekuatan bisa diatur yang tinggi (tailorability), memiliki kekuatan lelah (fatigue) yang baik, memiliki kekuatan jenis (strength/weight) dan kekakuan jenis (modulus Young/density) yang lebih tinggi daripada logam, tahan korosi, memiliki sifat isolator panas dan suara, serta dapat dijadikan sebagai penghambat listrik yang baik, dan dapat juga digunakan untuk menambal kerusakan akibat pembebanan dan korosi (Sirait, 2010). Penjelasan
lain
tentang
komposit
juga
diutarakan
oleh
Van
Rijswijk, M.Sc, dkk (2001), dalam bukunya Natural Fibre Composites, komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik.
Ilustrasi ikatan dan sifat fisik
polimer dapat dilihat Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Komposisi komposit Ada tiga faktor yang menentukan sifat-sifat dari material komposit, yaitu: 1. Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk memegang peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat kompositnya
Universitas Sumatera Utara
2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan ukuran tiaptiap komponen penyusun struktur dan distribusinya merupakan faktor penting yang memberi kontribusi dalam penampilan komposit secara keseluruhan. 3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan campuran atau kombinasi komponen-komponen yang berbeda baik dalam hal bahannya maupun bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda (Sirait, 2010). Secara umum material komposit tersusun dari dua komponen utama yaitu matrik (bahan pengikat) dan filler (bahan pengisi). Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. Gibson (1984) mengatakan bahwa matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matrik secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur komposit. 2.2 KLASIFIKASI MATERIAL KOMPOSIT Berdasarkan bahan penguat, material komposit dapat diklasifikasikan menjadi komposit serat, komposit lamina, komposit partikel dan komposit serpihan 2.2.1 Komposit serat (fiber komposite) Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat sebagai penguat. Serat yang digunakan biasanya berupa serat gelas, serat karbon, serat aramid dan sebagainya. Serat ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman. Bila peningkatan kekuatan menjadi tujuan utama, komponen penguat harus mempunyai rasio aspek yang besar, yaitu rasio panjang terhadap diameter harus tinggi, agar beban ditranfer melewati titik dimana mungkin terjadi perpatahan (Vlack L. H., 2004). Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima
Universitas Sumatera Utara
oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Vlack L. H., 1985). Komposit yang diperkuat dengan serat dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu: a. Komposit serat pendek (short fiber composite) Berdasarkan arah orientasi material komposit yang diperkuat dengan serat pendek dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu serat acak (inplane random orientasi) dan serat satu arah. Tipe serat acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama. b. Komposit serat panjang (long fiber composite) Keistimewaan komposit serat panjang adalah lebih mudah diorientasikan, jika dibandingkan dengan serat pendek. Secara teoritis serat panjang dapat menyalurkan pembebanan atau tegangan dari suatu titik pemakaiannya. Perbedaan serat panjang dan serat pendek yaitu serat pendek dibebani secara tidak langsung atau kelemahan matriks akan menentukan sifat dari produk komposit tersebut yakni jauh lebih kecil dibandingkan dengan besaran yang terdapat pada serat panjang. Hubungan antara penguat serat dan panjang serat ditunjukkan dalam persamaan berikut ini: ๐ฟ
๐ฟ๐ = ๐๐ ๏ฟฝ1 โ ๐ ๏ฟฝ ๐ฟ๐ + ๐๐
๐ฟ๐
๐ฟ
(2.1)
๐ฟ๐ ๐ฟ๐ = ๐ท๐ 2๐๐ฆ
Universitas Sumatera Utara
dengan: ๐ฟ๐ = kekuatan tarik material komposit (N) ๐ฟ๐ = kekuatan tarik serat (N)
๐ฟ๐
= kekuatan tarik resin (N)
V f = kadar serat dalam volume (m3)
V R = kadar resin dalam volume (m3) D f = diameter serat (m) L c = Panjang kritis serat (m) L
= panjang serat (m)
2๐๐ฆ = kekuatan mulur geser pada antar muka serat dengan resin (Surdia, 1995)
Beberapa prinsip dasar tentang respon elastis terhadap tegangan dapat
diperoleh dari model mekanik dimana serat kontinu memiliki satu-arah (undirectional) dalam matrik isotropic tanpa void seperti terlihat pada Gambar 2.2a dan 2.2b di bawah ini
F
F a
F
F b
Gambar 2.2 Model pengarahan filament satu arah dalam komposit (a) paralel dan (b) seri (Smallman, 2000)
Diasumsikan bahwa rasio Poisson material serat sama dengan rasio Poisson matrik. Menggunakan notasi c, t , m, l, dan t kita dapat menengarai nilai sifat untuk komposit (c), serat (f), matrik (m), arah longitudinal (l), dan arah transversal (t). V f / V m adalah rasio fraksi volume serat dan matrik, dimana (1 - V f ) = V m . Beberapa sifat longitudinal tertentu dari komposit dapat dijabarkan dari model โparallelโ pada Gambar 2.2a dan penerapan kaidah campuran. Untuk keadaan iso regangan (isostrain), tegangan dapat saling ditambahkan dan persaaman untuk teganganan (kekuatan) dan modulus elastisitas adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
๐๐ = ๐๐. ๐๐ + ๐๐ ๐๐
dengan :
(2.2)
๐๐ = Kekuatan tarik komposit (N) ๐๐. = Kekuatan tarik serat (N)
๐๐ = Kekuatan tarik matrik (N) Modulus elastisitas komposit dapat dihitung berdasarkan ROM dengan : ๐ธ๐ = ๐๐ . ๐ธ๐ + ๐๐ . ๐ธ๐
(2.3)
dengan: ๐ธ๐ = Modulus elastisitas komposit ๐ธ๐ = Modulus elastisitas serat
๐ธ๐ = Modulus elastisitas matrik Hubungan tegangan dan modulus elastisitas komposit dijabarkan dalam persamaan berikut: ๏ฟฝ๐๐ โ๐๐ ๏ฟฝ = ๏ฟฝ๐๐ โ๐๐ ๏ฟฝ๏ฟฝ๐ธ๐ โ๐ธ๐ ๏ฟฝ
(2.4)
Apabila rasio modulus dan/atau fraksi volume serat meningkat, maka semakin banyak tegangan ditransfer ke serat. Apabila rasio modulus sama dengan satu maka komposit sedikitnya harus mengandung 50% ๐๐ โ๐๐ serat bilamana serat harus memikul beban yang sama dengan matrik.
Susunan alternatif dari serat terhadap tegangan kerja dapat dilihat pada Gambar 2.2b yaitu filamen tersusun secara seri, dimana tegangan kerja yang diberikan tegak lurus terhadap filamen. Arah orientasi serat merupakan hal penting dalam penguatan komposit, karena arah orientasi berkaitan erat dengan penyebaran gaya yang bekerja pada komposit. Distribusi dari serat paling maksimum jika arah serat paralel dengan arah pebebanan (Gambar 2.2a).
Universitas Sumatera Utara
kekuatan komposit akan berkurang dengan perubahan sudut serat, kekuatan akan melemah jika arah keduanya saling tegak lurus (Gambar 2.2b) Pada pembandingan kurva tipikal tegangan tarik terhadap regangan untuk material serat dan matrik (Gambar 2.3a) dapat dilihat bahwa regangan kritis ditentukan oleh regangan pada saat serat putus, ๐๐ , dan apabila regangan kritis ini
dilampaui komposit kehilangan efektivitasnya. Pada nilai regangan ini, ketika matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan regangan, tegangannya โฒ โฒ adalah ๐๐ . Jadi, antara limit ๐๐ dan ๐๐ , bergantung pada fraksi volume serat.
Bila jarak serat besar dan jumlahnya sedikit, maka beban yang dipikul oleh matrik
lebih besar daripada serat. Selanjutnya, sesuai kaidah campuran (ROM), kekuatan komposit turun dengan berkurangnya fraksi volume serat. Tegangan tarik
(ฯ)
ฯ
ฯf
ฯm ฯm
ฯc = ฯf Vf+ ฯm (1-Vf)
ฯf -
filamen
ฯm matrik Regangan ฮต
ฯc = ฯm (1-Vf)
ฯm
Vm VKr
Vf
Gambar 2.3 (a) Kurva tegangan-regangan untuk filamen dan matrik, (b) kebergantungan kekuatan komposit pada fraksi volume filamen kontinu (Smallman, 2000) Garis kontruksi yang menggambarkan kedua efek ini berpotongan dititik minimum, V min . (Gambar 2.3b) Jelas bahwa V f harus lebih besar dari V crit agar kekuatan-tarik matrik memanfaatkan kehadiran serat. Dengan demikian, limit atas untuk V f adalah sekitar 70% sampai 80%. Pada nilai yang lebih tinggi, Serat hanya akan merusak sesamanya. Kaidah ini hanya akan berlaku apabila V f > V min . ๐๐ = ๐๐ dan V f = V crit berlaku unutuk volume kritis serat. Dari kaidah
persamaan kita turunkan :
Universitas Sumatera Utara
โฒ )/๏ฟฝ๐ โฒ ๐๐๐๐๐ก = (๐๐ โ ๐๐ ๐ โ ๐๐ ๏ฟฝ
(2.5)
Umumnya diinginkan V crit yang rendah agar masalah dispersi dapat dikurangi dan untuk menghemat jumlah serat penguat. Serat yang sangat kuat akan memaksimalkan pembagi dan tentunya sangat membantu. Jadi suatu matrik dengan kecenderungan pengerasan regangan kuat memerlukan fraksi volume serat yang relative banyak (Smallman, 2000). 2.2.2 Komposit Laminat (laminated composite) Komposit Laminat merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabungkan menjadi satu dan setiap lapisannya memiliki karakteristik khusus. Komposit laminat ini terdiri dari empat jenis yaitu komposit serat kontinyu, komposit serat anyam, komposit serat acak dan komposit serat hibrid. Mikrostruktur lamina dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini
Gambar 2.4 Mikrostruktur lamina (courtney, 1999 dalam (Widodo, 2008))
2.2.3 Komposit Partikel (particulated composite) Komposit Partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriks. Komposit yang terdiri dari partikel dan matriks yaitu butiran (batu, pasir) yang diperkuat semen yang kita jumpai sebagai beton, senyawa komplek ke dalam senyawa komplek. Komposit partikel merupakan produk yang dihasilkan dengan menempatkan partikel-partikel dan sekaligus mengikatnya dengan suatu matriks bersama-sama
Universitas Sumatera Utara
dengan satu atau lebih unsur-unsur perlakuan seperti panas, tekanan, kelembaban, katalisator dan lain- lain. Komposit partikel ini berbeda dengan jenis serat acak sehingga bersifat isotropis. Kekuatan komposit serat dipengaruhi oleh tegangan koheren di antara fase partikel dan matriks yang menunjukkan sambungan yang baik 2.2.4 Komposit serpihan (flake komposite) Komposit serpihan terdiri atas serpihan-serpihan yang saling menahan dengan mengikat permukaan atau dimasukkan ke dalam matriks. Pengertian dari serpihan adalah partikel kecil yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang khusus dengan orientasi serat sejajar permukaannya. Sifat- sifat khusus yang dapat diperoleh dari serpihan adalah bentuknya besar dan datar sehingga dapat disusun dengan rapat untuk menghasilkan suatu bahan penguat yang tinggi untuk luas penampang lintang tertentu. Pada umumnya serpihanserpihan saling tumpang tindih pada suatu komposit sehingga dapat membentuk lintasan fluida ataupun uap yang dapat mengurangi kerusakan mekanis karena penetrasi atau perembesan. Untuk lebih jelasnya pembagian komposit dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini
Gambar 2.5 Bagan klasifikasi komposit (Ramatawa, 2008)
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Efek Orientasi Serat Terhadap Kekuatan Komposit diperkuat serat kontinu pada arah yang sama dengan arah tegangan kerja kekuatan komposit adalah kekuatan maksimal. Kekuatan komposit tipe anisotropic ini bervariasi secara linier dengan fraksi volume serat. Apabila orientasi serat membuat sudut โ
dengan arah tegangan tarik yang diterapkan, maka terjadi penurunan gradien kurva kekuatan untuk nilai V f (fraksi volume
serat) yang lebih besar dari V min . Efek pengurangan ini diperoleh dengan memasukkan faktor orientasi ฮฎ dalam persamaan kekuatan dasar yang menghasilkan:
dengan:
โฒ ๐๐ = ฮฎ๐๐ ๐๐ + ๐๐ ๐๐
(2.6)
๐๐ = Tegangan komposit (N) ฮฎ = Faktor orientasi
๐๐ = Tegangan serat (N)
๐๐ = Fraksi volume serat (m3)
โฒ ๐๐ = Tegangan dimana matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan
โregangan.
Bila sudut orientasi serat โ
bertambah mulai dari nol, maka faktor
orientasi ฮท turun menjadi kurang dari satu.
Untuk menyajikan analisis yang lebih rinci dari variasi kekuatan komposit dengan orientasi serat, lazim diterapkan teori โtegangan maksimumโ berdasarkan kenyataan bahwa ada tiga mode kegagalan komposit. Selain sudut orientasi serat โ
, terdapat tiga sifat komposit lain : kekuatan parallel dengan serat (๐๐๐ ), kekuatan
geser matrik parallel dengan serat ๐๐ , dan kekuatan tegak lurus pada serat ๐๐๐ก . Setiap mode kegagalan dinyatakan dengan persamaan yang menghubungkan kekuatan komposit ๐๐๐ dengan tegangan terurai.
Universitas Sumatera Utara
Untuk model kegagalan pertama, yang dikendalikan oleh perpatahan serat akibat tegangan tarik, berlaku persamaan : ๐๐๐ = ๐๐๐ ๐ ๐๐ 2 โ
(2.7)
Persamaan kegagalan yang dikendalikan oleh geseran pada bidang parallel dengan serat adalah : ๐๐๐ = 2๐๐ ๐๐๐ ๐๐ 2โ
(2.8)
Apabila temperature dinaikkan. Mode kegagalan ini lebih mudah terjadi pada komposit โoff-axisโ karena kekuatan geser ๐๐ turun lebih cepat dari ๐๐๐ .
Pada mode kegagalan ketiga, terjadi rupture transvers, baik di matrik atau
antar muka serat/matrik (debonding). Persamaan yang berlaku ialah : ๐๐๐ = ๐๐๐ก
(2.9)
๐๐๐ ๐๐ 2 โ
๐๐๐ Kegagalan dalam arah longitudinal
Kekuatan komposit ๐๐๐
โ
Kegagalan geser
Kegagalan dalam arah transvers
0
0
0
45
0
90
Sudut orientasi serat โ
Gambar 2.6 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat (diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah) (Smallman, 2000) Gambar 2.6 memperlihatkan bentuk karakteristik dari hubungan kekuatan komposit dan orientasi serat. Selain memperlihatkan ciri anisotropic tinggi dari
Universitas Sumatera Utara
penguatan-kontinu satu arah, juga memperlihatkan manfaat apabila nilai
โ
rendah. Perkiraan berdasarkan penerapan teori tegangan maksimum, dan hasil eksperimen menunjukkan kesesuaian dan memastikan validasi umum kurva ini. (Untuk perhitungan ini diperlukan nilai terukur dari ๐๐๐,๐๐
๐๐๐ ๐๐๐ ).
Mode
kegagalan ditentukan oleh persamaan yang menghasilkan nilai kekuatan komposit ๐๐๐ paling rendah, berarti bahwa rupture transvers dominan apabila โ
besar.
Untuk nilai โ
yang relatif rendah, kekuatan komposit turun dengan cepat, hal ini
berkaitan dengan transisi dari kegagalan โ tarik ke kegagalan geser pada serat.
Dengan eliminasi ๐๐๐ dari dua persamaan pertama dari ketiga persamaan tadi
dihasilkan sudut kritis untuk transisi ini :
๐๐ ๏ฟฝ๐๐๐ )
โ
๐๐๐๐ก = ๐ก๐๐โ1 (
(2.10)
Apabila kekuatan longitudinal sekitar sepuluh kali kekuatan geser matrik, maka sudut kritis ini adalah sekitar 60. Apabila penerapan meliputi tegangan kerja yang tidak bekerja dalam satu arah, maka masalah anisotropi dapat diselesaikan secara efektif atau diminimalkan dengan penggunaan serat-kontinu dalam bentuk tenunan kain atau laminasi. Meskipun bentuk ini lebih isotropic dibandingkan komposit satu arah, selalu terjadi penurunan kekuatan sedikit tetapi masih wajar dan penurunan kekakuan yang tak terelakkan. Serat gelas, serat karbon, dan serat aramid telah digunakan, dan kadangkadang digunakan kombinasi dari dua atau lebih jenis serat (komposit hibrida). Tersedia pula kain serat dengan berbagai pola tenun. Pada selembar kain tenun dua dimensi terdapat sejumlah serat dengan orientasi dimensi ketiga. Penguatan tiga dimensi sempurna, yang memiliki sifat dalam arah tebal yang ditingkatkan, dihasilkan dengan menumpuk lembaran kain tenun dan merajutnya dengan serat kontinu.
Universitas Sumatera Utara
Laminasi yang berbasis serat karbon dan serat aramid biasanya dipergunakan untuk aplikasi kinerja tinggi yang mencakup sistem tegangan kompleks (seperti punter dan tekuk). Satuan konstruksi berwujud lapisan komposit satu arah yang tipis, dengan tebal 50-130 ยตm. Lapisan disusun dengan cermat dengan orientasi tertentu terhadap sumbu referensi orthogonal (00 dan 900). Urutan penumpukan paling sederhana adalah (0/90/90/0). Urutan lain yang lebih isotropic adalah (0/+45/-45/-45/+45/0) dan (0/+60/-60/-60/+60/0). Penumpukan lapisan dibuat simetris terhadap bidang tengah laminasi untuk mencegah distorsi dan untuk menjamin respon merata terhadap tegangan kerja. Gelas serat pendek dengan orientasi acak banyak digunakan untuk lembaran dan benda cetak tiga dimensi. Salah orientasi serat sering terjadi pada komposit, yang seringkali merupakan hasil fabrikasi yang tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, resin berisi serat pendek dibentuk dengan proses cetak injeksi, dan campuran ini mengikuti jalur aliran yang rumit. Apabila benda hasil cetakan dipotong, tampak bahwa serat mengikuti pola aliran. Pola ini ditentukan oleh viskositas lelehan, profil cetakan dan kondisi pemrosesan. Pola aliran berulang dari cetakan ke cetakan. Dekat permukaan cetakan, serat pendek cenderung mengikuti jalur aliran โsteamlineโ, di bagian tengah inti, dimana aliran lebih turbulen, serta cenderung orientasi transvers (Smallman, 2000).
2.2.6 Antar Muka Serat โ Matrik Struktur dan sifat antarmuka serat - matriks memainkan peran utama dalam menentukan sifat fisis dan mekanis dari material komposit. khususnya, perbedaan besar antara sifat elastis dari matriks dan serat harus diteruskan melalui antarmuka atau, dengan kata lain, tekanan yang bekerja pada matriks ditransmisikan ke serat di seluruh antarmuka. perhatikan contoh sederhana yang diilustrasikan pada Gambar 2.7a, dimana material komposit diwakili oleh lembaran bahan alternatif dengan perbedaan sifat elastis. Karena tidak adanya ikatan kimia, ikatan fisika atau ikatan mekanis antara lapisan, komposit tidak memiliki kekuatan tarik ke arah normal terhadap bidang lapisan (AAโ). Dengan kekuatan dan modulus di
Universitas Sumatera Utara
arah BBโ, sejajar dengan lapisan, kekuatan komposit tergantung pada cengkeraman sampel pada pegangan jika tidak ada ikatan dan ada perekat sederhana dibuat untuk lapisan luar (Gambar 2.7b) kekuatan ini terbatas pada kekuatan dari luar lapisan karena beban yang diterapkan diambil sepenuhnya oleh lapisan ini. A (a) B
B
A
Adhesive bond
(b)
(c)
Clamp
Gambar 2.7 Ilustrasi diagram skematik ikatan antar muka dari lapisan material komposit (a) Ilustrasi arah tarikan pada material komposit (b) ilustrasi ikatan antar muka antara material komposit dan pemegan (c) ilustrasi distribusi beban pada material komposit yang diikat dengan penjepit Di sisi lain, jika semua lapisan dijepit bersama-sama dalam genggaman (Gambar 2.7c) semua lapisan mengambil beban dan komposit akan lebih kuat dan kaku. maka dari contoh ini bahwa untuk menggunakan kekuatan tinggi dan kekakuan dari serat, mereka harus sangat terikat pada matriks
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal yang mempengaruhi kekuatan komposit menyangkut antar muka yaitu; (i) matriks dan serat berperilaku sebagai bahan elastis, (ii) antarmuka yang amat sangat tipis, (iii) ikatan akhir antara matriks dan serat sempurna yang menyiratkan bahwa tidak ada diskontinuitas regangan di seluruh antarmuka (iv) bahan yang berada dekat dengan serat memiliki sifat yang sama sebagai bahan dalam bentuk curah, dan (v) serat tersebut diatur dalam array biasa atau berulang. Dalam sistem ikatan yang sederhana pada sebuah antarmuka terjadi karena adhesi antara serat dan matriks. Adhesi dapat dikaitkan dengan lima mekanisme utama yang dapat terjadi pada antarmuka baik dalam isolasi atau dalam kombinasi untuk menghasilkan ikatan, lima mekanisme tersebut adalah: a. Penyerapan dan pembasahan b. Interdifusi c. Tarikan elektosatis d. Ikatan kimia e. Adhesi mekanik (Hull, 1981)
2.3 POLIMER Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Polimer mempunyai berat molekul di atas 10.000. Bahan dengan berat molekul yang besar ini, mempunyai struktur dan sifat yang rumit disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang lebih besar dibandingkan senyawa yang berat atomnya rendah. Umumnya polimer dibangun oleh satuan struktur tersusun secara berulang diikat oleh gaya tarik-menarik yang disebut ikatan kovalen, dimana ikatan setiap atom dari pasangan menyumbangkan satu electron untuk membentuk sepasang electron (Surdia, 1995) Sifat-sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut : a. Mampu cetak adalah baik.
Universitas Sumatera Utara
Pada temperatur relatif rendah bahan dapat dicetak dengan penyuntikan, penekanan, ekstrusi dan seterusnya sehingga ongkos pembuatan relatif rendah dibandingkan dengan material logam dan keramik. b.
Produk ringan dan kuat. Berat jenis polimer rendah dibandingkan dengan logam dan keramik, yaitu sekitar 1,0 โ 1,7 gr/cm3 yang memungkinkan membuat barang kuat dan ringan.
c.
Sebagai isolator listrik yang baik. Banyak diantara polimer bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer mungkin juga dibuat konduktor dengan jalan mencampurnya dengan serbuk logam, butiran karbon dan sebagainya.
d.
Tahan terhadap air dan zat kimia.
e.
Produk dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan. Produk-produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada cara pembuatannya.
f.
Umumnya bahan polimer lebih murah harganya.
g.
Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu cukup diperhatikan pada penggunaannya.
h.
Kekerasan permukaan yang sangat kurang kekerasan bahan polimer masih jauh dibawah bahan logam dan keramik
i.
Kurang tahan terhadap pelarut. Bahan polimer mudah larut dalam zat pelarut tertentu
j.
Mudah termuati listrik secara elektrostatis. Kecuali beberapa bahan yang khusus dibuat agar menjadi hantaran listrik, kurang higroskopik dan dapat dimuati listrik.
k.
Beberapa bahan tahan abrasi atau mempunyai koefisien gesek yang kecil (Surdia, 1995). Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan,
yaitu : plastik thermoplast dan plastik thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas. Yang termasuk plastik thermoplast antara lain : PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET, BPT,
Universitas Sumatera Utara
Polyacetal (POM), PC dll. Sedangkan plastik thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Yang termasuk plastik thermoset adalah : PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), poliester, epoksi dll (Mujiarto, 2005). 2.3.1 Polimer thermoplast Polimer thermoplast adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan jika didinginkan akan kembali mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Tidak seperti polimer jenis termosetting, polimer jenis ini tidak memiliki ikatan silang antara rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear atau bercabang Polimer thermoplast memiliki sifat โ sifat khusus sebagai berikut: a. Berat molekul kecil b. Tidak tahan terhadap panas c. Jika dipanaskan akan melunak d. Jika didinginkan akan mengeras e. Mudah untuk diregangkan. f. Fleksibel. g. Titik leleh rendah h. Dapat dibentuk ulang (daur ulang) i. Mudah larut dalam pelarut yang sesuai j. Memiliki struktur molekul linear/bercabang.
2.3.2 Polimer thermoset Polimer thermoset adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak
Universitas Sumatera Utara
pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi. Polimer thermoset memiliki ikatan โ ikatan silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer, maka semakin kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer. Bentuk struktur ikatan silang diilustrasikan pada Gambar 2.8 berikut.
Gambar 2.8 Struktur ikatan silang polimer thermoset Sifat polimer thermoset sebagai berikut. a. Keras dan kaku (tidak fleksibel) b. Jika dipanaskan akan mengeras c. Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang) d. Tidak dapat larut dalam pelarut apapun e. Jika dipanaskan akan meleleh f. Tahan terhadap asam basa g. Mempunyai ikatan silang antar rantai molekul. (Haryono, 2010).
2.4 MATRIK Material komposit terdiri dari matrik dan filler (pengisi). Matrik diartikan sebagai material pengikat antara serat atau partikel namun tidak terjadi reaksi kimia dengan bahan pengisi. Secara umum matrik berfungsi sebagai pengikat bahan pengisi, sebagai penahan dan pelindung serat dari efek lingkungan dari kerusakan
Universitas Sumatera Utara
baik kerusakan secara mekanik maupun kerusakan akibat reaksi kimia, serta untuk mentransfer beban dari luar ke bahan pengisi. Dalam penelitian ini, matrik yang digunakan adalah poliester, aspal iran dengan penetrasi 60/70 dan Styrofoam bekas.
2.4.1 Poliester Poliester adalah resin thermoset yang berbentuk cair dengan viskositas yang relatif rendah, dengan penambahan katalis, poliester mengeras pada suhu kamar. Resin poliester banyak mengandung monomer stiren sehingga suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin thermoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjang adalah kira-kira 110 โ 140oC. Ketahanan dingin resin ini relatif baik. Tabel 2.1 Spesifikasi Unssaturated Polyester Resin seri Yucalac 157ยฎ BQTN-EX Item
Satuan
Nilai Tipikal
Catatan
Berat jenis
-
1,215
25oC
Kekerasan
-
40
Barcol/GYZJ 934-1
Suhu distorsi panas
o
Penyerapan air
%
Suhu ruang
%
C
70
2
0,188
24 jam
0,466
7 hari
Kekuatan Fleksural
Kg/mm
9,4
-
Modulus Fleksural
Kg/mm2
300
-
Daya rentang
Kg/mm2
5,5
-
Modulus rentang
Kg/mm2
300
-
Elongasi
%
2,1
-
(Sumber : Justus, 2001 dalam nurmalita, 2010) Pada umumnya poliester tahan terhadap asam kecuali asam pengoksida, tetapi lemah terhadap alkali. Bila dimasukkan ke dalam air mendidih dalam waktu yang lama (300 jam), bahan akan pecah dan retak-retak. Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut, yang melarutkan polimer stiren. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik. Tahan terhadap kelembaban dan sinar UV bila
Universitas Sumatera Utara
dibiarkan di luar, tetapi sifat tembus cahaya rusak dalam beberapa tahun. Bahan ini dapat diguakan secara luas sebagai bahan komposit (Surdia, 1995). Poliester yang digunakan dalam penelitian ini adalah poliester tak jenuh seri Yucalac 157ยฎ BQTN-EX dengan spesifikasi seperti ditampilkan dalam Tabel 2.1. 2.4.2
Aspal
Aspal adalah material thermoplast yang secara bertahap mencair, sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian, perilaku/respon material aspal tersebut terhadap suhu dan prinsipnya membentuk suatu spektrum/beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya. Aspal dikenal sebagai bahan/material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350oC dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil. Sumber aspal dari kilang minyak (refinery bitumen). Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen. Isitilah refinery bitumen merupakan nama yang tepat dan umum digunakan. Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. (Wignall, 2003). Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene. Asphaltenes merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon, yang terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, serta amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium.
Universitas Sumatera Utara
Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (01%). Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh โpolisiklik aromatis hidrokarbonโ yang sangat kompak (Nuryanto, A. 2008). Secara umum jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu sebagai berikut : a. Aspal alamiah merupakan aspal yang berasal dari berbagai sumber alam, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting. b. Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil. c. Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah (Oglesby, 1996). Aspal iran dengan penetrasi 60/70 (lihat Tabel 2.2) sangat sesuai dan
Universitas Sumatera Utara
direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena sifatnya yang mampu menyesuaikan terhadap fluktuasi suhu. Aspal dapat bersifat sebagai perekat, sebagai filter karna sifat yang cair pada suhu tertentu dapat mengisi rongga yang kosong dan bersifat kedap air (waterproof). Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70 Sifat
Ukuran
Densitas pada T 25oC Pentrasi pada T 25oC Titik leleh Daktilitas pada T 25oC Kerugian pmanasan Penurunan pada penetrasi setelah pemanasan Titik nyala Kelarutan dalam Cs2 Spot Test
Kg/m2 0,1 mm o C Cm % wt % o
C % wt
Speesifikasi/ Penggolongan 1010-1060 60/70 49/56 Min. 100 Max. 0,2 Max. 20 Min. 250 Min. 99,5 Negatif
Standart Pengujian ASTM-D71/3289 ASTM-D5 ASTM-D36 ASTM-D113 ASTM-D6 ASTM-D5&D6 ASTM-D92 ASTM-D4 AASHO T102
Aspal polimer adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Modifikasi aspal polimer (atau biasa disingkat dengan PMA) telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan usang dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan (Hafizullah, 2011). Penambahan bahan polimer pada aspal yang bersifat plastomer dapat meningkatkan kekuatan tinggi dalam campuran aspal polimer. Pada sisi lain, bahan yang bersifat elastomer seperti karet alam, maupun karet sintetis, dapat memberikan aspal dengan fleksibilitas dan keelastisan yang lebih baik, termasuk juga perbaikan terhadap resistensi dan ketahanan terhadap temperatur rendah. Bahan aditif aspal yang biasanya dipakai adalah material dari jenis karet, baik
Universitas Sumatera Utara
karet sintetis, karet buatan, karet yang sudah diolah (dari ban bekas), atau bahan plastik. Aspal telah digunakan selama ribuan tahun sebagai bahan waterproofing. Di Amerika Utara, aspal telah digunakan selama sekitar 150 tahun sebagai bahan atap. Lebih khusus lagi, Buil-up Roofing (BUR) telah digunakan selama lebih dari 100 tahun. Bahan baru yang diperkenalkan sebagai alternatif BUR adalah produk formulasi kimia yang berbeda. Produk ini menyediakan berbagai macam pilihan yang memenuhi karakteristik kinerja yang diperlukan (Paroli, 1997) 2.4.3
Polistirena foam (Styrofoam)
Salah satu jenis Polistirena Foam/PS yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah styrofoam. Styrofoam dihasilkan dari benzen dan etilen (Surdia, 1995). Styrofoam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik. Karakteristik styrofoam secara umum dapat dilihat dalam Tabel 2.3 berikut ini Tabel 2.3 Karakteristik Styrofoam Sifat Fisis
Ukuran
Densitas
1050 kg/m3
Densitas EPS
25 โ 200 kg/m3
Spesifikasi Gravitasi
1,05
Konduktivitas Listrik (s)
10-16 S/m
Konduktivitas Panas (k)
0,08 W
Modulus Young (E)
3000-3600 Mpa
Kekuatan Tarik
46-60 Mpa
Universitas Sumatera Utara
Styrofoam padat murni adalah sebuah plastik tak berwarna, keras dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam produk dengan detil yang bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Bentuk polistiren dengan sifat impak tinggi dan tangguh disebut High Impact Polystyrene (HIPS) (Smallman, 2000). Styrofoam murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding. Styrofoam banyak dipakai dalam produk-produk elektronik sebagai casing, kabinet dan komponen-komponen lainya. Styrofoam tidak larut dalam air, alkohol, alkali, asam nonoksidising, fenol, aseton. Tetapi larut dalam etil benzen, metil isobutil keton, tetrahidrofuran, benzen, toluen, dikhlorometan, piridin (Surdia, 1995). Dalam penelitian ini styrofoam yang digunakan adalah styrofoam bekas (limbah) dari kemasan. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang. Secara umum ada empat syarat agar limbah pastik dapat didaur ulang, antara lain limbah harus berbentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk atau pcahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi serta diupayakan tidak teroksidasi (Macklin, 2009).
2.5 SERAT IJUK Serat ijuk adalah serat alam yang berasal dari pohon aren (arenga pinnata). Tanaman aren merupakan jenis tanaman palma yang penyebarannya cukup luas di Indonesia. Data dari Ditjenbun (2010) dalam (Balitka, 2010), Pada tahun 2010, luas tanaman aren di Indonesia sekitar 59.388 ha dengan produksi gula aren sekitar 33.181 ton gula aren. Namun demikian, pada umumnya tanaman aren masih tumbuh secara liar walaupun ada beberapa daerah yang telah mulai membudidayakannya. Tanaman aren memiliki daya adaptasi luas pada berbagai agroklimat dari dataran rendah hingga 1.400 m diatas permukaan laut. Tanaman Aren banyak terdapat di Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan (Agro
Universitas Sumatera Utara
Inovasi, diakses 4 Maret 2012) Di Sumatera utara tanaman aren tersebar di beberapa kabupaten. Luas tanaman aren di masing-masing kabupaten di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 dapat dilihat dalam Tabel 2.4
Tabel 2.4 Luas Tanaman Aren Di Sumatera Utara (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010)
(1) 1. Nias 2. Mandailing Natal 3. Tapanuli Selatan 4. Tapanuli Tengah 5. Tapanuli Utara 6. Toba Samosir 7. Labuhan Batu 8. Asahan 9. Simalungun 10. Dairi 11. Karo 12. Deli Serdang 13. Langkat 14. Nias Selatan 15. Hbg Hasundutan 16. Pakpak Bharat 17. Samosir 18. Serdang Bedagai 19. Batu Bara 20. Padang Lawas Utara 21. Padang Lawas 22. Labuhan Batu Selatan 23. Labuhan Batu Utara 24. Nias Utara 24. Nias Barat Jumlah/Total 2010*)
Luas Tanaman / Area (Ha) T B M T M Not Yet Productive Productive (2) (3) 14,00 29,00 73,94 335,84 58,50 211,50 2,00 50,70 171,95 250,75 44,75 160,45 1,00 3,30 6,00 669,57 17,00 36,50 81,00 600,00 111,00 354,85 38,00 107,00 44,00 152,25 58,35 103,65 5,15 14,70 30,00 45,00 168,00 72,35 924,64 3 197,41
Produksi T T M Production Jumlah Unpro(Ton) Total ductive (4) (5) (6) 25,00 68,00 6,15 137,15 546,93 608,59 120,50 390,50 62,63 4,20 56,90 58,88 59,50 482,20 156,40 37,70 242,90 37,80 4,30 2,50 22,60 698,17 631,87 53,50 23,67 78,00 759,00 674,50 18,00 483,85 362,67 145,00 74,30 30,20 226,45 123,52 11,00 173,00 62,45 19,85 9,85 14,00 89,00 60,40 100,50 340,85 33,50 658,35 4 780,40 2 989,68
2009
859,95
3 181,41
644,10
4 705,46
2 115,05
2008
904,30
3 198,86
726,45
4 829,61
3 066,14
2007
879,70
3 214,79
939,65
5 034,14
3 370,35
Kabupaten Regency
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara/Plantation Office of Sumatera Utara Province Keterangan/Note: -) Data tidak tersedia/Data not available *) Angka Sementara/Preliminary figures
Aplikasi serat ijuk masih banyak digunakan secara tradisional seperti dipintal sebagai tali (tali ijuk), sebagai sapu atau dijadikan atap, selain itu dalam kontruksi bangunan ijuk digunakan sebagai lapisan penyaring (filter) pada sumur
Universitas Sumatera Utara
resapan. Ijuk mempunyai sifat awet dan tidak mudah busuk baik dalam keadaan terbuka (tahan terhadap cuaca) maupun tertanam dalam tanah (Christiani, 2008). Salah satu keistimewaan ijuk adalah sifatnya yang tahan lama. Hal ini dibuktikan oleh adanya penemuan benda purbakala yang diperkirakan peninggalan abad ke 8, penemuan pasak โ pasak kayu yang lapuk tetapi tali pengikat yang terbuat dari ijuk bewarna hitam masih relatif kuat membuktikan bahwa serat ijuk mampu bertahan hingga ribuan tahun lebih. (GAL, kompas edisi Jumโat 24 Juli 2009) Serat ijuk merupakan salah satu serat yang tahan terhadap asam dan garam air laut, hal ini telah dibuktikan dari salah satu bentuk aplikasi serat ijuk sebagai tali ijuk yang digunakan oleh nenek moyang kita untuk pengikat berbagai peralatan nelayan dilaut (Suriadi, 2011). Struktur dasar jaringan ijuk yang terdiri atas serat-serat yang sebagian besar berbentuk bulat memanjang dan bercabang-cabang serta saling menjalin satu sama lain dengan permukaan yang halus berpotensi menghalangi penetrasi rayap (Arif, 2006). Serat ijuk juga sering digunakan sebagai bahan pembungkus pangkal kayu bangunan yang ditanam dalam tanah hal ini agar memperlambat pelapukan kayu dan mencegah serangan rayap. Kegunaan tersebut didukung oleh sifat ijuk yang elastis, keras, tahan air dan sulit dicerna oleh organisme perusak (Suriadi, 2011). Tabel 2.5 Kandungan kimia serat ijuk (Christiani, 2008) Kandungan
Kadar %
Kadar air
8,895
Selulosa
51,54
Hemiselilosa
15,88
Lignin
43,09
Kadar abu
2,54
Bila dibandingkan dengan rotan, kandungan selulosa serat ijuk lebih besar (lihat Tabel 2.5). Rotan hanya mengandung selulosa sebesar 37-44%. Ini berarti ketangguhan serat ijuk lebih tinggi dibandingkan rotan. massa jenis serat ijuk
Universitas Sumatera Utara
adalah 1,136 gr/cm3 (Christiani, 2008) kandungan karbon didalam serat ijuk adalah 55.83% dan 0,15% nitrogen. Tingginya unsur karbon dan usur logam lainnya diharapkan dapat menghasikan sifat-sifat mekanik yang baik pada genteng komposit polimer yang akan dibuat. Serat ijuk yang merupakan serat alam mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan serat sintetis. Tabel 2.6 menyajikan perbandingan antara sifat-sifat serat alam dan serat gelas. Tabel 2.6 Perbandingan antara serat alami dan serat gelas Uraian
Serat Alam
Serat Gelas
Massa jenis
Rendah
2 x serat alami
Biaya
Rendah
Rendah, lebih tinggi dari serat alam
Terbarukan
Ya
Tidak
Kemampuan daur ulang
Ya
Tidak
Konsumsi energy
Rendah
Tinggi
Distribusi
Luas
Luas
Menetralkan co2
Ya
Tidak
Menyebabkan abrasi
Tidak
Ya
Resiko kesehatan
Tidak
Ya
Limbah
biodgradable
Tidak biodgradable
2.6 AGREGAT PASIR Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No.8 (2,36 mm).
Universitas Sumatera Utara
2. Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm). 3. Bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan No.30. Agregat pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 โ 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahannnya (artificial sand), dari komposisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa kepantai Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya 2.7 GENTENG Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai atap rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng metal, seng, genteng aspal, genteng polimer dan genteng kayu (sirap). masing-masing genteng mempunyai keunggulan dan kelemahan seperti genteng tanah liat (lempung) selain murah, bahan ini tahan segala cuaca, dan lebih ringan dibanding genteng beton, namun kelemahan genteng ini adalah mudah pecah. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan proses pembuatan, karena hal tersebut akan menentukan daya serap air dan sifat mekanik genteng. 2.7.1 Genteng Aspal Genteng aspal terdiri dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Pada umumnya genteng jenis ini menggunakan serat sintetis berupa serat kaca sebagai bahan penguat. Keunggulan genteng ini adalah sifatnya yang ringan, fleksibel, kuat, anti korosi, tidak getas dan lain sebagainya. Namun kelemahan genteng aspal yang terbuat dari serat kaca adalah tidak mudah terurai
Universitas Sumatera Utara
secara alami. Ada dua model yang tersedia di pasar. Model pertama yaitu model datar yang bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka. Multipleks dan rangka dikaitkan dengan bantuan sekrup. Untuk jenis kedua, model bergelombang, ia cukup disekrup pada balok gording. Genteng Aspal terdiri dari inti berbentuk anyaman yang dilapisi dengan beberapa lapisan aspal jenuh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Umumnya inti ini menggunakan fiber glass jenis anyaman namun ada juga yang menggunakan serat alam seperti kertas. Di lapisan bagian atas aspal dilapisi dengan bubuk mineral berupa pasir atau disebut juga granul yang bertujuan untuk memantulkan sinar matahari dan melindungi aspal dan inti dari kerusakan akibat sinar ultraviolet (Mark Pierce, Extension Associate, 1998).
Gambar 2.9 Struktur gometri genteng aspal (Mark Pierce, Extension Associate, 1998) 2.7.2 Genteng Polimer Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi (filler) dari bahan alam maupun bahan sintetis. Genteng polimer dibuat secara partikel komposit dengan terlebih dahulu mengubah bentuk bahan pengisi menjadi partikel, partikel ini kemudian dicampur dengan matrik polimer pada suhu titik leleh polimer tersebut. Matrik yang digunakan adalah dapat berupa polietilen, polipropilen dan paduan polietilen-karet alam, sedangkan bahan pengisinya dapat berupa serat sintetis atau serat alam seperti serat jerami, pasir dan serbuk gergaji. Mutu genteng polimer yang dihasilkan bergantung pada bahan matriks, pengisi dan
Universitas Sumatera Utara
perbandingan komposisi antara matrik dan pengisi. Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi Roofing felt konvensional terbuat dari serat organik diresapi aspal. Aspal bertindak sebagai pengikat dan sebagai penguat dalam komponen waterproofing untuk membangun atap. Dalam beberapa tahun terakhir serat non-woven telah membuat terobosan yang signifikan dalam membangun atap. Sebagian besar penguat yang digunakansbagai bahan penyusun atap polimer adalah serat kaca baik jenis non-woven namun ada juga yang mnggunakan jenis woven dan serat sintetis lainnya. Serat ditempatkan dalam tubuh membran. Dalam beberapa kasus, jala ringan memperkuat didirikan untuk bertindak sebagai pembawa selama pembuatan. Beberapa membran dimodifikasi aspal, tertanam granul berupa butiran mineral di permukaan atas untuk membuatnya tahan retak. Persyaratan utama untuk serat penguat meliputi kekuatan tarik, modulus elastis, tear trength, ketahanan tusuk, kekakuan lentur, dan ketahanan kelelahan yang tinggi. Genteng polimer modifikasi terbuat dari campuran bitumen dan polimer (karet sintetis atau bahan plastik), bersama dengan pengisi dan aditif khusus. Karena pada dasarnya proses ini merupakan pencampuran komponen, jumlah pengubah dapat bervariasi sesuai dengan karakteristik yang diperlukan. Dua pengubah bitumen paling banyak digunakan adalah SBS (styrene-bu tadienestirena) dan APP (polypropylene ataktik). Komposisi
SBS rata-rata yang
digunakan adalah 12-15% Umumnya, penggunaan SBS menghasilkan genteng dengan fleksibelitas yang lebih rendah dan ketahanan suhu yang lebih besar, ketahanan lelah serta titik pelunakan yang lebih tinggi. Bahan polimer lain yang sering digunakan sebagai bahan modifikasi adalah APP, fungsi utamanya adalah untuk meningkatkan karakteristik genteng. Produk polimer yang dimodifikasi dengan APP memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan perpanjangan yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pengubah SBS. Kuantitas kecil filler
Universitas Sumatera Utara
memberikan kekakuan untuk senyawa tetapi penggunaan filler dalam jumlah yang besar dapat mengurangi fleksibilitas dan adhesi (Paroli, 1997). 2.8 SIFAT- SIFAT MATERIAL KOMPOSIT POLIMER Sifat mekanik suatu bahan polimer adalah khas dengan kelakuan viskoelastiknya yang dominan, sebagai contoh, pemelaran (creep) dan relaksasi mudah terjadi, dan pada pengujian tarik sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh laju tarikan. Sifatsifatnya juga berubah karena temperatur, oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal sebelum bahan polimer digunakan (Surdia, 1995). Pengujian sampel bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat genteng polimer yang dibuat, baik sifat fisis, sifat mekanik maupun sifat termal. sampel yang diuji akan diketahui kelebihan dan kekurangannya, dan untuk mengetahui kadar kelayakan pemakaian serta kualitasnya. Adapun pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 2.8.1 Sifat-sifat Fisis a. Kerapatan Kerapatan merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang termasuk dengan pori โ pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (JIS A 59082003)
dengan:
๐=
๐ ๐ฃ
(2.11)
๐ = densitas (gr/cm3)
m= Massa sampel (gram) v = volume (cm3)
Universitas Sumatera Utara
b.
Daya serap air
Pori-pori yang terjadi pada sampel dapat menjadi reservoir air bebas didalam agregat. Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air disebut daya serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat dan serat disebut kadar air. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) pada masing โ masing sampel dapat dilakukan dengan cara menimbang massa kering sampel dan massa basah. Massa kering adalah massa pada saat sampel dalam keadaan kering, dan massa basah diperoleh setelah sampel mengalami perendaman selama 24 jam pada suhu kamar. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
dengan:
๐ท๐๐ฆ๐ ๐ ๐๐๐๐ ๐๐๐ =
๐๐ โ๐๐ ๐๐
๐ฅ 100 %
(2.12)
M b = Massa sampel dalam keadaan basah (gr) M k = Massa sampel dalam keadaan kering (gr) Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam. 2.8.2 Sifat Mekanik a. Kekuatan tarik Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan. Hubungan teganganregangan pada tarikan memberikan nilai yang cukup berubah tergantung pada laju tegangan, temperatur, lembaban, dan seterusnya. Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping sampel dengan dimensi yang seragam. Kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban disebut "Ultimate Tensile Strength" disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear
Universitas Sumatera Utara
zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan
Gambar 2.10 Kurva Tegangan dan regangan (Nurmaulita, 2010) Kurva pada Gambar 2.10 menunjukkan bahwa, bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan โnolโ pada titik O. Tetapi bila beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan tersebut. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga disebut perubahan elastis yaitu kurang 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Titik Luluh atau batas proporsional merupakan titik dimana suatu bahan apabila diberi suatu beban memasuki fase peralihan deformasi elastis ke plastis, yaitu titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis. Bentuk sampel uji secara umum digambarkan seperti Gambar 2.11 berikut
Universitas Sumatera Utara
Gambar.2.11 Uji Tarik ASTM D 638M Tegangan tarik ฯ, adalah gaya yang diaplikasikan, F, dibagi dengan luas penampang A; yakni: ๐=
๐น
(2.13)
๐ด
Dalam satuan dyne per sentimeter kuadrat (CGS) atau Newton per meter kuadrat (MKS). Perpanjangan tarik ฮต adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan panjang awal: ๐=
โ๐
๐ธ=
๐
( 2.14)
๐
Perbandingan tegangan terhadap perpanjangan disebut modulus tarik E (2.15)
๐
Modulus tarik E menggambarkan ukuran ketahanan terhadap tegangan tarik. b. Kekuatan lentur Pengujian kekuatan lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah metode tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.
Gambar. 2.12 Bentuk dan ukuran sampel pada pengujian kuat lentur (Nurmaulita, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Pada permukaan bagian atas cupilkan yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada permukaan bawah sampel akan terjadi tarikan. Pada pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap sampel seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.12. Jika batang uji diberikan pembebanan pada kedua ujungnya dan beban tekuk (P) diberikan ditengah, tegangan tekuk maksimum (ฯ) pada titik nol di tengah adalah:
dengan:
๐=
3๐๐ฟ
(2.16)
2๐๐ 2
P = beban patah (kgf) L = jarak span (10 cm ) b = lebar (mm) d = Tebal (mm) kekuatan tekuk berubah menurut ukuran batang uji L/d. Modulus Young pada lenturan E f didapat dari persamaan: ๐ธ๐ =
๐ฟ3
๐
4๐ 2 ๐ ๐ฟ
(2.17)
Dimana P adalah beban lentur, ฮด adalah defleksi dan P/ ฮด didapat dari gradient garis lurus pada kurva beban terhadap defleksi. Umumnya pada bahan polimer modulus elastis untuk tekan berbeda dengan untuk tarik, tegangan tekan yang besar terjadi pada bagian yang mengalami tegangan tekan. Kekuatan tekan jauh lebih besar dari pada kekuatan tarik, hal ini yang menyebabkan patah karena tekukan pada bagian yang mengalami tegangan tarik.
c. Kekuatan Impak Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan polimer. Pengujian impak Charphy (Gambar 2.13) dalam hal ini sering dipakai. Untuk melihat pengaruh takikan ada cara pengujian dengan takikan pada batang
Universitas Sumatera Utara
uji. Umumnya kekuatan impak bahan polimer lebih kecil dibandingkan bahan logam. Pengujian impak ini dilakukan untuk mengetahui ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis. Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 60 mm sesuai dengan standart ASTM D โ 256. Kemudian sampel diletakkan pada alat penumpu dengan jarak span 40 mm. Godam pada posisi awal dengan sudut 160o, kemudian godam dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menumbuk sampel, sebelum dilakukan pengujian sampel terlebih dahulu dilakukan percobaan tanpa sampel penguji. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang hilang akibat gesekan pada porosnya dan gesekannya dengan udara. Setelah penumpukan sampel hingga sampel patah/retak maka pengukuran dilakukan dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk skala. Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan beban dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung pada jenis materialnya, apakah patah getas atau patah ulet Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energy serap (Es) dengan luas penampang (A). Kekuatan impak dapat dihitung dengan persamaan:
๐ผ๐ =
๐ธ๐ ๐ด
(2.18)
dengan: Is = Kekuatan impak (kJ/m2) Es = Energi serap (J) A = Luas permukaan (mm2)
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy
2. 3. 3 Sifat Termal Bahan polimer termasuk yang sangat mudah menyala seperti seluloid dan yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walau api dipadamkan setelah penyalaan, seperti pada polikarbonat. Sifat mampu nyala bahan polimer dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya: a.
Dengan membakar bahan yang diletakkan mendatar Cara ini ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Seperti ditunjukkan Gambar 2.14, nyala api dari alat pembakar bunsen dipegang pada sudut 30o, menyalakan spesimen yang diletakkan mendatar untuk waktu selama 30 detik, dan api dijauhkan. Waktu yang diperlukan agar specimen menyala disebut waktu penyalaan dan panjang specimen yang terbakar disebut jarak bakar. Harga-harga tersebut dipakai untuk menyatakan kemampuan nyala dari bahan. 1.
Mampu nyala: terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala.
2.
Habis terbakar sendiri: jarak bakar lebih dari 25 mm tetapi kurang dari 100 mm
3.
Tak mampu nyala: jarak bakar kurang dari 25 mm.
Universitas Sumatera Utara
Dalam ASTM, laju bakar menyatakan jarak bakar persatuan waktu, yang dipakai sebagai kemampuan nyala (Surdia, 1995).
Gambar 2.14 Skema krja alat uji nyala (Surdia, 1995)
b. Oleh indek oksigen
JIS-K7201-1972 dan ASTM-D2863-1974 menentukan kemampuan nyala dengan indek oksigen (O.I), yaitu konsentrasi oksigen minimum di dalam campuran oksigen dan nitrogen dalam persen volume yang dibutuhkan untuk membakar bahan. (๐2 ) ๐ฅ 2 )+(๐2 )
๐. ๐ผ = (๐
100%
(2.19)
Di mana, O 2 adalah laju aliran oksigen dan N 2 adalah laju aliran nitrogen
c.
Oleh kepekatan asap Kepekatan asap adalah penting dalam hal terjadi kebakaran, ASTMD2843_1970 menetapkannya dengan jalan mempergunakan sumber cahaya dalam sebuah ruang yang mempunyai volume tertentu, yang intensitas penyinarannya terinduksi oleh pembakaran Metode pengujian kemampuan nyala yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan cara membakar bahan yang diletakkan mendatar (point a) dan cara ini ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974.
Universitas Sumatera Utara