BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kinerja Pabrik
Pabrik terdiri dari beberapa unit proses atau peralatan, seperti unit penyiapan umpan, unit reaksi atau sintesis, serta unit pemisahan dan pemurnian produk yang beroperasi pada kondisi tertentu. Analisis kinerja pabrik dilakukan dengan sasaran untuk mendapatkan pemahaman operasi pabrik yang akurat yang dipakai untuk : mengidentifikasi permasalahan yang terjadi, mengindentifikasi penurunan kinerja alat, mengidentifikasi daerah kondisi operasi yang optimal untuk menaikkan efisiensi operasi atau produk, serta mengidentifikasi model proses yang lebih baik [Perry, 1999]. Tujuan akhir dilakukannya analisis kinerja pabrik adalah keuntungan perusahaan yang lebih tinggi, pengendalian proses yang lebih baik, pengoperasian pabrik yang lebih aman dan perancangan mengarah sempurna. Kinerja pabrik sebagai unit bisnis diukur berdasarkan sasaran yang ditetapkan untuk periode tertentu terhadap beberapa parameter seperti produksi, pemasaran atau pencapaian finansial. Dari sisi teknik kinerja setiap pabrik diukur berdasarkan parameter operasi kunci yaitu tingkat produksi, efisiensi, mutu produk, keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan hidup.
II.1.1 Utilisasi Aset
Utilisasi aset adalah suatu alat untuk mengukur perbedaan antara kemampuan atau kapasitas aset dalam menghasilkan produk dengan jumlah produk aktual yang dihasilkan. Perbedaan tersebut yang dikenal sebagai opportunity gap. Utilisasi aset merupakan konsep kritis dalam upaya pengurangan biaya produksi terkait profitabilitas pabrik pada era pasar kompetitif global saat ini. Definisi utilisasi aset yang umum digunakan oleh banyak perusahaan adalah rasio output aktual terhadap output yang dapat dicapai jika pabrik berjalan pada kapasitas maksimalnya selama 365 hari setahun dengan 100% kualitas produk terpenuhi [Ellis, 1998].
10
Informasi yang diperoleh dari program utilisasi aset menjadi masukan bagi manajemen pabrik dalam memantau kemampuan manufaktur pabrik secara kontinyu untuk melihat peluang-peluang yang signifikan agar dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan dijalankannya sistem utilisasi aset diharapkan dapat terwujud sasaran pabrik sebagai aset perusahaan berjalan pada kapasitas penuh dengan biaya rendah. Program utilisasi aset dapat diaplikasikan pada berbagai tingkatan organisasi dengan rincian data atau informasi sesuai kebutuhan pemakai. Tingkatan organisasi tersebut mulai dari level industri, unit bisnis, divisi, pabrik, unit operasi atau area proses, hingga ke unit sistem proses [Ellis,1998]. Pada level industri, model utilisasi aset dikembangkan berdasarkan segmen industri yaitu agrikultur, kimia, bahan makanan, pertambangan, minyak dan gas, kertas, farmasi, tenaga listrik serta tekstil. Dengan utilisasi aset dapat dilihat bagaimana tiap segmen industri beroperasi dan mengkuantifikasikan peluangpeluang yang signifikan pada masing-masing segmen industri. Model utilisasi aset untuk level unit bisnis dijalankan pada tiap unit bisnis di perusahaan. Sebagai contoh adalah sebuah perusahaan perminyakan yang menerapkan ukuran utilisasi aset untuk unit-unit bisnisnya yaitu eksplorasi dan produksi, produk perminyakan, dan bahan kimia. Untuk level divisi atau site, utilisasi aset digunakan oleh suatu perusahaan yang mengelompokkan operasi pabriknya berdasarkan lokasi geografis. Pabrik merupakan tingkatan paling fundamental penerapan utilisasi aset dan tingkatan dimana kebanyakan program utilisasi aset dimulai. Pada industri kimia umumnya pabrik dinamakan berdasarkan produk yang dihasilkan seperti ammonia, urea, etilen, benzena dan dapat juga disertai angka jika perusahaan memiliki lebih dari satu pabrik yang menghasilkan produk yang sama misalnya Urea-1 atau Ammonia-4.
11
Unit operasi atau area proses merupakan bagian dari pabrik seperti area furnace, unit sintesis, atau unit pemurnian. Sedangkan unit sistem proses, area khusus suatu unit proses seperti sistem uap, sistem udara pabrik, sistem nitrogen atau sistem air pendingin. Perhitungan yang dilakukan dalam program utilisasi aset didefinisikan sebagai berikut [sumber: prosedur kerja utilisasi aset DSM]. Kehilangan produksi pada periode pencatatan tertentu dihitung dengan persamaan berikut : PLrec = MPC - AP
jika AP < MPC
PLrec = 0
jika AP > MPC
dengan AP (Actual Production) adalah kuantitas produksi aktual yang dihasilkan dan dicatat untuk periode tertentu (umumnya 24 jam untuk pabrik yang beroperasi kontinyu) dan MPC (Maximum Proven Capacity) adalah kapasitas produksi tertinggi pada periode tertentu yang pernah dicapai dan telah ditetapkan oleh manajemen pabrik (untuk pabrik baru MPC adalah kapasitas desain pabrik). Sedangkan PL (Production Loss) adalah kehilangan produksi pada periode waktu tertentu. Untuk periode pelaporan tertentu (umumnya setiap bulan), maka total kehilangan produksi adalah : PL = ∑ PLrec Kehilangan keuntungan yang diakibatkan oleh kehilangan kesempatan produksi atau Production Opprtunity Gap (POG), dinyatakan dalam uang adalah : POG = ∑ PLrec x GM dengan GM (Gross Margin) adalah keuntungan yang didapat untuk setiap satuan produksi yang dapat dijual. Production Asset Utilisation (PAU) didefinisikan sebagai rasio antara produksi yang sesungguhnya terhadap produksi yang dapat dicapai jika pabrik berjalan
12
sesuai sasaran kapasitas maksimalnya (MPC). Jika produksi aktual selalu lebih kecil atau sama dengan MPC dalam periode pelaporan, maka utilisasi aset produksi dihitung dengan persamaan : PAU = (∑ AP / ∑ MPC) x 100% = {(∑ MPC - ∑ PLrec) / ∑ MPC} x 100% Sedangkan jika produksi aktual tidak selalu lebih kecil atau sama dengan MPC dalam periode pelaporan, produksi lebih tinggi dari MPC diabaikan, utilisasi aset produksi dihitung : {(∑ MPC - ∑ PLrec) / ∑ MPC} x 100% Biaya produksi atau mutu produk juga dapat dijadikan sebagai sasaran yang ditetapkan untuk perhitungan utilisasi aset pabrik. Program utilisasi aset tidak hanya mengidentifikasi opportunity gap, melainkan juga mencatat sebab-sebab gap tersebut dan tidak tercapainya sasaran. Selanjutnya sebab-sebab kehilangan produksi diidentifikasi secara rinci dan diklasifikasikan sebagai masukan untuk program perbaikan.
II.1.2 Klasifikasi Persoalan Pabrik
Telah diuraikan di sebelumnya bahwa dari program utilisasi aset tercatat masalahmasalah
yang
penyebabnya
menyebabkan perlu
opportunity
diidentifikasi
dan
gap.
Masalah-masalah beserta
diklasifikasikan
secara
terperinci
berdasarkan dua kriteria utama yaitu jenis kelompok penyebab dan tingkat besar kecilnya penyimpangan yang ditimbulkannya terhadap sasaran. Dari kedua kriteria tersebut akan memudahkan dalam mendefinisikan dan menganalisis masalah, merekomendasikan tindakan perbaikan dan menentukan urutan prioritas pekerjaan yang harus ditindaklanjuti.
13
Terdapat empat kategori utama kelompok fungsional dalam klasifikasi permasalahan yang dihitung berdasarkan kontribusinya terhadap kehilangan produksi berdasarkan konsep sistem Manufacturing Excellence yang diadopsi dari perusahaan DSM Belanda, yaitu : operasi, pemeliharaan, bisnis dan eksternal. Keempat kelompok fungsional di atas dengan subkategorinya seperti ditunjukkan pada Tabel II.1. Tabel II.1 Kelompok fungsional dan kategori penyebab masalah Operasi
Pemeliharaan
Bisnis
Prosedur & Pelatihan
Kegagalan Alat
Kapasitas Ekonomis
Pengendalian Proses
Prosedur & Pelatihan
Bahan Baku
Gangguan Proses
Shutdown terencana
Permintaan
Eksternal Keselamatan & Kesehatan Kerja Lingkungan Hidup Bahan Baku
Teknologi Proses
Utilitas Lain-lain
Produk Bahan Baku
Kategori operasi merupakan penyebab kehilangan kesempatan produksi yang diakibatkan oleh masalah-masalah terkait proses operasi pabrik. Pada kategori ini seperti terlihat dari Tabel II.1 termasuk masalah-masalah operasional seperti personil operasi, pengendalian proses, gangguan proses, teknologi proses, produk dan bahan baku. Sebagai contoh, kebuntuan pada pipa proses dan fouling yang terjadi di alat penukar panas dan reboiler dimasukkan dalam kategori gangguan proses. Masalah-masalah yang terjadi terkait perancangan proses atau keterbatasan teknologi proses seperti tekanan keluaran pompa tidak mencukupi karena impeller yang terlalu kecil, pendinginan yang kurang akibat alat penukar panas dirancang terlalu kecil atau degradasi katalis karena umur sehingga kapasitas pabrik menurun dimasukkan dalam kategori teknologi proses. Masalah seperti kualitas bahan baku yang tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan masuk kategori bahan baku.
14
Pada kategori kedua, masalah-masalah yang terkait fungsi peralatan pabrik dikategorikan dalam kelompok pemeliharaan dengan subkategori kegagalan alat, personil dan shutdown terencana yang terkait pemeliharaan peralatan pabrik. Permasalahan berupa kerusakan atau kegagalan fungsi peralatan pabrik yang mengakibatkan kehilangan produksi dimasukkan dalam kategori kegagalan alat. Sebagai contoh adalah kerusakan mekanis pompa, kebocoran alat penukar panas, kompresor trip, motor terbakar, atau kerusakan control valve. Beberapa contoh penyebab kehilangan produksi atau produksi di bawah sasaran kapasitas yang termasuk kategori bisnis adalah keterbatasan bahan baku, kapasitas ekonomis optimum, variasi produk dan permintaan penjualan menurun. Kategori eksternal mencakup masalah-masalah yang biasanya di luar kendali unit bisnis yang bersangkutan seperti kekurangan utilitas dan bahan baku atau peraturan mengenai keselamatan, kesehatan lingkungan berpengaruh pada kapasitas produksi yang bisa dicapai. Sebagai ilustrasi, pada Gambar II.2 ditunjukkan data distribusi masalah yang menyebabkan terjadinya shutdown di pabrik urea. Urea K-1 Plant Downtime 100
% downtime
75 57.54 50
25
18.23
13.10 3.96
3.84
2.11
0.89
0.33
en t Eq ui pm In en st t ru m en ta tio n
St at ic
Ro ta t in g
Eq ui pm
et in g ar k
tr ic
al M
3 NH
El ec
Pl an t
n w sh ut do
nn ed
Pl a
G as
Su pp l
y
0
Gambar II.1 Data distribusi penyebab downtime pabrik urea Kaltim-1 [ Data Bagian Operasi Urea Kaltim-1, 2003] 15
II.1.3 Reliabilitas
Konsep reliabilitas tidak terlepas dari ukuran kinerja pabrik. Tingginya kehilangan produksi yang diakibatkan persoalan proses dan peralatan pabrik menunjukkan reliabilitas yang rendah. Sebaliknya jika reliabilitas pabrik tinggi maka produksi sesuai sasaran akan dapat dicapai. Informasi awal reliabilitas proses dan peralatan pabrik diperoleh dari program utilisasi aset yang telah mengidentifikasi dan mengkategorisasikan kehilangan produksi berdasarkan kelompok penyebab seperti diuraikan sebelumnya. Reliabilitas mengukur kemampuan peralatan atau suatu proses dalam beroperasi tanpa kegagalan untuk interval waktu tertentu jika dioperasikan dengan benar pada kondisi tertentu oleh personil yang terlatih [Barringer, 2006]. Reliabilitas melibatkan pihak pemeliharaan dan proses. Ada perbedaan sudut pandang dalam pendekatan
terhadap
reliabilitas
dari
kedua
kelompok
tersebut
seperti
diilustrasikan pada Tabel II.2. Kolaborasi dan kerja sama bagian proses, pemeliharaan dan reliabilitas diperlukan untuk mencapai kinerja pabrik yang optimal. Tabel II.2 Pendekatan reliabilitas dari sudut pandang proses dan pemeliharaan [Birchfield, 2000]
Fase-fase pengembangan reliabilitas dalam sistem pemeliharaan terdiri dari lima tahapan yaitu : tahap reaktif, preventif, prediktif, proaktif dan reliability-driven.
16
Hirarki pengembangan reliabilitas dalam tahapan-tahapan seperti ditunjukkan pada Gambar II.2.
Gambar II.2 Hirarki pengembangan reliabilitas [Barringer, 1998]
Menurut konsep Manufacturing Excellence (DSM) prosedur kerja perbaikan reliabilitas peralatan dikelompokkan dalam dua sistem kerja paralel yaitu pencegahan (prevent) dan penyelesaian (solve). Sistem pencegahan persoalan menggambarkan bagaimana program pemeliharaan preventif dan prediktif dikembangkan, sedangkan sistem penyelesaian persoalan menggambarkan kapan dan bagaimana persoalan-persoalan reliabilitas peralatan pabrik diselesaikan. Dalam sistem pencegahan persoalan terintegrasi beberapa praktek terbaik seperti inspeksi berbasis resiko, monitoring kondisi peralatan dan pemeliharaan berpusat reliabilitas. Di sini harus jelas hubungan antara peralatan, kondisi proses, mode kegagalan potensial dengan program pemeliharaan preventif/prediktif yang dijalankan. Sistem penyelesaian persoalan yang dilakukan adalah membuat prioritas persoalan yang harus ditangani, melakukan analisis persoalan reliabilitas secara terstruktur dengan teknik analisis akar penyebab persoalan (root cause analysis) dan
penanganan
persoalan
berdasarkan 17
akar
penyebabnya
yang
telah
teridentifikasi, serta analisis terhadap keefektifan tindakan koreksi yang diimplementasikan.
II.1.4 Analisis Akar Penyebab Persoalan (Root Cause Analysis)
Analisis akar penyebab persoalan (root cause analysis/RCA) adalah sebuah metode dalam penyelesaian persoalan yang bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab utama dari suatu persoalan atau kejadian. Praktek RCA didasarkan pada keyakinan bahwa persoalan akan dapat diselesaikan paling baik adalah dengan cara mengoreksi atau menghilangkan penyebab utamanya. Akar penyebab persoalan adalah penyebab yang jika dilakukan tindakan koreksi akan mencegah terulangnya kejadian atau terjadinya persoalan yang serupa [DOE, 1992]. Pencegahan terjadinya pengulangan persoalan secara total tidak selalu berhasil, sehingga RCA sering dipertimbangkan sebagai proses iteratif yang digunakan sebagai alat perbaikan yang terus menerus. RCA bukan sebuah metodologi yang terdefinisi tunggal. Berdasarkan area asalnya RCA dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu basis-keselamatan, basis-produksi, basis-proses dan basis-sistem [en.wikipedia.or]. RCA berbasis keselamatan diturunkan dari investigasi kecelakaan pada bidang keselamatan dan kesehatan kerja. Akar persoalan dalam bidang keselamatan cenderung berupa gagal atau hilangnya safety barriers, resiko-resiko yang tidak dikenali atau tidak mencukupinya rekayasa keselamatan. RCA berbasis produksi berasal dari bidang pengendalian mutu pada industri manufaktur. Akar persoalan berupa penyebab asal dari tidak terpenuhinya batasan baku produk yang dihasilkan oleh lini produksi yang terdiri dari tahap-tahap berurutan, dengan satu atau lebih kejadian malfungsi atau di luar toleransi. RCA berbasis proses pada dasarnya mengikuti RCA berbasis produksi, tetapi dengan cakupan yang diperluas meliputi proses bisnis di luar manufaktur. Pandangan dasar sebuah akar persoalan adalah bahwa kesalahan proses individual
18
merupakan sumber persoalan. RCA kelompok ini terkait erat dengan praktek perbaikan proses. RCA berbasis sistem muncul berdasarkan ide-ide dalam bidang manajemen perubahan, manajemen resiko, and sistem berpikir. Sebuah akar persoalan menurut klasifikasi ini sering hadir pada level budaya organisasi dan manajemen strategis. Memusatkan tindakan korektif pada akar persoalan akan lebih efektif daripada hanya menangani gejala-gejala dari persoalan yang terjadi. Agar efektif RCA harus dijalankan secara sistematik dan pengambilan kesimpulan harus didukung bukti-bukti. Biasanya persoalan memiliki lebih dari satu akar persoalan yang mungkin. Langkah-langkah umum dalam melakukan analisis akar persoalan adalah mendefinisikan persoalan, mengumpulkan data/bukti, analisis hubungan sebabakibat, identifikasi akar penyebab, menentukan rekomendasi solusi dan implementasi solusi beserta evaluasinya.
II.2
Manajemen Pengetahuan
Pengetahuan merupakan sesuatu yang tidak mudah diukur, maka suatu organisasi harus mengelola pengetahuan sebagai aset secara efektif untuk mengambil keuntungan sepenuhnya dari ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki juga pengetahuan tersembunyi yang dimiliki karyawan dalam perusahaan. Rangkuman dari beberapa studi mengenai definisi manajemen pengetahuan ditampilkan pada Tabel II.3 [Kanagasabapathy , 2006]. Manajemen pengetahuan adalah aktifitas manajerial dalam mengembangkan, memindahkan, mengirimkan, menyimpan dan mengaplikasikan pengetahuan, serta menyediakan informasi bagi anggota organisasi untuk mengambil keputusan dan tindakan yang tepat dalam mencapai tujuan organisasi.
19
Tabel II.3 Definisi Manajemen Pengetahuan Penulis
Definisi Manajemen Pengetahuan
Ouintas dkk
Manajemen pengetahuan adalah untuk menemukan,
(1997)
mengembangkan, memanfaatkan, menyampaikan dan menyerap pengetahuan di dalam dan di luar organisasi melalui proses manajemen yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan mendatang.
Allee (1997),
Manajemen
pengetahuan
Davenport
pengetahuan perusahaan melalui proses spesifik yang
(1998),
sistematik
Alavi dan
mengorganisasi,
Leidner
membagi dan memperbarui pengetahuan karyawan baik
(2001)
tersembunyi maupun eksplisit untuk meningkatkan
dan
adalah
terorganisir
pengelolaan
untuk
melestarikan,
mengambil,
mengaplikasikan,
performance organisasi dan menciptakan nilai. Gupta dkk
Manajemen pengetahuan adalah sebuah proses yang
(2000)
membantu organisasi dalam menemukan, memilih, mengorganisasi, diseminasi, dan memindahkan informasi penting dan keahlian yang diperlukan untuk aktivitasnya.
Bhatt (2001)
Manajemen
pengetahuan
adalah
sebuah
proses
menciptakan, validasi, presentasi, distrbusi dan aplikasi pengetahuan. Holm (2001)
Manajemen pengetahuan adalah membawa informasi yang tepat kepada orang yang tepat, membantu orangorang menciptakan pengetahuan serta berbagi dan bertindak terhadap informasi.
Horwitch dan
Manajemen
pengetahuan
Armacost
transformasi,
(2002)
informasi yang tepat untuk merancang kebijakan yang
serta
adalah
penyimpanan
kreasi,
ekstraksi,
pengetahuan
dan
lebih baik, mengubah tindakan dan menyampaikan hasil.
20
Para praktisi manajemen pengetahuan menganggap bahwa pengetahuan adalah sumber daya terpenting bagi organisasi modern, satu-satunya sumber daya yang tidak dapat direplikasi oleh pesaing, dan oleh karena itu merupakan sumber keuntungan yang khas dan kompetitif [Davenport dan Prusak, 1998]. Praktekpraktek manajemen pengetahuan modern menitikberatkan pada penciptaan pengetahuan baru dan aplikasi pengetahuan organisasi untuk memelihara keuntungan strategis. Diasumsikan bahwa terdapat sistem dalam organisasi yang mendukung kreasi pengetahuan dan bahwa pengetahuan yang relevan dari dalam maupun luar telah tercatat sedemikian hingga dapat diambil kembali dan digunakan. Organisasi harus siap untuk meninggalkan pengetahuan yang sudah usang [Drucker, 1993]. Hubungan keterkaitan di antara faktor-faktor kunci dalam manajemen pengetahuan disajikan pada Gambar II.3 .
Gambar II.3 Sumber-sumber pengetahuan, proses dan hasil dari manajemen pengetahuan [Klobas, 1997] Perekonomian dunia telah beralih dari industri manufaktur dan ekonomi yang berorientasi produk ke ekonomi yang berbasiskan pengetahuan dan jasa dengan komoditas utama adalah informasi atau pengetahuan. Manajemen kekayaan intelektual yang efektif merupakan isu kritis dalam menghadapi ekonomi global saat ini yang dikendalikan oleh informasi. Manajemen pengetahuan tidak semata-
21
mata tentang mengelola pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada mengelola dan menciptakan budaya perusahaan yang memfasilitasi dan mendorong untuk berbagi, pemanfaatan dan penciptaan pengetahuan yang mengarah pada keuntungan kompetitif strategis perusahaan. Pencapaian budaya pengetahuan mensyaratkan fokus manajerial pada tiga area yaitu penyiapan organisasi, pengelolaan aset pengetahuan dan memanfaatkan pengetahuan untuk keuntungan kompetitif [Abell dan Oxbrow, 1997]. Struktur hirarki manajemen pengetahuan tradisional seperti ditampilkan pada Gambar II.4, memungkinkan alih pengetahuan secara vertikal melalui rantai komando tipikal, tetapi menghambat alih pengetahuan secara horisontal yang harus menyeberangi batasan fungsional organisasi. Kompetisi yang semakin ketat dan lebih singkatnya laju perubahan teknologi membutuhkan alih pengetahuan melewati batas-batas organisasi yang lebih baik [Gopalakrishnan and Santoro, 2004]. Pengembangan kelompok-kelompok pengetahuan yang tersusun dari para pekerja pengetahuan
dari
area
lintas-fungsi
adalah
langkah
pertama
menuju
pengembangan sistem alih pengetahuan yang terdistribusi sepenuhnya dalam organisasi (vertikal dan horisontal). Anggota kelompok lintas fungsi memberikan pembagian pengetahuan dari kelompok pengetahuannya kembali pada area fungsional asal mereka. Contoh struktur organisasi berbasis kelompok pengetahuan ditampilkan pada Gambar II.5. Organisasi pengetahuan pada Gambar II.5 tersusun dari beberapa kelompok pengetahuan yang terdiri atas kelompok pengetahuan yang dibentuk dari pekerja pengetahuan yang terpilih untuk berpartisipasi pada kelompok pengetahuan karena pengetahuan dan ketrampilan mereka. Idealnya pekerja pengetahuan dalam kelompok berasal dari latar belakang organisasi dan pendidikan yang berbeda yang akan membawa keragaman pengetahuan dan ketrampilan dalam kelompok.
22
Gambar II.4 Contoh hirarki manajemen organisasi tradisional [PT. Pupuk Kaltim, 2006]
23
Gambar II.5 Hirarki elemen-elemen organisasi pengetahuan [Kanagasabapathy , 2006]
II.3
Basis Pengetahuan
II.3.1 Definisi
Basis pengetahuan adalah jenis basis data khusus yang ditujukan untuk manajemen menyediakan
pengetahuan
(knowledge
cara-cara
mengumpulkan,
management).
Basis
mengorganisasi
dan
pengetahuan mengambil
pengetahuan dengan bantuan komputer. Basis pengetahuan yang lebih maju juga memiliki kemampuan aplikasi dalam pengambilan keputusan. Pada kasus yang sudah maju tersebut kandungannya adalah himpunan formula yang diasumsikan, dengan setiap formula mempunyai muatan logika. Beberapa penulis memprediksi bahwa basis data dapat menjadi basis pengetahuan selama sistem pengambilan kembalinya
mempunyai
kemampuan
mengambil
kesimpulan
[en.wikipedia.org/wiki/Knowledge_base].
Basis pengetahuan secara umum dapat dikategorikan dalam dua kelompok utama, yaitu basis pengetahuan yang dapat dibaca oleh mesin dan yang dapat dibaca oleh
24
manusia. Basis pengetahuan yang pertama menyimpan pengetahuan dalam format yang terbaca oleh komputer, biasanya dengan aplikasi pengambilan keputusan deduktif otomatis. Basis pengetahuan ini berisikan himpunan data, umumnya berupa aturan-aturan yang menggambarkan pengetahuan dalam bentuk logikalogika yang konsisten. Deduksi dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan tentang pengetahuan di dalam suatu basis pengetahuan.
Basis pengetahuan kedua dirancang agar memungkinkan pemakai mengambil dan menggunakan isi pengetahuan, misalnya untuk kebutuhan pelatihan. Basis pengetahuan ini umumnya digunakan untuk menangkap pengetahuan eksplisit, termasuk troubleshooting, artikel, dokumen, panduan pemakai dan lain-lain. Keuntungan utama adalah menyediakan cara menemukan solusi dari suatu persoalan yang telah diketahui solusi sebelumnya dan dapat diaplikasikan oleh pihak lain yang kurang pengalaman pada persoalan terkait.
Beberapa basis pengetahuan mempunyai komponen kecerdasan tiruan. Jenis basis pengetahuan seperti ini dapat memberikan saran solusi dari suatu persoalan berdasarkan umpan-balik yang diberikan oleh pemakai dan memiliki kemampuan belajar dari pengalaman. Representasi pengetahuan, pengambilan keputusan dan argumentasi otomatis merupakan area penelitian yang berkembang pada bidang kecerdasan tiruan.
Motivasi utama dalam pengembangan basis pengetahuan adalah menyediakan arena untuk menangkap pengetahuan atau pengalaman. Secara tradisional, sistem seperti itu dapat dilihat memberikan peran advisor dan keefektifannya dapat dievaluasi dengan membandingkan rekomendasi dari pakar dengan keluaran dari basis pengetahuan.
Basis pengetahuan merupakan inti dari suatu sistem pakar yang berupa representasi pengetahuan dari pakar. Basis pengetahuan tersusun atas fakta dan kaidah. Fakta adalah informasi tentang obyek, peristiwa, atau situasi. Kaidah 25
adalah cara untuk membangkitkan suatu fakta baru dari fakta yang sudah diketahui. Menurut Gondran (1986) dalam Utami (2002), basis pengetahuan merupakan representasi dari seorang pakar, yang kemudian dapat dimasukkan ke dalam bahasa pemrograman khusus untuk kecerdasan buatan seperti PROLOG dan LISP atau expert system shell (misalnya G2, CLIPS, EXSYS, dan lain-lain).
II.3.2 Representasi Pengetahuan
Representasi pengetahuan berkaitan dengan bagaimana menyimpan dan memanipulasi informasi pengetahuan dalam sebuah sistem informasi dengan cara formal sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas tertentu. [en.wikipedia.org/wiki/Knowledge_representation]. Sistem yang dibuat mampu melakukan penalaran atau menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta, sehingga menirukan kecerdasan manusia. Beberapa bentuk representasi pengetahuan yang dikenal adalah : logika, struktur pohon, jaringan semantik, frame, naskah (script) dan sistem produksi (rules) [Kusumadewi, 2003]. Logika merupakan bentuk representasi pengetahuan yang berupa proses menarik kesimpulan berdasarkan fakta yang telah ada. Masukan dari proses logika berupa premis atau fakta yang telah diakui kebenarannya sehingga dengan melakukan penalaran pada proses logika dapat ditarik kesimpulan yang benar pula. Struktur pohon menunjukkan hubungan antar obyek secara hirarkis. Sedangkan jaringan semantik merupakan gambaran pengetahuan grafis yang menunjukkan hubungan antar berbagai obyek dan informasi tentang obyek tersebut. Frame adalah kumpulan pengetahuan tentang suatu obyek tertentu, memiliki slot yang menggambarkan rincian dan karakteristik obyek tersebut. Script merupakan skema representasi pengetahuan yang sama dengan frame yaitu merepresentasikan pengetahuan berdasarkan karakteristik yang sudah dikenal.
26
Perbedaannya frame menggambarkan obyek, sedangkan script menggambarkan urutan peristiwa. Sistem produksi (IF-THEN rules) merupakan bentuk representasi pengetahuan yang sangat banyak digunakan, berupa aturan yang terdiri dari premis dan kesimpulan.
II.3.3 Metode Pengembangan Basis Pengetahuan
Metode pengembangan sistem basis pengetahuan klasik secara iteratif seperti ditunjukkan pada Tabel II.4.
Tabel II.4 Tahapan-tahapan pengembangan basis pengetahuan [Chatterjea, 2000]
Followed By
Dalam lingkungan pengembangan basis pengetahuan tradisional, insinyur pengetahuan diharapkan untuk sangat familiar dengan ranah pengetahuan ketika membangun basis pengetahuan untuk ranah terkait. Proses pengembangan basis 27
pengetahuan seperti itu memakan waktu dan dapat menjadi suatu pekerjaan yang menantang bagi seorang ahli yang menguasai permsalahan untuk sekaligus bertindak sebagai insinyur pengetahuan. Selain harus familiar dengan domain pengetahuan, tugas-tugas seperti berikut pada berbagai tahap pengembangan harus dipahami oleh insinyur pengetahuan [Musen, 1999] : − Mengkarakterisasi tugas pengambilan keputusan yang diperlukan untuk memecahkan masalah − Mengidentifikasi konsep ranah utama permasalahan − Mengkategorisasikan
tipe
pengetahuan
yang
diperlukan
untuk
memecahkan masalah − Mengidentifikasi strategi pengambilan keputusan yang dipakai pakar − Mendefinisikan struktur inferensi untuk aplikasi yang dihasilkan − Memformalisasikan hasil di atas secara generik dan dapat dipakai kembali Tanggung jawab insinyur pengetahuan terlihat dominan dalam metodologi pengembangan basis pengetahuan secara tradisional. Di sisi lain, peran pakar menjadi lebih pasif mengikuti metode ini karena hanya bersifat mendukung dengan menjelaskan ranah pengetahuan kepada insinyur pengetahuan. Proses pengembangan basis pengetahuan berbeda dari siklus pengembangan rekayasa perangkat lunak baku dan mengikuti model linier [Giaratno dan Riley, 1998] seperti ditunjukkan pada Gambar II.6 berikut :
28
Gambar II.6 Siklus pengembangan sistem basis pengetahuan [Giaratno dan Riley, 1998] II.4
Basis Pengetahuan Pada Industri Proses
II.4.1 Pengetahuan Proses
Pengetahuan yang terdapat di pabrik proses sangat kompleks, bersifat hibrida dan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu : pengetahuan proses spesifik dan pengetahuan proses umum, shallow knowledge dan deep knowledge, serta pengetahuan struktural dan perilaku [Pramanik, 1989]. Sementara itu klasifikasi lainnya mengelompokkan pengetahuan proses berdasarkan empat kelompok utama yaitu pengetahuan struktur, perilaku, fungsi dan mode [Chandrasekaran, 1993]. Struktur menggambarkan apa-apa yang ada secara fisik; fungsi, apa yang dikerjakan; perilaku, bagaimana dikerjakannya dan mode, kapan dikerjakan. Pengetahuan proses spesifik merupakan pengetahuan yang mencakup informasiinformasi yang terkait dengan proses tertentu. Informasi tersebut meliputi spesifikasi pabrik yang mencakup deskripsi dan interkoneksi dari alat-alat proses,
29
serta informasi perancangan yang spesifik pada proses tersebut. Tercakup juga pengetahuan berdasarkan kumpulan pengalaman mengenai proses tersebut dan pengetahuan perilaku proses mengenai interaksi sebab-akibat diantara variabelvariabel proses. Pengetahuan proses umum merupakan pengetahuan yang mencakup informasiinformasi yang tidak terikat pada proses tertentu. Terdiri dari model standar untuk alat-alat proses yang umum di pabrik seperti katup, reaktor, penukar panas, dan lain-lain, yang berlaku pada berbagai konfigurasi pabrik. Shallow knowledge merupakan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman berulang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan pada proses tertentu, tanpa memahami secara mendalam bagaimana hubungan sebab akibat pada permasalahan tersebut. Sedangkan deep knowledge mencakup pengetahuan structural dan perilaku mengenai hubungan sebab-akibat yang dapat menjelaskan bagaimana sebuah permasalahan proses dapat terjadi [Pramanik, 1989]. Pengetahuan struktural adalah pengetahuan mengenai alat-alat proses dan lokasi fisik relatifnya sesuai topologi pabrik. Item-item peralatan seperti valve, pompa atau penukar panas adalah alat-alat dasar. Peralatan dapat pula berupa unit, sistem dan sub-sistem yang berupa kumpulan alat. Sebagai contoh adalah sistem kendali, furnace dan sistem pemroses umpan. Sumber utama informasi pengetahuan struktural proses adalah dari diagram alir proses. Pengetahuan fungsional adalah pengetahuan mengenai fungsi-fungsi atau peran dari setiap alat dalam proses apakah beroperasi sesuai yang dikehendaki atau tidak. Dalam hal ini fungsi dapat dikategorikan baik pada operasi normal maupun pada situasi malfungsi. Untuk alat-alat elementer, fungsi cenderung independen terhadap proses dan terkait pada alat, sementara untuk alat-alat yang kompleks atau kumpulan alat, fungsi adalah spesifik terhadap proses.
30
Pengetahuan perilaku proses menggambarkan hubungan sebab-akibat dari berbagai variabel proses, yang dapat dinyatakan lewat persamaan, aturan dan prosedur yang menghubungkan input, output dan kondisi dari suatu proses. Pada proses di pabrik pengetahuan perilaku proses terutama dibuat dalam bentuk model fisik berdasarkan termodinamika, serta neraca massa, panas dan momentum. Mode mengacu pada perilaku yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu alat dan biasanya berdasarkan kehendak dari perancang proses. Mode dapat diklasifikasikan failure, fault dan normal. Normal mengacu pada perilaku di mana variabel proses berada dalam batasan normal. Failure mengacu pada perilaku abnormal saat terjadi malfungsi internal suatu alat. Sedangkan fault mengacu pada perilaku abnormal yang dihasilkan dari masukan yang abnormal. Untuk alat dalam kondisi fault, kondisi normal dapat dipulihkan dengan mengembalikan masukan yang menyimpang ke arah normal.
II.4.2 Representasi Pengetahuan Proses
Sistem pendukung keputusan yang tergantung pada pengetahuan yang direpresentasikan secara eksplisit, dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu berpusat pada proses dan berpusat pada struktur [Elsas, 2001]. Sistem yang berpusat pada proses difokuskan pada aliran bahan dan model fenomena fisika dan kimia yang terjadi pada proses. Sistem berpusat pada struktur mengacu pada representasi dari model peralatan dan komponen, serta menghubungkan perilaku proses yang terjadi dengan mempertimbangkan struktur alat-alat yang menyusun proses. Pada pengetahuan perilaku proses, hubungan interaksi sebab-akibat dari berbagai variabel proses dapat direpresentasikan secara kualitatif dalam bentuk signeddigraph (SDG) [Pramanik, 1989]. Sebagai contoh hubungan antara tekanan, volume, dan suhu gas yang dinyatakan dengan persamaan PV=RT dapat digambarkan dalam SDG seperti pada Gambar II.7.
31
+
T
+
P
V
Gambar II.7 Diagram SDG untuk persamaan gas [Pramanik, 1989] Pada basis pengetahuan hubungan sebab-akibat yang digambarkan lewat SDG dapat dituliskan dalam bentukpernyataan aturan IF-THEN . Pengetahuan struktural yang menggambarkan informasi mengenai konektifitas dari berbagai peralatan proses dapat direpresentasikan dengan frame. Sebagai contoh representasi pengetahuan struktural dengan frame ditunjukkan pada Gambar II.9 yang merepresentasikan reaktor dari diagram alir proses pada Gambar II.8.
Gambar II.8 Contoh bagian diagram alir proses di pabrik [Pramanik, 1989] Model representasi pengetahuan lain berbasis struktural yang dikembangkan adalah representasi fungsional (FR) yang menguraikan pengetahuan proses berdasarkan struktur fisik, mode operasi, fungsi dan perilaku proses [Elsas, 2001]. Model representasi fungsional ini ditujukan sebagai basis pengetahuan tunggal yang dapat diaplikasikan pada berbagai aplikasi terkait situasi abnormal proses seperti monitoring, diagnosis atau analisis resiko bahaya pada proses.
32
Gambar II.9 Contoh representasi frame untuk reaktor [Pramanik, 1989]
II.4.3 Aplikasi Sistem Berbasis Pengetahuan Proses
Sistem berbasis pengetahuan dapat dimanfaatkan pada banyak aplikasi yang bersifat mendukung keputusan pada berbagai aktifitas di pabrik proses. Pada pabrik ammonia sistem pakar berpotensi diaplikasikan pada berbagai area proses seperti : pengoperasian reformer, troubleshooting proses pemisahan CO2, pengoperasian sistem kukus, troubleshooting unjuk kerja kompresor/turbin, manajemen alarm proses, serta pengoperasian pabrik yang efisien [Madhavan, 1990]. Secara garis besar aplikasi sistem berbasis pengetahuan pada pabrik proses meliputi diagnosis kesalahan dan troubleshooting proses, pengendalian proses, pelatihan, analisis resiko dan keselamatan, serta pemeliharaan dan reliabilitas. Aplikasi
troubleshooting
dan
diagnosis
proses
mencakup
identifikasi
penyimpangan yang terjadi pada variable proses atau komponen peralatan proses yang mengakibatkan ketidaknormalan operasi proses. Penyimpangan yang terjadi dapat disebabkan oleh penyimpangan parameter proses, kegagalan alat atau kesalahan instrumentasi. Dengan bantuan sistem berbasis pengetahuan proses yang bertindak seolah-olah sebagai ahli, penyimpangan proses yang terjadi dapat dideteksi dan rekomendasi tindakan perbaikan yang dikeluarkan sistem menjadi panduan dalam menyelesaikan masalah.
33
Aplikasi sistem berbasis pengetahuan untuk pengendalian proses menunjang sistem pengendalian proses di pabrik seperti distributed control system (DCS), sehingga
dapat
meningkatkan
kehandalan
pengendalian
proses
dengan
mengembangkan basis pengetahuan sebagai mesin penalaran. Basis pengetahuan untuk pengendalian proses dapat berupa shallow knowledge dengan basis aturan (IF-THEN) atau deep knowledge berdasarkan model dinamik proses. Teknik pengendalian proses dengan sistem pakar dapat dilakukan dengan cara close loop dimana sistem pakar berdasarkan hasil analisis akan mengatur nilai setting pada DCS atau dengan cara open loop dimana sistem pakar hanya mendiagnosis proses dan memberikan rekomendasi kepada operator. Kegiatan pelatihan operator proses dengan bantuan computer juga dapat menjadi aplikasi sistem berbasis pengetahuan proses. Proyek simulasi untuk pelatihan operator yang sedang dikembangkan oleh Pupuk Kaltim merupakan contoh aplikasi sistem pakar untuk pelatihan. Sebuah contoh populer adalah sistem pakar STEAMER yang dibuat untuk aplikasi pelatihan pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap. Simulator proses dinamik dapat dintegrasikan dengan sistem pakar, dengan simulator sebagai model pabrik yang akan dioperasikan. Sistem pakar dapat memonitor semua variabel proses dan tindakan yang dilakukan operator, kemudian dapat pula memberikan instruksi kepada operator dan menjelaskan kesalahan-kesalahan yang dibuat dalam pengoperasian proses lewat simulasi. Analisis resiko dan keselamatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi potensipotensi resiko bahaya yang mungkin terjadi pada sebuah pabrik proses dapat mengaplikasikan sistem berbasis pengetahuan. Beberapa teknik analisis semacam ini adalah HAZOP, What-If Analysis, Fault Tree Analysis dan Failure Mode and Effect Analysis. Metode-metode analisis tersebut pada umumnya menggunakan skenario
penalaran
forward-chaining
atau
backward-chaining
terhadap
kemungkinan-kemungkinan hubungan sebab-akibat kejadian resiko bahaya pada proses di pabrik.
34
Aplikasi potensial sistem berbasis pengetahuan lainnya adalah pada unit pemeliharaan peralatan proses untuk monitoring kondisi dan pemeliharaan prediktif. Dengan basis pengetahuan, dapat diketahui kondisi dan kecenderungan masalah yang mungkin terjadi pada peralatan proses. Informasi kerusakan dan frekuensi penggantian alat beserta pengetahuan dan pengalaman mengenai alat dapat dikembangkan menjadi basis pengetahuan sebagai sebuah sistem pakar yang dapat digunakan untuk program pemeliharaan. Selain itu sistem pakar untuk aplikasi pemeliharaan berpusat pada reliabilitas telah dikembangkan dan implementasikan pada industri kimia [Fonseca, 2000].
35