D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pembahasan pada BAB II mengenai kajian pustaka yang diperlukan untuk mendapatkan pengetahuan serta dapat menunjang pembahasan dan penguatan
pendapat dalam pembuatan Tugas Akhir. Kajian pustaka ini dilakukan dari buku, peraturan, jurnal dan internet. Pembahasan diawali dengan pedoman,
penjelasan tentang perkerasan lentur, cara pemakaian alat digital planimeter, perencanaan tebal perkerasan jalan baru untuk pelebaran, perencanaan tebal lapis tambah metode lendutan,dan estimasi biaya konstruksi. 2.1
Perencanaan Peningkatan Struktur Perkerasan Lentur Perencanaan konstruksi perkerasan dapat dibedakan antara perencanaan
konstruksi jalan baru dan peningkatan/lapis perkerasan tambahan (overlay). Perencanaan jalan baru dan lapis perkerasan tambahan (overlay) serta dapat dilakukan dengan banyak cara (metode), antara lain: AASHTO dan The Asphalt Institute (Amerika), Road Note (Inggris), NAASRA (Australia), dan Bina Marga (Indonesia). Pada Tugas Akhir iniperhitungan untuk tebal perkerasan jalan baru dan tebal lapis tambah (overlay) menggunakan metode American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO 1993) gunamenentukan hasil yang lebih ideal dan sesuai. 2.1.1 Perkerasan Lentur Menurut Aly(2000) secara sederhana dapat dikatakan bahwa fungsi perkerasan jalan adalah menyediakan dan memberikan pelayanan kepada lalu lintas yang lewat diatasnya sedemikian rupa sehingga lalu lintas dapat bergerak dengan cepat, aman dan nyaman sesuai tuntunan dan klasifikasi lalu lintas yang ada. Untuk itu konstruksi perkerasan jalan paling tidak harus memenuhi kriteria, Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-1
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
kuat, awet, rata, mudah dikerjakan dan dipelihara, tidak mahal, dan sesuai dengan klasifikasinya.
Perencanaan tebal perkerasan merupakan salah satu tahapan dalam
pekerjaan jalan dengan sasaran utama adalah memberikan pelayanan yang optimal
kepada masyarakat pengguna jalan (stake holders). Perencanaan yang tidak tepat
dapat menyebabkan jalan cepat rusak (under design) atau dapat menyebabkan pelaksanaan konstruksi tidak ekonomis (over design). Akurasi perencanaan juga
sangat berpengaruh pada manajemen pemeliharaan jalan, terutama berkaitan
dengan rencana konstruksi bertahap (staging construction) sebagai konsekuensi
dari ketersediaan dana untuk jalan yang terbatas. Mengingat pentingnya akurasi perencanaan tersebut, maka sudah sepatutnya kajian mengenai metode perencanaan dilakukan dengan seksama. Oglesby dan Hicks (1982) menyatakan bahwa yang dimaksud perencanaan perkerasan adalah memilih kombinasi material dan tebal lapisan yang memenuhi syarat pelayanan dengan biaya termurah dan dalam jangka panjang, yang umumnya perkerasan meliputi kegiatan pengukuran kekuatan dan sifat penting lainnya dari lapisan permukaan perkerasan dan masing – masing lapisan di bawahnya serta menetapkan ketebalan permukaan perkerasan, lapis pondasi, dan lapis pondasi bawah. Mengingat perkerasan jalan diletakkan di atas tanah dasar, maka secara keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tidak terlepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi setempat atau dengan tambahan timbunan dari lokasi lain yang telah dipadatkan dengan tingkat kepadatan tertentu, sehingga mempunyai daya dukung yang mampu mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan, walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat. Banyak metode yang dapat dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar. Di Indonesia daya dukung tanah dasar (DDT) pada perencanaan perkerasan lentur dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio), yaitu
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-2
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
nilai yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul
beban lalu lintas.
Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1987) yang dimaksud dengan
perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang umumnya
menggunakan bahan campuran beraspal sebagai lapis permukaan serta bahan berbutir sebagai lapisan dibawahnya. Perkerasan lentur jalan dibangun dengan
susunan sebagai berikut:
1. Lapis permukaan (surface course), yang berfungsi untuk: a. Memberikan permukaaan yang rata bagi kendaraan yang melintas diatasnya. b. Menahan gaya vertikal, horisontal dan getaran dari beban roda, sehingga harus mempunyai stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan. c. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi lapisan di bawahnya. d. Sebagai lapisan aus. 2. Lapis pondasi atas (base course), yang berfungsi untuk: a. Mendukung kerja lapis permukaan sebagai penahan gaya geser dari beban roda dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. b. Memperkuat konstruksi perkerasan sebagai bantalan terhadap lapisan permukaan. c. Sebagai lapis peresapan untuk lapisan pondasi bawah. 3. Lapis pondasi bawah (subbase course), yang berfungsi untuk: a. Menyebarkan tekanan yang diperoleh ke tanah. b. Mengurangi tebal lapis pondasi atas yang menggunakan material berkualitas lebih tinggi sehingga dapat menekan biaya yang digunakan dan lebih efisien. c. Sebagai lapis peresapan air.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-3
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
d. Mencegah masuknya tanah dasar yang berkualitas rendah ke lapis pondasi
atas.
e. Sebagai lapisan awal untuk melaksanakan pekejaan perkerasan jalan.
Gambar 2.1 Susunan Lapisan Perkerasan Lentur Sumber: Pt-01-2002-B Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
2.1.2 Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Perencanaan
Peningkatan
Struktur Perkerasan Lentur Dalam proses perencanaan peningkatan struktur perkerasan lentur terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dan ikut mempengaruhi hasil perencanaan, yaitu: 2.1.2.1 Beban Lalu lintas Beban lalu lintas adalah beban kendaraan yang dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui kontak antara ban dan muka jalan. Beban lalu lintas merupakan beban dinamis yang terjadi secara berulang selama masa pelayanan jalan. Besarnya beban lalu lintas dipengaruhi oleh berbagai faktor kendaraan seperti: 1. Konfigurasi sumbu dan roda kendaraan Setiap kendaraan memiliki minimal dua sumbu yaitu sumbu depan (sumbu kendali) dan sumbu belakang (sumbu penahan beban). Masing-masing sumbu dilengkapi dengan satu atau dua roda. Berdasarkan konfigurasi sumbu dan jumlah roda yang dimiliki di ujung-ujung sumbu, maka sumbu kendaraan dibedakan atas:
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-4
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a. Sumbu tunggal roda tunggal (STRT). b. Sumbu tunggal roda ganda (STRG).
c. Sumbu ganda atau sumbu tandem roda ganda (SDRG).
d. Sumbu tripel roda ganda (STrRG).
Sebagai usaha mempermudah membedakan berbagai jenis kendaraan,
maka digunakan kode angka dan simbol.
Kode angka dengan pengertian sebagai berikut:
1
: menunjukkan sumbu tunggal roda tunggal
2
: menunjukkan sumbu tunggal roda ganda
11
: menunjukkan sumbu ganda atau tandem dengan roda tunggal
111 : menunjukkan sumbu triple dengan roda tunggal 22
: menunjukkan sumbu ganda atau tandem dengan roda ganda
222 : menunjukkan sumbu triple dengan roda ganda Kode simbol dengan pengertian sebagai berikut:
•
: menunjukkan pemisahan antara sumbu dengan sumbu belakang kendaraan
-
: menunjukkan kendaraan dirangkai dengan sistem hidraulik
+
: menunjukkan kendaraan digandeng dengan kereta tambahan
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-5
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.1 Golongan dan Kelompok Jenis Kendaraan
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Survai Pencacahan Lalu lintas dengancara Manual, Pd.T-19-2004-B
Dari Tabel 2.1 dapat diketahui pengelompokkan jenis kendaraan menurut Bina Marga adalah sebagai berikut: 1. Golongan 1 Sepeda motor, skuter, kendaraan roda tiga (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). 2. Golongan 2 Sedan, jeep, station wagon (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). 3. Golongan 3 Opelet, pick up, suburban, kombi, dan mini bus (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga), kecuali kombi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum, maksimum dua belas tempat duduk, seperti: mikrolet, angkot, minibus. 4. Golongan 4: Pick up, micro truk, dan mobil hantaran. 5. Golongan 5a: Bus Kecil 6. Golongan 5b: Bus Besar
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-6
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk 30-56 buah
seperti: Bus malam, Bus Kota, Bus Antar Kota dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG).
7. Golongan 6a: Truk 2 as (Truk 2 sumbu 4 roda)
Kendaraan barang dengan muatan sumbu terberat 5 ton (MST-5, STRT)
sumbu belakang dengan as depan 2 roda dan as belakang 2 roda. 8. Golongan 6b: Truk 3 as (Truk 2 sumbu 6 roda)
Kendaraan barang dengan muatan sumbu terberat 8-10 ton (MST 8-10, STRG) pada sumbu belakang dengan as depan 2 roda dan as belakang 4 roda.
9. Golongan 7a: Truk Gandengan (Truk 3 sumbu) Kendaraan barang dengan 3 sumbu yang tata letaknya STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal) dan SDRG (Sumbu Ganda Roda Ganda). 10. Golongan 7c: Truk Tempelan (Semi Trailer) Kendaraan yang terdiri dari kepala truk dengan 2-3 sumbu yang dihubungkan secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula. 11. Golongan 8 Kendaraan tidak bermotor: Sepeda, Becak, Dokar, Keretek dan Andong. 2. Tekanan Ban Beban kendaraan dilimpahkan perkerasan jalan melalui bidang kontak antara ban dan muka jalan. Untuk keperluan perencanaan tebal perkerasan jalan, bidang kontak antara roda kendaraan dan perkerasan jalan diasumsikan berbentuk lingkaran dengan radius sama dengan lebar ban. Radius bidang kontak ditentukan oleh ukuran dan tekanan ban.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-7
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
3. Volume Lalu lintas
Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati
satu titik pengamatan selama satu satuan waktu (hari, jamatau menit). Lalu lintas
harian rata-rata adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari.
Volume lalu lintas harus dipertimbangkan bervariasi sepanjang 24 jam dan
sering, secara periodik terjadi volume maksimum pada jam sibuk pagi hari dan petang hari.
4. Repetisi Sumbu
Beban lalu lintas berupa berat kendaraan yang dilimpahkan melalui kontak antara roda dan perkerasan jalan, merupakan beban berulang (repetisi beban) yang terjadi selama umur rencana atau masa pelayanan jalan. Cara penentuan besarnya beban lalu lintas untuk perencanaan yaitu dinyatakan dalam: a. Repetisi lintasan sumbu standar, beban lalu lintas berasal dari berbagai jenis kendaraan dengan beragam konfigurasi sumbu dan berat kendaraan. b. Spektra beban, dimana beban lalu lintas dinyatakan dalam repetisi beban sumbu sesuai beban dan konfigurasi kelompok sumbunya. 2.2
Cara Pemakaian Alat Digital Planimeter Salah satu cara yang digunakan untuk menghitung luas daerah yang
tidak beraturan adalah dengan cara mekanis yaitu dengan alat yang dinamakan dengan planimeter. Alat planimeter diletakkan diatas peta (gambar) yang akan dihitung luasnya. Kemudian alat tersebut mentrace (mengikuti) batas wilayah yang akan diukur luasnya.Dengan konversi tertentu, maka luas akan dapat dihitung. Ketelitian hasil sangatbergantung pada besar atau kecilnya skala peta (gambar). Semakin besar skalanya, akansemakin teliti hasil luasannya. Ada dua jenis planimeter yaitu planimeter mekanik (manual) dan planimeter digital. Pada Tugas Akhir ini akan dibahas tentang jenis planimeter digital. Pengukuran luasan dengan menggunakan alat planimeter merupakan metode yang sudah cukup familliar bagi yang bergelut dibidang pemetaan dan
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-8
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
perencanaan. Metode ini merupakan metode perhitungan luasan dengan menggunakan alat planimeter yang dijalankan di sepanjang garis yang membatasi
daerah yang akan dihitung luasannya. Metode ini cukup efektif untuk menentukan
luasan yang tidak terlalu besar dan bentuknya tidak beraturan. Dalam penentuan luasan dengan menggunakan metode ini memerlukan
beberapa alat dan bahan diantaranya adalah:
2.2.1
Gambar yang akan dihitung luasannya
Planimeter
Penggaris
Pensil
Alat hitung ( kalkulator )
Pengoperasian Planimeter Langkah-langkah untuk pengoperasianalat planimeter yang akandigunakan
untuk menghitung luas adalah sebagai berikut: 1. Letakkan gambar yang akan digunakan di atas meja dan usahakan agar tidak bisa berpindah posisi. 2. Mengeluarkan alat dari box alat. 3. Mengatur ukuran yang akan digunakan. 4. Mencari posisi untuk kutub planimeter. 5. Setelah kutub terpasang, gerakkan mengelilingi area batas untuk mengetahui ada tidaknya hambatan dari gerak roda. 6. Gerakkan mengeliling dilakukan searah jarum jam. Agar angka yang keluar bernilai positif. 7. Lakukan kegiatan 1-5 berulang-ulang sampai didapatkan nilai luasan yang hampir mendekati. 8. Setelah didapatkan nilai luasannya, lalu dirata-ratakan sesuai dengan jumlah yang dilakukan saat melacak bentuk gambarnya.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-9
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.3
Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Baru untuk Pelebaran Pada sistem perencanaan jalan baru, perhitungan tebal perkerasan
dilakukan secara ekonomis tetapi harus tetap memenuhi nilai kekuatan struktural
yang dibutuhkan oleh jalan tersebut, harus dapat mengantisipasi perkembangan
lalu lintas dan ramah lingkungan. Parameter yang dibutuhkan untuk perencanaan perkerasan metode
AASHTO 1993 ini adalah:
a. Structural Number (SN) b. Koefisien Kekuatan Lapisan (a) c. Lalu lintas d. Tingkat Kepercayaan (R) e. Koefisien Drainase (m) f. Faktor Lingkungan g. Tingkat Pelayanan (Serviceability)
2.3.1
Faktor ESAL Berikut ini adalah parameter-parameter untuk menghitung faktor
ESAL(Equivalent single axle load): 1. Faktor Pertumbuhan Besarnya pertumbuhan lalu lintas telah ditetapkan untuk semua jenis kendaraan selama umur rencana. Pertumbuhan lalu lintas dihitung dengan Persamaan 2.1: ....................................................................................2.1
Dimana: g = persentase pertumbuhan lalu lintas (%) n = umur rencana (tahun)
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-10
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2. Tingkat Pelayanan Tingkat pelayanan dibagi menjadi dua yaitu tingkat pelayanan awal
(Po) dan tingkat pelayanan akhir (Pt). Tingkat pelayanan awal berdasarkan
AASHTO diharuskan sama atau lebih dari 4,0. Nilai tingkat pelayanan awal
(Po) untuk perkerasan kaku yang direkomendasikan oleh AASHTO Road Test
adalah 4,5 dan untuk perkerasan lentur 4,2. Untuk nilai Po juga tergantung kepada jenis lapis perkerasan yang
akan digunakan dan nilai Pt akan tergantung kepada klasifikasi jalan.
Angka PSI diperoleh dari pengukuran kekasaran (roughness) dan
pengukuran kerusakan (distress) seperti retak-retak, amblas, alur. Angka PSI pada akhir umur rencana adalah angka yang masih dapat diterima sebelum pelapisan ulang (overlay). Angka antara 3,0-3,5 adalah yang disarankan untuk digunakan pada jalan kelas tinggi. Sedangkan angka 2,0 untuk jalan kelas rendah. Kriteria untuk menentukan tingkat pelayanan pada akhir umur rencana (Pt) dapat didasarkan dari volume lalu lintas. Nilai Pt berdasarkan volume lalu lintas ditunjukkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Indeks Pelayanan Akhir (Pt) Berdasarkan Volume Lalu Lintas
Volume Lalu Lintas High Volume
Volume Kendaraan >10.000
Terminal Serviceability Pt 3,0 – 3,5
Medium Volume
3.000 – 10.000
2,5 – 3,0
Low Volume
< 3.000
2,0 – 2,5
Sumber : Maine DOT/ACM Pavement Committee, 2007
Selanjutnya ΔPSI dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ΔPSI = Po – Pt................................................................................................ 2.2 Dimana: Po = indeks pelayanan pada awal umur rencana Pt = indeks pelayanan pada akhir umur rencana Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-11
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
3. Angka Ekivalen ESAL
Fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat
pelayanan dari Po sampai Pt dengan kehilangan tingkat pelayanan dinyatakan
sebagai nilai G. Untuk menentukan faktor ESAL nilai G dihitung dengan nilai
Pt yang telah ditentukan sebelumnya. ............................................................................................ 2.3
Dimana:
G = faktor perbandingan kehilangan tingkat pelayanan
Po = indeks pelayanan awal Pt = indeks pelayanan akhir Berikut adalah Tabel 2.3 konfigurasi beban sumbu kendaraan: Tabel 2.3 Beban Sumbu Kendaraan
Beban Sumbu Kendaraan Lx
Ton
Kips
1
2,2045
2
4,409
3
6,613
4
8,818
5
11,022
6
13,227
7
15,431
8
17,636
9
19,840
10
22,045
11
24,249
13
28,658
14
30,863
15
33,067
16
35,272
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-12
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Fungsi desain dan variasi sumbu kendaraan yang menyatakan jumlah
perkiraan banyaknya sumbu kendaraan yang akan diperlukan, sehingga
permukaan perkerasan mencapai tingkat pelayanan = 1,5 dinyatakan sebagai
β. Nilai SN adalah asumsi tebal perkerasan yang telah ditentukan. Nilai
SN digunakan untuk menghitung βx dan β18.
................................................................. 2.4
.................................................................. 2.5
Dimana: β
= faktor desain dan variasi beban sumbu
SN = tebal asumsi perkerasan Lx = beban sumbu yang akan dievaluasi (kips) L18 = beban sumbu standar dalam (18 kips) L2= notasi konfigurasi sumbu, 1 untuk beban tunggal, 2 untuk beban tandem, dan 3 untuk beban triple. Nilai Wx/W18 dapat dihitung setelah nilai G, β18dan βx diketahui. Pada Persamaan2.6 adalah perhitungan Wx/W18 untuk setiap jenis kendaraan. ......................................................... 2.6 Dimana: W = ekivalen beban sumbu standar (W = 18.000) lbs(80 KN) G = faktor perbandingan kehilangan tingkat pelayanan Lx = beban sumbu yang akan dievaluasi (kips) L18 = beban sumbu standar dalam (18 kips) L2 = notasi konfigurasi sumbu, 1 untuk beban tunggal, 2 untuk beban tandem dan 3 untuk beban triple.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-13
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Nilai faktor ESAL (LEF) dapat dihitung setelah Wx/W18 diketahui.
Pada Persamaan2.7 adalah perhitungan faktor ESAL (LEF) untuk setiap jenis
kendaraan.
.............................................................................................. 2.7
Dimana:
LEF
= faktor ESAL
= perbandingan ekivalen sumbu x terhadap sumbu standar
Wx/W18
Nilai faktor ESAL yang didapat sebelumnya kemudian dijumlah untuk
mendapatkan faktor ESAL total dari setiap jenis kendaraan. LEF = LEF depan + LEF belakang .............................................................. 2.8 4. Lalu Lintas Rencana ESAL Untuk menghitung lalu lintas rencana ESAL adalah lalu lintas rencana dikali dengan faktor ESAL total, dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.9 dan 2.10). Lalu lintas rencana = LHR x GF x 365 ........................................................ 2.9 Lalu lintas rencana ESAL (W18) = LL rencana x TOT LEF ..................... .2.10 2.3.2
Rencana Tebal Perkerasan Lentur Pada perencanaan tebal perkerasan lentur digunakan persamaan seperti di
bawah ini:
.................................................................................................................................... 2.11
Dimana: W18
= Beban gandar standar selama umur perencanaan (ESAL)
ZR
= Standar deviasi normal
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-14
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
So SN Pt Po
= Standar deviasi untuk perkerasan lentur (0,35-0,45)
= Indeks Tebal Perkerasan = Terminal serviceability = Initial serviceability
ΔPSI = Perbedaan indeks kemampuan layan awal (serviceability index) Po dan indeks permukaan layan akhir (terminal serviceability) Pt
Mr
= Modulus resilient (psi)
1. Tanah dasar
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Didalam perencanaan ini diperkenalkan modulus resilient (MR) sebagai parameter tanah dasar. Modulus resilient(MR) dapat digunakan untuk mengukur elatisitas dari karakteristik tanah. Nilai MR dapat ditentukan dengan mengetahui hubungannya dengan nilai California Bearing Ratio (CBR). Untuk itu maka terlebih dahulu harus menghitung nilai CBR dari tanah dasar yang mewakili untuk ruas jalan yang akan direncanakan tebal lapis perkerasan lenturnya. CBR reprentatif dari suatu ruas jalan yang direncanakan tersebut tergantung dari klasifikasi jalan yang direncanakan. Pengambilan dari data CBR untuk perencanaan jalan biasanya diambil pada jarak 100 meter. Kekuatan tanah dasar dapat bervariasi antara nilai yang baik dan buruk.Dengan demikian sebaiknya panjang jalan tersebut dibagi atas segmensegmenjalan, dimana setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukungtanah dasar. Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan mempergunakan caraanalitis maupun cara grafis.
Cara Analitis Adapun nilai CBR yang ditentukan dengan cara analitis yaitu menggunakan persamaan berikut: CBRsegmen = CBRrata-rata – (CBRmaks – CBRmin) / R....................... 2.12
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-15
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dimana nilai R tergantung dari jumlah data yang terdapat dalam
satusegmen. Besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel 2.4 yang ditentukan berdasarkan jumlah titik pengamatan.
Tabel 2.4 Nilai R untuk Perhitungan CBR Segmen
Jumlah Titik Pengamatan
Nilai R
2
1,41
3
1,91
4
2,24
5
2,48
6
2,67
7
2,83
8
2,96
9
3,08
> 10
3,18
Sumber: Silvia Sukirman (1999)
Cara Grafis Ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk menentukan nilai CBR dengan cara grafis yaitu antara lain: a. Menentukan besarnya nilai CBR lapangan. b. Dengan
memperhatikan
lingkungan,
jenisdan
nilai
CBR
yang
kondisi
tanah
dasar
diperoleh,
keadaan
disepanjang
jalan,
tentukanlah CBR segmen. c. Dari nilai CBR segmen yang diperoleh tentukan nilai CBR yang terendah. d. Menentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau lebih besar dari masing-masing nilai CBR dan kemudian disusun secara tabelaris mulai dari nilai CBRterkecil sampai yang terbesar. e. Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan persentase dari 100%. Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-16
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
f. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
g. Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%. h. Dari hasil nilai CBR segmen di atas, tentukan nilai daya dukung tanah. i. Dasar daya dukung tanah (DDT) dari setiap nilai CBR segmen yang
diperoleh dengan mempergunakan Gambar 2.2 dimana grafik CBR
menggunakan skalalogaritma, sedangkan grafik DDT menggunakan
skala linier.
Gambar 2.2 Grafik Korelasi antara DDT dengan CBR Sumber: Bina Marga dalam Silvia Sukirman (1999)
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-17
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2. Faktor Distribusi Faktor distribusi arah (DD) = 0,3-0,7 dan umumnya diambil 0,5
(diambil dari AASHTO 1993 halaman II-9). Faktor distribusi lajur (DL),
mengacu pada Tabel 2.5
Tabel 2.5 Faktor Distribusi lajur (DL)
Jumlah Lajur Setiap Arah
DL (%)
1
100
2
80-100
3
60-80
4
50-75
Sumber: AASHTO 1993
Rumus umum desain lalu-lintas (ESAL = Equivalent single axle load) adalah: W18 = DD x DL x Ŵ18 ................................................................................. 2.13 Dimana: W18 = Traffic Design pada jalur lalu-lintas Ŵ18 = Lalu lintas rencana ESAL DD = Faktor distribusi arah DL = Faktor distribusi lajur 3. Reliabilitas Reliabilitas adalah nilai dari kemungkinan tingkat pelayanan dapat dipertahankan selama masa pelayanan. Secara umum reliabilitas merupakan: a. Nilai probabilitas dari tingkat pelayanan yang dapat dipertahankan atau dipelihara selama masa umur perkerasan lentur. b. Nilai jaminan kemampuan perkerasan lentur untuk dapat melayani lalu lintas walaupun dengan tingkat pelayanan minimum sebelum diberikan peningkatan atau rehabilitasi.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-18
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c. Nilai probabilitas dari sistem perkerasan lentur yang masih dapat
memberikan kenyamanan. Reliabilitas menggambarkan suatu faktor keamanan, dengan tingkat
reliabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa struktur perkerasan lentur akan
memberikan kemungkinan kegagalan yang kecil. Dengan demikian tingkat
reliabilitas yang tinggi akan menghasilkan desain tebal lapis perkerasan lentur yang lebih tebal dibandingkan desain tebal lapis perkerasan lentur dengan
tingkat reliabilitas yang rendah. Tingkat reliabilitas yang tinggi dianggap
dapat menghasilkan konstruksi perkerasan lentur yang akan memerlukan
pemeliharaan yang lebih sedikit selama umur rencananya. Selanjutnya, tingkat reliabilitas yang tinggi akan diperlukan pada daerah dengan kondisi lalu lintas yang tinggi dimana gangguan yang ditimbulkan oleh struktur konstruksi perkerasan lentur terhadap pengguna jalan harus diminimumkan. Nilai reliabilitas didefinisikan juga untuk memenuhi kebutuhan akibat variasi parameter-parameter yang digunakan dalam perencanaan dan juga probabilitas distribusi akibat dari adanya variasi dalam kinerja struktur perkerasan. Nilai reliabilitas dapat memberikan estimasi numerik seluruh parameter terhadap variasi perubahan dalam memprediksi jumlah Equivalent Standard Axle Load (ESAL). Disamping itu, perlu diketahui selama pelaksanaan konstruksi perkerasan lentur, variasi dari kualitas material setiap lapisan, keseragaman, pengaruh lingkungan, dan variasi dalam teknik pelaksanaan akan mempengaruhi struktur konstruksi perkerasan lentur. Akhirnya
dijelaskan
bahwa
reliabilitas
dapat
diterjemahkan
sebagai
probabilitas dari seluruh perencanaan yang memberikan kepuasan terhadap kebutuhan pelayanan lalu lintas dengan pengaruh lingkungan yang mungkin terjadi untuk umur rencana perencanaan tertentu. Nilai reliabilitas yang disarankan menurut metode AASHTO disajikan pada Tabel 2.6 berikut ini.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-19
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.6 Hubungan Reliabilitas (R) dengan Fungsi Jalan
Klasifikasi jalan
Rekomendasi Tingkat Reliability
Perkotaan
Antar kota
Bebas Hambatan
85-99,9
85-99,9
Arteri
80-99
75-95
Kolektor
80-95
70-95
Lokal
50-80
50-80
Sumber: AASHTO 1993
Dalam persamaan desain perkerasan lentur, tingkat kepercayaan
dikorelasikan dengan parameter standar deviasi normal (ZR). Tabel 2.7 memperlihatkan nilai ZR untuk tingkat pelayanan tertentu. Penerapan tingkat kepercayaan (R) harus memperhatikan langkah-langkah berikut:
Definisikan klasifikasi fungsional jalan dan tentukan apakah merupakan jalan perkotaan atau jalan antar kota.
Standar deviasi (So) harus dipilih yang mewakili kondisi setempat, rentang nilai Soadalah 0,3-0,4 (untuk perkerasan kaku) dan 0,35-0,45 (untuk perkerasan lentur). Tabel 2.7Nilai Standard Normal Deviate (ZR) untuk Tingkat Reliabilitas (R) Tertentu
Reliabilitas, R (%)
Standar normal deviate, ZR
50
0,000
60
- 0,253
70
-0,524
75
-0,674
80
-0,841
85
-1,037
90
-1,282
91
-1,340
92
-1,405
93
-1,476
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-20
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Lanjutan Tabel 2.7 Nilai Standard Normal Deviate (ZR) untuk Tingkat Reliabilitas (R) Tertentu
Reliabilitas, R (%)
Standar normal deviate, ZR
94
-1,555
95
-1,645
96
-1,751
97
-1,881
98
-2,054
99
-2,327
99,9
-3,090
99,99
-3,750
Sumber:AASHTO 1993
2.3.3
Parameter Perencanaan Perkerasan LenturdenganMetode AASHTO 1993 Parameter-parameter dibawah ini adalah parameter utama didalam
perencanaan perkerasan lentur dengan metode AASHTO 1993. Parameter tersebut adalah sebagai berikut: 1. Structural Number SN merupakan fungsi dari ketebalan lapisan, koefisien relatif lapisan (layer coefficients) dan koefisien drainase (drainage coefficients). Berikut merupakan Persamaan 2.14untuk Structural Number. SN = a1D1 + a2D2m2 + a3D3m3 ..................................................................... 2.14 Dimana: SN
= Structural Number
a1, a2, a3
= Koefisien relatif masing-masing lapisan
D1, D2, D3
= Tebal masing-masing lapisan perkerasan
m2, m3
= Koefisien drainase masing-masing lapisan
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-21
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2. Tebal Masing-masing Lapisan Perkerasan
Menurut AASHTO 1993 nilai tebal minimum setiap lapis perkerasan
ditunjukkan Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Tebal Minimum Tiap Lapisan Perkerasan Dalam Inci
Volume lalu lintas ESAL
Beton aspal (inch)
Pondasi Agregat (inch)
< 50.000
1,0
4
50.001-150.000
2,0
4
150.001-500.000
2,5
4
500.001-2.000.000
3,0
6
2.000.001-7.000.000
3,5
6
> 7.000.000
4,0
6
Sumber: Highway Pavement Design, AASHTO 1993
a. Koefisien KekuatanLapisan
Koefisien lapis permukaan beton aspal (asphalt concrete surface course) Pada Gambar 2.3, ditunjukkan grafik yang dapat digunakan untuk memperkirakan nilai koefisien kekuatan lapis beton aspal bergradasi padat berdasarkan modulus elastisitasnya. Penetapan koefisien kekuatan lapisan beton aspal yang mempunyai modulus elastisitas di atas 450.000 psi (± 3000 Mpa) perlu dilakukan dengan hati-hati. Hal tersebut dikarenakan beton aspal yang mempunyai modulus elastis tinggi mudah mengalami retak termal dan retak lelah, meskipun bahan tersebut lebih kaku dan lebih tahan terhadap lendutan.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-22
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.3 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukan beton aspal bergradasi rapat (a1) Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pt T-01-2002-B
Koefisien kekuatan lapis pondasi atas granular (granular base layers) Koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a2) dapat diperkirakan dengan menggunakan Gambar 2.4 atau dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.15. a(2) = 0,249 (log10 EBS) – 0,977 ……………………………….2.15
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-23
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.4 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a2) Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pt T-01-2002-B
Koefisien kekuatan lapis pondasi bawah granular (granular subbase layers) Untuk lapis pondasi bawah granular, koefisien kekuatan relatif (a3) dapat diperoleh dengan menggunakan Gambar 2.5 atau dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.16. a3 = 0,227 (log10 ESB) – 0,839 …………………….………. 2.16
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-24
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.5 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis pondasi granular (a 3) Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pt T-01-2002-B
b. Koefisien Drainase (m) Koefisien drainase (m) merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen waktu struktur perkerasan selama setahun yang dipengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh. AASHTO 1993 membagi kualitas drainase menjadi 5 tingkat, seperti terlihat pada Tabel 2.9.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-25
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.9 Kualitas Drainase
Kualitas Drainase
Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan air
Baik Sekali
2 Jam
Baik
1 Hari
Cukup
1 Minggu
Buruk
1 Bulan
Buruk Sekali
Air tidak akan surut
Sumber: AASHTO 1993
Berdasarkan kualitas drainase pada lokasi jalan tersebut maka dapat ditentukan koefisien drainase dari lapisan perkerasan jalan. AASHTO 1993 membagi koefisien drainase seperti terlihat pada Tabel 2.10. Tabel 2.10 Koefisien Drainase (m) Untuk Perkerasan Lentur
Kualitas Drainase
Persen Waktu Struktur Perkerasan Dipengaruhi Oleh Kadar Air Yang Mendekati Jenuh <1%
1-5 %
5-25 %
> 25 %
Baik Sekali
1,40-1,30
1,35-1,30
1,30-1,20
1,2
Baik
1,35-1,25
1,25-1,15
1,15-1,00
1
Sedang
1,25-1,15
1,15-1,05
1,00-0,80
0,8
Jelek
1,15-1,05
1,05-0,80
0,80-0,60
0,6
Jelek Sekali
1,05-0,95
0,80-0,75
0,60-0,40
0,4
Sumber: AASHTO 1993
AASHTO memberikan 2 variabel untuk menentukan nilai koefisien drainase:
Mutu drainase dengan variasi baik sekali, baik, sedang, jelek, jelek sekali. Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air dapat dibebaskan dari perkerasan.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-26
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Persentase struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air sampai tingkat mendekati jenuh air (saturated), dengan variasi < 1%, 15%, 5-25%, > 25%. Untuk menentukan prosen struktur perkerasan dalam 1 tahun
terkena air sampai tingkat kejenuhan (Pheff), maka untuk persamaannya
adalah :
Air Surut (T jam)
= jam per hari
Hari Hujan (T hari)
= hari hujan dalam setahun
C = koefisien pengaliran (mengacu pada Tabel 2.11) WL = 100 – C …………………………………………………………2.17 ……………………………………...2.18 Dimana : = Persen waktu struktur perkerasaan yang di pengaruhi oleh kadar air yang mendekati jenuh. Maka waktu pemutusan 5 jam dapat diambil sebagai pendekatan dalam penentuan kualitas drainase. Tabel 2.11 Koefisien Pengaliran (C)
Koefisien Permukaan Tanah
Koefisien Pengaliran
Jalan beton dan jalan aspal
0.7 - 0.95
Tanah berbutir halus
0.4 - 0.65
Tanah berbutir kasar
0.1 - 0.2
Batuan masif keras
0.7 -0.85
Batuan masif lunak
0.6 - 0.75
(C )
Sumber: Hendarsin, Shirley L. 2008, Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
c. Faktor Lingkungan Persamaan-persamaan
yang
digunakan
untuk
perencanaan
AASHTO didasarkan atas hasil pengujian dan pengamatan pada jalan Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-27
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
percobaan selama kurang lebih dua tahun. Pengaruh jangka panjang dari
temperatur dan kelembaban pada penurunan daya layan (serviceability) belum dipertimbangkan. Satu hal yang menarik dari faktor lingkungan ini adalah pengaruh dari kondisi swell dan frost heave dipertimbangkan,
makapenurunan daya layan (serviceability) diperhitungkan selama masa
analisis yang kemudian berpengaruh pada umur rencana perkerasan.
Metode dan tata cara perhitungan penurunan serviceability ini dimuat pada metode AASHTO 1993 untuk perkerasan yang sudah rusak dan tidak bisa dilewati, nilai serviceability diberikan sebesar 1,5 dan nilai daya layan rusak (failure serviceability,Pf).
Gambar 2.6 Ketentuan perencanaan menurut AASHTO 1993 Sumber: Highway Pavement Design, AASHTO 1993
Selain dengan menggunakan parameter dan perhitungan diatas, dalam
menentukan
perencanaan
tebal
perkerasan
lentur
dapat
menggunakan bantuan yaitu dengan nomogram. Berikut ini adalah gambar nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-28
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.7 Nomogram Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Sumber: AASHTO 1993
2.4
Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Lendutan Pada konstruksi jalan yang habis masa pelayanannya dan telah melampaui
indeks permukaan akhir yang diharapkan, maka perlu diberikan perkerasan tambahan untuk dapat kembali mempunyai nilai kekuatan struktur, selain untuk meningkatkan tingkat keamanan, impermeable/kedap air, dan tingkat pelayanan. Alat yang digunakan untuk mengetahui nilai lendutan pada Tugas Akhir ini adalah alat Benkelmen Beam (BB). 2.4.1
Lendutan dengan alat Benkelman Beam Lendutan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah lendutan hasil
pengujian dengan alat Benkelman Beam (BB). Apabila pada waktupengujian lendutan ditemukan data yang meragukan maka pada lokasi atau titik tersebut Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-29
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
dianjurkan untuk dilakukan pengujian ulang atau titik pengujian dipindah pada lokasi atau titik disekitarnya.
Lendutan yang digunakan untuk perencanaan adalah lendutan balik. Nilai
lendutan tersebut harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor musim)
dan koreksi temperatur serta faktor koreksi beban uji (bila beban uji tidak tepat
sebesar 8,16 ton). Besarnya lendutan balik adalah sesuai Persamaan 2.19. ............................................................... 2.19
dimana : dB
= lendutan balik (mm) = lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran = lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 meter dari titik pengukuran
Ft
= faktor penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 35°C, yaitu sesuai Persamaan 2.20, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih kecil 10 cm atau Persamaan 2.21, untuk tebal lapis beraspal (HL) lebih besar atau sama dengan 10 cm atau menggunakan Tabel 2.12 atau pada Gambar 2.8 (Kurva A untuk HL < 10 cm dan Kurva B untuk HL > 10 cm). = 4,184 x
, untuk HL < 10 cm ............................................ 2.20
= 14,785 x TL
= temperatur
, untuk HL > 10 cm ........................................... 2.21 lapis
beraspal,
diperoleh
dari
hasil
pengukuran
langsungdilapangan atau dapat diprediksi dari temperatur udara,yaitu: TL = 1/3 (Tp + Tt + Tb) ................................................................... 2.22 Tp = temperatur permukaan lapis beraspal Tt = temperatur tengah lapis beraspal Tb = temperatur bawah lapis beraspal Ca
= faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim) = 1,2 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau atau muka air tanah rendah
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-30
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
= 0,9 ; bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan atau muka air tanah
tinggi = faktor koreksi beban uji Benkelman Beam (BB) = 77,343 x
.........................................2.23
Gambar 2.8 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar (Ft)
Sumber: Ditjen Bina Marga, Buku Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman Beam No. 01/MN/B/1983
Tabel 2.12 Faktor koreksi lendutan terhadap temperatur standar (Ft)
TL(°C) 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42 44
Faktor Koreksi (Ft) Kurva A Kurva B (HL< 10 cm) (HL ≥ 10 cm) 1,25 1,53 1,21 1,42 1,16 1,33 1,13 1,25 1,09 1,19 1,06 1,13 1,04 1,07 1,01 1,02 0,99 0,98 0,97 0,94 0,95 0,90 0,93 0,87 0,91 0,84
TL (°C) 46 48 50 52 54 56 58 60 62 64 66 68 70
Faktor Koreksi (Ft) Kurva A Kurva B (HL< 10 cm) (HL ≥ 10 cm) 0,90 0,81 0,88 0,79 0,87 0,76 0,85 0,74 0,84 0,72 0,83 0,70 0,82 0,68 0,81 0,67 0,79 0,65 0,78 0,63 0,77 0,62 0,77 0,61 0,76 0,59
Sumber : Ditjen Bina Marga, Buku Manual Pemeriksaan Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman Beam No. 01/MN/B/1983 Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-31
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4.2
Keseragaman Lendutan Perhitungan tebal lapis tambah dapat dilakukan pada setiap titik pengujian
atau berdasarkanpanjang segmen (seksi). Untuk menentukan nilai lendutan rata
rata dapat menggunakan Persamaan 2.24 sebagai berikut:
dR
= lendutan rata-rata pada suatu seksi jalan
............................................................................................................. 2.24
Dimana: d = nilai lendutan balik (dB) atau lendutan langsung (dL) tiap titik pemeriksaan padasuatu seksi jalan
ns = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan 2.4.3
Data Modified Structural Number (SNC) Modified Structural Number (SNC) merupakan nilai structural number
(SN) yang dipakai untuk memprediksi kerusakan jalan serta nilai yang dimodifikasi dengan adanya penambahan structural number dari sub-grade, yang merupakan fungsi dari CBR sub-grade. Dalam perhitungan SNC juga diperlukan beberapa nilai yang ditentukan dari kondisi perkerasan dilapangan. Untuk mendapatkan nilai SNC pada tahun yang akan dianalisis. Berikut ini adalah rumus structural number modified (SNC): SNC = SN + 3,51 (log CBR) - 0,85 (log CBR)² -1,43 ....................................... 2.25 Dimana: SNC
= modified structural number
SN
= structural number dari AASHTO
CBR
= californiabearing ratio (%) Selain rumus diatas terdapat juga rumus modified structural number
(SNC) dengan fungsi dari lendutan yaitu sebagai berikut: SNC = 3,511 x
.................................................................................... 2.26
Dimana: DEF
= Nilai lendutan
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-32
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Serta untuk perhitungan tebal overlay pada umur rencana yang akan
dianalisis. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
.................................................................................................. 2.27
Dimana: = selisih antara SN pada umur rencana dengan SN eksisting
................................................................................. 2.28
= koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan
= tebal lapisan perkerasan
Untuk besar koefisien relatif pada perkerasan lama berdasarkan kondisi permukaan pada struktur perkerasan jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.13.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-33
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.13 Koefisien kekuatan relatif (a) *) BAHAN
Lapis
permukaan
Beton Aspal
Lapis pondasi yang distabilisasi
Lapis pondasi atau lapis pondasi
KONDISI PERMUKAAN
Koef.kekuatan relatif (a)
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
0,35 – 0,40
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0,25 – 0,35
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau 5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0,20 – 0,30
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0,14 – 0,20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
0,08 – 0,15
Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah
0,20 – 0,35
<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <5%retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0,15 – 0,25
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau >5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0,15 – 0,20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau <10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi
0,10 – 0,20
>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau >10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi
0,08 – 0,10
Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines.
0,10 – 0,14
Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines.
bawah
0,00 – 0,10
granular Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pt T-01-2002-B
Ket: *) Penilaian dilakukan untuk tiap segmen 100 m. Kerusakan yang terjadi diperbaiki atau dikoreksi, maka nilaikondisi perkerasan jalan tersebut harus disesuaikan. Nilai ini dipergunkaan untuk mengoreksi koefisien kekuatan relatif perkerasan jalan lama.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-34
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.5
Estimate Real Of Cost atau Anggaran Biaya Sesungguhnya
Kegiatan estimasi adalah salah satu proses utama dalam proyek konstruksi
untuk menjawab pertanyaan, “Berapa besar dana yang harus disediakan untuk
sebuah bangunan?”. Pada umunya, biaya yang dibutuhkan dalam sebuah proyek
konstruksi berjumlah besar. Ketidaktepatan yang terjadi dalam penyediaannya
akan berakibat kurang baik pada pihak-pihak yang terlibat didalamnya (Ervianto,2005).
2.5.1
Estimasi Estimasi dapat diartikan peramalan kejadian pada masa datang. Estimasi
dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu estimasi kelayakan, estimasi konseptual, estimasi detail, sistem estimasi sub-kontraktor, estimasi pekerjaan tambah kurang, dan estimasi kemajuan. Estimasi dilakukan dengan lebih dahulu mempelajari gambar rencana dan spesifikasi. Berdasarkan gambar rencana dapat diketahui kebutuhan material, baik jenis maupun kuantitas yang nantinya akan digunakan. Perhitungan kebutuhan jenis maupun kuatitas material harus dilakukan secara teliti dan setiap jenis material itu harus ditentukan harganya. Dalam melakukan kegiatan estimasi, seorang estimator harus memahami proses konstruksi secara menyeluruh, termasuk jenis dan kebutuhan alat karena faktor tersebut dapat mempengaruhi biaya perencanaan anggaran biaya. Pihak yang menguasai berbagai metode konstruksi dan mampu memilih dan memutuskan untuk menggunakan metode yang tepat dalam merealisasikan proyek akan dapat membuat rencana anggaran biaya yang efisien. Berbagai hal yang ikut berkontribusi dalam rencana anggaran biaya adalah produktivitas tenaga kerja, ketersediaan material, ketersediaan peralatan, cuaca, jenis kontrak, masalah kualitas, etika, sistem pengendalian, dan kemampuan manajemen.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-35
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.5.2
Anggaran Biaya Sesungguhnya Anggaran biaya suatu bangunan atau proyek merupakan perhitungan
banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan
analisis, serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Ibrahim (2003), menyatakan bahwa biaya atau anggaran itu sendiri merupakan
jumlah dari masing-masing hasil perkalian volume dengan harga satuan pekerjaan yang bersangkutan, disimpulkan bahwa rencana anggaran biaya dari suatu
pekerjaan terlihat dalam rumus:
RAB = ∑ (VOLUME x HARGA SATUAN PEKERJAAN) ............................ 2.29 2.5.3
Komponen – komponen Biaya Komponen – komponen biaya yang terdapat dalam suatu estimasi biaya
terdiri atas: 2.5.3.1 Biaya Langsung Biaya langsung adalah seluruh biaya yang berkaitan langsung dengan fisik proyek, yaitu meliputi seluruh biaya dari kegiatan yang dilakukan di proyek dan biaya mendatangkan seluruh sumber daya yang diperlukan oleh proyek tersebut. Biaya langsung ini juga biasa disebut dengan biaya tidak tetap, karena sifat biaya ini tiap bulannya jumlahnya tidak tetap, tetapi berubah-ubah sesuai dengan kemajuan pekerjaan. Biaya langsung terdiri dari: 1. Biaya Tenaga Kerja (upah) Biaya tenaga kerja meliputi upah dasar ditambah semua tunjangan pekerja yang berkaitan dengan upah pekerja yang dapat dikaitkan langsung dengan suatu pekerjaan. Umumnya upah tenaga kerja mencapai 30% dari total biaya proyek. Perhitungan upah pekerja didasarkan atas kualifikasi, jumlah, kuantitas jam kerja, dan harga satuan dasar tenaga kerja. Tenaga kerja yang dimaksud adalah:
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-36
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
a. Mandor b. Tukang
c. Laden
2. Biaya Bahan/Material Biaya bahan/material merupakan biaya untuk segala bahan yang secara
substansi penting untuk membangun suatu konstruksi. Untuk memperkirakan
biaya pembelian bahan/material, dapat dilakukan dengan menentukan spesifikasi,
membuat daftar pemasok, memilih pemasok, dan membayar harga bahan/material
yang dibeli. Material dalam proyek dibagi menjadi: a. Material utama b. Material pendukung c. Material sisa 3. Biaya Peralatan Biaya peralatan merupakan biaya untuk peralatan yang digunakan kontraktor dalam melakukan pekerjaan sesuai kontrak. Peralatan yang digunakan dalam proyek yaitu: a. Alat berat b. Peralatan tukang 2.5.3.2 Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah seluruh biaya yang terkait secara tidak langsung, yang dibebankan kepada proyek. Biaya ini biasanya terjadi di luar proyek. Biaya ini tiap bulan besarnya relatif tetap dibanding biaya langsung, oleh karena itu juga sering disebut dengan biaya tetap. Biaya ini terdiri dari: 1. Biaya tidak langsung kantor pusat Biaya tidak langsung kantor pusat meliputi: a. Sewa kantor pusat b. Utilitas
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-37
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c. Peralatan komunikasi d. Periklanan
e. Gaji pegawai kantor pusat
f. Donasi
g. Biaya administrasi hukum
h. Pengeluaran pembukuan 2. Biaya tidak langsung lapangan
Biaya tidak langsung lapangan meliputi:
a. Pengeluaran untuk telepon
b. Pengawas c. Transportasi d. Listrik e. Air dan pembersihan f. Juga termasuk biaya jaminan dan asuransi yang berkaitan dengan proyek. 2.5.3.3 Biaya Transaksi 1. Pajak Berbeda-beda untuk setiap lokasi tergantung juga dari status pemilik. Biaya pajak berupa PPN setiap proyek sebesar 10% dan pajak berupa PPh. Badan yang ditanggung oleh pihak perusahaan sehingga tidak termasuk biaya yang harus diperhitungkan oleh kontraktor. 2. Keuntungan Keuntungan (profit) adalah jasa bagi kontraktor untuk pekerjaan sesuai dengan kontrak. Misalnya, keuntungan 5-10%. 2.5.4
Perhitungan Volume Perhitunagan volume meliputi lingkup pekerjaan dan macam pekerjaan
dengan terlebih dahulu mempelajari gambar rencana dan Rencana Kerja Sistem
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-38
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(RKS). Perhitungan volume ini menghasilkan volume dari masing-masing item pekerjaan.
2.5.5
Analisa harga satuan dilakukan dengan cara pengumpulan data sebagai
Analisa Harga Satuan (AHS)
berikut: 1. Analisa Harga Satuan Bahan/Material
Berisi seluruh jenis material yang akan digunakan dalam proyek.
2. Analisa Harga Satuan Upah
Analisa upah satuan pekerjaan ialah menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Analisa upah berisi tentang data upah pekerja yang berlaku di daerah lokasi proyek dan atau upah jika pekerja didatangkan dari luar daerah lokasi proyek. Untuk memperkirakan upah pekerja dapat dilakukan dengan metode overhead, transport atau biaya kontrak. Data ini berisi penetapan besarnya upah bagi pekerja yang digunakan sebagai dasar pemberian kontraprestasi bagi buruh. Besarnya upah sangat tergantung dari lokasi proyek, dimana standar penggajiannya didasarkan pada Upah Minimum Regional/Provinsi (UMR) daerah tersebut. 3. Alat Berisi data alat termasuk data penyewaan alat berat bila digunakan. Alat terdiri dari alat berat dan alat pertukangan. Untuk alat berat contohnya pada pekerjaan pembersihan lahan diperlukan alat berat seperti Dump Truck, Flat bed Truck, water tank Truck, Motor Grader dan Excavator. Hal yang dipertimbangkan dalam penyewaan alat adalah waktu dan depresiasi.
Regitha Amaliya, Sindy Agisriani, Perencanaan Peningkatan Struktur…..
II-39