BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Keamanan Pangan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004,
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Persyaratan keamanan pangan adalah standar dan ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi untuk mencegah pangan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Agar pangan yang aman tersedia secara memadai, perlu diupayakan terwujudnya suatu sistem pangan yang mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat yang mengkonsumsi pangan sehingga pangan yang diedarkan dan/atau diperdagangkan tidak merugikan serta aman bagi kesehatan jiwa manusia. Dengan kata lain, pangan tersebut harus memenuhi persyaratan keamanan pangan (PP RI No. 28 Th. 2004). Penggunaan BTP dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Penyimpangan dalam penggunaannya akan membahayakan generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Di bidang pangan memerlukan sesuatu yang lebih baik untuk masa datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi, dan lebih mampu bersaing dalam pasar global. Kebijakan keamanan pangan (food safety) dan pembangunan gizi nasional (food nutrient)
8
9
merupakan bagian integral dari kebijakan pangan nasional, termasuk penggunaan BTP (Cahyadi, 2009) 2.1.1
Bahan Tambahan Pangan (BTP) Pengertian
BTP
dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
772/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 dalam Cahyadi (2009) secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan. Tujuan penggunaan BTP adalah dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah preparasi bahan pangan. BTP yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila dimaksudkan untuk mencapai masingmasing
tujuan
penggunaan
dalam
pengolahan,
tidak
digunakan
untuk
menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan, tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan, dan idak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2009). 2.1.2 Penggolongan BTP Pada umumnya BTP dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu 1) BTP yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contohnya bahan pengawet, pewarna, dan pengeras. 2) BTP yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak
10
mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa ke dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh BTP dalam golongan ini adalah residu pestisida (termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida), antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis. Di Indonesia, peraturan tentang BTP yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan Kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
772/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/Menkes/PER/X/1999 dalam Cahyadi (2009). Golongan BTP yang diizinkan diantaranya: 1)
Antioksidan, merupakan senyawa yang dapat memperlambat oksidasi di dalam
bahan, seperti askorbil stearat pada bahan pangan margarin, minyak kacang, minyak kelapa dan minyak lainnya. 2)
Antikempal, adalah senyawa anhydrous atau zat yang dapat menyerap air tanpa
menjadi basah, contohnya aluminium silikat pada jenis bahan pangan susu bubuk dan krim bubuk. 3)
Pengatur keasaman (asidulan), yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan
dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai, contohnya asam asetat glasial pada jenis pangan sediaan keju olahan, sarden dan ikan sejenis kalengan.
11
4)
Pemanis buatan, menurut Winarno (1997) dalam Cahyadi (2009) adalah zat
yang menimbulkan rasa manis atau dapat mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, dan kalori yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan gula, contohnya sukrosa, laktosa, dan sorbitol. 5)
Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP untuk menjaga karakteristik warna
putih pada tepung dan untuk memperbaiki mutu selama proses pengolahan, contohnya asam askorbat dan aseton peroksida. 6)
Pengemulsi, pemantap, pengental adalah suatu bahan yang dapat mengurangi
kecepatan tegangan permukaan dan tegangan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling melarutkan menjadi dapat bercampur yang selanjutnya membentuk emulsi, contohnya agar, asam alginat, pada jenis pangan es krim sardin, dan keju. 7)
Pengawet, bahan yang digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak untuk menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Contoh BTP yaitu kalium nitrit, natrium nitrat, dan belerang dioksida pada jenis pangan sosis, korned kalengan, dan keju. 8)
Pengeras, merupakan suatu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah
melunaknya pangan. Contohnya kalsium glukonat, dan aluminium amonium sulfat pada jenis pangan acar ketimun dalam botol, buah kaleng, tomat kalengan dan jeli. 9)
Pewarna, terdiri dari pewarna alami dan sintetis. Contoh pewarna alami yaitu
kunyit, dan daun suji sedangkan pewarna sintetis meliputi eritrosin, amaran, dan tartrazine.
12
10)
Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa merupakan BTP yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma, seperti contoh minyak esensial dan turunannya, oleoresin, bumbu, herba, dan daun. Golongan BTP yang dilarang digunakan dalam makanan meliputi natrium tetrabonat (boraks), formalin (formaldehyd), minyak nabati yang dibrominasi (brominanted vegetable oils), kloramfenikol (chlorampenicol), kalium klorat (pottasium
chlorate),
dietilpirokarbonat
(diethylpyrocarbonate,
DEPC),
nitrofuranzon (nitrofuranzone), dan asam salisilat serta garamnya (salicylic acid and its salt). Selain itu terdapat pula BTP yang dilarang yaitu Rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintetis), dan potasium bromat (pengeras).
2.2
Rhodamin B Rhodamin B merupakan zat pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal berwarna
kehijauan, dalam bentuk larutan pada konsentrasi tinggi berwarna merah keunguan dan konsentrasi rendah berwarna merah terang (Trestiati, 2003; Merck Index, 2006). Rhodamin B dapat menghasilkan warna yang menarik dengan hasil warna yang dalam dan sangat berpendar jika dilarutkan dalam air dan etanol (Rohman, 2007). Ciri-ciri pangan yang mengandung Rhodamin B meliputi warna terlihat cerah (kemerahan atau merah terang) sehingga tampak menarik, dalam bentuk larutan atau minuman warna merah berpendar atau banyak memberikan titik-titik warna karena tidak homogen (seperti pada kerupuk dan es putar), terdapat sedikit rasa pahit, muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya, dan aroma tidak alami
13
sesuai pangan, serta saat diolah, tahan terhadap pemanasan (direbus atau goreng warna tidak pudar) (Winarno, 2004; Syah, 2005). 2.2.1
Struktur Kimia Rhodamin B
Gambar 2.1 Struktur Kimia Rhodamin B
Di dalam struktur Rhodamin B terdapat ikatan dengan senyawa klorin (Cl). Dimana atom klorin tergolong sebagai senyawa halogen. Sifat halogen yang berada di dalam senyawa organik sangat berbahaya dan memiliki reaktivitas yang tinggi untuk mencapai kestabilan dalam tubuh dengan cara berikatan terhadap senyawasenyawa di dalam tubuh yang menimbulkan efek toksik dan memicu kanker pada manusia (Kusmayadi & Sukandar 2009). Juga senyawa Alkilating (CH3-CH3 ) dan bentuk struktur kimia yang poli aromatik hidrokarbon (PAH). Bentuk senyawa tersebut bersifat sangat radikal, menjadi bentuk metabolit yang reaktif setelah mengalami aktivasi dengan enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal ini akan berikatan dengan protein, lemak dan DNA (Levi,1987 ; Zakaria et al., 1996).
14
Rumus molekul dari Rhodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat molekul sebesar 479.000 g/mol. Sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berfluorensi kuat, sukar larut dalam HCl dan NaOH, serta titik leburnya pada suhu 1650C. Termasuk golongan pewarna xanthenes basa, dan terbuat dari meta-dietilaminofenol dan ftalik anhidrid, suatu bahan yang tidak bisa dikonsumsi serta sangat berfluoresensi (Merck Index, 2006). Rhodamin B digunakan sebagai pewarna kertas, kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, sabun dan industri tekstil sebagai pewarna bahan kain atau pakaian (Merck Index, 2006) dan dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi (reagensia) untuk identifikasi plumbum, bismuth, kobalt, merkuri (Cu), mangan (Mg), thalium (Th) dan sebagai bahan uji pencemaran air (Nikitakis, J.M., et al., 1991). 2.2.2 Penyalahgunaan Rhodamin pada Pangan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada enam pasar di Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta, dari 41 sampel yang diperiksa didapatkan 15 sampel yang mengandung Rhodamin B. Dari penelitian ini ditemukan 42,86% di Pasar Kadipolo, 25% di Pasar Kembang, 50% di Pasar Purwosari, 33,33% di Pasar Jungke, 75% di Pasar Penumping, 22,22% di Pasar Kleco mengandung zat pewarna Rhodamin B (Utami & Suhendi, 2009). Penelitian lainnya dengan sampel kue ku dan kue bolu yang diambil dari dua penjual jajanan kue yang beredar di empat pasar di Kota Manado yaitu Pasar Karombasan, Pasar Bahu, Pasar Bersehati dan Pasar Tuminting ditemukan juga positif mengandung Rhodamin B. Sampel yang positif menggunakan Rhodamin B yaitu sampel kue bolu kukus yang diambil di Pasar Karombasan, Pasar Bersehati dan Pasar Tuminting (Yamlean, 2011).
15
Penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Kencana Jakarta Pusat tahun 2012 menyatakan bahwa dari 20 sampel jajanan yang diuji ditemukan sebanyak 2 sampel jajanan (10%) mengandung Rhodamin B yaitu keripik melinjo merah dan es merah muda (Akbari, 2012). Hasil penelitian dari sampel kerupuk di Kota Manado dengan lokasi pengambilan adalah empat pasar yaitu Pasar Tuminting, Pasar Paal 2, Pasar 45 dan Pasar Bersehati 45, menunjukkan bahwa dari sepuluh sampel yang diperiksa didapat satu sampel positif mengandung Rhodamin B (Dawile, Sherly, et al., 2013). Penelitian pada jajanan yang dipasarkan di Pasar Tradisional Kota Bandar Lampung ditemukan bahwa jajanan yang mengandung Rhodamin B sebanyak 50% atau 15 dari 30 sampel yaitu pada kerupuk, kelanting, agar-agar, kembang gula/permen, kue, dan mutiara (sering jadi campuran es) (Permatasari, et al., 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan BBPOM di Denpasar tahun 2013, sampel jajanan buka puasa yang diuji sejumlah 25 sampel dengan hasil uji tidak memenuhi syarat kimia sebanyak 4 sampel (16%) yang seluruhnya menggunakan pewarna dilarang yakni Rhodamin B. Selain itu, terdapat 420 sampel pangan jajanan anak sekolah yang diuji dan sebanyak 52 sampel yang tidak memenuhi syarat (12,38%). terdapat sampel yang mengandung Rhodamin B sebanyak satu sampel. Adapun jenis sampel yang diuji tidak memenuhi syarat meliputi es (es mambo, lolipop, es lilin, es teler), jeli (agar-agar atau produk gel), mie (disajikan atau siap dikonsumsi), dan minuman (minuman berwarna dan sirup) (BBPOM Denpasar, 2013). 2.2.3 Dampak Penggunaan Rhodamin B terhadap Kesehatan Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker. Uji toleransi zat warna Rhodamin B terhadap hewan
16
menunjukkan terjadinya perubahan bentuk dari organisme sel dalam jaringan hati dari normal ke patologis. Sel hati mengalami perubahan menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak, dan sitoklis dari sitoplasma. Degenerasi lemak terjadi akibat terhambatnya pasokan energi dalam hati yang digunakan untuk memelihara fungsi struktur endoplasmik sehingga mengakibatkan penurunan proses sintesa protein yang menyebabkan sel hati kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida dan mengakibatkan nekrosis hati (Djarismawati, et al., 2004). Beberapa dari hasil penelitian uji toksisitas menunjukkan Rhodamin B memiliki LD50 lebih dari 2000mg/kg, dan dapat menimbulkan iritasi kuat pada membran mukosa (Otterstätter, 1999 dalam Wirasto, 2008). Menurut Parodi et al., (1982), LD50 per-oral pada tikus 90mg/kgBB. Sedangkan menurut Singh et al., (1987) LD50 per-oral pada tikus yaitu lebih besar dari 10,56mg/kgBB dan secara intra vena pada tikus LD50 sebesar 89,5 mg/kgBB (Merck Index, 2006). Rhodamin B bersifat karsinogenik dan genotoksik (Brantom, 2005). Dampak mengonsumsi Rhodamin B dalam jumlah besar dan berulang-ulang akan terjadi penumpukan dalam tubuh yang dapat menimbulkan iritasi pada mukosa saluran pencernaan, dan bila terhirup dapat mengiritasi saluran pernafasan, iritasi pada kulit, mata tampak kemerahan dan udem (Yulianti, 2007), serta menimbulkan kerusakan pada organ hepar, ginjal maupun limpa (Trestiati, 2003; Lee et al., 2005). Pemberian Rhodamin B secara subkutan pada hewan mencit dan tikus dapat menimbulkan sarkoma, pembesaran organ hati, ginjal dan limfa yang diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ (Merck Index, 2006). Nainggolan dan
17
Sihombing (1984) menyatakan bahwa pemberian Rhodamin B per-oral pada mencit selama 16 minggu menunjukkan perubahan gizi yang buruk, semua simpanan lemak di dalam tubuh habis, hepatoma, perubahan ginjal di bagian pielum dan bagian korteks yang menipis. Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 1978, pemberian Rhodamin B per-oral dalam konsentrasi 0, 0.1, 0.25, 0.5, 1.0% setelah 18 minggu terlihat pertumbuhan berat badan yang lambat pada tikus sedangkan dalam konsentrasi 2,0% mengakibatkan semua hewan tikus mati pada hari ke 42 (minggu ke-6) akibat kerusakan multiorgan.
2.3
Metode Analisis Pewarna Sintetis
2.3.1 Metode Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan campuran analit dengan mengelusi analit melalui suatu lempeng kromatografi lalu melihat komponen atau analit yang terpisah dengan penyemprotan atau pengecatan. Dalam bentuknya yang paling sederhana, lempeng-lempeng KLT dapat disiapkan di laboratorium, lalu lempeng diletakkan dalam wadah dengan ukuran yang sesuai, lalu kromatogram hasil dapat discanning secara visual. Dalam bentuk yang lebih canggih, terdapat berbagai jenis lempeng KLT, teknik penotolan sampel, termasuk alat penotol sampel yang telah diotomatisasi, tempat pengembangan, alat pendeteksi, serta penjerap (fase diam) yang banyak tersedia di pasaran dengan berbagai jenis. Pada fase diam, berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, lempeng aluminium, atau lempeng plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengemabangan secara menaik (ascending), atau
18
karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending). KLT dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah, demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam KLT, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. Adapun keuntungan KLT adalah (1) KLT banyak digunakan untuk tujuan analisis, (2) identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultra violet, dan (3) dapat dilakukan elusi secara menaik, menurun, atau dengan cara elusi 2 dimensi. Analisis kualitatif pewarna sintetis dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (BPOM, 2000) dengan prinsip membandingkan harga Rf, jika dilihat secara visual berwarna merah jambu dan jika dilihat dibawah sinar UV 254nm berfluoresensi kuning. Faktor–faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang juga mempengaruhi harga Rf: a. struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan b. sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya c. tebal dan kerataan dari lapisan penyerap d. pelarut dan derajat kemurnian fase gerak e. derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan f. teknik percobaan g. jumlah cuplikan yang digunakan h. suhu i. kesetimbangan (Hardjono, 1985).
19
2.4
Pangan Jajanan Tradisional Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (PP RI No. 28 Th. 2004). Menurut Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau dapat disajikan sebagai makanan yang siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran dan hotel. Makanan jajanan tradisional merupakan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat menurut golongan etnik dan wilayah spesifik, diolah dari resep yang dikenal masyarakat secara turun temurun. Bahan yang digunakan berasal dari daerah setempat. Makanan yang dihasilkan juga sesuai dengan selera masyarakat setempat. Secara garis besar jenis makanan jajanan tradisional dibagi menjadi empat kelompok (Haslina, 2004) : a.
Makanan dalam keadaan panas termasuk kelompok makanan yang aman untuk
dikonsumsi, seperti bakso, soto, bubur, dan sebagainya. b.
Makanan yang tidak dipanaskan dan atau yang memiliki resiko kontaminasi
atau mikroorganisme yang tinggi termasuk bakteri patogen, meliputi gado-gado, ketoprak, pecel, ketupat tahu, nasi rames, dan sebagainya. c.
Makanan yang berair dan atau tidak dipanaskan dan mempunyai resiko tinggi
untuk terkontaminasi, misalnya es cendol, es campur, es cincau, es puter, agar-agar, rujak, asinan, dan sebagainya.
20
d.
Makanan jajanan kering, contohnya kerupuk, rengginang, keripik singkong,
keripik tempe, dan sebagainya.
2.5
Pasar Tradisional Pasar sebagai area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari
satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya (Peraturan Presiden Republik Indonesia no. 112 th. 2007). Pasar dalam pengertian ekonomi adalah situasi seseorang atau lebih pembeli (konsumen) dan penjual (produsen dan pedagang) melakukan transaksi setelah kedua pihak telah mengambil kata sepakat tentang harga terhadap sejumlah (kuantitas) barang dengan kualitas tertentu yang menjadi objek transaksi. Kedua pihak, pembeli dan penjual mendapat manfaat dari adanya transaksi atau pasar. Pihak pembeli mendapat barang yang diinginkan untuk memenuhi dan memuaskan kebutuhannya sedangkan penjual mendapat imbalan pendapatan untuk selanjutnya digunakan untuk membiayai aktivitasnya sebagai pelaku ekonomi produksi atau pedagang (Menteri Perdagangan Republik Indonesia). Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunannya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka penjual maupun suatu pengelola pasar. Pada pasar tradisional ini sebagian besar menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, barang elektronik, jasa, dan lain-lain. Selain itu juga menjual kue tradisional dan makanan nusantara lainnya. Sistem yang terdapat pada pasar ini dalam proses transaksi adalah pedagang melayani pembeli yang datang ke stan
21
mereka, dan melakukan tawar menawar untuk menentukan kata sepakat pada harga dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya. Pasar seperti ini umumnya dapat ditemukan di kawasan permukiman agar memudahkan pembeli untuk mencapai pasar (Perda Yogyakarta No. 2 tahun 2001 Tentang Pasar).