6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Berat Badan Lahir Rendah Berat badan lahir rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam satu jam setelah lahir) (JNPK-KR, 2005). BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram (Saifuddin, 2009). BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa kehamilan (Proverawati, 2010). Menurut WHO (dalam Wiknjosastro, 2005), sejak tahun 1961 istilah premature telah diganti dengan dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Penggantian istilah ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat badannya kurang dari 2500 gram pada waktu lahir bayi adalah bayi prematur. Jadi berdasarkan pendapat beberapa ahli maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bayi dengan berat badan lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia kehamilan.
2.2
Epidemiologi BBLR Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan masalah kesehatan yang sering
dialami pada sebagian besar masyarakat yang ditandai dengan berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Bayi lahir dengan berat lahir rendah (BBLR) merupakan
6
7
salah satu faktor risiko yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal. Berat badan bayi baru lahir ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keadaan ibu waktu hamil, umur ibu, paritas , status gizi, jarak kehamilan, cukup tidaknya masa kehamilan, dan sosial ekonomi ibu. Kombinasi berbagai faktor inilah yang menentukan apakah bayi yang lahir nantinya termasuk bayi dengan berat badan lahir cukup atau rendah (Rathi, 2012). Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut WHO (2007) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram. BBLR termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Proporsi BBLR dapat diketahui berdasarkan estimasi dari Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% . Menurut Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) 2002-2003, sekitar 57% kematian bayi terjadi pada bayi umur dibawah 1 bulan dan utamanya disebabkan oleh gangguan perinatal
8
dan bayi berat lahir rendah. Menurut perkiraan, setiap tahunnya sekitar 400.000 bayi lahir dengan berat badan rendah.
2.3
Komplikasi BBLR Menurut Wiknjosastro (2005), komplikasi yang sering dialami oleh berat
badan lahir rendah pada bayi karena kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuh baik anatomi maupun fisiologi maka mudah timbul beberapa kelainan seperti suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat kurangnya jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas dibandingkan dengan berat badan, dan pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya. Selain itu gangguan pernafasan juga sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR oleh karena pertumbuhan dan perkembangan paru yang belum sempurna. Penyakit gangguan pernafasan yang sering diderita adalah penyakit membrane hialin dan aspirasi pneumonia. Komplikasi lainnya yaitu terjadinya hipoksia, gangguan alat pencernaan, hiperbillirubinemia dan defisiensi vitamin K, ginjal yang imatur baik secara anatomis maupun fungsinya, perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh, serta gangguan immunologic yaitu daya tahan tubuh berkurang akibat infeksi karena rendahnya kadar IgG gamma globulin.
2.4
Dampak dari BBLR Berat badan lahir rendah berakibat jangka panjang terhadap tumbuh
kembang anak di masa yang akan datang. Dampak dari bayi dengan berat badan lahir rendah ini adalah pertumbuhannya akan lambat, kecendrungan memiliki penampilan
9
intelektual yang lebih rendah daripada bayi yang berat lahirnya normal. Selain itu bayi BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi (Sistriani, 2008). Menurut Proverawati (2010) dampak yang akan terjadi karena BBLR adalah gangguan perkembangan dan pertumbuhan lebih lanjut berkaitan dengan maturitas otak, selain itu suplai zat-zat gizi ke janin yang sedang tumbuh tergantung pada jumlah darah ibu yang mengalir ke plasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya. Pada ibu hamil yang anemia, masukan oksigen dan nutrisi berkurang sehingga akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin. Dampak yang lainnya yaitu gangguan bicara dan komunikasi, penelitian longitudinal menunjukkan perbedaan kecepatan bicara yang menarik antara BBLR dengan berat lahir normal. Pada bayi BBLR kemampuan bicaranya akan terlambat dibandingkan bayi dengan berat lahir normal sampai usia 6,5 tahun. BBLR juga berdampak pada gangguan belajar atau masalah pendidikan, kelahiran BBLR menurunkan IQ sampai 5 poin. Sulit menilai pada Negara berkembang karena faktor kemiskinan berperan pada kinerja sekolah. Suatu penelitian longitudinal di Negara maju (UK dan Eropa) menunjukkan bahwa lebih banyak anak BBLR dimasukkan ke sekolah khusus (Grantham et al, 2009).
2.5
Faktor Prediktor yang mempengaruhi BBLR Faktor prediktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR secara umum bersifat
multifaktoral, sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan pencegahan. Menurut Manuaba (2010) yang mempengaruhi terjadinya BBLR adalah sebagai berikut :
10
2.5.1 1.
Faktor Ibu
Peningkatan Berat Badan ibu selama hamil Rata-rata pertambahan berat badan ibu hamil selama kehamilan berkisar
11,5kg, 25% untuk janin, selebihnya volume darah ibu yang meningkat, rahim dan jaringan kelenjar susu, cairan amnion dan plasenta. Oleh sebab itu, perlu dilakukan Ante natal care untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan janin, sehingga wanita perlu melakukan persiapan kehamilan. Berdasarkan hasil penelitian Puspitasari et al (2010), menunjukkan bahwa bayi yang berat lahirnya <2500 gram sebagian besar pada ibu yang mengalami kenaikan berat badan <7 kg selama kehamilan, sedangkan bayi yang berat lahirnya >2500 gram sebagian besar pada ibu yang mengalami kenaikan berat badan selama kehamilan >7 kg. Dapat disimpulkan ada hubungan antara kenaikan berat badan selama kehamilan dengan berat bayi lahir di Desa Rawalo tahun 2009-2010. Sedangkan pada penelitian Widiani tahun 2011 di BPS Ni Ketut Nuriasih Denpasar, peningkatan berat badan selama hamil yang kurang dari 7 kg sebanyak 3 orang atau 50% (n = 6) melahirkan bayi dengan BBLR (<2500gr), terdapat hubungan yang erat dan bermakna antara peningkatan berat badan ibu selama hamil dan berat badan bayi baru lahir. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Budiman (2011) berat badan ibu hamil merupakan komponen hasil penjumlahan berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama kehamilan. Berat badan ibu sebelum hamil yang merupakan gambaran status gizi ibu, memiliki hubungan erat dengan berat lahir bayi, dimana ibu yang kurus atau malnutrisi atau peningkatan berat badan selama kehamilan kurang dari 7 kg akan melahirkan bayi berat lahir rendah dan ibu yang
11
obesitas melahirkan bayi makrosomia. Kenaikan berat badan selama kehamilan merupakan gambaran laju pertumbuhan janin dalam kandungan yang perlu diperhatikan karena kenaikan berat badan yang kurang maupun berlebih bisa menimbulkan permasalahan yang serius bagi bayi dan ibunya. Peningkatan berat badan kurang yaitu < 7 kg, peningkatan normal yaitu 7 kg – 12 kg, dan peningkatan lebih yaitu > 12 kg. 2.
Status Gizi ibu hamil Faktor risiko yang dapat mempengaruhi terjadinya BBLR adalah status gizi
ibu hamil. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin, dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfixia intra partum (mati dalam kandungan), dan BBLR (Hidayati, 2009). Status gizi ibu hamil dapat dilihat dari Lingkar Lengan Atas (LILA). Salah satu cara untuk mengetahui apakah ibu hamil menderita KEK atau tidak bila ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari 23,5 cm maka ibu hamil tersebut dikatakan KEK atau gizi kurang dan berisiko melahirkan bayi dengan BBLR. Data menunjukkan bahwa sepertiga (35,65 %) Wanita Usia Subur (WUS) menderita KEK, masalah ini mengakibatkan pada saat hamil akan menghambat pertumbuhan janin sehingga menimbulkan risiko pada bayi dengan BBLR (Mutalazimah, 2005). Hasil penelitian Ferial (2009) dimana ibu yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas < 23,5 cm melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih banyak (17,7%) dibandingkan ibu yang mempunyai ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) ≥ 23,5 cm (2,6%).
12
3.
Anemia Anemia pada ibu hamil akan menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigen
utero plasenta yang menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga pertumbuhan serta perkembangan janin terhambat dan janin lahir dengan berat badan yang rendah. Kadar haemoglobin (Hb) menjelang persalinan digunakan sebagai indikator untuk menentukan adanya anemia pada seorang ibu hamil. Anemia pada ibu hamil akan berakibat buruk pada ibu dan janin. Anemia pada kehamilan akan menyebabkan risiko kelahiran premature, BBLR, dan perdarahan sebelum dan saat melahirkan (Sianturi, 2007). Ibu hamil yang memiliki kadar Hb ≥ 11 gr/dl lebih banyak melahirkan bayi dengan berat badan antara 3000 – 4000 gram, sedangkan Hb kurang dari 11 – 8 gr/dl berat lahir bayinya sekitar 2500 – 3000 gram. Kadar Hb dibawah 8 gr/dl lebih banyak melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah. Kadar Hb ibu hamil berpengaruh terhadap berat bayi yang dilahirkannya karena mula-mula darah yang kaya oksigen dan nutrisi yang dimiliki oleh ibu akan dialirkan ke bayinya melalui plasenta sebagai makanan untuk janinnya. Jika ibu hamil dari awal kehamilan sudah mengalami anemia kemungkinan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan sebaliknya (Jumirah et al, 2003). Hasil penelitian Wijaya (2013) ibu dengan anemia yang melahirkan BBLR (19,6%) lebih banyak dibandingkan ibu yang tidak anemia (2,4%). Berdasarkan penelitian oleh Aisyah, et al (2013) anemia dapat menyebabkan peningkatan kejadian BBLR, terlihat dari nilai Odds ratio (OR) = 4,08. Angka kejadian anemia di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada tahun 2013 sebesar 9,7% dan anemia
13
merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. 4.
Umur Ibu Hamil Menurut BKKBN (2009) usia wanita hamil yang ideal 20-30 tahun, lebih
atau kurang dari usia itu akan berisiko, usia 20 tahun secara fisik dianggap sudah siap. Pada saat wanita berusia 20-21 tahun, organ reproduksi dan kondisi mentalnya sudah siap untuk menikah atau hamil. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI (2009), anak perempuan berusia 15 tahun atau kurang lebih rentan terhadap terjadinya pre-eklampsi (suatu keadaan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi, protein dalam urine dan penimbunan cairan selama kehamilan) dan eklampsi (kejang akibat pre-eklampsi). Mereka juga lebih berisiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah atau bayi kurang gizi. Wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi, diabetes atau fibroid dalam rahim serta gangguan persalinan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan bayi BBLR secara umum yaitu ibu hamil pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Pada usia tersebut pemenuhan nutrisi yang kurang akan lebih cenderung melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Usia reproduksi optimal bagi seorang wanita adalah usia antara 20-35 tahun, di bawah dan di atas usia tersebut akan meningkatkan risiko kehamilan maupun persalinan, karena usia dibawah 20 tahun perkembangan organ-organ reproduksi yang belum optimal, kematangan emosi dan kejiwaan kurang serta fungsi fisiologi yang belum optimal, sehingga lebih sering terjadi komplikasi yang tidak diinginkan dalam kehamilan. Sebaliknya pada usia diatas 35 tahun telah terjadi kemunduran fungsi fisiologis maupun reproduksi secara umum. Hal-hal tersebutlah
14
yang mengakibatkan proses perkembangan janin menjadi tidak optimal dan menghasilkan anak yang lahir dengan berat badan rendah (Proverawati, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Elvan (2012) bahwa ibu yang melahirkan anak dengan BBLR yaitu usia <20 tahun (46,7%) dan >35 tahun (38,3%) lebih banyak dibandingkan pada ibu dengan usia 20-35 tahun (21,2%). 5.
Paritas Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami ibu sebelum persalinan
atau kehamilan sekarang. Pada umumnya BBLR meningkat seiring dengan meningkatnya paritas ibu. Risiko untuk terjadinya BBLR tinggi pada paritas pertama kemudian menurun pada paritas kedua atau ketiga, selanjutnya meningkat kembali pada paritas keempat (Sianturi, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa paritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian BBLR sehingga ibu dengan paritas lebih dari 3 anak berisiko 2,4 kali untuk melahirkan bayi dengan BBLR (Joeharno et al, 2006). Berdasarkan
hasil penelitian oleh Arinita (2012) di Rumah Sakit Pusat Dr.
Mohammad Hoesin Palembang menunjukkan dari 329 ibu, didapat ibu dengan paritas tinggi 155 ibu yang melahirkan BBLR (51,4%). Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Suherni di RSUD Wangaya tahun 2010, berdasarkan paritas ibu yang bersalin pada periode Januari sampai dengan Maret 2010 terdapat 33,32% (109 ibu primipara), 65,55% (215 ibu multipara) dan 1,22% (4 ibu grandemultipara). Ibu yang melahirkan bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gr sebanyak 15 kasus (38,46%) pada status ibu primipara, 22 kasus (56,41%) pada status paritas multipara, dan 2 kasus (5,13%) pada status paritas grandemultipara.
15
Adapun klasifikasi paritas adalah sebagai berikut, Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006). Multipara yaitu wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari satu kali (Prawirohardjo, 2009). Kemudian Grandemultipara yaitu perempuan yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan dan persalinan (Manuaba, 2009). Sedangkan menurut Varney (2006) Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau lebih. 6. Jarak Kehamilan Ibu Jarak kehamilan adalah jarak antara waktu sejak ibu hamil sampai terjadi kelahiran berikutnya. Jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat menyebabkan anemia hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi belum optimal, namun sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandungnya. Jarak kehamilan yang pendek akan mempengaruhi daya tahan dan gizi ibu yang selanjutnya akan mempengaruhi reproduksi (Wibowo, 1992). 7. Penyakit Menahun Ibu Penyakit menahun atau penyakit yang diderita ibu akan memperburuk keadaan ibu maupun janin. Hal ini biasanya terjadi pada penyakit hipertensi kronik, kencing manis, asma, dan lain-lain. Apabila seorang ibu hamil mengalami penyakit tersebut, maka akan berpengaruh pada janin yang dikandungnya. ibu yang mempunyai penyakit berat / menahun perlu pengawasan ekstra mengingat risikonya lebih besar dibandingkan dengan ibu yang kehamilannya normal dan biasanya ibuibu dengan penyakit berat akan lebih cenderung dilakukan terminasi pada kehamilannya.
16
2.5.2
Faktor Kehamilan
1. Hamil dengan Hidramnion Hidramnion / polihidramnion yaitu banyaknya air ketuban lebih dari 200 cc. hidramnion dianggap sebagai kehamilan risiko tinggi karena dapat membahayakan ibu dan anak, hidramnion menyebabkan uterus renggang sehingga dapat menyebabkan partus prematur. 2. Hamil Ganda Kehamilan ganda atau kehamilan kembar (gemeli) adalah kehamilan dua janin atau lebih. Kehamilan dan persalinan ganda membawa risiko bagi janin, bahaya bagi ibu tidak terlalu besar, tetapi wanita dengan kehamilan ganda memerlukan pengawasan dan perhatian khusus. Pada umur kehamilan yang sama berat badan janin pada kehamilan ganda lebih ringan daripada janin pada kehamilan tunggal, sampai kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan lebih kecil, mungkin karena renggangan yang berlebihan menyebabkan peredaran darah plasenta berkurang, sehingga berat badan lahir bayi pada kehamilan ganda kurang dari 2500 gram. Semakin banyak jumlah bayi semakin besar derajat retardasi pertumbuhan dan terjadi BBLR. 3. Komplikasi Kehamilan Komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan ibu adalah KPD, perdarahan antepartum, hipertensi dalam kehamilan dengan atau tanpa oedema pre-tibial, ancaman persalinan prematur dan infeksi berat dalam kehamilan seperti demam berdarah, tifus abdominalis, sepsis, malaria, dan lain-lain. Penyakit infeksi berat dalam kehamilan dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, dan virus, salah satunya malaria dimana komplikasi yang terjadi pada ibu adalah anemia dan parasitemia pada
17
plasenta, meskipun tidak sampai mengenai janin tetapi dapat menyebabkan BBLR (Depkes, 2009). 2.5.3 1.
Faktor Janin Cacat Bawaan Cacat bawaan yaitu kelainan bawaan pertumbuhan struktur organ janin sejak
pembuahan. Cacat bawaan merupakan penyebab terjadinya persalinan prematur, BBLR, keguguran, lahir mati, atau kematian bayi setelah persalinan pada minggu pertama. Karena itu pada setiap kehamilan perlu pemeriksaan antenatal untuk dapat mengetahui kemungkinan kelainan cacat bawaan yaitu lewat pemeriksaan ultrasonografi (Winkjosastro, 2002).