BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah gabungan dari berbagai sumber daya yang
dihimpun dalam suatu wadah organisasi sementara untuk mencapai suatu sasaran tertentu (Cleland dan King, 1983). Proyek konstruksi merupakan kegiatan yang bersifat sementara (waktu terbatas), tidak bersifat rutin, mempunyai waktu awal dan waktu akhir, sumber daya terbatas, dan dimaksudkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Menurut Kerzner (dalam Soeharto, 1997) tahapan rangkaian pada proyek konstruksi tersebut meliputi kegiatan planning, organizing, directing, controlling, dan staffing. Untuk Mencapai tujuan proyek konstruksi, proses planning dan controlling yang baik sangatlah diperlukan. Proses ini dilakukan sebelum proyek konstruksi dilaksanakan. Suatu perencanaan yang baik dan mendetail akan mempermudah proses pengendalian pada proyek yang akan dilaksanakan. Biaya, mutu, dan waktu akan selalu berhubungan dengan perencanaan dan pengendalian proyek konstruksi. Hal ini dikarenakan tujuan utama yang akan dicapai adalah keseimbangan dari ketiga aspek tersebut. Sebelum melaksanakan proyek konstruksi, proses pertama yang harus dilakukan adalah membuat rencana kegiatan. Proses ini mencakup metode pelaksanaan, menguraikan pekerjaan ke bentuk yang lebih detail (Work Breakdown Structure), membuat urutan-urutan ketergantungan (Logic Diagram) pada proses konstruksi, dan menghitung waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara terpisah yang kemudian dipadukan menjadi Time Schedule. Jenis dan jumlah dari sumber daya akan mempengaruhi waktu pelaksanaan dan kegiatan. Dengan kemampuan untuk mengorganisir sumber daya dengan tepat akan dapat mencapai tujuan proyek, sehingga dari perencanaan waktu yang optimum dapat diperoleh biaya yang minimum dengan tetap memperhatikan persyaratan kualitas yang ditetapkan. Sumber daya yang dimaksud dalam proyek
konstruksi yaitu: material, tenaga kerja, peralatan, dan lain-lain. Banyaknya sumber daya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dalam proses konstruksi dapat diketahui dari penjadwalan kegiatan-kegiatan proyek tersebut. Dalam merencanakan suatu proyek, sering kali terdapat adanya kegiatan yang tidak dapat dimulai jika kegiatan lain belum selesai dikerjakan. Perencanaan waktu pada proyek konstruksi merupakan penjadwalan dari kegiatan-kegiatan yang ada pada proyek tersebut. Penjadwalan waktu kegiatan proyek berisi: 1. Urutan-urutan pekerjaan 2. Jenis-jenis pekerjaan 3. Waktu suatu pekerjaan dimulai dan selesai Penelitian dan pengalaman di industry konstruksi memperlihatkan bahwa sebagian besar pekerjaan konstruksi direncanakan dengan menggunakan teknik yang berdasarkan pada salah satu dari dua model berikut: 1. Model pertama: Proyek sebagai serangkaian pekerjaan yang terpisah (Non-repetitive Activities). Model ini mengasumsikan bahwa proyek konstruksi merupakan sekumpulan kegiatan dengan durasi waktu tersendiri dan sejumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. 2. Model kedua: proyek sebagai rangkaian kegiatan kegiatan yang berulang (Repetitive Activities). Model kedua ini mengasumsikan bahwa proyek konstruksi merupakan sekumpulan kegiatan berulang, yang setiap kegiatannya memiliki kegiatan produktivitas sendiri.
2.2.
Perencanaan Waktu Proyek Dengan Kegiatan Tidak Berulang (NonRepetitive Activities). Dalam proyek konstruksi sering ditemui adanya kegiatan yang tidak dapat
dimulai sebelum kegiatan lain selesai dikerjakan. Maka dari itu perencanaan waktu sangatlah penting, sehingga harus dilakukan penjadwalan dengan baik. Pada proyek konstruksi dengan kegiatan tidak berulang (Non-Repetitive Activities) telah dikenal beberapa metode perencanaan waktu, namun yang paling banyak dikenal ada dua macam yaitu:
1. Bagan Balok (Bar Chart) 2. Jaringan Kerja (Network)
2.2.1. Metode Bagan Balok (Bar Chart) Sampai diperkenalkannya metode bagan balok oleh H.L. Grantt pada tahun 1917,dianggap belum pernah ada prosedur yang sistematis dan analitis dalam perencanaan dan pengendalian proyek. Bagan balok disusun dengan maksud mengidentifikasi unsur waktu dan urutan dalam merencanakan suatu kegiatan, yang terdiri dari waktu mulai, waktu penyelesaian dan pada saat pelaporan (Soeharto, 1997). Metode bagan balok ini masih digunakan secara luas, baik berdiri sendiri maupun dikombinasikan dengan metode lain yang lebih modern. Bagan balok dapat dibuat secara manual atau dengan menggunakan komputer. Bagan ini tersusun pada koordinasi X dan Y. pada sumbu tegak lurus X dicatat pekerjaan atau elemen atau paket kerja dari hasil penguraian lingkup suatu proyek, dan digambar sebagai balok. Sedangkan pada sumbu horizontal Y, tertulis satuan waktu misalnya, hari, minggu, atau bulan. Disini waktu mulai dan waktu akhir masing-masing pekerjaan adalah ujung kiri dan kanan dari balok-balok yang bersangkutan. Pada waktu membuat bagan balok telah diperhatikan urutan kegiatan , meskipun belum terlihat hubungan ketergantungan antara satu dengan yang lainnya. Pada bagan balok terdapat beberapa keterangan yang minimal harus dimiliki, diantaranya: 1. Durasi Waktu Durasi atau rencana waktu kegiatan, diletakan sejajar sumbu horizontal dan digambarkandengan garis tebal. 2. Sumber Daya Penjelasan mengenai sumber daya untuk menyelesaikan kegiatan bersangkutan.
Gambar 2.1. Contoh Bar Chart (Sumber: Ervianto, 2005)
Metode bagan balok merupakan metode yang mudah dibuat, dipahami dan dikerjakan. Metode ini sangat bermanfaat sebagai alat perencanaan dan komunikasi.
Meskipun
memiliki
segi-segi
keuntungan
tersebut,
namun
penggunaan metode bagan balok terbatas karena kendala-kendala berikut: 1. Tidak menunjukan secara spesifikhubungan ketergantungan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain, sehingga
sulit
untukmengetahui dampak yang diakibatkan oleh keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal keseluruhan proyek. 2. Sulit mengadakan perbaikan atau pembaharuan (updating), karena umumnya harus dilakukan dengan membuat bagan balok baru. 3. Untuk proyek yng berukuran sedang dan besar, lebih-lebih yang bersifat kompleks, penggunaan bagan balok akan menghadapi kesulitan. Hal ini disebabkan karena dengan menyusun sedemikian besar jumlah kegiatan yang memiliki keterkaitan tersendiri akan mengurangi kemampuan penyajian secara sistematis.
2.2.2. Jaringan Kerja (Network) Jaringan kerja (Network) adalah hubungan ketergantungan antara bagianbagian pekerjaan yang digambarkan atau divisualisasikan dalam diagram network.
Dengan demikian dapat dikemukakan bagian-bagian pekerjaan yang harus didahulukan, sehingga dapat dijadikan dasar untuk melakukan pekerjaan selanjutnya dan dapat dilihat pula bahwa suatu pekerjaan belum dapat dimulai apabila kegiatan sebelumnya belum selesai dikerjakan (Dannyanti, 2010). Jaringan kerja berguna untuk menyusun urutan kegiatan proyek yang memiliki sejumlah besar komponen dengan hubungan ketergantungan yang kompleks, membuat perkiraan jadwal
proyek
yang paling
ekonomis,
mengusahakan fluktuasi minimal penggunaan sumber daya. Jaringan kerja adalah framework untuk sistem informasi proyek yang akan digunakan oleh
manajer proyek untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan waktu, biaya, dan performance. Jaringan kerja memberikan waktu dimana kegiatan dapat dimulai dan diselesaikan dan kapan kegiatan dapat ditunda. Metode jaringan kerja diperkenalkan menjelang akhir dekade 1950-an, oleh suatu tim engineer dan ahli matematika dari perusahaan Du-Pont bekerja sama dengan Rand Corporation, dalam usaha mengembangkan suatu sistem kontrol
manajemen.
mengendalikan
System
sejumlah
ini
besar
dimaksud kegiatan
untuk yang
merencanakan memiliki
dan
hubungan
ketergantungan yang kompleks dalam masalah design-engineering, konstruksi, dan pemeliharaan. Usaha-usaha ditekankan untuk mencari metode yang dapat meminimalkan biaya dalam hubungannya dengan kurun waktu penyelesaian suatu kegiatan. Sistem tersebut kemudian dikenal sebagai jalur kritis (Critical Path Method – CPM). Pada waktu yang hampir bersamaan, secara terpisah dinas angkatan laut Amerika Serikat mengembangkan pula sistem kontrol manajemen dalam rangka mengelola proyek pembuatan peluru kendali Polaris. Sistem kontrol tersebut dinamakan teknik evaluasi dan review proyek (Project Evaluation and Review – PERT) (Soeharto, 1997) CPM (Critical Path Method) dan PERT (Project Evaluation and Review Technique) memakai teknik penyajian secara gratis dengan memakai diagram anak panah, lingkaran serta kaidah-kaidah dasar logika ketergantungan dalam menyusun urutan kegiatan (Soeharto, 1999). model jaringan CPM dan PERT digambarkan sebagai kegiatan pada anak panah atau activity on arrow (AOA). Kegiatan pada anak panah, atau activity on arrow (AOA) digambarkan
sebagai anak panah yang menghubungkan dua lingkaran yang mewakili dua peristiwa. Ekor anak panah merupakan awal dan ujungnya sebagai akhir kegiatan. Nama dan kurun waktu kegiatan berturut-turut ditulis di atas dan di bawah anak panah. Peristiwa (node/event) terdahulu
Peristiwa (node/event) berikutnya Kegiatan
i
j Kurun waktu
Gambar 2.2. Hubungan Peristiwa dan Kegiatan pada AOA (Sumber: Soeharto, 1997)
Selain CPM dan PERT terdapat satu lagi sistem jaringan kerja yaitu Precedence Diagram Method (PDM). Konsep dasar PDM diperkenalkan oleh J.W. Fondahl dari Universitas Stanford-USA pada awal decade 1960-an. Berbeda dengan CPM dan PERT, PDM adalah kegiatan pada node atau activity on node (AON). Kegiatan pada node (AON) ditulis di dalam kotak atau lingkaran. Anak panah hanya menjelaskan hubungan ketergantungan di antara kegiatan-kegiatan. Garis penghubung Kegiatan
Kegiatan
Gambar 2.3. Hubungan Peristiwa dan Kegiatan pada AON (Sumber: Soeharto, 1997)
2.3.
Perencanaan Waktu Proyek Dengan Kegiatan Berulang (Repetitive Activities). Pada suatu proyek konstruksi, kontraktor seringkali dihadapkan pada
proyek-proyek yang mengandung beberapa unit yang identik atau serupa, seperti segmen-segmen lantai pada bangunan bertingkat banyak, unit-unit rumah pada pembangunan perumahan, ruas-ruas jalan pada proyek jalan raya dan lain-lain.
Proyek-proyek multi unit seperti ini bercirikan pengulangan kegiatan yang dalam banyak kasus muncul sebgai pemecahan atau penguraian dari suatu kegiatan umum menjadi beberapa kegiatan khusus. Kegiatan-kegiatan yang berulang membutuhkan alat penjadwalan yang mampu memfasilitasi aliran sumber daya yang tak terputus dari satu unit ke unit berikutnya. Karena itu seringkali persyaratan ini yang menjadi tolak ukur penentuan waktu mulai kegiatan dan yang menentukan seluruh durasi proyek. Merencanakan jadwal proyek multi unit dengan pengulangan kegiatan berarti sama dengan meminimalkan durasi proyek dengan memperhatikan batasanbatasan kontinyuitas sumber daya.
2.3.1. Line of Balance Method (LoB) Line of Balance (LoB) pada mulanya berasal dari industry manufaktur dan kemudian pada tahun 1942 dikembangkan oleh Departemen Angkatan Laut AS untuk pemrograman dan pengendalian proyek-proyek yang bersifat repetitif. Kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Nation Building Agency di Inggris untuk proyek-proyek perumahan yang bersifat repetitif yang alat penjadwalannya berorientasi pada sumber daya ini ternyata lebih sesuai dan realistic daripada alat penjadwalan yang berorientasi dominasi kegiatan. Metode ini kemudian diadaptasi untuk perencanaan dan pengendalian proyek, yang produktifitas sumber daya yang dipertimbangkan sebagai bagian yang penting (Arianto, 2010). Line of Balance (LoB) merupakan metode penjadwalan proyek yang ditujukan untuk perencanaan proyek yang memiliki kegiatan berulang (Repetitive). Seperti pada proyek perumahan, konstruksi jalan raya, pemasangan pipa dan lain sebagainya terutama proyek dengan jumlah kegiatan relatif sedikit dengan kegiatan yang berulang. LoB juga berfungsi sebagai media control dan monitoring, karena bisa digunakan untuk menunjukkan jumlah pekerjaan yang sudah selesai dalam kurun waktu tertentu, sehingga tingkat produksi bisa selalu dikontrol apakah sesuai dengan rencana awal (Sanjaya dan Syahrizal,2014). LoB didasarkan pada asumsi yang mendasari bahwa tingkat produksi untuk kegiatan adalah seragam. Dengan kata lain, tingkat produksi dari suatu kegiatan adalah linier dimana waktu diplot pada satu sumbu, biasanya horizontal,
dan unit atau tahapan kegiatan pada sumbu vertikal. Tingkat produksi dari suatu kegiatan adalah kemiringan garis produksi dan dinyatakan dalam unit per waktu (Prawira dan Syahrizal 2014). Contoh diagram LoB dapat dilihat pada gambar 2.4.
Unit/Lokasi/Jarak
Waktu Gambar 2.4. Contoh Diagram LoB (Sumber: Arsana, 2010)
Keterangan: 1. Sumbu tegak menunjukkan kemajuan kumulatif atau persentase masingmasing pekerjaan yang sudah diselesaikan, sedangkan sumbu datar menunjukkan waktu. 2. Garis diagonal antara sumbu tegak dan datar masing-masing mewakili satu kegiatan, kemiringan dari garis ini menunjukkan rata-rata kemajuan kegiatan. 3. Perpotongan antar garis diagram yang mewakili dua kegiatan yang harus berurutan menunjukkan adanya konflik antar kegiatan, maka harus dihindari. Proyek dengan kegiatan-kegiatan berulang jika dijadwalkan dengan Network Diagram akan mengakibatkan dua kemungkinan yang tidak lazim. Jika dianggap bahwa sejumlah kegiatan dalam proyek sesuai dengan jumlah kegiatan untuk membangun satu unit tetapi volumenya sesuai dengan volume untuk semua unit maka akan dihasilkan diagram yang sangat pendek tetapi masing-masing
kegiatannya mempunyai volume atau durasi yang sangat besar. Sebaliknya jika dianggap jumlah kegiatannya sesuai dengan jumlah kegiatan yang ada pada semua unit maka akan dihasilkan diagram yang sangat panjang dengan pengulangan yang membosankan. Selain itu, kekurangan dari Network Diagram untuk menjadwalkan proyek dengan kegiatan berulang adalah ketidakmampuannya untuk membedakan kecepatan kemajuan diantara
kegiatan kegiatannya.
Sebaliknya metode Line of Balance (LoB) dapat menunjukan jumlah unit yang dapat diselesaikan selama periode tertentu dari durasi proyek beserta kemajuan dari masing-masing kegiatannya.
2.3.2. Dasar Pembuatan Diagram LoB Uher dan Levido (1990) dalam Arsana (2010) menguraikan bahwa anggapan yang digunakan pada penjadwalan dengan metode LoB adalah suatu kelompok pekerja mengerjakan satu jenis kegiatan untuk satu unit. Hal ini berarti bahwa meskipun digunakan lebih dari satu kelompok pekerjauntuk satu kegiatan, durasi untuk menyelesaikan kegiatan tersebut pada satu unit tidak berubah menjadi lebih cepat, melainkan dalam waktu yang bersamaan dapat dilaksanakan kegiatan yang sama untuk beberapa unit sesuai jumlah kelompok pekerjaan yang digunakan. Dengan demikian penambahan jumlah kelompok pekerja tidak akan mengurangi durasi untukmenyelesaikan kegiatan tersebut pada satu unit melainkan meningkatkan kecepatan produksi kegiatan tersebut. Berdasarkan anggapan tersebut maka metode LoB menggunakan pendekatan berdasarkan pembangunan satu unit pada satu waktu, kemudian elemen yang identik dengan sumber daya yang sama pada unit yang lain akan dibangun satu setelah yang lain.
2.3.3. Langkah-Langkah Penyusunan Diagram LoB Berikut langkah-langkah penyusunan diagram LoB (Arsana, 2010) 1. Menyiapkan Network Diagram dari kegiatan untuk 1 unit beserta durasi dari masing-masing kegiatan dengan 1 kelompok pekerja untuk mengetahui hubungan ketergantungan antar kegiatan.
2. Berdasarkan durasi tersebut dapat ditentukan kecepatan produksi untuk tiap kegiatan dengan 1 kelompok pekerja. 3. Menentukan jumlah kelompok pekerja yang mengerjakan tiap kegiatan. 4. Berdasarkan kecepatan produksi untuk tiap kegiatan dengan 1 kelompok pekerja dan jumlah kelompok kerja yang digunakan dapat ditentukan kecepatan produksi total untuk tiap kegiatan dengan jumlah kelompok pekerja yang digunakan. 5. Berdasarkan kecepatan produksi total untuk tiap kegiatan dan jumlah unit yang dibangun, dapat ditentukan durasi total tiap kegiatan untuk menyelesaikan semua unit. 6. Menentukan waktu start dan finish untuk tiap kegiatan dan selanjutnya dapat diketahui durasi total proyek. 7. Gambar diagram LoB.
2.3.4. Conflict / Interfensi Conflict / Interfansi terjadi apabila suatu aktivitas laju produktivitasnya lebih lambat dibandingkan aktivitas pengikutnya. Dalam LoB chart digambarkan dengan perpotongan garis suatu aktivitas dengan garis aktivitas pengikutnya pada suatu unit tertentu. Hal ini berarti pada saat pekerjaan selesai unit tertentu, aktivitas pengikut aktivitas tersebut tidak bisa dimulai karena aktivitas tersebut belum selesai. Sehingga timbul idle time bagi sumber daya karena harus menunggu aktivitas tersebut selesai terlebih dahulu. Untuk menghilangkan waktu tunggu tersebut, maka aktivitas yang harus menunggu biasanya diperlambat laju produksinya, sehingga tiap pekerjaan tetap kontinu tanpa waktu tunggu.
Gambar 2.5. Conflict yang terjadi dalam LoB Chart (Sumber: Hinze, 2008)
2.3.5. Buffers Buffers menentukan diperbolehkan seberapa dekat suatu aktivitas dengan aktivitas pengikutnya saat dikerjakan. Sehingga tujuan pemberian buffer oleh para perencana adalah untuk meminimalisir resiko terjadi conflict/interfensi yang menyebabkan idle time sumber daya. Buffers terdiri dari Time Buffer dan Space Buffer. Time Buffer adalah suatu jarak horizontal yang diberikan pada suatu aktivitas dengan aktivitas pengikutnya sehingga aktivitas pengikut diperkenankan dikerjakan setelah mencapai suatu durasi tertentu. Sedangkan Space/Location Buffer adalah suatu jarak vertikal yang diberikan pada suatu aktivitas dengan aktivitas pengikutnya sehingga aktivitas pengikut diperkenankan dikerjakan setelah mencapai suatujumlah tertentu. Buffer ini biasanya disebabkan oleh: 1. Kecepatan produksi yang berbeda dimana kegiatan yang mendahului mempunyai kecepatan produksi yang lebih lambat dari kegiatan yang mengikuti. 2. Perbaikan dan keterbatasan peralatan. 3. Keterbatasan material. 4. Variasi jumlah kelompok pekerja dimana kegiatan yang mendahului menggunakan kelompok pekerja yang lebih banyak daripada kegiatan yang mengikuti.
Gambar 2.6. Time Buffer dan Space Buffer (Sumber: Hinze, 2008)
2.3.6. Crew Synchronization / Penyerempakan Kelompok Pekerja Crew Synchronization/penyerempakan kelompok pekerja merupakan suatu langkah untuk mengatur sumber daya sehingga dalam melaksanakan suatu aktivitas pekerjaan, kelompok pekerja tersebut dapat tetap produktif secara kontinu, tanpa ada waktu tunggu. Biasanya penyerempakan kelompok pekerja dilakukan
dengan
mengatur
jumlah
crew/kelompok
kerja
dengan
direkomendasikan bahwa kondisi kekontinuan kelompok pekerja boleh dipenuhi, tetapi menjadi keharusan untuk penjadwalan aktivitas yang berulang. Durasi dan jumlah crew dapat dijabarkan ke sebuah hubungan sebagai berikut: C=DxR Dimana: C = Jumlah crew/kelompok kerja D = durasi pekerjaan R = production rate (jumlah unit per satuan waktu) Dari hubungan ini dapat diartikan untuk mempercepat production rate, maka diperlukan penambahan kelompok kerja
2.4.
Kecepatan Produksi Mengingat bahwa pada umumnya proyek berlangsung pada kondisi yang
berbeda-beda maka dalam perencanaan hendaknya dilengkapi dengan analisis produktivitas dan indikasi variabel yang mempengaruhinya. Variabel atau faktor ini misalnya disebabkan oleh lokasi geografis, iklim, keterampilan, pengalaman, ataupun oleh peraturan-peraturan tertentu. Meskipun demikian perlu adanya pegangan atau tolak ukur untuk memperkirakan kecepatan produksi untuk proyek yang hendak ditangani. Salah satu hasil yang dapat dipergunakan adalah membandingkan antara kelompok kerja per unit bangunan dengan durasi yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
Kecepatan produksi =
Kelompok Pekerja per Unit Durasi Pengerjaan
2.5.
Analisa Kebutuhan Tenaga Kerja dan Material Analisa kebutuhan tenaga kerja dan material adalah menghitung besarnya
biaya yang digunakan suatu aktivitas baik itu biaya tenaga kerja maupun material. Untuk menentukan biaya atau upah tenaga kerja tiap kegiatan per hari dapat diketahui melalui perhitungan kebutuhan tenaga kerja yang digunakan per hari dan mengalikannya dengan harga upah tenaga kerja harian yang diperoleh dari analisis harga satuan upah dan bahan (BOW).
Upah tenaga Kerja = kebutuhan tenaga kerja/hari x upah tenaga kerj/hari
Kebutuhan material adalah besarnya bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan. Untuk dapat menghitung besarnya biaya material tentunya harus terlebih dahulu diketahui seberapa besar kebutuhan sumber daya material pada masing-masing aktivitas. Jumlah bahan yang dibutuhkan satu unit pekerjaan merupakan hasil perkalian dari volume
pekerjaan dengan koefisien analisis bahan yang terdapat pada daftar analisa upah dan bahan (BOW).
Kebutuhan bahan = koefisien bahan x volume pekerjaan
Untuk mengetahui biaya material tiap kegiatan dapat dihitung dengan mengalikan kebutuhan material tiap kegiatan dengan harga satuan dari masingmasing bahan yang digunakan.
Biaya material = kebutuhan material x harga satuan
2.6.
Efisiensi dan Efektivitas Suatu kegiatan dapat dikatakan efektif jika tujuan dapat tercapai sesuai
dengan perencanaan, sementara efisien adalah suatu keadaan atau ukuran perbandingan antara biaya aktual yang dikeluarkan untuk suatu pekerjaan tertentu dengan biaya yang direncanakan di awal (Suanda, 2012). Tujuan yang dimaksud adalah mendapatkan hasil yang maksimal dalam hal ketepatan, kecepatan, penghematan dan keselamatan kerja meskipun dengan sumber daya yang terbatas. Efisiensi dari suatu kegiatan atau proyek dapat diketahui dengan melakukan perbandingan antara biaya untuk yang sesungguhnya dengan biaya yang direncanakan. Untuk mengetahui besarnya efisiensi biaya, maka digunakan rumus rasio efisiensi sebagai berikut:
Efisiensi =
Biaya yang ditargetkan
x 100%
Biaya yang direncanakan Adapun kriteria penilaian kerja menurut Nuraini (dalam Arsana 2010) yang diukur dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1. Kriteria Kinerja Biaya Persentase Biaya
Kriteria
>100%
Tidak efisien
90 ≤ 100%
Kurang efisien
80 < 90%
Cukup efisien
60 < 80%
Efisien
< 60%
Sangat efisien
Sedangkan efektvitas waktu dapat diketahui dengan menggunakan rasio perbandingan antara waktu yang direncanakan dengan waktu yang sesungguhnya.
Efektivitas =
Waktu yang ditargetkan
x 100%
Waktu yang direncanakan Adapun nilai efektivitas menurut Nuraini (dalam Arsana 2010), perbandingannya diukur dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.2. Kriteria Kinerja Waktu Persentase Waktu
Kriteria
>100%
Tidak efektif
90 ≤ 100%
Kurang efektif
80 < 90%
Cukup efektif
60 < 80%
Efektif
< 60%
Sangat efektif