BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pisang Menurut sejarah, pisang berasal dari Asia Tenggara yang kemudian disebarkan oleh para penyebar agama islam ke Afrika Barat, Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Selanjutnya pisang menyebar ke suluruh dunia, meliputi daerah tropis dan sub tropis. Negara-negara penghasil pisang yang terkenal diantaranya Brasil, Fhilipina, Panama, Honduras, India, Equador, Thailand, Karibia, Columbia, Meksiko, Venzuela, dan Hawai. Indonesia merupakan negara penghasil pisang nomor empat di dunia (Satuhu dan Supriadi, 2000). Pisang tergolong tanaman buah berupa herbal yang tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat. Tumbuhan ini berdasarkan klasifikasi ilmiahnya tergolong dalam keluarga besar Musaceae, sebagaimana penggolongan dari tingkat Kingdom hingga species berikut ini. Adapun
klasifikasi
pisang
(musa
paradisiaca
formatypica)
menurut
Tjitrosoepomo (2001) : Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Species
: Musa paradisiaca formatypica
Pisang termasuk dalam family Musaceae, dan terdiri atas berbagai varietas dengan penampilan warna, bentuk, dan ukuran yaang berbeda-beda. Varietas pisang yang
diunggulkan antara lain Pisang Ambon Kuning, Pisang Ambon Lumut, Pisang Badak, Pisang Barangan, Pisang Kepok, Pisang Susu, Pisang Raja, Pisang Tanduk, dan Pisang Nangka. Terdapat bermacam-macam jenis pisang, tetapi bila dikelompokkan akan terbagi menjadi empat golongan (Anonim, 2010). Yaitu : 1. Pisang yang dapat dikonsumsi segar tanpa diolah terlebih dahulu. Jenis pisang ini digolongkan pada pisang buah meja seperti pisang mas, pisang seribu, pisang hijau, pisang ambon, pisang susu, pisang raja, pisang badak (cavendish). 2. Pisang olahan yaitu pisang yang dapat di konsumsi setelah di olah terlebih dahulu seperti di rebus, di kukus, di goreng, atau di buat produk-produk lain seperti cake dan roti yang tergolong pada kelompok ini adalah pisang kepok, pisang nangka, pisang kapas, pisang tanduk, pisang raja uli, pisang kayu dan lain-lain. 3. Pisang biji. Jenis pisang ini tidak bisa di konsumsi dalam bentuk segar maupun olahan secara langsung tetapi dapat di konsumsi bersama-sama dengan bahan-bahan lainnya. Misalnya pisang klutuk untuk pembuata rujak. 4. Pisang hias yaitu kelompok jenis pisang yang di gunakan sebagai pisang hias pada berbagai keperluan seperti pisang-pisangan yang di gunakan untuk tanaman hias, pisang lilin dan pelepah.
1.2 Kandungan Gizi Pisang Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang di jadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat di manfaatkan untuk membuat cuka melalui fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dapat di pakai sebagai pembungkus berbagai macam makanan tradisional. Batang pisang dapat di olah menjadi serat untuk pakaian dan kertas. Batang pisang dan daun pisang yang telah di potong kecil dapat di jadikan makanan ternak ruminansia (domba atau kambing) pada saat musim kemarau, di mana rumput
tidak ada atau kurang tersedia. Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok di manfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar, sedangkan air batang pisan di gunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun (Anonim, 2010). Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain menyediakan energi cukup tinggi di bandingkan dengan buah-buahan lain. Pisang kaya akan mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi dan kalsium. Pisang juga mengandung vitamin yaitu C, B kompleks, B6 dan Serotonin yang aktif sebagai neurotransmiter dalam kelancaran fungsi otak. Kandungan energi pisang merupakan energi instan, yang mudah tersedia dalam waktu singkat,sehingga bermanfaat dalam menyediakan kebutuhan kalori sesaat. Karbohidrat pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang dan tersedia secara bertahap, sehingga dapat menydiakan energi dalam waktu tidak terlalu cepat. Karbohidrat pisang merupakan cadangan energi yang sangat baik di gunakan dan dapat secara cepat tersedia bagi tubuh (Anonim, 2009).
Tabel 1. Kandungan gizi buah pisang per 100 gram bahan No
Senyawa
Kompotensi
1
Air (garam)
75.00
2
Energi (K)
88.00
3
Karbohidrat (Gram)
23.00
4
Protein (Gram)
1.20
5
Lemak (Gram)
0.200
6
Ca (Mg)
8.00
7
P (Mg)
28.00
8
Fe (Mg)
06.00
9
Vitamin A (Mg)
439.00
10
Vitamin B-1 (Mg)
0.04
11
vitamin C (Mg)
78.00
(Mulyanti, 2005). 1.3 Panen dan pasca panen
1. Umur dan waktu panen Beberapa tanda atau ciri yang sering digunakan sebagai kriteria untuk memutuskan buah pisang yang siap dipanen. Petani seringkali menentukan berdasarkan pengalaman dengan ciri-ciri fisik pada buah, meliputi bentuk buah, ukuran, serta kulit buahnya. Untuk memastikan umur panen yang tepat juga perlu didukung oleh analisis komponen penting sebagai penentu seperti kadar padatan terlarut total, kadar pati, dan kadar asamnya. Namun, analisis kimiawi harus mengambil buah dan menghacurkannya, oleh karena itu analisis dilakukan sebagai pengendali mutu buah dan diambil pada beberapa contoh saja. Cara ini sering dikenal dengan cara fisikologis, yang mudah dilakukan. Pada perkebunan besar, petugas pemanen selalu memberi tanda pada bunga pisang yang mekar dengan warna-warna yang berbeda, dan berdasarkan varietas pisangnya yang telah diketahui sebelumnya berapa umur panen yang tepat, maka pada umur tertentu dapat dilakukan panen. Sedangkan tingkat ketuaan buah merupakan faktor penting pada buah pisang. Buah yang dipanen kurang tua akan tetap matang, namun kualitasnya kurang baik karena rasa dan aromanya tidak berkembang baik. Sebaliknya bila buah dipanen terlalu tua, rasa manis dan aroma buah kuat, tetapi memiliki masa segar yang pendek. Oleh karena itu tingkat ketuaan panen sangat erat kaitannya dengan jangkauan pemasaran dan tujuan penggunaan buah. (Murtningsihdan Pekert, 1998).
Buah pisang yang akan dipanen disesuaikan dengan tujuannya. Untuk tujuan konsumsi ilokal atau keluarga, panen dilakukan setelah buah tua atau bahkan terlalu tuah (derajat ketuaan 75-85%), tetapi sudah masak fisiologis (kadar patihnya sudah maksimum). Pada keadaan ini kualitas buah cukup baik dan mempunyai Daya simpan yang cukup lama. Waktu panen buah pisang dapat dilaskukan dengan dua cara yaitu dengan menghitung jumlah hari dari bunga mekar sampai dipanen atau dengan melihat bentuk buah. 2. Cara Panen Buah pisang dipanen bersama-sama dengan tandanya. Panjang tandan yang akan diambil adalah 30 cm dari pangkal sisir paling atas, gunakan pisau yang tajam dan bersih waktu memotong tandan. Tandan pisang disimpan dalam posisi terbalik agar supaya getah dari bekas potongan langsung menetes kebawah tanpa mengotori buah. Setelah itu batang pisang dipotong hingga umbi batangnya dihilangkan sama sekali. Jika tersediah tenaga kerja, batang pisang tersebut bisa saja dipotong sampai setinggi 1 m dari permukaan tanah. Penyisaan batang dimaksudkan untuk memacu laju pertumbuhan tunas. 3. Periode Panen Perkebunan pisang yang cukup luas, panen dapat dilakukan 3-10 hari sekali tergantung pengaturan jumlah tanaman produktif. Tabel 2. Kriteria kematangan pisang Tingkat kematangan 1 2 3
4
Warna Kulit Buah Hijau Hijau mulai kuning Hijau lebih Banyak dari kuning Kuning lebih banyak dari hijau Kuning lebih
Pati (%)
Gula (%)
Keterangan
20
0,5
Keras
18
2,5
-
16
4,5
-
13
7,5
-
7
13,5
-
6
7
banyak namun ujung buah masi hijau Seluruhnya kuning Kuning sedikit bintik coklat
2,5
1,5
Kuning dengan 8 1,0 banyak bintik coklat Sumber : Murtinigsih, dkk. (1990).
18,0
Mudah dikupas
19,0
Masak penuh aroma lewat masak
19,0
Daging buah gelap, aroma tinggi sekali
4. Penanganan Pasca Panen 1. Pemotongan sisir pisang dari tandannya. 2. Pencucian sisir pisang dari kotoran dan getah serta dilakukan seleksi buah. 3. Pencucian sisir pisang yang sudah terseleksi dalam air bersih mengaliar. 4. Penyusunan sisir pisang pada rak terbuka lalu dikeringkan dengan mengalirkan 5. Pengemasan sisir pisang pada kotak karton per 15 kg (3-5 sisir ukuran besar atau 6-9 sisir ukuran kecil). 6. Penyemprotan fungisida A12 (SO4)3 (120 ml/15 kg pisang). 7. Pengepakan pada container. Secara konvensional tandan pisang ditutup dengan daun pisang kering untuk mengurangi penguapan dan diangkut ke tempat pemasaran dengan menggunakan kenderaan terbuka/tertutup. Untuk proses pengiriman keluar negeri, sisir pisang dilepaskan darri tandannya kemudian dipilah-pilah berdasarkan ukurannya. Proses pengepakan dilakukan dengan mengguakan wadah karton. Sisir buah pisang dimasukkan kedalam dos dengan posisi terbalik dalam beberapa lapisan. Sebaiknya luka potongan diujung sisir buah pisang disucihamakan untuk menghindari pembusukan. Tabel 3. Syarat mutu pisang berdasarkan SNI 01-6946-2003
Persyaratan Jenis Uji
Satuan Mutu I
Keseragaman kultivar
%
Tingkat ketuaan buah
Hari
Mutu II
Seragam (>95)
Seragam (>90)
900-100
90-100
Keseragaman ukuran
Seragam (>95)
Seragam (>90)
Bentuk
Seragam (>95)
Seragam (>90)
Kadar kotoran
% bobot/bobot
0
< 2,5
Tingkat kerusakan fisik
%bobot/bobot
0
0
Tingkat ketidak seragam
%bobot/bobot
0
<2,5
Kemulusan kulit
%
Mulus
Mulus
Serangga
%
0
0
Penyakit
-
0
0
Sumber : Badan Standar Nasional, 2003 2.4 Proses Pengolahan Keripik Pisang Keripik pisang merupakan produk makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang digoreng tanpa bahan tambahan makanan yang di izinkan.Tujuan pengolahan pisang menjadi
keripik
pisang
adalah
untuk
memberikan
nilai
tambah
dan
meningkatkan/memperpanjang pemanfaatan buah pisang. Syarat mutu keripik pisang mengacu pada SNI-4315-1996. Tabel. 4 Syarat mutu keripik pisang berdasarkan SNI-4315-1996 No 1
2
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1.1 Aroma
-
Normal
1.2 Rasa
-
Khas pisang
1.3 Warna
-
Normal
1.4 Tekstur
-
Renyah
Keutuhan
%
Min 70
Keadaan
3
Kadar air, bb
%
Maks 6
4
Lemak, bb
%
Maks 30
5
Abu, bb
%
Maks 2
6
Cemaran Logam 6.1 Timbal (Pb)
Mg/Kg
Maks 1,0
6.2 Tembaga (Cu)
Mg/Kg
Maks 10
6.3 Seng (Zn)
Mg/Kg
Maks 40
6.4 Raksa (Hg)
Mg/Kg
Maks 1,05
7
Cemara Mikroba 7.1 Angka lempengan 7.2 Ekoli 7.3 Kapang
Koloni/g
Maks 1,0 x 106
APH/g
Maks 1,03 x104
Kolopi/g
Sumber : BPOM, 1996. Keripik pisang standar teknis ini berlaku untuk pembuatan pisang menjadi keripik pisang. Prosedur operasional pengolahan keripik pisang terdiri dari beberapa kegiatan meliputi penyiapan bahan baku keripik pisang, penyiapan peralatan keripik pisang dan kemasan keripik pisang, pengupasan keripik pisang dan pengirisan keripik pisang, pencucian keripik pisang, penggorengan keripik pisang, penirisan minyak keripik pisang, pemberian bumbu keripik pisang, pengemasan keripik pisang serta pelabelan keripik pisang. 2.5 Bahan Tambahan Makanan Adapun proses penambahan bahan tambahan makanan yang dilakukan pada pembuatan keripik pisang mocca yakni penggunaan Pasta Coffee Mocca. Pasta Coffee Mocca dibuat dari extract bubuk kopi asli asal Indonesia yang beraroma cita rasa tinggi dengan khas kopi kental dapat digunakan sebagai bahan tambahan makanan, minuman, bakery, cake serta keripik. Pasta coffee mocca adalah sebuah campuran antara Coffee dan Mocca yakni sebagai suatu bahan tambahan makanan yang sangat penting dalam penggunaannya. 2.6 Pengemasan
Pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah yaitu wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan. Wadah utama harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan perubahan lainnya. Selain itu, untuk wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu bergantung pada jenis makanannya, misalnya bahan masuknya bau dan gas, meelindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan dan transparan. (Winarno, 1983). Melindungi
pangan
dari
kontaminasi
berarti
melindunginya
terhadap
mikroorganisme dan kotoran sarta tahan terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat lainnya. Melindungi kandungan airnya berarti bahwa makanan didalamnya tidak boleh menyerap air dari atmosfer dan juga tidak berkurang kadar airnya jadi, wadahnya harus kedap air. Perlindungan terhadap bau dan gas dimaksudkan supaya bau atau gas yang tidak diinginkan tidak dapat masuk melalui wadah tersebut dan jangan sampai merembes keluar melalui wadah. Wadah yang rusak karena tekanan atau benturan dapat menyebabkan makanan didalamnya juga rusak dalam arti berubah bentuknya (Winarno, 1983). Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tepat atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan nilai-nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980). Bagian luar kemasan biasanya dilengkapi dengan etiket (label) dan hiasan (dekorasi) yang bertujuan untuk: a) Memberikan kemudahan dalam mengidentifikasikan produk yang dikemas, seperti jenis dan kualitasnya, b) Memberikan informasi tentang merek dagang dan kualitasnya, c) Menarik perhatian pembeli, d) Memberikan keterangan pada pembeli tentang cara menggunakan produk yang dikemas (Sacharow dan Griffin, 1980).
Erliza dan Sutedja (1987) menyatakan bahwa bahan kemasan harus mempunyai syarat- syarat yaitu tidak toksik, harus cocok dengan bahan yang dikemas, harus menjamin sanitasi dan syarat- syarat kesehatan, dapat mencegah kepalsuan, kemudahan membuka dan menutup, kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi, kemudahan pembuangan kemasan bekas, ukuran, bentuk dan berat harus sesuai. Serta harus memenuhi syarat-syarat yaitu kemasan yang ditujukan untuk daerah tropis mempunyai syarat yang berbeda dari kemasan yang ditujukan untuk daerah subtropis atau daerah dingin. Demikian juga untuk daerah yang kelembaban tinggi dan derah kering. Berdasarkan fungsinya pengemasan dibagi menjadi dua yaitu pengemasan untuk pengangkutan dan distribusi (Shiping/Delivery Package) dan pengemasan untuk perdagangan eceran atau supermarket (Retail Package). Pemakaian material dan pemilihan rancangan kemasan untuk pengangkutan dan distribusi akan berbeda dengan kemasan untuk perdagangan eceran. Kemasan untuk pengangkutan atau distribusi akan mengutamakan material dan rancangan yang dapat melindungi kerusakan selama pengangkutan dan distribusi, sedangkan kemasan untuk eceran diutamakan material dan rancangan yang dapat memikat konsumen untuk membeli (Peleg, 1985). Winarno, et al. (1986) makanan yang dikemas mempunyai tujuan untuk mengawetkan makanan, yaitu mempertahankan mutu kesegaran, warnanya tetap, untuk menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikrobiologi pembusuk, mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau racun. Beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan dan bahan pengemas. Sifat bahan pangan antara lain adalah adanya kecenderungan untuk mengeras dalam kadar air dan suhu yang berbeda-beda, daya tahan terhadap cahaya, oksigen dan mikroorganisme. Winarno dan Jennie (1982). Mengemukakan
bahan pengemas harus tahan
serangan hama atau binatang pengeratdan bagian dalam yang berhubungan langsung dengan bahan pangan haruslah tidak berbau, tidak mempunyai rasa serta tidak beracun.
Bahan pengemas tidak boleh bereaksidengan komoditi. Dengan adanya pengemasan dapat membantu untuk mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan-kerusakan. Menurut Brody (1972) kerusakan terjadi karena pengaru lingkungan luar dan pengaruh kemasan yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang digunakan menurut Winarno dan Jannie (1983) dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu golongan pertama kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan. misalnya perubahan kimia, biokimia, fisik serta mikrobiologis, sedangkan golongan kedua kerusakan yang ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan yang dapat digunakan, misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan, absorpsi dan interaksi dengan oksigen. Berbagai jenis bahan digunakan untuk keperluan kemasan, diantaranya adalah bahan-bahan dari logam, kayu, gelas, kertas, papan. Interaksi bahan pangan atau makanan dengan lingkungan dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi bahan pangan tersebut, antara lain : 1. Interaksi massa : Kontaminasi mikroba (jamur, bakteri, dll). Kontaminasi serangga Penambahan air atau menguapnya air. Benturan/gesekan. 2. Interaksi cahaya : Oksidasi terhadap lemak, protein, vitamin dll. 3. Interaksi panas Terjadi gosong, peerubahan warna. Rusaknya nutrisi.
1.5.1
Fungsi Pengemasan Mengatur interaksi antara bahan pangan dengan lingkungan sekitar, sehingga
menguntungkan bagi bahan pangan, dan menguntungkan bagi manusia yang mengkonsumsi bahan pangan.
2.5.2 Tujuan Pengemasan Peranan kemasan pada produk bertujuan untuk: Membuat umur simpan bahan pangan menjadi panjang. Menyelamatkan produksi bahan pangan yang berlimpah. Mencegah rusaknya nutrisi/gizi bahan pangan. Menjaga dan menjamin tingkat kesehatan bahan pangan. Memudahkan distribusi/pengangkutan bahan pangan. Mendukung perkembangan makanan siap saji. Menambah estetika dan nilai jual bahan pangan. Pengemasan bahan pangan harus memenuhi beberapa kondisi atau aspek untuk dapat mencapai tujuan pengemasan itu, yaitu: Bahan pengemasannya harus memenuhi persyaratan tertentu. Metode atau teknik pengemasan bahan pangan harus tepat. Pola distribusi dan penyimpanan produk hasil pengemasan harus baik.
2.5.3 Persyaratan Bahan Pangan Memiliki permebilitas (kemampuan melewatkan) udara yang sesuai dan jenis bahan pangan yang akan di kemas. Harus bersifat tidak beracun dan inert (tidak bereaksi dengan bahan pangan). Harus kedap air. Mudah di kerjakan secara maksimal dengan harganya relatif murah. Tahan panas.
2.5.4 Jenis-Jenis Bahan Pengemas 1. Untuk wadah utama (pengemas berhubungan langsung dengan bahan pangan) seperti, kaleng/logam, botol/gelas, plastik, kertas, kaiin, daun, gerabah, dll. 2. Untuk wadah luar (pelindung wadah utama selama distribusi, penjualan atau penyimpanan) seperti kayu dan karton.
Jenis bahan pengemas yang di gunakan oleh UKM adalah jenis berbahan plastik sebab bahannya relatif murah. Penggunaan plastik dalam pengemasan sebenarnya sangat terbatas tergantung dari jenis makanannya. Kelemahan plastik adalah tidak tahan panas, tidak hermetis (plastik masih bisa di tembus udara melalui pori-pori), dan mudah terjadi pengembunan uap air di dalam kemasan ketika suhu turun. Jenis plastik yang di gunakan dalam pengemasan antara lain: polietilen, cellophan, polivinilklorida (PVC), polipropilen (PP), polivinil dienaklorida (PVDC), polipropilen, poliester, poliamida dan polietilentereptalat (PET). Polietilen adalah jenis plastik harganya paling murah dan memiliki beberapa varian antara lain: lowdensity polyetilene (LPE), high density polyetilene (HDPE), polyetelentereptalat (PET). Poietilen memiliki sifat kauat bergantung variannya, transparan, dan dapat di rekatkan denagn panas sehingga mudah dibuat kantong plastik. Cellophan sebenarnya terbuat dari serat selulosa yang disulfatasi. Cellophan dapat di pergunakna untuk membungkus sayuran, daging, dan beberapa jenis roti. Cellophan yang dilapisi nitroselulosa mempunyai sifat yang tahan terhadap uap air, fleksibel, dan mudah direkatkan dengan pemanasan. Cellophan yang dilapisi PVDC tahan terhadap uap air dan kadap oksigen sehingga baik untuk mengemas makanan yang mengandung minyak atau lemak. Polipropelin (PP) jenis plastik ini lebih kuat dan ringan dangan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Bahan yang terbuat dari PP bila ditekan akan kembali bentuk semula. Jenis ini adalah pilihan bahan plastik terbaik, terutama untuk tempat makanan dan minuman. Polivinilklorida (PVC) yaitu jenis plastik yang kuat namun memiliki kelemahan yakni dapat berkerut (Shrinkable) dan sering digunakan utntuk mengemas daging atau keju. Polivinildienaklorida (PVDC) adalah jenis kuat tahan terhadap uap air dan transmisi udara. Serta sering digunakan dalam pengemasan keju dan buah-buahan yang dikeringkan.