8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemiskinan Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dengan empat bentuk (Suryawati,2005), yaitu:
9
(1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat,
sehingga
menyebabkan
ketimpangan pada
pendapatan;
(3)
kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. 2.2 Ukuran-Ukuran Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2004), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki garis kemiskinan dibawah maka dinyatakan dalam kondisi miskin.
10
Menurut
Sayogyo
dalam
Suryawati (2005),
tingkat
kemiskinan
didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan. Daerah pedesaan : a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. Daerah perkotaan : a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. Bank Dunia (2000) mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, maka dikatakan miskin. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN,2010), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria, yaitu :
11
a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen minimal 80%, dan berobat ke puskesmas bila sakit. b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1(KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga, tidak ada keluarga umur 10 tahun samapai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki pengahasilan yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan. 2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut : 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas nya rendah. 2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan rendah, upahnya nya pun rendah. 3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal. Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty ) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan
pasar,
kurangnya
modal
menyebabkan
rendahnya
12
produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan. Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000 Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000) yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse mengatakan : “Suatu Negara menjadi miskin karena ia merupakan Negara miskin” (A country is poor because is poor). Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaankeadaan
yang
menyebabkan
timbulnya
hambatan
terhadap
teciptanya
pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan
13
oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi Negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi penawaran modal dan permintaan modal. Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan. Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah. Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya rendah ditunjukan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya. 2.4 Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara lain : pertumbuhan ekonomi (Siregar dan Wahyuniarti,2008), pendidikan (Siregar
14
dan
Wahyuniarti,2008),
pengangguran
(Prasetyo,2010),
kependudukan
(Wongdesmiwati,2009), dan kesehatan (Myrdal,2000). 2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (Kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada menurut Michael Todaro (2004). Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : a. Jumlah penduduk b. Jumlah stok barang modal c. Luas tanah dan kekayaan alam d. Tingkat teknologi yang digunakan Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu a. Akumulasi modal
15
Termasuk semua investasi baru yang berwujud, misalkan tanah, bangunan, peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (Human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa yang akan datang. b. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisonal telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja,
sedangkan semakin
banyak penduduk
akan
meningkatkan potensi pasar domestiknya. c. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu : 1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama. 2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang sama.
16
3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika penggunaaan teknologi tersebut memungkinkan kita
memanfaatkan
barang modal yang ada secara produktif. 2.4.2 Pendidikan Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan dibagi tiga, yaitu : 1. Pendidikan Formal Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pedidikan formal : a. Pendidikan Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS). b. Pendidikan Menegah, merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah tediri atas, Sekolah Menengah Atas (SMA),
17
Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta bentuk lain yang sederajat. c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll. 2. Pendidikan Non Formal Adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan dengan terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal. 3. Pendidikan Informal Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. 2.4.3 Pengangguran Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Todaro, 2005). 1. Jenis- jenis pengangguran :
18
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal. 2. Macam-macam pengangguran Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi. b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat
19
permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah. c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela. d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen. a. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin b. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand). Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). TPT
..........................................................(2.1) Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat
kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain : 1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate dengan consumption poverty rate.
20
2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada. 2.4.4 Kependudukan Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika penduduk (BPS,2011). Pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap tingkat kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km2, per mil) di suatu daerah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat diakibatkan karena tingginya angka kelahiran di suatu wilayah tersebut. Salah satu implikasinya akan tingginya angka kelahiran adalah banyaknya jumlah anak-anak di wilayah tersebut. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif (Todaro,2006).
21
Laju
pertumbuhan
maupun
penurunan
penduduk
tidak
cukup
menggambarkan kondisi kemiskinan tersebut disuatu daerah. Dalam hubungannya dengan tingkat kemiskinan, selain jumlah penduduk harus memperthatikan pada variable lainnya, misalnya kesejahteraan masyarakat di daerah itu, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut (BPS,2010) 2.5.5 Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Kemampuan untuk bertahan hidup lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth/e0). Angka e0 untuk tingkat provinsi
22
yang disajikan merupakan hasil penghitungan secara tidak langsung dengan menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir dengan rata-rata jumlah anak masih hidup yang menurut umur ibu 15-49 tahun, yang bersumber dari data hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas ) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk (SP). Selain angka kematian bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin maju pembangunan daerah di bidang kesehtan menunjukan tingkat kesehatan yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin. Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat . peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun. 2.5 Penelitian Terdahulu Siregar dan Wahyuniarti (2008), dalam jurnal kajian ekonomi dan lingkungan “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Data yang digunakan adalah 26 Provinsi dari tahun 1995 sampai dengan 2005. Model yang digunakan POV ij= β0+ β1 PDRBij+ β2 POPij+ β3 AGRISHRij+ β4 INDTRSHRij+ β5 INFLASIij+ β6 SMPij+ β7 SMAij+ β8 DIPLMij +
23
β9 DUUMYKRISISIJ+ εIJ. Dimana POV adalah jumlah penduduk miskin, PDRB adalah pertumbuhan ekonomi, POP adalah jumlah penduduk, AGRISHR adalah pangsa sektor pertanian, INDTRSHR adalah pangsa sektor industri, INFLASI adalah tingkat inflasi tahunan, SMP adalah jumlah lulusan sekolah SMP, SMA adalah jumlah lulusan sekolah SMA, DIPLM adalah jumlah lulusan tingkat diploma, dan DUMMYKRISIS adalah dummy krisis ekonomi. Hasil dari penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatife dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun pengaruhnya kecil. Variabel inflasi dan jumlah populasi penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Variabel yang berpengaru negative paling besar dan signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin yaitu variabel pendidikan. Sitepu dan Sinaga (2005), dalam ejournal economics prisma, volume 1, hal 17-31, “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Compotable General Equiliberium”, menggunakan metode Compotable General Equiliberium (CGE) dan Fooster Greer Thorbecke method. Variabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan. Hasil dari penelitian ini adalah investasi sumber daya manusia berdampak langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi kesehatan dan
24
investasi pendidikan sama-sama dapat mengurangi tingkat kemiskinan, namun investasi kesehatan memiliki persentase yang paling besar. Rizky dan Shaleh (2007), dalam jurnal ekonomi pembangunan volume 12 No. 3, hal 223-233 “Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa Tengah”, hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akses sanitasi rumah tangga pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah adalah PDRB per kapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesehatan terhadap sanitasi/kesehatan. Wongdesmiwati
(2009)
dalam
jurnal
ekonomi
pembangunan
“Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika”, menggunakan metode analisis regesi berganda dari tahun 19902004,LogYi=β0+β1LogXIi+β2LogX2i+β3LogX3i+β4LogX4i+β5LogX5i+β6LogX6i +εi. DimanaYi adalah jumlah penduduk miskin, XIi jumlah penduduk Indonesia per tahun, X2i adalah PDB yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, X3 i adalah angka harapan hidup, X4i adalah persentase angka melek huruf, X5i adalah persentase penggunaan listrik, X6 i adalah persentase konsumsi makanan. Hasil penelitian ini adalah variable jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan jumlah penduduk miskin, variable pertumbuhan ekonomi dan variable angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan, Prasetyo (2010) dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2003-2007) menggunakan alat analisis regresi panel data menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi
25
oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Penelitian dari Utami (2011), dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya Di Provinsi Jawa Timur “, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan, kesehatan serta pengangguran. Dari lima variabel yang digunakan, semuanya signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Varibael kependudukan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, vaiabel kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, dan variabel penggangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan Penelitian
tentang
“Analisis
Kemiskinan di Provinsi NTT”,
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitiannya dimana didalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan alat analisis yang digunakan adalah analisis panel data.dan analisis deskriptif. 2.6 Kerangka Pemikiran Untuk memudahkan kegiatan penelitian, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:
26
Keadaan Umum di NTT : Tanah yang tandus SDM yang berkualitas Rendah SDA yang belum dapat dioptimalkan Infrastruktur yang buruk
Kemiskinan di NTT
Analisis Regresi Data Panel
Analisis Deskriptif
Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan Tamat SMP Jumlah Penduduk Pengangguran Terbuka Angka Harapan Hidup
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran. Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan
dan
merupakan
syarat
bagi
pengurangan
kemiskinan.
Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi pengangguran menyebabkan seseorang tidak mempunyai pendapatan sehingga kesejahteraan akan menurun. Karena menganggur tentunya akan meningkatkan kemiskinan. Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena dengan pendidikan seseorang akan meningkatkan keterampilan sehingga akan miningkatkan produktifitas. Sehingga kesejahteraan seseorang akan meningkat. Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup
27
pula,apabila seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mengakibatkan kemiskinan terjadi. 2.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk menjawab pemasalahan yang ada yang diajukan oleh peneliti yang sebenarnya harus diuji secara empiris. Maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis penelitian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan : a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/ Kota di NTT tahun 2004-2010. b. Pendidikan tamat SMP berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010. c. Pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010. d. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010. e. Angka Harapan Hidup (AHH) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 .