BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Perbankan 2.1.1. Pengertian Bank Pengertian bank sebagai lembaga keuangan terpenting diatur oleh negara dalam Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, menurut UndangUndang tersebut dinyatakan bahwa: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk- bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat yang lebih banyak”. Undang-undang di atas menyatakan bahwa bank merupakan suatu badan usaha, ini berarti bank memiliki tujuan umum yang lebih luas yang harus dicapai bersama-sama, yaitu untuk meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam buku Bank Politik (G.M. Verryn Stuart, 2003:75), bank didefinisikan sebagai: “Bank adalah badan usaha yang wujudnya memuaskan keperluan orang
lain,
dengan
memberiikan
kredit
berupa
uang
yang
diterimanya dari orang lain, sekalipun dengan jalan mengeluarkan uang baru kertas atau logam”.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya bank adalah suatu lembaga yang bergerak di bidang keuangan yang usaha pokoknya memberiikan kredit (pinjaman) kepada masyarakat melalui sumber dana yang berasal dari modal sendiri, dana masyarakat, maupun melalui penciptaan uang giral yang ditujukan terutama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha bank memiliki karakteristik khusus, yaitu: a. Merupakan bisnis kepercayaan. b. Mengutamakan tingkat kesehatan.
c. Berorientasi pada prudential banking principles mengutamakan safety, liquidity dan profitability. d. Tunduk pada ketentuan khusus yang berlaku bagi industri perbankan.
2.1.2. Fungsi Bank Dalam buku yang berjudul Dasar-Dasar Perbankan (Kasmir, 2003:2), bahwa: “begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan “nyawa” untuk menggerakan roda perekonomian suatu negara”. Anggapan ini tentunya tidak salah, karena fungsi bank sebagai lembaga keuangan sangatlah vital, misalnya dalam hal penciptaan uang, mengedarkan uang, menyediakan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat mengamankan uang, tempat melakukan investasi dan jasa keuangan lainnya. Bank pada dasarnya merupakan perantara antara SSU (Surplus Spending Unit) dengan DSU (Defisit Spending Unit), usaha pokok perbankan didasarkan atas 4 hal pokok (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2002:4) : 1. Denomination Divisibility. Artinya bank menghimpun dana dari SSU yang masing-masing nilainya relatif kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya akan sangat besar. 2. Maturity Flexibility. Artinya bank dalam menghimpun dana menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro, rekening koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan lainlain. 3. Liquidity Transformation. Artinya dana yang disimpan oleh para penabung (SSU) kepada bank umumnya bersifat liquid. Karena itu, SSU dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan bentuk tabungannya. Untuk menjaga likuiditas, bank diharuskan menjaga dan mengendalikan posisi likuiditas atau giro minimumnya.
4. Risk Diversification. Artinya bank dalam menyalurkan kredit kepada pihak atau debitur dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga risiko yang dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.
2.1.3. Jenis-jenis Bank Jenis bank (Ridwan.S. Sundjaja dan Inge Barlian, 2002:41) terdiri dari: 1. Bank Umum, bank yang dapat memberiikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, salah satunya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa tabungan, giro, deposito berjangka, sertifikat deposito atau dengan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Bank Perkreditan Rakyat, bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk tabungan, deposito berjangka dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 3. Bank Campuran, adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
2.2. Analisis Laporan Keuangan 2.2.1 Pengertian dan Tujuan Analisis Laporan Keuangan Menurut Munawir (1995) yang ditulis ulang oleh Sofyan Syafri Harahap (2004:190), bahwa : “Analisis laporan keuangan meliputi penelaahan tentang hubungan dan kecenderungan atau trend untuk mengetahui apakah keadaan, hasil usaha dan kemajuan keuangan perusahaan memuaskan atau tidak”.
Segala sesuatu yang dibuat ataupun disusun dan direncankan adalah untuk suatu tujuan tertentu. Dalam hal ini, analisis laporan keuangan pun memiliki tujuan yaitu sebagai alat interprestasi untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat signifikansi dan arti dari data keuangan dan opersional yang pada dasarnya ditujukan untuk membantu pada proses pengambilan keputusan sekaligus untuk menilai kinerja keuangan perusahaan.
2.2.2 Metode dan Alat Analisis Keuangan (Financial) Dalam suatu analisis, diperlukan metode dan alat analisis untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan. Banyak metode dan alat yang sering digunakan dalam analisis keuangan, diantaranya (Sofyan Syafri Harahap, 2004:217) : 1. Analisis Perbandingan Adalah teknik analisa laporan keuangan yang dilakukan dengan cara menyajikan laporan keuangan secara horizontal dan membandingkan antara satu dengan yang lain, dengan menunjukkan informasi keuangan atau data lainnya baik dalam rupiah atau dalam unit. Tujuan dari analisa ini adalah untuk mengetahui perubahan-perubahan berupa kenaikan atau penurunan pos-pos laporan keuangan atau data lainnya dalam dua atau lebih periode yang dibandingkan Dalam melakukan perbandingan ini perlu diyakinkan bahwa : a. Standar penyususunan laporan keuangan harus sama b. Size (ukuran) dari perusahaan yang dibandingkan harus diperhatiakn bukan berarti harus sama c. Periode laporan yang dibandingkan harus sama khususnya untuk laporan laba rugi dan komponennya. Jangan sampai periode satu tahun dibandingkan dengan periode semester.
2. Analisis Trend Analisis terend dilakukan untuk mengetahui kecenderungan atau tendensi keadaan keuangan suatu perusahaan di masa yang akan datang baik
kecenderungan naik, turun, mupun tetap. Teknik analisis ini biasanya dipergunakan untuk menganalisis laporan keuangan yang meliputi minimal 3 periode atau lebih. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan perusahaan melalui rentang perjalanan waktu yang sudah lalu dan memproyeksi situasi masa itu ke masa yang berikutnya. Analisis trend dapat dilakukan dengan metode angka indeks. Langkahlangkah untuk melakukan analisis trend berindeks adalah sebagai berikut : •
Menentukan tahun dasar. Tahun dasar ini ditentukan dengan melihat arti suatu tahun bias tahun pendirian, tahun perubahan, atau reorganisasi, dan tahun bersejarah lain. Pos-pos tahun dasar dicatat sebagai indeks 100.
•
Menghitung angka indeks tahun-tahun lainnya dengan menggunakan angka pos laporan keuangan tahun dasar sebagai penyebut.
•
Memprediksi kecenderungan yang mungkin akan terjadi berdasarkan arah dari kecenderungan historis pos laporan keuangan yang dianalisa.
•
Mengambil keputusan mengenai hal-hal yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan itu.
3. Analisis Arus Kas Kas adalah uang dan surat berharga lainnya yang dapat diungkan setiap saat serta surat berharga lainnya yang sangat lancar yang memenuhi syarat: a. Setiap saat dapat ditukarkan menjadi kas b. Tanggal jatuh temponya sangat dekat c. Kecil resiko perubahan nilai yang disebabkan perubahan tingkat bunga Dalam penyajiannya, laporan arus kas ini memisahkan transaksi arus kas dalam tiga kategori, yaitu : 1. Kas yang berasal dari/digunakan untuk kegiatan operasional Semua transaksi yang berkaitan dengan laba dalam laporan laba/rugi dikelompokkan dalam golongan ini. 2. Kas yang berasal dari/digunakan untuk kegiatan investasi
Transaksi kas yang berhubungan dengan perolehan fasilitas investasi dan non kas lainnya yang digunakan perusahaan. 3. Kas yang berasal dari/digunakan untuk kegiatan keuangan/pembiayaan
Kegunaan melakukan analisis arus kas kita dapat mengetahui : 1. Kemampuan
perusahaan
meng”generate”
kas,
merencanakan,
mengontrol arus kas masuk dan arus kas keluar perusahaan pada masa lalu 2. Kemungkinan keadaan arus kas masuk dan ke luar, arus kas bersih perusahaan, termasuk kemampuan membayar deviden di masa yang akan datang 3. Informasi bagi investor, kreditor, memproyeksikan return dari sumber kekayaan perusahaan 4. Kemampuan perusahaan untuk meamasukkan kas ke perusahaan di masa yang akan datang 5. Alasan perbedaan antara laba bersih dibandingkan dengan penerimaan dan pengeluaran kas 6. Pengaruh investasi baik kas maupun bukan kas dan transaksi lainnya terhadap posisi keuangan perusahaan selama satu periode tertentu
4. Analisis Rasio Adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan
dan
signifikan
(berarti).
Rasio
keuangan
ini
hanya
menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan ini kita dapat menilai
secara
cepat
hubungan
antara
pos-pos
dan
dapat
membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberiikan penilaian. Jenis-jenis dari analisis rasio pada umumnya sebagai berikut : •
Rasio Likuiditas
•
Rasio Solvabilitas
•
Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
•
Rasio Leverage
•
Rasio Aktivitas
5. Analisis Model DuPont DuPont telah dikenal sebagai pengusaha yang sukses. Dia memiliki satu cara tersendiri dalam menganalisa laporan keuangannya. Sebenarnya cara yang digunakan oleh DuPont hampir sama dengan analisa laporan keuangan biasa, namun menggunakan pendekatan yang berbeda yaitu lebih integrative dan menggunakan komposisi laporan keuangan sebagai elemen analisanya.
6. Analisis BEP Teknik Break Even Analysis atau Cost Volume Profit Analysis sering digunakan dalam menganalisis keuangan perusahaan. Model tersebut mencoba mencari dan menganalisa aspek hubungan antara besarnya investasi dan besar volume rupiah yang diperlukan untuk mencapai tingkat laba tertentu. Biasanya analisa model BEP digunakan oleh perusahaan dalam perencanaan keuangan. Dengan analisa BEP, dalam laporan keuangan kita dapat mengetahui : a. Hubungan antara penjualan, biaya dan laba b. Untuk mengetahui struktur biaya tetap dan variable c. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan memberiikan margin untuk menutupi biaya tetap d. Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menekan biaya dan batas dimana perusahaan tidak mengalami laba dan rugi Sama halnya dengan model analisis yng lainnya, analisis model BEP pun memiliki beberapa kelemahan yang diantaranya adalah sebagai berikut :
•
Asumsi yang menyebutkan harga jual konstan padahal kenyataannya harga terkadang harus berubah sesuai dengan permintaan dan penawaran pasar
•
Asumsi terhadap cost/biaya. Dalam keadaan tertentu untuk memenuhi volume penjualan biaya tetap tidak bisa tidak harus berubah karena pembelian mesin-mesin atau peralatan lain. Dengan demikian, perhitungan biyaa variable per unit juga akan dipengaruhi oleh hal tersebut.
•
Jenis barang yang dijual tidak selalu satu jenis
•
Biaya tetap juga tidak selalu tetap pada berbagai kapasitas
•
Biaya variable pun tidak selalu berubah sejajar dengan perubahan volume
2.3. Analisis Rasio Rasio adalah hubungan pos dengan pos lainnya yang dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana. Suatu rasio tidak akan bermanfaat jika berdiri sendiri, akan tetapi rasio itu akan bermanfaat jika dibandingkan dengan rasio standar untuk rasio tersebut. Hal ini sesuai yang dikatakan Sofyan Syafri Harahap (2004:301).
” Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan/berarti”.
Misalnya hutang dan modal, kas dan total asset, antara harga pokok produksi dengan total penjualan, dan sebagainya. Teknik ini sangat lazim digunakan para analis keuangan. Rasio keuangan sangat penting dalam melakukan analisis terhadap kondisi keuangan perusahaan. Rasio keuangan hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos-pos tertentu dengan pos-pos lainnya.
Keunggulan analisis rasio dibanding teknik lainnya adalah : •
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan
•
Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit
•
Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain
•
Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score)
•
Menstandarisir ukuran/size perusahaan
•
Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau “time series”
•
Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi dimasa yang akan datang.
Keterbatasan analisis rasio adalah sebagai berikut : •
Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya
•
Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini seperti : -
Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan judgement yang dapat dinilai bias atau subyektif
-
Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan (cost) bukan harga pasar
-
Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio
-
Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda
•
Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan menghitung rasio
•
Sulit jika data yang tersedia tidak singkron
•
Jika dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntansi yang dipakai tidak sama. Oleh karena itu jika dilakukan perbandingan bisa terjadi/menimbulkan kesalahan
2.3.1 Analisis Rasio Likuiditas 2.3.1.1. Definisi Dan Pengertian Likuiditas Definisi likuiditas (Lukman Syamsudin, 2002:41) adalah: “Likuiditas merupakan indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia”.
Kondisi keuangan perusahaan dapat dilihat dari likuiditasnya yang memposisikan keuangan perusahaan dalam keadaan likuid atau ilikuid, hal ini sesuai yang dikatakan H. Hadiwidjaja dan R. A. Rivai Wirasasmita (2000:72) bahwa : “Llikuiditas adalah ukuran kemampuan seorang pengusaha atau badan dalam menghadapi utang-utang jangka pendeknya”.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi suatu kewajibannya yang harus segera dipenuhi oleh perusahaan tersebut.
2.3.1.2. Alat Ukur Likuiditas Menurut R. Agus. Sartono (2001:116) “Likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar, yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi: kas, surat berharga, piutang, persediaan”.
Alat ukur likuiditas berupa rasio yang dapat digunakan untuk menjelaskan antara 2 macam data finansialnya. Ada 2 macam cara perbandingan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Membandingkan rasio sekarang dengan rasio dari waktu yang lalu. 2. Membandingkan rasio-rasio dari perusahaan (Company Ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan sejenis lainnya (Standar Ratio) untuk waktu yang sama. Dengan membandingkannya akan dapat diketahui apakah perusahaan tersebut dalam aspek finansial tertentu berada di atas rata-rata industri (Above Average) berada pada keadaan rata-rata (Average), atau berada di bawah rata-rata (Below Average).
2.3.1.3. Rasio Likuiditas Menurut Mochammad Muslich (2003:48) tentang rasio likuiditas adalah: “Rasio likuiditas menunjukkan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai, serta tingkat kepastian tentang jumlah kas yang dapat diperoleh”.
Menurut Agus Sartono (2001:116) likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar, yaitu aktiva yang mudah untuk diubah menjadi kas yang meliputi: kas, surat berharga, piutang, persediaan. Dengan menggunakan laporan keuangan yang terdiri atas neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan modal maka rasio-rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut: •
Current Ratio = Semakin tinggi current ratio ini berarti semakin besar kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban financial jangka pendek. Aktiva lancar yang dimaksud termasuk kas, piutang, surat berharga dan persediaan. Dari aktiva lancar tersebut, persediaan merupakan aktiva lancar yang kurang likuid dibanding yang lain.
•
Quick Ratio = Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menutupi hutang lancar dengan menggunakan aktiva lancar yang paling likuid.
Maka semakin besar rasio tersebut, perusahaan akan dinyatakan semakin baik.
2.3.1.4. Peranan likuiditas Likuiditas merupakan salah satu faktor yang menentukan lancar tidaknya suatu perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Seperti yang diungkapkan oleh H.
Hadiwidjaja
dan
R.
A.
Rivai
Wirasasmita,
(2000:72),
dalam
mempertimbangkan permohonan kredit analisis likuiditas merupakan salah satu analisis yang sangat penting untuk memelihara kondisi keuangan perusahaan. Karena dengan analisis likuiditas dapat diketahui kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus dipenuhi. Perusahaan harus mempunyai alat untuk membayar (berupa aktiva lancar) yang jumlahnya harus jauh lebih besar dari seluruh kewajibannya (berupa hutang lancar). Makin besar jumlah aktiva lancar dibandingkan dengan seluruh kewajiban yang harus segera dipenuhi, berarti semakin besar pula tingkat likuiditasnya. Sebaliknya jika jumlah seluruh aktiva lancar lebih kecil dari jumlah kewajiban lancarnya, maka akan kecil pula tingkat likuiditas perusahaan. Tingkat likuiditas biasanya tidak tetap, atau dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan. Keadaan ini disebabkan oleh dua hal, yaitu: Oleh faktor luar yang tidak dapat dikendalikan dan faktor intern berupa kebijakan manajemen dalam pengelolaan dana tersebut. Mengingat bahwa tingkat likuiditas adalah angka perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancarnya, maka setiap transaksi akan mengakibatkan perubahan jumlah aktiva lancar atau hutang lancar, akan menyebabkan perubahan tingkat likuiditas.
2.3.2. Analisis Rasio Profitabilitas/Rentabilitas 2.3.2.1. Pengertian Yaitu kemampuan perusahaan mendapatkan/menghasilkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Sofyan Syafri Harahap, 2004:311). Atau dapat disimpulkan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba/pendapatan dengan mengoptimalkan penggunaan asset/aktiva yang dimiliki perusahaan.
2.3.2.2. Alat Ukur Profitabilitas Seperti yang telah dikatakan diatas bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari kegiatan operasinya dengan mengoptimalkan penggunaan asset/aktiva. Profitabilitas ini meliputi besar kecilnya tingkat : penjualan, kas, modal, dan lain-lain. (Sofyan Syafri Harahap, 2004:317). Alat ukur profitabilitas berupa rasio yang dapat digunakan untuk menjelaskan antara 2 macam data finansialnya. Ada 2 macam cara perbandingan yang dapat dilakukan, yaitu: 1. Membandingkan rasio sekarang dengan rasio dari waktu yang lalu serta kemungkinan-kemungkinan rasio yang terjadi masa yang akan datang 2. Membandingkan rasio-rasio pendapatan dari perusahaan (Company Ratio) dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lainnya (Standar Ratio). Dengan membandingkannya akan dapat diketahui apakah perusahaan tersebut dalam aspek financial tertentu dan tingkat pendapatan yang dihasilkannya berada di atas rata-rata industri (Above Average), berada pada keadaan rata-rata (Average), atau berada di bawah rata-rata (Below Average).
2.3.2.3. Rasio Profitabilitas Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba/pendapatan melalui kemampuan dan sumber yang ada. Rasio ini disebut juga
sebagai Operating Ratio. Rasio ini digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan mengoptimalkan kinerja keuangan perusahaan yang bersangkutan. (Sofyan Syafri Harahap, 2004:319). Dengan menggunakan laporan keuangan yang dapat berupa neraca, laba/rugi dan laporan perubahan modal maka rasio profitabilitas yang terpenting dapat dirumuskan sebagai berikut : •
Net Profit Margin = Rasio ini menunjukkan seberapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini semakin baik dianggap kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba cukup tinggi.
•
Return on Asset = Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini, maka semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba.
•
Return on Investment = Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh bila diukur dari modal pemilik. Rasio ini pun dapat menyatakan suatu perusahan baik apabila persentase yang dihasilkan besar.
2.3.2.4. Peranan Profitabilitas Profitbilitas merupakan faktor yang mengukur suatu perusahaan dari tingkat efisiensi usaha yang dicapai oleh bank yang bersangkutan (Kasmir. 2003:279). Dalam hal ini terdapat biaya-biaya yang bersangkutan dengan kegiatan operasional tertentu dalam perusahaan. Jadi sangat penting untuk diketahui, bilamana perusahaan mengeluarkan biaya variable untuk kegiatan tertentu dan sebesar apa jaminan keuangan/financial dari kegiatan operasional tersebut dapat menutupi biaya-biaya terutama biaya tetap dan aktiva yang dikeluarkan
perusahaan sebagai modal operasionalnya. Setelah itu baru langkah untuk menghasilkan laba sebesar-besarnya dapat dipikirkan. Besarnya jumlah aktiva tidak menjamin bahwa perusahaan dapat berhasil, namun perlu perencanaan yang sangat matang atas penggunaan aktiva tersebut agar dapat menghasilkan keuntungan yang setidaknya dapat menutupi segala macam biaya yang akan dikeluarkan. Dengan rasio profitabilitas yang dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah bagaimana kemampuan perusahaan dlam menghasilkan keuntungan, maka perusahaan atau analis dapat dengan lebih mudah untuk memperhitungkan langkah-langkah untuk masa yang akan datang dalam kegiatan operasionalnya dengan optimalisasi penggunaan aktivanya tersebut. Dengan demikian, pihak ekstern perusahaan dapat menilai dan memberi kepercayaan terhadap perusahaan bersangkutan
2.4. Aspek Pemberian Kredit Bank 2.4.1. Pengertian Kredit Bank Istilah kredit berasal dari bahasa latin “Credere” yang berarti kepercayaan (Trust), jadi pemberian kredit dilandasi oleh kepercayaan yang diberikan suatu pihak kepada pihak lain dan bersifat timbal balik. Pemberian kredit terjadi karena adanya kepercayaan orang atau badan yang diberinya, dengan ikatan perjanjian harus memenuhi segala kewajiban yang diperjanjikan untuk dipenuhi pada waktunya baik berupa barang, uang, atau jasa. Pengertian kredit menurut Kasmir dalam buku Bank dan Lembaga keuangan lainnya (2003 : 94), yaitu:
“Kredit itu didasarkan kepada kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan datang.”
Kasmir, menekankan bahwa kepercayaan kredit atau pemberian kredit oleh
kreditur
itu,
didasarkan
kepada
kemampuan
debitur
dalam
hal
mengembalikan pinjaman berikut bunganya, dan tentu menurut estimasi analisis kredit.
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah: “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Kredit bank merupakan salah satu sumber pembiayaan terpenting bagi suatu badan usaha pada situasi dimana terjadi keterbatasan modal sendiri atau modal interen. Kredit atau pinjaman akan mempengaruhi struktur permodalan suatu badan usaha yang selanjutnya akan mempengaruhi biaya modal atau Cost Of Capitalnya, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kemampuan badan usahanya dalam memperoleh laba guna memaksimalkan kekayaan pemegang saham. Dari berbagai sumber pemberi kredit bagi badan usaha, salah satunya yang utama
adalah
dari
dunia
perbankan
yang
kegiatan
utamanya
adalah
mengumpulkan dana masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit. Dari berbagai pengertian kredit di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kredit terdapat adanya unsur kepercayaan antara pemberi kredit dengan peminjam, adanya jangka waktu antara pemberian kredit dengan pembayarannya kembali dan adanya bunga sebagai biaya dari kredit. Dalam kredit terdapat suatu resiko yang mungkin terjadi yaitu resiko bahwa penerimaan kredit tidak dapat memenuhi kewajibannya di masa yang akan datang.
2.4.2. Fungsi Kredit Bank Fungsi kredit bank menurut Kasmir (2003 : 107) adalah sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan daya guna uang. Dengan adanya kredit dapat meningkatkan daya guna uang, maksudnya jika uang hanya disimpan saja di rumah tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna. Dengan diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna
untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit. Kemudian juga dapat memberiikan penghasilan tambahan kepada pemilik dana.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. Dalam hal ini uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya. Sebagai contoh seorang pengusaha di pulau bangka memperoleh kredit dari salah satu bank di Singapura sebanyak satu milyar dolar Singapura, maka dengan demikian ada pertambahan peredaran uang dari Singapura ke bangka sebesar satu milyar dolar Singapura.
3. Untuk meningkatkan daya guna uang. Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang semula tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat. Sebagai contoh seorang pengusaha memperoleh kucuran dana dari salah satu bank untuk mengolah limbah plastik yang sudah tidak dipakai menjadi barang-barang rumah tangga. Biaya pengolahan barang tersebut diperoleh dari bank. Dengan demikian fungsi kredit dapat meningkatkan daya guna barang dari barang yang tidak berguna menjadi barang yang berguna.
4. Meningkatkan peredaran barang. Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan peredaran barang biasanya untuk kredit perdagangan atau kredit ekspor impor.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi. Dengan memberikan kredit dapat dikatakan sebagai alat stabilitas ekonomi, karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kredit dapat pula membantu mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga dapat meningkatkan devisa negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha. Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apalagi bagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan. Dengan memperoleh kredit nasabah bergairah untuk dapat memperbesar atau memperluas usahanya.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan. Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja sehingga dapat pula mengurangi pengangguran. Di samping itu bagi masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat memperoleh pendapatan seperti gaji bagi karyawan yang bekerja di pabrik dan membuka usaha warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi pabrik.
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional. Dalam hal pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberian kredit untuk negara lain akan meningkatkan kerjasama di bidang lainnya, sehingga dapat pula tercipta perdamaian dunia.
2.4.3. Jenis Kredit Bank Dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang Perbankan dan juga praktek dunia usaha khususnya perbankan, menurut Kasmir (2003:109) kredit dapat digolongkan atas dasar sebagai berikut:
1. Dilihat dari segi kegunaan. a. Kredit investasi Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. b. Kredit modal kerja Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.
2. Dilihat dari segi tujuan kredit. a. Kredit produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. b. Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. c. Kredit perdagangan Merupakan kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangannya seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut.
3. Dilihat dari segi jangka waktu a. Kredit jangka pendek Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja. b. Kredit jangka menengah Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. c. Kredit jangka panjang Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang waktu pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun.
4. Dilihat dari segi jaminan a. Kredit dengan jaminan Merupakan kredit yang diberikan dengan suatu jaminan. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. b. Kredit tanpa jaminan Merupakan kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, character serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain.
5. Dilihat dari segi sektor usaha a. Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sektor perkebunan atau pertanian b. Kredit peternakan, merupakan kredit yang diberikan untuk sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Kredit industri, merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik industri kecil, maupun industri menengah atau industri besar. d. Kredit pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka panjang. e. Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk para mahasiswa. f. Kredit profesi, merupakan kredit yang diberikan kepada para kalangan professional seperti: dosen, dokter atau pengacara. g. Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan dan biasanya berjangka waktu panjang.
2.4.4. Unsur-Unsur Pemberian Kredit Pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan oleh bank sebagai pemberi kredit, dimana prestasinya yang diberikan benar-benar sudah diyakini akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama. Unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian kredit (H. Hadiwidjaja dan R. A. Rivai Wirasasmita, 2000:7) adalah: 1) Adanya orang atau badan yang memiliki uang, barang atau jasa, dan bersedia untuk meminjamkannya kepada pihak lain. Biasanya disebut Kreditur. 2) Adanya orang atau badan sebagai pihak yang memerlukan atau meminjam uang, barang atau jasa. Biasanya disebut Debitur. 3) Adanya kepercayaan kreditur terhadap debitur. 4) Adanya janji dan kesanggupan membayar dari debitur kepada kreditur.
5) Adanya perbedaan waktu, yaitu perbedaan antara saat penyerahan uang, barang atau jasa oleh debitur dengan saat pembayaran kembali oleh debitur. 6) Adanya resiko, sebagai akibat dari adanya perbedaan waktu, karena terbayang jelas ketidakpastian untuk masa yang akan datang. Resiko, terjadi atau dialami kemungkinan besar dikarenakan perbedaan nilai, kejatuhan debitur sehingga tidak dapat membayar pada waktunya, lari, meninggal atau perbedaan nilai uang karena inflasi.
2.4.5. Tujuan Kredit Tujuan utama pemberian kredit menurut Kasmir (2003:96) antara lain: 1. Mencari Keuntungan. Yaitu bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Kemudian hasil lainnya bahwa nasabah yang memperoleh kredit pun bertambah maju dalam usahanya. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus- menerus menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidir. 2. Membantu Usaha Nasabah. Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya. 3. Membantu Pemerintah. Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor.
Keuntungan bagi pemerintah dengan menyebarnya pemberian kredit adalah: •
Penerimaan pajak, dari keuntungan yang diperoleh nasabah dan bank.
•
Membuka kesempatan kerja, dalam hal ini untuk kredit pembangunan usaha baru atau perluasan usaha akan membutuhkan tenaga kerja baru sehingga dapat menyedot tenaga kerja yang masih menganggur.
•
Meningkatkan jumlah barang dan jasa, jelas sekali bahwa sebagian besar kredit yang disalurkan akan dapat meningkatkan jumlah barang dan jasa yang beredar di masyarakat.
•
Menghemat devisa negara, terutama untuk produk- produk yang sebelumnya diimpor dan apabila sudah dapat diproduksi di dalam negeri dengan fasilitas kredit yang ada jelas akan dapat menghemat devisa negara.
•
Meningkatkan devisa negara, apabila produksi dari kredit yang dibiayai untuk keperluan ekspor.
2.4.6. Prinsip-Prinsip Pemberian Kredit Dalam memberiikan kredit bank, ada beberapa prinsip mendasar yang harus dipegang teguh agar pemberian kredit dapat memberiikan penghasilan bunga yang menguntungkan, pengembaliannya tepat waktu dan resiko yang ditanggung seminimum mungkin sehingga fungsi dan tujuan pemberian kredit dapat tercapai. Prinsip pemberian kredit ini biasa dicerminkan dalam 5 prinsip utama yang biasa dikenal dengan 5C (H. Hadiwidjaja dan R. A. Rivai Wirasasmita, 2000:34), yaitu: 1. Character (Watak/ Kepribadian) dari calon debitur merupakan salah satu faktor yang harus dipertimbangkan sebagai yang paling penting, sebelum memutuskan atau menetapkan untuk memberiikan kredit kepadanya. Bank sebagai pemberi kredit perlu meyakini benar terlebih dahulu, apakah calon debiturnya itu:
•
Berkelakuan baik, dalam arti tidak membiasakan diri beringkar janji, dan selalu berupaya untuk memenuhi janjinya.
•
Tidak mempunyai predikat, penjudi, pencuri, pemabuk, atau penipu. Pendek kata, calon debitur yang mempunyai reputasi baik sajalah yang dapat diteruskan pertimbangan permohonan kreditnya.
2. Capacity (Kemampuan) calon debitur dalam menjalankan usahanya harus diketahui pasti oleh bank (calon kreditur). Kemampuan pengusaha akan memberiikan kejelasan kepada analis, sampai sebatas mana jumlah besar atau kecilnya pendapat pengusaha (seseorang atau badan), dari waktu ke waktu atau dari musim ke musim. 3. Capital (Modal) calon debitur perlu diketahui dan diteliti oleh Bank (calon debitur), selain dari jumlahnya perlu diketahui strukturnya pula. Mengapa bank harus mengetahui sampai sejauh itu, ini diperlukan untuk mengukur sampai sebesar berapakah tingkat ratio likuiditas dan solvabilitasnya, karena akan menyangkut kemungkinan pembelian kredit jangka pendek dan jangka panjang. 4. Condition of economy (Kondisi ekonomi), yang menyangkut atau mempengaruhi calon debitur perlu mendapat sorotan bank. Ini dikarenakan mungkin terdapat kondisi atau situasi yang memberiikan dampak positif atau negatif terhadap usaha calon debitur. 5. Collateral (Jaminan atau agunan). Collateral adalah jaminan berupa harta benda milik debitur atau pihak lain yang menjaminnya, diikat sebagai agunan atau jaminan. Andai pada suatu saat ternyata debitur tidak mampu menyelesaikan kreditnya, maka agunan tersebut diambil alih atau dilelang oleh kreditur setelah pengadilan memberiikan pengesahan. Dengan demikian terdapat dua fungsi mengenai jaminan itu ialah: - Faktor penentu dalam pemberian kredit. - Faktor pengamanan atas kredit yang diberikan.
Selain 5C adapula prinsip-prinsip lain yaitu 3R yang antara lain meliputi: 1. Returns (Hasil yang dicapai). Hasil yang diperkirakan dapat dicapai oleh pengusaha calon debitur, diukur oleh analis akan mencukupi untuk mengembalikan kredit beserta bunganya. 2. Repayment (Pembayaran kembali) oleh debitur harus sudah dapat diramalkan oleh analis. 3. Risk bearing ability (Kemampuan untuk menanggung resiko). Pengandaian analis, dikaitkan dengan kemungkinan adanya kegagalan usaha calon debitur, apakah ia akan mampu menutup seluruh kerugian yang mungkin timbul, karena hal-hal yang tidak diperkirakan semula.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mempunyai resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut bank harus melakukan analisis kredit terlebih dahulu sebelum menentukan keputusan untuk menerima atau menolak permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur. Pada dasarnya analisis kredit yang dilakukan untuk meneliti apakah usaha pemohon kredit memenuhi prinsip-prinsip 5C atau 3R. Penilaian pemohon kredit tersebut biasanya dilakukan oleh petugas pelaksana kredit bank yang disebut analis kredit.
2.4.7. Aspek-Aspek Penilaian Kredit Analisis kredit sangat penting untuk memutuskan apakah suatu permohonan kredit akan ditolak atau diterima, maka selain prinsip-prinsip penilaian kredit yang telah diuraikan di atas, (Kasmir, 2003:121) ada beberapa aspek yang perlu dianalisis secara tepat yang pada umumnya terdiri dari:
1. Aspek Yuridis/ Hukum Yang dinilai dalam aspek ini adalah masalah legalitas badan usaha serta izin- izin yang dimiliki perusahaan yang mengajukan kredit. Penilaian
dimulai dengan meneliti keabsahan dan kesempurnaan akte pendirian perusahaan, sehingga dapat diketahui siapa-siapa pemiliknya dan besarnya modal masing-masing pemilik. Kemudian yang diteliti keabsahannya dari dokumen atau surat- surat penting lainnya seperti: •
Surat Izin Usaha Industri (S.I.U.I) untuk sektor industri.
•
Surat Izin Usaha Perdagangan (S.I.U.P) untuk sektor perdagangan.
•
Tanda Daftar Perusahaan (TDP).
•
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
•
Keabsahan surat- surat yang dijaminkan misalnya sertifikat tanah dan sertifikat deposito.
•
Serta dokumen- dokumen yang dianggap penting lainnya, seperti KTP.
2. Aspek Pasar dan Pemasaran. Dalam aspek ini yang kita nilai adalah besar kecilnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan sekarang ini dan masa yang akan datang, sehingga diketahui prospek pemasaran produk tersebut. Yang perlu diteliti dalam aspek ini adalah: •
Hasil penjualan atau produksi minimal 3 bulan yang lalu atau 3 tahun yang lalu.
•
Rencana penjualan dan produksi minimal 3 bulan atau 3 tahun yang akan datang.
•
Peta kekuatan pesaing yang ada, seperti market share yang dikuasai.
•
Prospek produk secara keseluruhan.
3. Aspek Keuangan. Aspek yang dinilai adalah sumber- sumber dana yang dimiliki untuk membiayai
usahanya
dan bagaimana
penggunaan
dana
tersebut.
Disamping itu hendaknya dibuatkan cash flow keuangan perusahaan. Dari cash flow ini akan terlihat pendapatan dan biaya- biaya sehingga dapat
dinilai layak atau tidak usaha tersebut, termasuk keuntungan yang diharapkan.
4. Aspek Teknis atau operasi. Merupakan aspek yang membahas masalah yang berkaitan dengan produksi, lokasi dan lay out, seperti kapasitas mesin yang digunakan. Masalah lokasi usaha seperti kantor pusat, cabang atau pergudangan. Demikian pula dengan masalah lay out gedung dan lay out ruangan dan lay out mesin- mesin termasuk jenis mesin dan teknologi yang digunakan.
5. Aspek Manajemen. Aspek ini digunakan untuk menilai struktur organisasi perusahaan, sumber daya manusia yang dimiliki serta latar belakang pendidikan dan pengalaman sumber daya manusianya. Pengalaman perusahaan dalam mengelola berbagai proyek yang ada juga menjadi pertimbangan lain.
6. Aspek Sosial Ekonomi. Aspek sosial ekonomi adalah menganalisis dampak yang timbul akibat adanya proyek terhadap perekonomian masyarakat dan sosial masyarakat secara umum, seperti: •
Meningkatkan
ekspor
barang
atau
sebaliknya
mengurangi
ketergantungan terhadap impor. •
Mengurangi pengangguran.
•
Meningkatkan pendapatan masyarakat.
•
Tersedianya sarana dan prasarana.
•
Membuka isolasi daerah tertentu.
7. Aspek Amdal. Amdal atau analisis dampak lingkungan merupakan analisis terhadap lingkungan baik darat, air, atau udara, termasuk kesehatan manusia apabila proyek tersebut dijalankan. Analisis ini dilakukan secara mendalam
sebelum kredit tersebut disalurkan, sehingga proyek yang dibiayai tidak akan mengalami pencemaran lingkungan di sekitarnya. Pencemaran yang sering terjadi antara lain terhadap: •
Kesehatan manusia terganggu.
•
Tanah atau darat menjadi gersang, erosi.
•
Air menjadi limbah berbau busuk, berubah warna atau rasa atau menyebabkan banjir.
2.5.
•
Udara mengakibatkan polusi, berdebu, bising dan panas.
•
Mengubah tatanan adat, istiadat setempat.
Pengaruh Likuiditas dan Profitabilitas Perusahaan Terhadap
Pemberian Kredit Banyak alat analisis keuangan yang diperuntukkan sebagai bahan pertimbangan pemberian kredit. Namun yang terpenting adalah analisis untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan baik dari segi keuangan interen maupun kemampuan perusahaan untuk mempertahankan perusahaannya. Dalam hal ini, saya menekankan dengan menyimpulkan dari berbagai sumber bahwa analisis yang terpenting adalah analisis likuiditas yang menggambarkan kesehatan perusahaan dalam segi kemampuan untuk membayar semua kewajibankewajibnnya terutama kewajiban jangka pendek, serta analisis profitabilitas yang menggambarkan seberapa ukuran perusahaan itu mampu untuk menghasilkan laba sebagai bahan penjamin untuk membayar kewajiban-kewajibannya dan membuat perusahaan tersebut bertahan. Likuiditas merupakan indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban finansial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia (Lukman Syamsudin, 2002:41). Llikuiditas adalah ukuran kemampuan seorang pengusaha atau badan dalam menghadapi utang-utang jangka pendeknya (H. Hadiwidjaja dan R. A. Rivai Wirasasmita, 2000:72).
Dengan menyimpulkan persepsi dari beberapa ahli analisis kredit tersebut, maka dapat dikatakan bahwa besarnya rasio likuiditas perusahaan mempengaruhi pemberian atas kredit perusahaan bersangkutan oleh pihak bank atau lembaga keuangan lainnya yang melayani kredit. Semakin besar rasio likuiditas perusahaan, maka kredit yang akan diberikan oleh bank akan semakin besar pula. Profitabilitas yaitu kemampuan perusahaan mendapatkan/menghasilkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan sebagainya (Sofyan Syafri Harahap, 2004:311). Profitabilitas yaitu kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto, 2001:124). Perusahaan yang mampu untuk menghasilkan laba yang besar adalah perusahaan yang memiliki kinerja keuangan yang baik. Dengan begitu, melihat aspek operasional perusahaan yang bersangkutan, maka pihak penyedia kredit (bank atau lembaga keuangan lainnya) dapat mempertimbangkan apakah perusahaan tersebut beresiko untuk membayar kewajibannya atau tidak. Semakin besar rasio yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut, maka akan semakin besar pula pemberian kredit oleh penyedia kredit tersebut. Kredit itu didasarkan kepada kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan datang (Kasmir, 2003:94). Kasmir, menekankan bahwa kepercayaan kredit atau pemberian kredit oleh kreditur itu, didasarkan kepada kemampuan debitur dalam hal mengembalikan pinjaman berikut bunganya, dan tentu menurut estimasi analisis kredit.
Pengertian kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 adalah: “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
Dengan melihat dan menelaah beberapa pengertian tentang kredit, bahwa analisis rasio (likuiditas dan profitabilitas) dapat disimpulkan sebagai hal yang sangat berpengaruh atas pertimbangan pemberian kredit. Pemberian kredit bagi penyedia kredit merupakan resiko keuangan, namun kredit tidak dapat dihindari karena merupakan suatu hal yang memberiikan kontribusi keuangan yang sangat besar bagi perusahaan. Dengan alat-alat analisis tersebut maka penyedia kredit dapat mengukur seberapa besar kredit yang akan diberikan (biasanya dalam bentuk persentase kredit).