BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Beban Kerja
2.1.1 Pengertian Beban Kerja Beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja dapat dilakukan berdasarkan perhitungan beban kerja (Peraturan Pemerintah RI Nomor 97 tahun 2000). Beban kerja secara umum menurut Groenewegen dan Hutten (1991) adalah keseluruhan waktu yang digunakan dalam melakukan aktivitas atau kegiatan dalam kerja. Menurut Finkler dan Koyner (2000), beban kerja diartikan sebagai volume kerja dari suatu unit atau departemen. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah keseluruhan waktu yang digunakan untuk melakukan kegiatan di suatu unit atau departemen. Sedangkan beban kerja perawat menurut Hubber (2000) adalah pengukuran dari aktifitas kerja perawat dan ketergantungan klien terhadap asuhan keperawatan. Beban kerja perawat di rumah sakit terkait dengan dua fungsi variabel, yaitu jumlah harian klien dan waktu asuhan keperawatan setiap klien per hari (Kirby dan Wiczai, 1985; dalam Hubber, 2000).
8
9
Berdasarkan beberapa literatur diatas, telah banyak pula dilakukan penelitian tentang beban kerja pada perawat di bangsal rawat inap antara lain oleh Irwandy dan Astuti, yang menyatakan bahwa beban kerja yang berlebihan yang dialami oleh perawat terjadi karena adanya tuntutan kerja yang bervariasi dalam pekerjaan, selain itu adanya tugas tambahan lain dan sering melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya, misalnya 78,8% perawat melaksanakan tugas kebersihan, 63,6% melakukan tugas administrasi dan lebih dari 90% melakukan tugas non keperawatan (misalnya : menetapkan diagnose penyakit, membuat resep, mengambil obat ke apotik dan melakukan tindakan pengobatan) dan hanya 50% yang melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan fungsinya (Depkes & UI, 2005). 2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Beban Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya beban kerja seorang perawat diruangan, antara lain sebagai berikut (Irwandy, 2007): 1. Perawat melakukan observasi secara terus menerus terhadap perkembangan kondisi pasien selama shift berlangsung. 2. Jumlah pasien yang banyak pada saat shift membuat tindakan keperawatan yang harus
dilakukan oleh perawat lebih banyak
sehingga perawat kurang puas dengan tindakan yang dilakukan. 3. Jumlah pasien yang tidak menentu setiap harinya, mempengaruhi kinerja perawat.
10
4. Rasa takut dan khawatir yang muncul ketika perkembangan kondisi pasien yang dirawat mengalami perubahan yang tidak diharapkan. 5. Banyaknya tindakan keperawatan langsung maupun tidak langsung yang dilakukan perawat saat shift dan dikerjakan berulang setiap harinya membuat perawat bosan. 6. Kondisi dan status medis pasien di unit perawatan berbeda-beda sehingga rata-rata waktu yang diperlukan untuk melakukan tindakan keperawatan untuk setiap pasien membutuhkan waktu cukup lama, yang mempengaruhi waktu jaga. 7. Jumlah pasien tidak sebanding dengan jumlah perawat yang berjaga di ruangan mengakibatkan tugas yang dikerjakan berlebih. 8. Partner atau rekan kerja dalam satu tim tidak dapat membantu pekerjaan saat shift dan bersikap acuh terhadap pekerjaan menjadikan rekan perawat lainnya dalam satu tim merasa terbebani. 9. Caring kepada pasien kurang optimal dilakukan diakibatkan pekerjaan yang dilakukan lebih banyak. 10. Waktu pendokumentasian berkurang, karena tugas keperawatan yang berlebih sehingga hasil yang didokumentasikan sedikit dan tidak lengkap. 11. Keluarga pasien yang melakukan complaint tentang kondisi pasien
11
12. Format dokumentasi yang berubah-ubah yang membuat pengerjaan pendokumentasian semakin sulit 13. Fasilitas di ruangan yang tidak mendukung dari kegiatan keperawatan yang dilakukan Hal serupa juga disampaikan oleh Kusmiati (2003), yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien, serta banyaknya tugas tambahan yang harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menganggu penampilan kerja dari perawat tersebut. Disamping tugas tambahan, beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat melebihi dari kapasitasnya, seperti banyaknya waktu lembur, akan berdampak buruk bagi produktifitas perawat tersebut (Syaer, 2010). 2.1.3 Aspek-aspek Beban Kerja Beban kerja (Irwandy, 2007) meliputi beban kerja fisik, psikologis/mental dan waktu kerja.
a. Aspek fisik Beban kerja fisik merupakan beban kerja yang timbul akibat aktivitas fisik pekerja. Misalnya pada perawat, beban kerja fisik perawat meliputi mengangkat pasien, memandikan pasien, membantu pasien ke
12
kamar mandi, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart pasien dan sebagainya b. Aspek psikologis / Mental Beban kerja mental (mental workload) merupakan beban kerja yang timbul dan terlihat dari pekerjaan yang dilakukan, beban kerja mental terbentuk secara kognitif (pikiran). Misalnya pada perawat, beban kerja mental yang dialami perawat, diantaranya bekerja shift atau bergiliran, melakukan pengecekan keadaan pasien setiap beberapa jam, hubungan perawat dengan perawat dan membuat laporan asuhan keperawatan pasien sesuai dengan ketentuan masing-masing Rumah Sakit. c. Aspek waktu Lebih mempertimbangkan pada aspek pengunaan waktu untuk bekerja, yaitu sebagai alokasi penggunaan waktu guna peningkatan pelayanan keperawatan terhadap pasien. Waktu kerja berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari .
2.1.4
Dampak Beban Kerja Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik atau mental dan reaksi–reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit di mana pekerjaan yang terjadi karena pengulangan gerak akan menimbulkan kebosanan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-
13
hari karena tugas atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Suyanto, 2008). Efek psikologis yang paling sederhana dan jelas dari kelebihan beban kerja adalah stress kerja yang mengakibatkan menurunnya motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. (Rusman, 2006).
2.2
Dokumentasi Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengertian Dokumentasi Asuhan Keperawatan Dokumentasi
keperawatan
keperawatan profesional
merupakan
suatu
bukti
pelayanan
yang mencakup pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan keperawatan,
tindakan dan evaluasi,
sehingga menggambarkan kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan (Hidayat, 2001). Dokumentasi asuhan keperawatan menjadi hal yang penting sebagai alat bukti tanggung jawab dan tanggung gugat dari perawat dalam menjalankan tugasnya hal ini sangat penting karena menyangkut aspek legal tindakan keperawatan, perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat dalam pencatatan asuhan keperawatan yang telah diberikan dan juga untuk berkomunikasi dengan internal tim perawat sendiri dan tim kesehatan lainnya (Asmadi, 2008).
Hal ini dimaksudkan untuk menghindari miscommunication antar perawat. Untuk itu, dalam suatu dokumentasi keperawatan harus terdapat catatan
14
yang jelas, lengkap, objektif, waktu harus tertulis dengan jelas (hari, tanggal, bulan, tahun dan jam), dan ditandatangani oleh petugas kesehatan yang melakuka interaksi terapeutik dengan klien (dokter, perawat atau petugas lainnya) (Asmadi, 2008). Artinya intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien harus dihindarkan terjadinya kesalahan-kesalahan (negligence) dengan melakukan pendekatan proses keperawatan dan pendokumentasian yang akurat dan benar (Nursalam, 2009). Kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan bagian dari kualitas pelayanan keperawatan di rumah sakit.
2.2.2 Tujuan Pendokumentasian Keperawatan Dokumentasi keperawatan yang lengkap adalah prasyarat dalam melaksanakan perawatan yang baik dan untuk efesiensi dari kerjasama dan komunikasi
antar
profesi
kesehatan
dalam
pelayanan
kesehatan
professional (Asmadi, 2008) dan tujuan pencatatan dokumentasi asuhan keperawatan yakni : a
Mengidentifikasi status kesehatan klien (pasien) dalam rangka mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan asuhan keperawatan, dan mengevaluasi tindakan.
b
Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum, dan etika. Hal ini juga menyediakan: - Bukti kualitas asuhan keperawatan.
15
- Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggungjawaban kepada klien. - Informasi terhadap perlindungan individu. - Bukti aplikasi standar praktik keperawatan. - Dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggungjawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi klien. - Data perencanaan pelayanan kesehatan dimasa datang. 2.2.3 Manfaat Pendokumentasian Keperawatan Manfaat dokumentasi asuhan keperawatan menurut Nursalam (2008), dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut berikut : a.
Aspek hukum Dokumentasi keperawatan yang dibuat merupakan aspek legal didepan hukum. Dokumentasi merupakan bukti catatan dari tindakan yang diberikan dan sebagai dasar untuk melindungi pasien, perawat dan institusi.
b.
Kualitas pelayanan, komunikasi Melalui audit keperawatan dokumentasi keperawatan dijadikan alat untuk mengukur dalam membandingkan antara tindakan yang diberikan dengan standar yang dijadikan rujukan. Dengan demikian dapat diketahui apakah dalam bekerja telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
16
c.
Keuangan Dokumentasi yang baik dan teliti akan menjadi bukti bahwa tindakan telah dilakukan oleh perawat dan dengan dokumentasi ini maka besarnya jasa yang diberikan akan diberikan sesuai dengan aturan yang ditetapkan ditempat masing-masing.
d.
Pendidikan Dokumentasi keperawatan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi mahasiswa perawat dalam membuat asuhan keperawatan yang benar sesuai dengan kondisi real pasien di lapangan.
e.
Penelitian Penelitian keperawatan dengan menggunakan data-data sekunder akan sangat bergantung dengan kualitas dari dokumentasi keperawatan yang dibuat.
2.2.4 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pendokumentasian Baik tidaknya mutu dokumentasi proses keperawatan sangat dipengaruhi oleh berikut ini: a.
Tingkat Pendidikan Penyebab kurang baiknya dokumentasi asuhan keperawatan adalah pengetahuan dan pemahaman perawat yang kurang, perawat lebih memprioritaskan
tindakan
langsung
dan
kekurangan
tenaga
keperawatan. Perawat dengan tingkat pendidikan yang berbeda mempunyai kualitas dokumentasi yang dikerjakan berbeda pula
17
karena semakin tinggi tingkat pendidikannya maka kemampuan secara kognitif dan keterampilan akan meningkat (Capenito, 2006). b.
Format Dokumentasi. Menurut Capernito (2006) bahwa format dokumentasi masih banyak ragamnya, dalam pencatatan perawat merasa rumit dan banyak memakan waktu. Maka dalam pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan
diperlukan
sistem
dokumentasi
yang
efisien,
komprehensif dapat mendokumentasikan lebih banyak data dalam waktu yang lebih sedikit dan sesuai standar yang berlaku. c.
Waktu Faktor waktu atau lama pelaksanaan pendokumentasian yang dibutuhkan perawat mempunyai pengaruh yang signifikan. Waktu pendokumentasian yang sedikit akan membuat perawat tidak maksimal dalam mendokumentasikan kegiatan dan perkembangan pasien saat shift, sehingga beberapa pendokumentasian yang hanya diisikan secara sembarangan (Carpenito, 2006).
2.2.5 Hal-Hal Yang Diperhatikan Dalam Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Menurut Asmadi, 2008 , terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan, sebagai berikut:
18
1.
Isi Informasi yang ditulis harus lengkap , akurat, jelas, mengandung fakta (obyektif) dan tidak menggunakan istilah atau singkatan yang tidak umum. Informasi mengenai klien dan tindakan yang diberikan harus sesuai dengan kondisi pasien sesungguhnya.
2. Waktu Dokumentasikan waktu setiap melakukan intervensi keperawatan. Up to date, laporan yang terlambat merupakan suatu kelalaian yang serius dan penyebab kelambatan dalam memberikan suatu tindakan. Misalnya kesalahan dalam melaporkan penurunan tekanan darah dapat memperlambat pemberian obat yang diperlukan. Pendokumentasian ini mencakup : -
vital sign
-
penatalaksanaan medis
- persiapan dilakukan diagnostic test dan pembedahan -
perubahan status
- waktu masuk, pindah, pulang atau kematian klien - penatalaksanaan untuk perubahan status yang tiba-tiba. 3. Format Gunakan format yang telah ada sesuai dengan kebijaksanaan institusi pelayanan kesehatan
19
4. Kerahasiaan Komunikasi yang rahasia adalah informasi yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang dipercaya dan merahasiakan bahwa beberapa informasi itu tidak akan diungkapkan. Pasien mempunyai hak untuk memastikan bahwa informasi yang ada dalam catatan kesehatannya terjaga kerahasiaannya. 5. Akuntabilitas Berikan nama dan tanda tangan setiap melakukan intervensi keperawatan. jangan menggunakan penghapus atau tip-ex bila melakukan kesalahan dalam penulisan. Selain itu, menurut Potter and Perry, 2005, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan adalah sebagai berikut : a. Jangan menghapus menggunakan tip-ex atau mencatat tulisan yang salah ketika mencatat cara yang benar menggunakan garis pada tulisan yang salah, kata salah lalu di paraf kemudian tulis catatan yang benar. b. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien maupun tenaga kesehatan lain. Karena bisa menunjukkan perilaku yang tidak profesional atau asuhan keperawatan yang tidak bermutu. c. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis diikuti kesalahan tindakan. d. Catatan harus akurat teliti dan reliabel, pastikan apa yang ditulis adalah fakta, jangan berspekulatif atau menulis perkiraan saja.
20
e. Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan perawat, karena dapat menambahkan informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong tadi, untuk itu buat garis horisontal sepanjang area yang kosong dan bubuhkan tanda tangan dibawahnya. f. Semua catatan harus bisa dibaca dan ditulis dengan tinta dan menggunakan bahasa yang jelas. g. Jika perawat mengatakan sesuatu instruksi, catat bahwa perawat sedang mengklarifikasikan, karena jika perawat melakukan tindakan di luar batas kewenangannya dapat di tuntut. h. Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas informasi yang ditulisnya. i. Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum (kurang spesifik) , karena informasi yang spesifik tentang kondisi klien atas kasus bisa secara tidak sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu umum. Oleh karena itu tulisan harus lengkap, singkat, padat dan obyektif. j. Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan ditandatangani setiap selesai menulis dokumentasi. Dengan demikian dokumentasi keperawatan harus obyektif, konfrehensif, akurat dan menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi pada dirinya. 2.2.6
Tahapan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Tahapan Dokumenatasi Asuhan Keperawatan (Asmadi, 2008) dimulai dari perawat melakukan pengkajian lengkap tentang keadaan klien, dilanjutkan dengan penentuan diagnosa keperawatan terhadap masalah yang dialami
21
klien, setelah itu dilanjutkan dengan membuat perencanaan mengenai tindakan yang akan dilakukan untuk klien dan rasionalnya, kemudian dilakukan implementasi terhadap perencanaan tindakan tersebut, dan diakhiri dengan evaluasi dari kegiatan yang telah dilakukan. Berikut penjelasan lengkap mengenai tahapan dokumentasi asuhan keperawatan : a.
Pengkajian Asuhan Keperawatan Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, validasi data dan identifikasi pola atau masalah (Asmadi, 2008). Sedangkan menurut Nursalam (2009) pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tujuan dari pangkajian adalah menetapkan dasar tentang kebutuhan, masalah kesehatan, pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tinjauan, nilai dan gaya hidup yang dilakukan klien (Potter, 2005). Kriteria pengkajian meliputi: - Pengumpulan
data
dilakukan
secara
anamnesa,
observasi,
pemeriksaan fisik serta dari pemeriksaan penunjang. - Sumber data adalah klien, keluarga dan orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lainnya.
22
b. Diagnosa Asuhan Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2009). Tujuan diagnosia keperawatan yaitu untuk mengidentifikasi masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit, faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah, serta kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah (Nursalam, 2009). Dalam merumuskan suatu diagnosa, terdapat tiga komponen yang merujuk pada hasil analisa data, yaitu: -
Problem (masalah), adalah gambaran keadaan klien dimana tindakan keperawatan dapat diberikan karena adanya kesenjangan atau penyimpangan dari keadaan normal yang seharusnya tidak terjadi.
-
Etiology
(penyebab),
adalah
keadaan
yang
menunjukkan
penyebab terjadinya problem (masalah). -
Sign/symptom (tanda/ gejala), adalah ciri, tanda atau gejala relevan yang muncul sebagai akibat adanya masalah.
23
c.
Perencanaan Asuhan Keperawatan Perencanaan
meliputi
pengembangan
strategi
desain
untuk
pencegahan, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi
(Nursalam,
2009).
Tahap
perencanaan
memiliki
beberapa tujuan yaitu sebagai alat komunikasi antar sesama perawat, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Berikut tahapan dalam pembuatan rencana keperawatan : 1.
Membuat Prioritas Urutan Diagnosis Keperawatan Setelah menentukan diagnosis
yang muncul pada klien,
selanjutnya dibuatkan urutan prioritas diagnosis tersebut dari diagnosa skala prioritas tertinggi sampai prioritas terendah. Ini dilakukan dengan mengurutkan diagnosis keperawatan yang dianggap paling mengancam kehidupan (missal: Gangguan bersihan jalan nafas) sampai diagnosis yang tidak terlalu mengancam kehidupan. Cara lainnya yang dapat digunakan untuk mengurutkan
diagnosis
keperawatan
antara
lain
menurut
kebutuhan dasar Maslow yang terdiri dari lima tingkatan yaitu kebutuhan fisiologis; kebutuhan keselamatan dan keamanan;
24
kebutuhan mencintai dan memiliki;kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. 2. Merumuskan Tujuan Setelah menyusun diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas, selanjutnya perlu untuk menyusun atau merumuskan tujuan untuk masing-masing
diagnosis.
Tujuan
dirumuskan
dengan
berpedoman pada NOC (Nursing Outcome Classification), dengan melihat label dari diagnosa yang muncul. Dalam merumuskan tujuan dari diagnosa yang muncul, disini juga perlu ditentukan waktu yang dibutuhkan perawat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3.
Merumuskan Intervensi Keperawatan Setelah menyusun tujuan yang diharapkan untuk masing- masing diagnose yang muncul, selanjutnya perlu untuk menyusun atau merumuskan intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan. Intervensi Keperawatan berpedoman pada NIC (Nursing Intervention Classification), dengan melihat label dari diagnosa keperawatan yang muncul
d. Implementasi Asuhan Keperawatan Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan
25
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Asmadi, 2008). Hal-hal yang perlu didokumentasikan pada tahap implementasi : - Mencatat waktu dan tanggal pelaksanaan. - Mencatat diagnosa keperawatan nomor berapa yang dilakukan intervensi tersebut. - Mencatat semua jenis intervensi keperawatan termasuk hasilnya. - Berikan tanda tangan dan nama jelas perawat satu tim kesehatan yang telah melakukan intervensi. e.
Evaluasi Asuhan Keperawatan Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan menggandakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan (Asmadi, 2008). Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan, ini dilakukan setelah selesai mengimplementasikan rencana keperawatan. Perumusan evaluasi formatif meliputi empat komponen
yang dikenal dengan
istilah SOAP yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif
26
(data hasil pemeriksaan), analisa data (pembandingan data dengan teori), dan perencanaan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan, ini bertujuan untuk menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan. Metode yang digunakan untuk mendapatkan hasil evaluasi dilakukan dengan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga, dan mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu : a. Tujuan Tercapai Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. b. Tujuan tercapai sebagian Jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan. c. Tujuan tidak tercapai Jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
27
2.2.7 Skala Pengukuran Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Berdasarkan Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan, 2005), penilaian terhadap kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu: a. Pengkajian -
Mencatat data yang dikaji sesuai dengan pedoman pengkajian.
-
Data dikelompokkan (bio-psiko-sosial-spiritual).
-
Data dikaji sejak pasien masuk
b. Diagnosa -
Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang telah dirumuskan.
-
Diagnosa keperawatan mencerminkan PE (Problem Etiology) /PES (Problem Etiology Symptom)
-
Merumuskan diagnosa ke perawatan aktual/potensial.
c. Perencanaan -
Berdasarkan diagnosa keperawatan.
-
Disusun menurut urutan prioritas.
-
Rumusan
tujuan
mengandung
komponen
pasien/subyek,
perubahan, perilaku, kondisi pasien dan atau kriteria waktu. -
Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah, terinci dan jelas.
28
-
Rencana tindakan menggambarkan kerja sama dengan tim kesehatan lain.
d. Implementasi (Tindakan) -
Tindakan dilaksanakan mengacu pada rencana keperawatan.
-
Perawat mengobservasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.
-
Revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi.
-
Semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat ringkas dan jelas.
e. Evaluasi -
Evaluasi mengacu pada tujuan.
-
Hasil evaluasi dicatat.
Adapun cara penilaian penggunaan instrumen dalam penelitian ini adalah bila aspek yang dinilai sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “V” dan apabila aspek yang dinilai tidak sesuai dengan Standar Asuhan keperawatan maka diberi tanda “O”. Analisis data dilakukan secara manual yaitu berdasarkan skor atau hasil penjumlahan jawaban nilai “V” yang didapat dengan perhitungan rumus sebagai berikut: Jumlah aspek yang dilakukan Total aspek yang diobservasi
X 100
29
Hasil akhir dari skor disajikan dalam bentuk tabel dan dihitung presentasenya
untuk
masing-masing
aspek
sesuai
kelengkapan
dokumentasi proses keperawatan pada rekam medik pasien dengan ketentuan (Hartati, 2001) sebagai berikut : 1. Baik (93-100) Bila terdapat beberapa komponen asuhan keperawatan yang telah ada pada format (Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi) terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. 2. Kurang (< 92 ) Bila terdapat komponen asuhan keperawatan yang telah ada pada format
(Pengkajian,
Diagnosa,
Perencanaan,
Implementasi
dan
Evaluasi) belum terisi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
2.3
Hubungan Beban Kerja Perawat dengan Kelengkapan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Beban Kerja perawat disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah banyak dan bervariasinya kegiatan keperawatan yang harus dilakukan selama shift berlangsung, tidak seimbangnya jumlah pasien yang dirawat perhari dengan jumlah perawat yang ada dalam satu unit sehingga waktu kerja yang dibutuhkan perawat lebih lama, hal ini akan berdampak pada tingginya beban kerja. Beban kerja yang tinggi akibat banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan perawat selama shift, akan mengurangi
30
waktu perawat untuk melakukan pendokumentasian hasil kegiatan keperawatannya,
yang
berdampak
pada
kurangnya
kelengkapan
pendokumentasian keperawataannya (Gilles, 2000). Hal ini sejalan dengan penelitian dari Putri Mastini (2013), “Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Beban
Kerja
Dengan
Kelengkapan
Pendokumentasian
Asuhan
Keperawatan Irna Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar” yang menunjukkan bahwa responden dengan beban kerja ringan kelengkapan pendokumentasiannya 90,4% sesuai dengan ketentuan yang ada, sedangkan
responden
degan
beban
kerja
sedang
kelengkapan
pendokumentasiannya 95,8% yang sesuai dengan ketentuan yang ada, dan disimpulkan bahwa beban kerja berhubungan dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan (P< 0,05).