BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Bank dan Jenis Bank
Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian bank adalah sebagai berikut:
”Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” Berdasarkan definisi tersebut, maka bank dapat disimpulkan sebagai
lembaga yang kegiatannya menyalurkan dana dari masyarakat kepada masyarakat. Perbankan di Indonesia menurut jenisnya terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang disebutkan pada pasal 5 UU No. 10 tahun 1998. Dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2.2
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Perbedaan bank syariah dan bank konvensional yang paling mendasar
adalah pada perbedaan prinsip yang di anutnya, bank syariah menganut prinsip bagi hasil sedangkan bank konvensional menganut prinsip bunga. Perbedaan prinsip bank syariah dan bank konvensional dapat di jelaskan sebagai berikut:
7
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional No 1
Perbedaan
Bank syariah
Falsafah
Tidak
berdasarkan
bunga, Berdasarkan bunga
spekulasi, dan ketidak jelasan
Bank Konvensional
2
Operasionalisasi
-Dana
masyarakat
berupa -Dana masyarakat berupa
titipan dan investasi yang simpanan
yang
harus
baru akan mendapatkan hasil dibayar bunganya pada saat
jika
„diusahakan‟
terlebih jatuh tempo.
dahulu.
-penyaluruan pada sector
-Penyaluran pada usaha yang yang menguntungkan aspek halal dan menguntungkan.
halal
tidak
menjadi
pertimbangan utama. 3
Aspek Sosial
Dinyatakan
secara
dan
yang
tegas
ekplisit Tidak diketahui secara tegas tertuang
dalam misi dan visi 4
Organisasi
Harus
memiliki
Dewan Tidak
Pengawas Syariah
Memiliki
Dewan
Pengawas syariah
Sumber: PBI, 2002
2.3
Sumber Dana Bank Dalam modul Manajemen Sumber Dana Bank Unikom 2009/2010
disebutkan bahwa dana bank adalah semua hutang dan modal yang tercatat pada neraca bank sisi pasiva yang dapat dipergunakan sebagai modal operasional bank dalam rangka penyaluran dana. Sumber dana bank terdiri dari: 1. Dana Pihak Kesatu Dana pihak kesatu atau biasa di sebut modal sendiri adalah dana yang terdiri dari: a. Modal Disetor Yaitu sejumlah dana yang disetorkan secara efektif oleh para pemegang saham saat bank berdiri. 8
b. Cadangan
Yaitu sebagian dari laba yang disisihkan dalam bentuk cadangan
modal dan cadangan lainnya yang akan dipergunakan untuk
mengantisipasi resiko kerugian. c. Laba Ditahan
Yaitu bagian laba yang menjadi hak para pemegang saham tetapi oleh
RUPS diputuskan untuk tidak dibagi dan dimasukkan kembali sebagai modal bank. d. Agio Saham Yaitu keuntungan yang diperoleh bank dari selisih penjualan saham dengan nilai nominal saham.
2. Dana Pinjaman Dana pinjaman berasal dari pihak lain yang memberikan pinjaman kepada bank yang terdiri dari empat pihak, yaitu: a. Pinjaman dari bank lain dalam negeri b. Pinjaman dari bank atau lembaga keuangn diluar negeri c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) d. Pinjaman dari Bank Sentral 3. Dana Masyarakat Dana masyarakat adalah dana-dana yang berasal dari simpanan masyarakat baik perorangan maupun badan usaha yang diperoleh bank melalui berbagai instrumen produk simpanan. Produk simpanan tersebut terdiri dari: a. Giro Giro adalah simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. b. Deposito Deposito adalah simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan. Deposito terbagi menjadi deposito berjangka dan sertifikat deposito. 9
c. Tabungan
Tabungan adalah simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di masing-masing
bank.
2.4
Pendapatan Operasional Bank
Pendapatan operasional bank dalam laporan keuangan terlihat pada
laporan laba rugi. Pendapatan operasional bank umum syariah maupun bank konvensional terdiri dari 2 kelompok, yaitu: umum
1. Pendapatan Operasional Utama Pendapatan operasional utama
bank umum
konvensional
adalah
pendapatan operasi yang berasal dari bunga debitur. Pendapatan ini diperoleh dari pendapatan bunga kredit, call money atau dari hasil penanaman uang pada obligasi, surat pengakuan utang dan penanaman sejenis misal SBI (Al Hidayah 2009). Sedangkan pendapatan operasional bank umum syariah menurut Harahap et al (2005) dalam Yayu (2006) menyebutkan bahwa pendapatan operasional utama ini merupakan kelompok pendapatan operasi utama bank syariah atas penyaluran yang dilakukan sesuai prinsip syariah, yaitu: a) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip bagi hasil, yaitu pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah, b) pendapatan penyaluran yang mempergunakan prinsip jual beli, yaitu pendapatan margin murabahah, pendapatan bersih salam paralel dan ishtishna paralel dan c) pendapatan bersih ijarah. Pendapatan operasi utama ini dipisahkan agar dapat memberikan informasi kepada pemakai laporan keuangan, atas pendapatan utama operasional bank syariah dan akan dikaitkan dengan bagi hasil yang telah diberikan oleh bank syariah.
2. Pendapatan Opersional Lainnya Pendapatan operasional lainnya pada bank umum konvensional terdiri dari (Al Hidayah 2009): a) Pendapatan provisi dan komisi, yaitu pendapatan yang berkaitan dengan pemberian kredit jasa-jasa bank seperti provisi transfer, provisi dan komisi
10
dalam jual beli efek, provisi L/C. b) Pendapatan atas transaksi valuta asing,
yaitu pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan valuta asing atau devisa.
c) pendapatan rupa-rupa, yaitu pendapatan lain dari bank yang terkait dengan
kegiatan operasional bank yang tidak termasuk dari bunga, provisi atau komisi. Sedangkan pendapatan operasional lainnya menurut Harahap et al.
(2005) dalam Yayu (2006) menyatakan bahwa unsur ini menampung
pendapatan operasi utama lainnya yang merupakan milik bank syariah
sepenuhnya (tidak dibagihasilkan), meliputi pendapatan atas fee mudharabah
muqayyadah, fee wakalah, fee kafalah dan pendapatan atas layanan berdasarkan imbalan lainnya.
2.5
Konsep Efisiensi Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis
mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi dengan mengacu pada filosofi “kemampuan menghasilkan output yang optimal dengan input-nya yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan” (Zainal Abidin dan Endri 2007). Begitupun dengan lembaga keuangan seperti bank, kemampuan bank dalam menghasilkan output yang optimal dengan input yang tersedia adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Sarjana (1999) dalam Nurul Komaryatin (2006) berpendapat, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomis mempunyai sudut pandang makro yang mempunyai jangkauan lebih luas dibandingkan efisiensi teknis yang bersudut pandang mikro. Pengukuran efisiensi teknis cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi input menjadi output. Akibatnya, usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumber daya yang optimal. Suatu perusahaan dikatakan efisien secara teknis apabila menghasilkan output maksimal dengan sumber daya tertentu atau memproduksi sejumlah output tertentu menggunakan sumber daya yang minimal, dan perusahaan dalam efisiensi
11
ekonomis menghadapi kendala besarnya harga input, sehingga suatu perusahaan harus memaksimalkan penggunaan input sesuai dengan anggaran yang tersedia.
2.6
Penghitungan efisiensi teknis telah dilakukan oleh Farell berdasarkan
Efisiensi Teknis
paper dari Debreu dan Koopmans yang menggambarkan sebuah ukuran sederhana mengenai efisiensi perusahaan dengan cara menghitung berbagai
macam input yang digunakan untuk produksi. Farell mengusulkan efisiensi terdiri dari dua komponen yaitu: technical efficiency yang merefleksikan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output maksimum dari serangkaian input yang telah ditentukan, dan allocative efficiency yang merefleksikan kemampuan perusahaan untuk menggunakan berbagai macam input didalam proporsi yang optimal, dimana masing-masing input-nya sudah ditentukan tingkat harga dan teknologi produksinya. Kedua komponen efisiensi ini lalu dikombinasikan yang menghasilkan total economic efficiency. Pemikiran awal mengenai pengukuran efisiensi dari Farell dimana analisisnya berkenaan dengan ruang input, yang berfokus pada upaya pengurangan input (an input-reducing focus). Metode ini disebut dengan pengukuran berorientasi input (inputorientated measures). 2.6.1
Pengukuran Berorientasi Input Farrel (1957) dalam Coelli (2005) mengilustrasikan idenya dengan
menggunakan sebuah contoh sederhana dengan kasus sebuah perusahaan tertentu yang menggunakan dua buah input (x1 dan x2) untuk memproduksi sebuah output tunggal (q) dengan sebuah asumsi constant return to scale (CRS). Dengan menggunakan garis isokuan dari sebuah perusahaan dengan kondisi efisiensi penuh (fully efficient firm), yang diwakili oleh kurva SS’ dalam Gambar 2.1, maka dapat dilakukan penghitungan technical efficiency. Jika sebuah perusahaan telah menggunakan sejumlah tertentu input yang ditunjukkan oleh titik P, untuk memproduksi satu unit output, maka ketidakefisiensi produksi secara teknis (technical inefficiency) dari perusahaan tersebut diwakili oleh jarak QP yang 12
merupakan jumlah dari semua input yang secara proporsional dapat berkurang atau dikurangi tanpa menyebabkan terjadinya pengurangan output yang dapat
dihasilkan. Indikator tersebut biasanya dituliskan secara matematis dalam persentase yang merupakan rasio dari QP/0P, yang merupakan penggambaran
persentase dari input yang dapat dikurangi. Tingkat efisiensi teknis (technical efficiency/TE) dari perusahaan pada umumnya diukur dengan menggunakan nilai rasio:
TE = 0Q/0P
(Farrell dalam Coeli 1996)
Persamaan tersebut akan sama dengan persamaan 1 – QP/0P, dimana nilainya
berkisar antara nol dan satu, dan karena itu menghasilkan indikator dari derajat technical efficiency dari perusahaan tersebut. Nilai satu mengimplikasikan bahwa perusahaan telah mencapai kondisi efisien secara penuh. Sebagai contoh, titik Q telah mencapai technical efficiency karena ia berada pada kurva isokuan yang efisien.
Sumber : Farell, 1957 dalam Coelli 2005
Gambar 2.1 Efisiensi Teknis dan Alokatif Berorientasi Input Dimana: x1 = input pertama, x2 = input kedua, q = output. Jika rasio harga input (dalam Gambar 2.1 diwakili oleh garis AA’) juga telah diketahui, maka titik 13
produksi yang efisien secara alokatif dapat juga dihitung. Tingkat efisiensi alokatif (allocative efficiency/AE) dari suatu perusahaan yang berorientasi pada
titik P dapat didefinisikan sebagai rasio dari:
AE = 0R/0Q
(Farrell dalam Coeli 2005)
di mana jarak RQ menggambarkan pengurangan dalam biaya produksi yang dapat diperoleh apabila tingkat produksi berada pada titik Q’ yang efisiensi secara alokatif (dan secara teknis), berbeda dengan titik Q yang efisien secara teknis
(technical efficient), akan tetapi tidak-efisien secara alokatif (allocatively inefficient). Total efisiensi ekonomis (total economic efficiency) didefinisikan
sebagai rasio dari : EE = 0R / 0P
(Farrell dalam Coeli 2005)
dimana jarak dari titik R ke titik P dapat juga diinterpretasikan dengan istilah pengurangan biaya (cost reduction). Perhatikan bahwa produk yang efisien secara teknis dan secara alokatif memberikan makna telah tercapainya efisiensi ekonomis secara keseluruhan. TE x AE = (0Q/0P) x (0R/0Q) = (0R/0P) = EE (Farrell dalam Coeli 2005) Dimana semua ukuran ketiganya terletak pada daerah yang bernilai antara nol dan satu. 2.6.2
Pengukuran Berorientasi Output Pengukuran efisien secara teknis yang berorientasi input, pada dasarnya
bisa ditujukan untuk menjawab sebuah pertanyaan; “Sampai seberapa banyaknya kuantitas input dapat dikurangi secara proporsional tanpa mengubah kuantitas output yang diproduksi?” dengan kata lain, “Sampai seberapa banyak kuantitas dari output dapat ditambah tanpa mengubah kuantitas input yang digunakan?”. Ini yang disebut pengukuran berorientasi output (output-oriented measure), merupakan kebalikan dari pengukuran berorientasikan input. Perbedaan antara pengukuran
berorientasi
input
dan
output
dapat
diilustrasikan
dengan
menggunakan sebuah contoh sederhana yang terdiri dari satu input dan satu 14
output, dalam Gambar 2.2 (a), diilustrasikan mengenai sebuah fungsi produksi dengan teknologi yang bersifat decreasing return to scale yang diwakili oleh ƒ(x),
dan sebuah perusahaan yang tidak efisien yang beroperasi pada titik P. Farell menjelaskan pengukuran yang berorientas I input dari efisiensi teknis (TE) sama
dengan rasio AB/AP, sedangkan pengukuran berorientasikan output dari efisiensi teknis diwakili oleh rasio CP/CD. Pengukuran yang berorientasi input dan output akan menghasilkan nilai pengukuran yang sama dari efisiensi teknis jika berada
dalam kondisi constant return to scale (CRS), namun jika berada dalam kondisi decreasing return to scale (DRS), nilai pengukuran TE tidak akan sama hasilnya.
Dalam kasus constant return to scale (CRS) sebagaimana terlihat dari Gambar 2.2 (b), bahwa AB/AP =CP/CD, untuk titik P yang tidak efisien (Farell dan Lovell, 1978) dalam Coelli, et al (2005). (a) DRS
(b) CRS
Sumber: Farell dan Lovell (1978) dalam Coelli, et al (2005)
Gambar 2.2 Pengukuran Efisiensi Berorientasi Output dan Input serta Return to Scale Pengukuran tingkat efisiensi berorientasi output ini dapat dianalisis lebih dalam dengan sebuah contoh kasus dimana fungsi produksi melibatkan dua macam output (q1 dan q2) dan sebuah input tunggal (x). Jika kita mengasumsikan kondisinya constant return to scale, maka dapat direpresentasikan tingkat teknologi dengan sebuah kurva unit kemungkinan produksi (unit production
15
possibility curve ) dalam bentuk dua dimensi. Contoh ini digambarkan dalam Gambar 2.3 dimana garis ZZ’ adalah merupakan kurva unit kemungkinan
produksi (unit production possibility curve) dan titik A dapatlah diumpamakan dengan sebuah perusahaan yang tidak efisien . Perhatikan bahwa A sebagai titik
yang tidak efisien dalam kasus ini terletak dibawah kurva karena ZZ’mewakili batasan atau titik tertinggi dari garis kemungkinan produksi.
Sumber: Farell dan Lovell (1978) dalam Coelli, et al (2005)
Gambar 2.3 Efisiensi Teknis dan Alokatif berorientasi Output Farell (1978) dalam Coelli, et al (2005) menjelaskan pengukuran efisiensi berorientasikan output dapat didefinisikan sebagaimana yang terilustrasikan dalam Gambar 2.3, dimana jarak A ke B mewakili ketidakefisiensi secara teknis (technical inefficiency), yang menunjukan arti bahwa jumlah dari output dapat ditingkatkan tanpa memerlukan penambahan input. Oleh sebab itu, sebuah pengukuran efisiensi teknis berorientasikan output adalah merupakan rasio TE= 0A/0B
(Farrell dalam Coeli 2005)
dengan revenue efficiency (RE) yang merupakan rasio RE=0A/0C
(Farrell dalam Coeli 2005)
Jika diperoleh informasi tentang harga, maka dapat digambarkan sebuah kurva isorevenue yaitu garis DD‟ dan mendefinisikan alokatif sebagai, AE = 0B/0C
(Farrell dalam Coeli 2005)
16
dimana mempunyai sebuah interpretasi adanya peningkatan pendapatan (a increasing revenue interpretation), dimana pada contoh kasus pengukuran
efisiensi berorientasi input, serupa dengan interpretasi adanya pengurangan biaya reducing) dalam kondisi ketidakefisienan yang bersifat alokatif. Lebih lanjut (cost
dapat didefinisikan efisiensi ekonomi secara keseluruhan (overall economic efficiency) sebagai hasil dari dua pengukuran efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.
EE= (0A/0C) = (0A/0B) x (0B/0C) = TE x AE
(Farrell dalam Coeli 2005)
2.7
Pengukuran Efisiensi Menurut Muharram dan Purvitasari (2007) dalam Rifki Ali Akbar (2010)
mengatakan bahwa pengukuran efisiensi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan rasio. Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara menghitung perbandingan output dengan input yang digunakan. Pendekatan rasio akan dinilai memiliki efisiensi yang tinggi apabila dapat memproduksi jumlah output yang maksimal dengan input yang seminimal mungkin. Efisiensi =
𝑂𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝐼𝑛𝑝𝑢𝑡
(Muharram dan Purvitasari (2007)
Chu-Fen Li (2007) melihat pendekatan rasio sebagai ”the most critical limitation of the financial ratio is that they fail to consider the multiple input output…” Oleh karena itu pendekatan ini belum mampu menilai kinerja lembaga keuangan secara menyeluruh. 2. Pendekatan regresi Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu. Persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X ,X , X , X ,…...................X n ) 1 2 3 4 Dimana Y = output, X = input
17
Pendekatan ini juga tidak dapat mengatasi kondisi banyak output, karena hanya satu indikator output yang dapat ditampung dalam sebuah persamaan regresi. 3. Pendekatan frontier
Pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu pendekatan frontier parametrik dan non parametrik. Pendekatan parametrik dapat diukur dengan tes statistik parametrik seperti menggunakan
Stochastic Frontier Approach (SFA) dan Distribution Free Approach (DFA). Pendekatan frontier non parametrik diukur dengan tes statistik non parametrik
yaitu dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). 2.8
Data Envelopment Analisis DEA merupakan sebuah metode optimasi program matematika yang
mengukur efisiensi teknik suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dan membandingkan secara relatif terhadap UKE yang lain (Charnes et, al. 1978; Banker et, al. (1984).
Setiap unit dalam sample dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak negatif, dan nilainya antara 0 hingga 1, dimana satu menunjukkan efisiensi yang sempurna. Kemudian unit–unit yang memiliki nilai satu ini digunakan dalam membuat envelope untuk frontier efisiensi. Unit-unit lainnya yang ada di dalam envelope menunjukkan tingkat inefisien (Muliaman Hadad, et al, 2003). Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan salah satu analisis nonparametric yang biasanya digunakan untuk mengukur efisiensi relative baik antara organisasi bisnis yang berorientasi laba (profit oriented) maupun antar organisasi atau pelaku kegiatan ekonomi yang tidak berorientasi laba (non profit oriented) yang dalam proses produksi atau aktivitasnya melibatkan penggunaan input-input tertentu untuk menghasilkan output-output tertentu. Selain itu, DEA juga bisa digunakan sebagai alat pengambilan kebijakan untuk meningkatkan efisiensi. Metode Data Envelopment Analysis (DEA) memiliki kelebihan dibandingkan metode tradisional ekonometri dalam mengukur efisiensi. Sebagai metode non-parametrik salah satu kelebihan DEA adalah tidak membutuhkan asumsi mengenai bentuk fungsi produksi tertentu untuk menghubungkan antara input dan output. Oleh
18
karena itu probabilitas kesalahan spesifikasi berkaitan dengan teknologi produksi sama dengan nol. Namun kekurangan DEA sebagai metode non-parametrik
adalah sensitifnya terhadap problem kesalahan pengukuran. Jika terjadi kesalahan pengukuran pada observasi bukan pada batasan (frontier) yang diestimasi, maka
kesalahan ini akan masuk dalam skor efisiensi. Jika terjadi kesalahan acak (random error) pada observasi pada frontier, maka kesalahan ini akan masuk pada skor efisiensi seluruh observasi yang diukur relatif terhadap observasi pada
frontier sebelumnya.
2.9
Hubungan Input Output Menurut Hadad, dkk (2003), konsep-konsep yang digunakan dalam
menjelaskan hubungan input output dalam tingkah laku institusi keuangan pada metode parametrik maupun non parametrik adalah: 1. Pendekatan produksi (the production approach) 2. Pendekatan intermediasi (the intermediation approach), 3. Pendekatan asset (the asset approach). Pendekatan produksi melihat lembaga keuangan sebagai unit kegiatan ekonomi yang melakukan usaha dalam menghasilkan keuntungan berupa pinjaman kepada nasabah. Sedangkan dalam pendekatan intermediasi, lembaga keuangan ditempatkan sebagai unit kegiatan ekonomi yang melakukan transformasi bentuk dana yang dihimpun kedalam berbagai bentuk pinjaman. Sedangkan pendekatan mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Dalam pendekatan ini output benarbenar didefinisikan kedalam bentuk asset. 2.10
Penelitian Terdahulu Penelitian tentang efisiensi perbankan sudah banyak dilakukan dalam
penelitian ekonomi. Penelitian tentang efisiensi perbankan ini dilakukan dengan metodologi yang berbeda -beda, baik secara parametric maupun nonparametric. 1. Nurul Komaryatin 2006
19
Meneliti Bank Perkreditan Rakyat di EKS Karesidenan Pati Periode 20022004 dengan menggunakan Data Envelopment Analysis dengan pendekatan
intermediasi. Variabel input-nya: modal, biaya bunga, biaya operasional bank lainnya, sedangkan variabel output-nya : pendapatan kredit pinjaman dan
pendapatan operasional lainnya. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kelompok BPR BKK di kabupaten Kudus memiliki tingkat efisiensi terbaik. 2. Suswadi 2007
Meneliti perbankan syariah di Indonesia periode 2003-2006 dengan
menggunakan Stocastic Frontier Approach dengan pendekatan intermediasi.
Variabel input-nya : DPK dan modal disetor sedangkan variabel output-nya: penempatan pada BI, penempatan pada bank lain dan pembiayaan yang diberikan. Hasil penelitiannya memperlihatkan bahwa perbankan syariah di Indonesia mengalami efisiensi rata-rata 94,37 % dan laba perbankan syariah ini sangat dipengaruhi oleh modal disetor, pembiayaan yang diberikan dan penempatan pada BI. 3. Rifki Ali Akbar (2010) Meneliti kantor cabang BMT Bina Umat Sejahtera di Jawa Tengah pada tahun 2009 dengan menggunakan Data Envelopment Analysis dengan pendekatan intermediasi. Variabel input-nya: jumlah simpanan dan beban operasional, sedangkan variabel output-nya: pendapatan operasional lain, pembiayaan dan kas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada 5 kantor cabang yang efisien secara relatif, yaitu cabang Blora, cabang Purwodadi, cabang Tawangharjo, cabang Nambuhan dan cabang Kendal sedangkan 26 kantor cabang lainnya mengalami inefisiensi. 4. Hadad et. al (2003) Meneliti perbankan di Indonesia pada periode 1996-2003 dengan menggunakan Data Envelopment Analysis dengan variabel input: beban pesonalia dibagi dengan total aktiva, beban bunga dibagi dengan total aktiva, beban lainnya dibagi dengan aktiva tetap, dan variabel output-nya : kredit yang diberikan pihak terkait dengan bank, kredit yang diberikan pihak lainnya dan surat berharga yang dimiliki. 20
5. Luci Irawati (2008)
Meneliti 3 bank umum syariah di Indonesia selama periode 2005-2007
dengan metode DEA dan analisis regresi model panel data metode efek tetap (MET). Dengan menggunakan pendekatan produksi, intermediasi dan aset. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa variabel Capital, CAR, dan Market Power
berpengaruh signifikan terhadap efisiensi sedangkan variabel NPF dan Inflasi berpengaruh negatif terhadap efisiensi.
2.11
Kerangka Berfikir Efisiensi perbankan yang diamati pada penelitian ini, dilakukan dengan
menganalisis input-output masing-masing bank yang dijadikan obyek penelitian, tanpa memperhatikan faktor-faktor lain diluar input-output bank-bank tersebut. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah DEA, karena memiliki keunggulan relatif dibandingkan dengan teknis parametrik. Dalam mengukur efisiensi, DEA mengidentifikasi unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial (Epstein dan Henderson, 1989) dalam Nurul Komaryatin (2006). Dari berbagai referensi di atas penulis berfikir bahwa untuk mengukur efisiensi perbankan syariah dan konvensional diperlukan data input dan output dari masing-masing bank yang dijadikan objek penelitian. Kemudian data input dan output tersebut diolah dengan metode non parametrik DEA, sehingga DEA akan menunjukkan bank mana yang termasuk efisien dan tidak efisien. Dengan metode DEA juga, bank yang tidak efisien akan memiliki potensi perbaikan untuk meningkatkan efisiensinya. Sehingga kerangka berfikir penulis dapat terlihat seperti gambar berikut ini:
21
Gambar 2.4
Kerangka Berfikir
Input dan Output
EFISIEN
DEA
TIDAK EFISIEN
Potensi Perbaikan (Sumber: Penulis)
2.12
Perumusan Hipotesis Hipotesis penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:
H0 : Banyak Bank Umum Syariah yang efisien dibandingkan Bank Umum Konvensional. H1 : Banyak Bank Umum Konvensional yang efisien dibandingkan Bank Umum Syariah
22