D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tanah
Secara umum, “Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari
agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang
kosong diantara partikel padat tersebut.” (Das, 1995). Tanah memiliki butiran yang variatif dan keanekaragangan butiran tersebut menjadi batasan-batasan ukuran golongan tanah menurut beberapa sistem. Tabel 2.1 merupakan batasan-batasan ukuran golongan tanah. Tabel 2.1 Batasan-batasan ukuran golongan tanah
Sumber : Das, 1995
2.2
Tanah Lunak Tanah lunak adalah tanah yang memiliki kuat geser rendah dan
kompresibilitas tinggi, hal ini karena tanah lunak memiliki kadar air yang tinggi. Tanah ini harus diselidiki atau dikenali secara hati-hati agar tidak menimbulkan masalah kestabilan tanah pada pekerjaan sipil seperti pada tanah dasar (subgrade). Pusat Penelitian dan Pengembangan Prasarana Transportasi (2001) menyatakan bahwa tanah lunak dibagi menjadi dua tipe yaitu :
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-1
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
1.
Lempung lunak Tanah ini mengandung mineral-mineral lempung dan kadar air yang tinggi
yang menyebabkan kuat geser menjadi lemah. 2.
Suatu tanah yang pembentuk utamanya adalah sisa-sisa organik. Tanah ini
Gambut
banyak ditemukan di daerah Kalimantan. Dalam Puslitbang (2001) juga menyebutkan bahwa ada tipe tanah lempung
organik yaitu material transisi antara gambut dan lempung, tergantung komposisi sisa organik yang berperilaku seperti lempung atau gambut. Secara fisik tanah
lunak mudah untuk diidentifikasi. Identifikasi tanah untuk di lapangan dapat dikorelasikan dengan tabel 2.2. Tabel 2.2 Indikasi di lapangan dengan konsistensi tanah lunak Konsistensi Indikasi Lapangan Bisa dibentuk dengan mudah dengan Lunak jari tangan Keluar di antara jari tangan jika Sangat Lunak diremas dalam kepalan tangan Sumber : Puslitbang, 2001
2.3
Sistem Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi menjadi penting dalam menentukan jenis kelompok
tanah. Penglasifikasian ini berguna untuk menggolongkan tanah berdasarkan karakteristik dan sifat fisik tanah secara singkat tanpa penjelasan terperinci. Sistem klasifikasi dibagi menjadi dua yaitu klasifikasi berdasarkan tekstur dan klasifikasi berdasarkan pemakaian. Klasifikasi berdasarkan tekstur adalah sistem klasifikasi USDA, sedangkan klasifikasi berdasarkan pemakaian yaitu sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi USCS. Klasifikasi USDA biasanya digunakan untuk keperluan bidang pertanian, sedangkan sistem klasifikasi AASHTO dan USCS biasanya digunakan untuk keperluan bidang geoteknik yang berkaitan dengan teknik sipil. Dalam penelitian ini hanya digunakan sistem klasifikasi AASHTO dan sistem klasifikasi USCS. Hal ini karena berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu untuk stabilisasi tanah yang merupakan bagian dari bidang teknik sipil.
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-2
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.3.1 Klasifikasi Tanah Menurut AASHTO Sistem klasifikasi tanah AASHTO dikembangkan sejak tahun 1929 adalah
sistem yang biasa digunakan untuk keperluan jalan raya. Sistem ini membagi menjadi tujuh kelompok besar yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah tanah
diklasifikasikan berdasarkan persentase jumlah butiran tanah yang lolos no 200 dan nilai batas atterberg-nya (PI dan LL). Untuk lebih jelas dalam penglasifikasian tanah berdasarkan AASHTO dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Klasifikasi tanah untuk lapisan tanah dasar jalan raya (Sistem AASHTO) Klasifikasi Tanah Berbutir Umum (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan no200) Klasifikasi A-1 A-3 A-2 kelompok A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7 Analisis ayakan no. 200 (%lolos) No. 10 Maks 50 No. 40 Maks 30 Maks 50 Min 51 No. 200 Maks 15 Maks 25 Maks 10 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Maks 35 Sifat fraksi yang lolos ayakan no. 40 Batas cair Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41 (LL) Indeks Maks 6 NP Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 Plastis (PI) Tipe material Batu pecah, kerikil Pasir Kerikil dan pasir yang berlanau atau yang paling dan pasir halus berlempung dominan Penilaian sebagai Baik sekali sampai baik tanah dasar Sumber : Das, 1995
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-3
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.3 Klasifikasi tanah untuk lapisan tanah dasar jalan raya (Sistem AASHTO) (lanjutan) Klasifikasi Tanah Lanau-Lempung umum (lebih dari 35% dari seluruh tanah lolos ayakan no. 200) Klasifikasi A-7 kelompok A-4 A-5 A-6 A-7-5* A-7-6’ Analisis ayakan no. 200 (%lolos) No. 10 No. 40 No. 200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36 Sifat fraksi yang lolos ayakan no. 40 Batas Maks 40 Min 41 Maks 40 Min 41 cair (LL) Indeks Plastis Maks 10 Maks 10 Min 11 Min 11 (PI) Tipe material yang paling Tanah berlanau Tanah berlempung dominan Penilaian sebagai Biasa sampai jelek tanah dasar Sumber : Das, 1995 Keterangan : * untuk A-7-5, PI ≤ LL-30 ’ untuk A-7-6, PI > LL-30
2.3.2 Klasifikasi Tanah Menurut USCS Sistem klasifikasi tanah USCS, membagi tanah menjadi dua kelompok tanah, yaitu : 1.
Tanah bebutir kasar, yaitu persentase tanah yang tertahan pada ayakan no 200 lebih dari 50 %. Simbol yang digunakan adalah G (gravel atau tanah berkerikil) dan S (sand atau tanah berpasir).
2.
Tanah berbutir halus , yaitu persentase tanah yang lolos pada ayakan no 200 50% atau lebih. Simbol yang digunakan adalah M (silt atau lanau), C (clay atau lempung), O (organik bisa berupa lempung organik atau lanau organik), dan PT digunakan untuk tanah gambut atau tanah yang memiliki nilai kadar organik tinggi. Dalam klasifikasi USCS dikenal simbo-simbol berikut : W (well graded
atau tanah bergradasi baik), P (poorly graded atau tanah bergradasi buruk), L (low plastiscity atau tanah berplastisitas rendah) dan H (high plasticity atau tanah
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-4
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
berplastisitas tinggi). Untuk lebih jelas dalam penglasifikasian tanah berdasarkan USCS dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Sistem klasifikasi tanah menurut USCS
Batas cair kurang dari 50 %
Kerikil dengan bahan halus (banyak mengandung bahan halus) Pasir bersih (tanpa atau sedikit mengandung bahan halus) Pasir dengan bahan halus (banyak mengandung bahan halus)
Batas cair lebih dari 50 %
Kerikil
Lebih dari setengah fraksi kasaih kasar dari ayakan no 4
Nama Jenis
Kerikil bersih, (tanpa atau sedikit mengandung bahan halus)
Lanau dan Lempung
Tanah Berbutir Halus
Pasir
Lebih dari setengah materialnya lebih halus dari ayakan no 200
Pembagian Jenis
Lebih dari setengah fraksi kasaih halus dari ayakan no 4
Tanah Berbutir Kasar
Lebih dari setengah materialnya lebih kasar dari ayakan no 200
Tanah Organik
Kerikil, kerikil campur pasir bergradasi baik tanpa atau dengan sedikit pasir halus.
Simbol Gw
Kerikil, kerikil campur pasir bergradasi buruk tanpa atau dengan sedikit pasir halus.
GP
Kerikil lanauan, kerikil campur pasir atau lanau.
GM
Kerikil lempungan, kerikil campur pasir atau lempung.
GC
Pasir, pasir kerikilan bergradasi baik tanpa atau dengan sedikit bahan halus
SW
Pasir, pasir kerikilan bergradasi buruk tanpa atau dengan sedikit bahan halus
SP
Pasir kelanauan, pasir campur lanau.
SM
Pasir kelempungan, pasir campur lempung.
SC
lanau organik dan pasir sangat halus, tepung batu, pasir halus kelanauan atau kelempungan atau lanau kelempungan sedikit plastis. Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai sedang, lempung kerikilan, lempung pasiran, lempung lanauan, lempung humus. Lempung organik dan lempung lanauan organik dengan plastisitas rendah. Lempung anorganik, tanah pasiran halus atau tanah lanauan mengandung mika atau diatome lanau elastis. Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung expansif Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai tinggi, lanau organik. Gambut dan tanah organik lainnya.
ML
CL
OL
MH CH OH Pt
Sumber : Hendarsin, 2000
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-5
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.4 Sistem klasifikasi tanah menurut USCS (lanjutan)
KRITERIA KLASIFIKASI LABORATORIUM Tentukan persentase kerikil dan pasir dari kurva pembagian butir, berdasarkan pada persentase bahan halus (fraksi lebih halus dari ayakan No. 200). Tanah berbutir kasar diklasifikasikan sebagai berikut :
Kurang dari 5% Lebih dari 12% 5% sampai 12%
GW, GP, SW, SP GM, GC, SM, SC pada garis batas menggunakan simbol ganda
𝐶𝑢 = 𝐶𝑢 =
𝐷60
𝐷10 (𝐷30 )2
𝐷10 𝑥𝐷60
lebih besar dari 4 antara 1 dan 3
Tidak ditemukan semua persyaratan gradasi untuk GW Batas atterberg di bawah garis “A” atau IP kurang dari 4 Batas atterberg di atas garis “A” atau IP lebih besar dari 7 𝐶𝑢 = 𝐶𝑢 =
𝐷60
𝐷10 (𝐷30 )2
𝐷10 𝑥𝐷60
Di atas garis “A” dengan IP antara 4 dan 7 terdapat pada garis batas dan menggunakan simbol ganda GM-GC
lebih besar dari 6 antara 1 dan 3
Tidak ditemukan semua persyaratan gradasi untuk SW Batas atterberg di bawah garis “A” atau IP kurang dari 4 Batas atterberg di atas garis “A” atau IP lebih besar dari 7
Di atas garis “A” dengan IP antara 4 dan 7 terdapat pada garis batas dan menggunakan simbol ganda SM-SC
Mudah teroksidasi, LL dan IP berkurang setelah pengeringan Sumber : Hendarsin, 2000 Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-6
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4
Pengujian Tanah Pengujian tanah bertujuan untuk menentukan parameter-parameter yang
dimiliki suatu tanah baik itu secara fisik maupun teknis. Parameter-parameter hasil pengujian tanah diperlukan untuk berbagai keperluan seperti CBR untuk
menentukan seberapa besar daya dukung suatu tanah terhadap beban. PI dan LL hasil pengujian dari atterberg limit serta hasil pengujian analisa ukuran butir berguna untuk menentukan klasifikasi tanah baik itu menggunakan sistem
AASHTO maupun USCS. Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah dynamic cone penetration (DCP), berat jenis (GS), analisa ukuran butir, atterberg
limit, pemadatan, unconfined compressive strength (UCS), dan CBR laboratorium. Pengujian-pengujian tersebut menggunakan acuan seperti yang dijelaskan pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Standar prosedur pengujian laboratorium
Jenis Pengujian a. Pengujian Lapangan DCP (Dynamic Cone Penetration) b. Pengujian Laboratorium Sifat Fisik 1. Kadar Air 2. Berat Jenis (GS) 3. Analisis Ukuran butir 4. Batas Cair (LL) 5. Batas Plastis (PL) dan indeks plastisitas (PI) Sifat Mekanis 1. Pemadatan 2. UCS 3. CBR laboratorium
Standar yang digunakan ASTM D 6951
SNI 1965 : 1990 SNI 1964 : 2008 SNI 3423 : 2008 SNI 1967 : 1990 SNI 1966 : 2008
ASTM D 698 SNI 3638 : 1994 SNI 1744 : 1989
2.4.1 Pengujian Lapangan Dalam penelitian mengenai stabilisasi tanah ini, hanya menggunakan pengujian DCP (dynamic cone penetration) sebagai pengujian di lapangan. Pengujian ini sering digunakan untuk menentukan nilai CBR titik dalam suatu perencanaan subgrade. Sehingga untuk dapat menentukan suatu tanah perlu distabilisasi atau tidak, salah satunya tergantung pada hasil pengujian DCP. Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-7
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Prinsip dari pengujian ini (gambar 2.1) adalah menjatuhkan beban seberat 8 kg melalui batang setinggi 575 m m yang ujungnya dipasang konus dengan
memasukan konus ke dalam tanah di mana pengujian dilakukan (penetrasi). DCP digunakan pada tanah yang tidak terganggu artinya untuk menentukan harga CBR
pada setiap kedalaman tanah tersebut tidak perlu digali.
Gambar 2.1 Prinsip kerja alat DCP
Penentuan nilai CBR pada pengujian DCP dapat dihitung menggunakan rumus : Log CBR = 2,6354 – 1,293 Log P
untuk sudut cone 60o .........(2.1)
Log CBR = 1,352 – 1,25 Log P
untuk sudut cone 30o .........(2.2)
Dimana : P = penetrasi Untuk mementukan CBR titik suatu pengujian DCP dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : 𝐶𝐵𝑅 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 =
3
3
ℎ1 √𝐶𝐵𝑅1+⋯+ ℎ𝑛 √𝐶𝐵𝑅𝑛 .................................................(2.3) ∑𝑛 𝑖=1 ℎ𝑖
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-8
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4.2 Pengujian Laboratorium Pengujian laboratorium sangat perlu dilakukan dalam merencanakan suatu
konstruksi. Hal ini karena berkaitan dengan stabilitas tanah terhadap suatu konstruksi yang akan dibebankan pada tanah tersebut. Oleh karena itu, pengujian
di laboratorium menjadi penting dalam penelitian ini. 2.4.2.1 Pengujian Kadar Air Uji kadar air bertujuan untuk mengetahui nilai kadar air suatu contoh tanah
pada saat pengambilan sampel di lapangan. Perhitungan kadar air dapat dilakukan dengan rumus :
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑖𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
2.4.2.2 Pengujian Atterberg limit
𝑥 100% .....................................(rumus 2.4)
Pengujian atterberg limit ini bertujuan untuk mengetahui sifat konsistensi tanah. Sifat konsistensi tanah sangat dipengaruhi oleh nilai kadar air yang terkandung di dalamnya. Apabila kadar air semakin tinggi, maka kondisi tanah semakin cair, begitupun sebaliknya. Pada proses penambahan kadar air terdapat fase-fase yang dialami tanah yaitu padat, semi padat, plastis, dan cair. Fase-fase tersebut digambarkan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2 Fase yang terjadi pada tanah
Pada gambar 2.2 terdapat tiga batas antar fase. Fase pertama adalah batas susut (SL) yaitu harga kadar air pada suatu tanah pada batas antara keadaan semi pada dan keadaan padat. Fase kedua adalah batas plastis (PL) yaitu harga kadar air pada batas antara keadaan plastis dan semi padat. Nilai PL sama dengan harga kadar airnya. Fase yang ketiga adalah batas cair (LL) yaitu harga kadar air pada Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-9
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
suatu tanah pada batas antara cair dengan plastis. Nilai LL sama dengan harga kadar air pada ketukan ke-25.
Tingkat keplastisan suatu tanah ditunjukan oleh nilai PI (plasticity index).
PI dapat hitung dengan rumus : Nilai
PI = LL – PL ......................................................................... (2.5)
2.4.2.3 Pengujian Berat Jenis Berat jenis adalah perbandingan antara berat butir tanah dengan berat air
suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu.
Nilai berat jenis dapat dihitungan dengan rumus, sebagai berikut : 𝑊2−𝑊1
𝐺𝑆 = (𝑊4−𝑊1)−(𝑊3−𝑊2) 𝑥 𝑘................................................. (2.6)
Keterangan:
W1 = berat piktometer [gr] W2 = berat piktometer + tanah kering [gr] W3 = berat piktometer + tanah kering + air suling [gr] W4 = berat piktometer + air suling [gr] k
= faktor koreksi suhu (tabel 2.6) Tabel 2.6 Koreksi suhu berat jenis tanah
Suhu (oC) 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Koreksi 1,0004 1,0002 1,0000 0,9998 0,9996 0,9993 0,9991 0,9989 0,9986 0,9983 0,9980 0,9977 0,9974
Sumber : SNI 1964 : 2008
2.4.2.4 Pengujian Analisa Ukuran Butir Sifat-sifat suatu tanah banyak tergantung pada ukuran butirannya. Oleh karena itu, sangat perlu untuk melakukan pengujian analisis ukuran butir untuk
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-10
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
mengidentifikasi gradasi tanah tertentu. Analisa ukuran butir dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu analisa saringan, analisa hidrometer dan analisa gabungan.
Dalam penelitian ini digunakan analisa gabungan untuk menentukan
gradasi butiran tanah. Karena dengan menggunakan analisa gabungan ini akan
didapat kurva gradasi yang utuh dan padu sehingga dapat dilihat kondisi gradasi suatu contoh tanah. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 1.
Analisa saringan
Berat tertahan = 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 …..... (2.7)
2.
% berat tertahan = (Berat tertahan/Berat contoh tanah) x 100% ………… (2.8)
Analisa hidrometer
a
Untuk persentase lebih halus (N) N=
R Gs x100 % ……………………………………...….…… (2.9) Wd ( G s − 1 )
Dimana :
R
= Rh ± C
R
= Bacaan hydrometer yang sudah dikoreksi
Rh
= Bacaan hydrometer yang belum dikoreksi
C
= Nilai-nilai koreksi : temperetur, meniscus dan kekentalan cairan (zat terdispersi).
b
Gs
= Berat jenis tanah
Wd
= Berat butir tanah dalam larutan [gr]
Untuk kedalaman efektif ( Z r ) 1 V Z r = H + (h − h ) ……………………………………...….……… (2.10) 2 A
Dimana:
c.
H
= Tinggi pembacaan [cm]
h
= Panjang hydrometer [cm]
Vh
= Volume hydrometer [ml]
A
= Luas penampang gelas ukur [cm2]
Untuk diameter efektif ( D )
D=M
Zr ………………………..……………...…………………. (2.11) t Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-11
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
M =
30 η …………………...….…… .....................(2.12) (G s − Gsair ) xg
Dimana :
Zr
= Kedalaman efektif untuk setiap kedalaman [cm]
T
= Waktu pengendapan [menit]
g
= Percepatan gravitasi
Gs
= Berat jenis
Gsair = Berat jenis air (tabel 2.7)
3.
𝜇
= Viskositas air (tabel 2.7)
Analisa gabungan N'= N ×
W' ………………………………...……………...…… (2.13) W
Dimana :
N = Persentase lebih halus (analisa hydrometer) [%] W’= Berat butir tanah yang lolos saringan No.200 [gram] W = Berat butir tanah total [gram]
Tabel 2.7 Berat jenis air dan nilai viskositas Suhu (oC) Berat jenis Viskositas air air (𝜇) 4 1,00000 0,01567 16 0,99897 0,01111 17 0,99889 0,01083 18 0,99862 0,01056 19 0,99844 0,01030 20 0,99823 1,01005 21 0,99802 0,00981 22 0,99780 0,00958 23 0,99757 0,00936 24 0,99733 0,00914 25 0,99708 0,00894 26 0,99682 0,00874 27 0,99655 0,00855 28 0,99627 0,00836 29 0,99598 0,00818 30 0,99568 0,00801 Sumber : Dermawan, no date
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-12
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4.2.5 Pengujian Pemadatan Pemadatan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kerapatan tanah
dengan cara mengeluarkan udara dari pori-pori tanah. Di lapangan, proses pemadatan dilakukan dengan cara penggilasan, sedangkan di laboratorium
pemadatan dilakukan dengan cara ditumbuk sesuai yang distandarkan. Proses pemadatan sangat bergantung pada kadar air. Hasil pemadatan maksimal akan dapat dicapai apabila kadar air berada pada kondisi optimum.
Kerb dan walker dalam Seta (2006) menyatakan bahwa “ukuran kepadatan
adalah berat isi kering (𝛾𝑑), yaitu perbandingan antara berat butiran tanah tanah
dibandingkan dengan volumenya.” Gambar 2.3 menunjukan grafik hubungan antara kadar air dan kepadatan kering (𝛾𝑑) dari berbagai jenis tanah dengan nilai plasticity index (PI) nol sampai
dengan 40.
Gambar 2.3 Grafik hubungan kadar air dan kepadatan kering Sumber : Seta, 2006
Prinsip dari uji pemadatan adalah menyiapkan benda uji dengan berat yang sama dengan asumsi kadar air awal adalah sama. Kemudian lakukan pemadatan dengan cara menambahkan variasi kadar air dan lakukan berulang-ulang, sehingga ketika dibuatkan grafik terjadi lengkung yang menandakan kadar air optimum tanah yang diuji dapat ditentukan. Rumus yang digunakan dalam perhitungan data hasil dari pengujian pemadatan adalah : Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-13
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Keterangan : 𝛾𝑑
𝛾
𝜔
𝛾
𝛾𝑑 = 1+𝜔 .................................................................................. (2.14) = berat isi kering tanah [gr] = berat isi tanah [gr/cm3] = kadar air [%] 𝛾𝑧𝑎𝑣 =
Keterangan :
𝐺𝑠.𝛾𝑤
1+𝜔.𝐺𝑠
.......................................................................... (2.15)
𝛾𝑧𝑎𝑣 = berat isi pada kondisi zero air void [gr/cm3] Gs
= berat jenis
𝛾𝑤
= berat isi air [gr/cm3]
2.4.2.6 Pengujian UCS (Unconfined Compressive Strength) Uji unconfined compression strength (UCS) dilakukan untuk mengukur kemampuan tanah menerima beban yang diberikan sampai tanah tersebut terpisah dari butiran-butirannya serta mengukur regangan akibat tekanan tersebut. Pengujian ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed sample) dan contoh tanah tidak asli/remoulded. Nilai yang didapat pada pengujian ini kemudian diplotkan pada grafik. Gambar 2.4 adalah gambar skema pembebanan pada pengujian UCS.
Gambar 2.4 Skema pembebanan UCS
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-14
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Untuk menentukan regangan aksial maka digunakan persamaan :
𝜀=
Dimana :
𝜀
Lo
∆𝐿 𝐿𝑜
................................................................................... (2.16)
= regangan axial [%] = perubahan panjang [mm]
∆𝐿
= panjang mula-mula [mm]
Menghitung luas penampang rata-rata menggunakan persamaan sebagai
berikut :
𝐴𝑜
𝐴 = 1−𝜀 .................................................................................. (2.17)
Dimana : A
= Luas penampang rata-rata [cm2]
Ao
= Luas penampang awal [cm2] Menghitung besarnya tegangan normal menggunakan persamaan sebagai
berikut : 𝑃
𝜎 = 𝐴 , 𝑃 = 𝑘 𝑥 𝑁 ................................................................... (2.18)
Dimana : P
= pembebanan [kg]
k
= faktor kalibrasi proving ring [0,179 kg/div]
N
= pembacaan proving ring
𝜎
= tegangan [kg/cm2] Nilai UCS ditentukan dengan nilai q ultimate (qu). Nilai qu a dalah
setengah dari nilai tegangan maksimum. 2.4.2.7 Pengujian CBR (California Bearing Ratio) Laboratorium Pengujian CBR merupakan pengujian yang paling sering dilakukan dalam merencanakan sebuah perkerasaan, baik itu CBR lapangan ataupun laboratorium. Hal ini karena nilai CBR merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam mendesain suatu perkerasan. Pengujian CBR laboratorium berguna untuk menentukan nilai daya dukung suatu tanah dengan melakukan pengujian di laboratorium. Prinsip dari
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-15
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
pengujian ini adalah membandingkan antara beban penetrasi suatu bahan terhadap bahan standar dengan kedalaman dan kecepatan yang sama.
CBR laboratorium diuji dalam dua kondisi yaitu kondisi tidak terendam
(unsoaked) dan kondisi terendam (soaked). Kondisi ini dapat dilakukan sebagian
tergantung dari permintaan. Perhitungan nilai CBR dilakukan menggunakan rumus (2.19 dan 2.20) yang kemudian dikorelasikan dengan grafik pemadatan. Nilai CBR design yang
biasa digunakan adalah 95% dari berat isi kering maksimum (𝛾𝑑 𝑚𝑎𝑘𝑠). Lima sisanya merupakan safety factor. persen
𝐶𝐵𝑅 0,1" = 𝐶𝐵𝑅 0,2" =
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐶𝐵𝑅 0,1" 3000
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐶𝐵𝑅 0,2" 4500
Keterangan : satuan dalam lb 2.5
𝑥100................................................. (2.19) 𝑥100 ................................................ (2.20)
Abu Kelapa Sawit Sebagai Limbah Dari Pengolahan Kelapa Sawit PT Perkebunan Nusantara VIII merupakan perusahaan perkebunan milik
negara. Perusahaan ini bergerak di sektor perkebunan seperti pengelolaan perkebunan kelapa sawit. “PTPN VIII mengembangkan budidaya kelapa sawit dengan luas 19.005,50 Ha. Kelapa sawit yang dikelola di perusahaan ini dalam bentuk CPO (crude palm oil) dan kernel.” (PT Perkebunan Nusantara VIII, 2009). Dengan luasan perkebunan tersebut dapat diartikan bahwa limbah yang dihasilkan pun sangat potensial untuk dapat dimanfaatkan. Namun sangat disayangkan pemanfaatan mengenai limbah masih sangat sedikit. Salah satu limbah yang dihasilkan dari pengelolaan kelapa sawit adalah abu kelapa sawit hasil dari pembakaran cangkang kelapa sawit. Abu kelapa sawit merupakan bahan sisa dari pembakaran cangkang kelapa sawit. Sangat sedikit sekali pemanfaatan dari abu ini. Abu kelapa sawit biasa dimanfaatkan untuk bahan tambahan pengeras semen dalam desain beton mutu tinggi. Hal ini karena, kandungan silika dalam abu kelapa sawit ini sangat tinggi seperti yang tercantum pada Tabel 2.8.
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-16
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.8 Unsur kimia pada abu kelapa sawit
Unsur Kimia SiO 2 CaO MgO Fe 2 O 3 Al 2 O 3
Persentase (%) 58,02 12,65 4,23 2,6 8,7
Sumber: Hutahaean dalam Fitriyani, 2010
Abu kelapa sawit (gambar 2.5), secara visual memiliki warna hitam pekat
dan memiliki bentuk butiran yang beragam.
Gambar 2.5 Abu kelapa sawit Sumber : Dokumentasi penulis
2.6
Stabilisasi Menggunakan Abu Kelapa Sawit Upaya-upaya stabilisasi tanah telah lama dikembangkan, baik secara
tradisional yang hanya menggunakan cerucuk maupun menggunakan teknologi dengan penambahan bahan tambah seperti semen. Stabilisasi tanah bertujuan untuk meningkatkan kualitas suatu tanah. Prinsip usaha stabilisasi tanah adalah untuk memperkecil bahaya keruntuhan. Dalam kaitannya dengan tanah dasar (subgrade), stabilisasi sangat perlu dilakukan apabila dalam pelaksanaan suatu konstruksi jalan menjumpai tanah lunak atau bahkan menjumpai tanah expansive yang akan menyebabkan masalah pada suatu konstruksi. Suhardjo (2012) menjelaskan mengenai definisi subgrade yaitu “... fondasi yang menopang beban perkerasan yang berasal dari kendaraan yang melewati suatu jalan.” (Suhardjo,2012). Kekuatan dan ketahanan lapisan tanah dasar (subgrade) ditentukan oleh daya dukung tanah yang dijadikan lapisan tanah dasar tersebut. Hal ini berarti ketika nilai daya dukung tanah itu baik maka hanya perlu dipadatkan dengan nilai kadar air optimum, sedangkan ketika nilai daya dukung
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-17
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
tanah rendah maka perlu perlakuan khusus baik dengan mendatangkan tanah dari tempat lain sebagai lapisan tanah dasar atau menambah zat tambahan
(menstabilisasi tanah) untuk meningkatkan daya dukung tanah tersebut. Menurut Sulistiono, Djoko; Sulchan Arifin & Chomaedi; 2006 m engungkapkan bahwa
nilai CBR > 6% dan nilai PI <10% memenuhi persyaratan untuk tanah dasar jalan. Dalam pencapaian nilai tersbut maka tanah harus dipadatkan dengan kadar air optimum.
Pada penelitian ini, abu kelapa sawit merupakan bahan tambah yang akan
diuji perilakunya jika ditambahkan pada tanah. Secara kimia proses stabilisasi tanah terjadi karena adanya reaksi antara
unsur yang terkandung dalam tanah dengan unsur yang terkandung dalam abu kelapa sawit. Misal kandungan kapur tohor (CaO) dalam abu kelapa sawit akan bereaksi dengan air menjadi Ca(OH) 2 yang mengakibatkan kondisi suhu tanah yang dicampur abu kelapa sawit menjadi naik dan dapat menurunkan kadar air. Selain itu panas dari reaksi tersebut membantu dalam proses pengerasan. Pada prinsipnya stabilisasi tanah menggunakan abu kelapa sawit adalah mencampurkan abu kelapa sawit dengan tanah yang akan distabilisasi menggunakan kadar air optimum dan pemadatan. Dalam pelaksanaan di lapangan, salah satu cara mencampurkan tanah dengan abu kelapa sawit adalah dengan menggunakan metode pelaksanaan CTB (cement trated base). Prinsipnya adalah membuat bidang segi empat untuk dapat menghitung kebutuhan abu yang akan digunakan kemudian alat CTB mencampur dengan menambahkan air sesuai dengan kadar air optimum dan setelah tercampur kemudian dipadatkan oleh sheep foot yang kemudian diratakan oleh tandem roller. 2.7
Penelitian yang Pernah Dilakukan Mengenai Penambahan Abu Untuk Bahan Stabilisasi Tanah Penelitian mengenai stabilisasi sudah sering dilakukan. Banyak cara yang
dilakukan untuk menstabilisasi tanah, terutama pada tanah-tanah yang tidak memenuhi persyaratan.
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-18
D-3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Berikut ini adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai stabilisasi tanah dasar (subgrade) yang dicampur dengan bahan stabilisasi : 1.
Pengaruh Kapur Dan Abu Sekam Padi Pada Nilai CBR Laboratorium
Tanah Tras Dari Dusun Seropan Untuk Stabilitas Subgrade Timbunan. Ariyani dan Nugroho, 2007 m enjelaskan kesimpulan dari penelitian
mengenai pengaruh kapur dan abu sekam padi sebagai bahan stabilisasi tanah dasar sebagai berikut :
a.
Penambahan kapur sebanyak 3% dan abu sekam adi sebanyak 2% PI yang diperoleh naik dari 1,41% menjadi 5,02%, sedangkan dengan penambahan kapur sebanyak 15% dan abu sekam padi sebanyak 10%
PI turun menjadi 0,44%. b.
Campuran tanah dengan kapur dan abu sekam pada tidak selamanya mampu menaikan nilai CBR (baik CBR yang direndam maupun tanpa rendaman). Pada penelitian ini CBR tanah asli sebesar 16,29% dan pada komposisi campuran tanah dengan kapur 6% dan dan abu sekam padi 4% mencapai nilai CBR tertinggi yaitu 23,66%.
2.
Kajian Perilaku Subgrade Dari Tanah Lunak Dengan Menggunakan Campuran Abu Tempurung Kelapa Sebagai Bahan Stabilisasi. Ansori dan Chrisanti, 2012 menjelaskan penelitian mengenai perilaku
sugbrade dari tanah lunak yang dicampur dengan abu tempurung kelapa sebagai bahan stabilisasi. a.
PI turun paling besar pada saat diperam selama 14 hari dan ditambah 20% kadar abu tempurung kelapa yaitu dari 22,45% menjadi 11,81%.
b.
Pada pemeraman 3 hari dan penambahan abu tempurung kelapa 5% nilai kekuatan tanah meningkat dari 1,541 kg /cm2 menjadi 5,35 kg/cm2.
c.
Nilai CBR cenderung meningkat pada kondisi unsoaked campuran 15% abu tempurung kelapa dengan tanah, namun cenderung menurun jika diuji CBR dalam kondisi soaked.
Eko Febriyanto, Sandi Ahmad Fauzi, Kajian Perilaku Tanah ..... II-19