BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Tambahan Makanan Bahan tambahan secara definitif dapat diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dengan sengaja dan kemudian terdapat dalam makanan sebagai akibat dari berbagai tahap budidaya, pengolahan, penyimpanan, maupun pengemasan. Tujuan penggunaan bahan tambahan salah satunya untuk memperbaiki kenampakan atau aroma makanan. Contoh bahan tambahan antara lain pewarna makanan (alamiah maupun buatan) dan aroma.[6] Menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
R.I.
No:
329/Menkes/PER/X11/76, yang dimaksud dengan zat tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu, termasuk kedalamnya adalah pewarna, penyedap rasa dan aroma, pemantap, antioksidan, pengawet, pengemulsi, antigumpal, pemucat, dan pengental. Kasus penyalahgunaan bahan tambahan pangan biasa terjadi adalah penggunaan bahan tambahan yang dilarang untuk bahan pangan dan penggunaan bahan makanan melebihi batas yang ditentukan. Penyebab lain, produsen berusaha memenuhi kebutuhan dengan keuntungan yang besar dan pada besarnya konsumen ingin mendapatkan bahan makanan dalam jumlah banyak dengan harga murah. Munculnya bahan makanan digunakan untuk mempertahankan kondisi makanan agar menarik. Dalam proses penanganan pangan perlu memperhatikan segi-segi lain seperti kesehatan manusia sebagai komponen pangan itu sendiri. Dalam arti bahwa apabila zat pewarna tersebut ternyata akan berdampak buruk pada kesehatan manusia maka penggunaannya harus dipertimbangkan kembali, dihentikan atau diganti dengan bahan pewarna lain yang lebih aman.[7,8]
a.
Penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) BTP dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaan di dalam pangan. Pengelompokan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut: a.
Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.
b.
Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
c.
Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
d.
Antioksidan, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
e.
Antikempal,
yaitu
BTP
yang
dapat
mencegah
mengempalnya
(menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk. f.
Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa yaitu BTP yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
g.
Pengatur keasaman (pengasaman, penetral dan pedapar), yaitu BTP yang dapat mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan.
h.
Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
i.
Pengemulsi, pemantap dan pengenyal, yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya dan memantapkan sistem dispersi yang homogen pada pangan.
j.
Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.
k.
Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan, sehingga memantapkan warna dan tekstur.[22]
b. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan tidak boleh sembarangan hanya dibenarkan untuk tujuan tertentu saja, misalnya untuk mempertahankan gizi makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan dibenarkan pula untuk tujuan mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat organoleptiknya dari sifat alami. Di samping itu juga diperlukan dalam pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, perawatan, pembungkusan, pemindahan atau pengangkutan. Selain itu setiap tambahan makanan mempunyai batas-batas penggunaan maksimum seperti diantaranya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/988. Pemakaian Bahan Tambahan Pangan diperkenankan bila bahan tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Pemeliharaan kualitas gizi bahan pangan. b. Peningkatan kualitas gizi atau stabilitas simpan sehingga mengurangi kehilangan bahan pangan. c. Membuat bahan pangan lebih menarik bagi konsumen yang tidak mengarah pada penipuan. d. Diutamakan untuk membantu proses pengolahan bahan pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan harus dapat menjaga produk tersebut dari hal-hal yang merugikan konsumen. Oleh karena itu pemakaian bahan tambahan makanan ini tidak diperkenankan bila: a. Menutupi adanya teknik pengolahan dan penanganan yang salah. b. Menipu konsumen. c. Menyebabkan penurunan nilai gizi.
d. Pengaruh yang dikehendaki bisa diperoleh dengan pengolahan secara lebih baik dan ekonomis.
B. Pewarna Makanan Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu makanan, mempertegas warna alami dari makanan; untuk mengkoreksi variasi alami dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi tersebut biasa terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan yang mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun penyimpanan.[10,11] Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan, terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Zat warna untuk tekstil dan kulit terkadang dipakai untuk mewarnai makanan. Di Indonesia, karena undangundang
penggunaan
zat
warna
belum
ada,
terdapat
kecenderungan
penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan pangan; misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang
melarang
penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk makanan. Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah, dan praktis digunakan. Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya.[12]
Zat pewarna dibagi menjadi dua kelompok yaitu certified color dan uncertified color. Perbedaan antara certified dan uncertified color adalah bila certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari dye dan lake, maka uncertified color adalah zat pewarna yang berasal dari bahan alami. a. Uncertified color additive ( zat pewarna tambahan alami) Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color additive ini adalah zat pewarna alami (ekstrak pigmen dari tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa zat pewarna seperti ß-karoten dan kantaxantin yang telah dapat dibuat secara sintetik. Untuk penggunaannya bebas sesuai prosedur sertifikasi dan termasuk daftar yang tetap. Satusatunya zat pewarna uncertified yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah Carbon Black. Banyak warna cemerlang yang dipunyai oleh tanaman dan hewan, dapat digunakan sebagai pewarna untuk makanan. Beberapa pewarna alami ikut menyumbangkan nilai nutrisi (karoteoid, riboflavin, dan kobalamin), merupakan bumbu (kunir dan paprika) atau pemberi rasa (karamel) ke bahan olahannya. Beberapa pewarna alami yang berasal dari tanaman dan hewan, di antaranya adalah klorofil, mioglobin, dan hemoglobin, anthosionin, flavonoid, tannin, betalainquinon dan xanthon, serta karotenoid. Tabel 2.1 Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami Kelompok Karamel Anthosianin Flavonoid
Warna Cokelat Jingga, merah, biru Tampak kuning
Sumber Gula dipanaskan Tanaman
Kelarutan Air Air
Tanaman
Air
Leucoanthosi anin Tanin
Tidak berwarna
Tanaman
Air
Tidak berwarna
Tanaman
Air
Batalain
Kuning merah
Tanaman
Air
Quinon
Kuning hitam
Air
Xanthon
Kuning
Tanaman bakteria lumut Tanaman
Air
Stabilitas Stabil Peka terhadap panas dan PH Stabil terhadap panas Sensitif terhadap panas Sensitif terhadap panas Sensitif terhadap panas Sensitif terhadap panas Sensitif terhadap panas
Karotenoid
Tanaman/hewan
Lipida
Klorofil
Tampak kuning, merah Hijau, coklat
Tanaman
Lipida dan air
Heme
Merah, coklat
Hewan
Air
Sumber: [23]
Sensitif terhadap panas Sensitif terhadap panas Sensitif terhadap panas
b. Certified color (zat pewarna sintetik) Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, zat warna hasil rekayasa teknologipun kian berkembang. Oleh karena itu berbagai zat warna sintetik diciptakan untuk berbagai jenis keperluan misalnya untuk tekstil, kulit, peralatan rumah tangga dan sebagainya. Ada dua macam yang tergolong certified color yaitu dye dan lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan oleh FDA, sedangkan zat pewarna lake yang hanya terdiri dari satu warna dasar, tidak merupakan warna campuran juga harus mendapat sertifikat.[5] 1) Dye Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan selain air adalah propilenglikol, gliserin, atau alkohol. Dye dapat juga diberikan dalam bentuk kering apabila proses pengolahan produk tersebut ternyata menggunakan air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta, maupun cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan, kondisi proses, dan zat pewarnanya sendiri. 2) Lake Zat pewarna ini merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal basa (Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina atau Al(OH)3. Lapisan alumina atau Al(OH)3 ini tidak larut dalam air, sehingga lake ini tidak larut pada hampir semua pelarut. Sesuai dengan
sifatnya yang tidak larut dalam air, zatpewarna ini digunakan untuk produk-produk yang tidak boleh terkena air. Lake sering kali lebih baik digunakan untuk produk-produk yang mengandung lemak dan minyak daripada Dye, karena FD & C Dye tidak larut dalam lemak.[9] Proses pembuatan zat warna sintetis biasanya melalui perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang seringkali terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,0004 % dan timbal tidak boleh lebih darin 0,0001, sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada. Kelebihan pewarna buatan adalah dapat menghasilkan warna lebih kuat meskipun jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Selain itu, biarpun telah mengalami proses pengolahan dan pemanasan, warna yang dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah. Di Indonesia peraturan mengenai penggunaan zat pewarna yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan no 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan pangan, misalnya zat pewarna untuk mewarnai bahan pangan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan tersebut antara lain disebabkan oleh ketidaktauan masyarakat mengenai zat pewarna untuk pangan dan disamping itu harga zat pewarna untuk industri jauh lebih murah dibandingkan dengan harga zat pewarna untuk pangan Tabel 2.2 Bahan Pewarna Sintetis yang diizinkan di Indonesia Pewarna Amaran Biru berlian
Amaranth:CL Food Red 9 Berliant blu FCF CL Food red 2 Erithosin:CL
Nomor Indeks Warna (CINo) 16185
Batas Maksimum Penggunaan Secukupnya
42090 45430 42053
Secukupnya Secukupnya Secukupnya
Hijau FCF Hijau S Indigotin Ponceau 4R Kuning Kuinelin Kuning FCF Riboflavina Tartrazine
Sumber:[23]
Food red 14 Fast Green FCF:CL Food green 3 Green S:CL Food Green 4 Inodigotin:CL Food Blue I Ponceau 4R:CL Foodred 7 Quineline yellow CL Food yellow Sunset yellow FCF CL Food yellow 3 Riboflavina Tartrazine
42053
Secukupnya
44090
Secukupnya
73015
Secukupnya
16255
Secukupnya
74005 15980
Secukupnya Secukupnya
-
Secukupnya
19140
Secukupnya Secukupnya
Karena ketidaktahuannya beberapa pedagang telah menggunakan beberapa bahan pewarna yang dilarang digunakan untuk pangan, seperti Rhodamin B, Methanyl Yellow. Tetapi beberapa pedagang ada pula yang menggunakan pewarna alami, seperti karamel, cokelat dan daun suji.[23]
C. Pengaruh Pewarna Sintetis Terhadap Kesehatan Manusia Meski penggunaan pewarna sintetis dilarang oleh pemerintah, namun penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow masih banyak digunakan pada pedagang. Rhodamin B dan Methanil Yellow diketahui dapat membahayakan kesehatan manusia. Penelitian melalui hewan percobaan menunjukkan adanya peningkatan berat hati, ginjal dan limpa disertai perubahan anatomi berupa pembesaran organ setelah diberi zat pewarna sintetis tersebut.[13] Rhodamin B biasa digunakan untuk pewarna kertas, bulu domba dan sutra mempunyai catatan berbahaya bagi kesehatan. Zat pewarna sintetis bersifat karsinogen dan dapat mengakibatkan iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Sedangkan Methanil Yellow diketahui dapat menyebabkan keracunan makanan dengan gejala methaemoglobinemia dan cyanosis.[14]
Zat pewarna sintetis dalam makanan di samping mempunyai dampak positif juga dapat memberikat dampak negatif. Hal-hal yang mungkin memberikan dampak negative dapat terjadi bila : 1. Zat pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil tetapi berulang. 2. Zat pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu lama. 3. Penggunaan zat pewarna sintetis secara berlebihan. 4. Zat pewarna sintetis dimakan oleh sekelompok masyarakat dengan daya tahan yang berbeda-beda tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, dan mutu makanan sehari-hari. 5. Penyimpanan zat warna sintetis oleh pedagang yang tidak memenuhi persyaratan.[15,16] Ada beberapa zat pewarna yang dinyatakan berbahaya karena dapat menimbulkan efek yang merugikan kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 seperti pada tabel 2.2 Tabel 2.3 Zat pewarna yang dinyatakan berbahaya menurut Permenkes RI No. 722/ Menkes/Per/IX/1988 Nama Auramin (C.I Basic yellow 2) Alkaret Butter Yellow (C.I Solvet yellow 2) Black 7984 (Food Black 2) Blum Umber (Pigment Brown 7) Cherysoidin (C.I Food Yellow) Citrus Red Fast Red E (C.I Food Yellow 2) Fast Yellow AB (C.I Food Yellow no.3) Guinea Green B (C.I Acid Green no.3) Indrantherene Blue RS (C.I Food Blue 4) Magenta (C.I Basic Violet 4) Methanyl Yellow ( P & C Yellow no.1) Oil Orange SS (C.I Solvent Orange 2) Oil Orange XO (C.I Solvent Orange 7)
No. Indeks Warna (C.I No) 41000 75520 11020 27755 77491 11270 14270 12150 16045 13015 42085 69800 42516 13065 12100
121400 11390 16230 15980 15370 16155 14700 16290 45170 12055 14815 42640
Oil Orange AB (C.I Solvent Orange 5) Oil Orange OB (C.I Solvent Orange 6) Orange G (C.I Food Orange 4) Orange GGN (C.I Food Orange 4) Orange RN (Food Orange 1) Ponceau 3R (C.I Food Red 6) Ponceau 9X (C.I Food Red 12) Ponceau 6R (C.I Food Red 8) Rhodamin B (C.I Food Red 15) Sudan 1 (C.I Solvent Yellow 14) Scarlet (C.I Food Red 2) Violet 613
Sumber : [6]
D. Rhodamin B 1. Definisi Rhodamin B Rhodamin B adalah zat warna sintetis berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah. Rhodamin B sangat larut dalam air dan alkohol, serta sedikit larut dalam asam klorida dan natrium hidroksida. Rhodamin B sering digunakan sebagai zat pewarna untuk kertas, pewarna untuk tekstil, dan sebagai reagensia (menimbulkan reaksi kimia). Struktur kimia Rhodamin B menunjukkan Rhodamin B merupakan golongan xanthenes. Hasil penelitian uji toksisitas menunjukkan Rhodamin B memiliki LD 50 lebih dari 2000mg/kg dan menimbulkan iritasi kuat pada membran mukosa.[10] (H5C2)2N
O C
N+(C2H5)2}CI
COOH Gambar 1. Struktur Kimia Rhodamin B Sumber:[5] Tabel 2.4 Data Rhodamin B No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Keterangan Berat molekul Rumus molekul Nomor CAS Nomor IMIS Titik lebur Kelarutan Nama kimia Sinonim Deskripsi
Sumber:[6]
Penjelasan 479,02 C28 H31N203Cl 81-88-9 0848 1650C Sangat larut dalam air dan alkohol; sedikit larut dalam asam klorida dan natrium hidroksida N-[9-(2-karboksifenil)-6-(dietil amino)-3H-xanthene-3ylidine]-N-etiletanaminium klorida. Tetraetilrhodamin; D & C Red No 19; Rhodamin B Klorida; C.I basic violet 10: C.I. 45170 Kristal hijau atau serbuk merah violet.
a. Karakteristik Rhodamin B Zat pewarna berupa kristal-kristal hijau atau serbuk ungu kemerahan, sangat larut dalam air dengan warna merah kebiruan dan sangat berfloresensi. Rhodamin B dapat menghasilkan warna yang menarik dengan hasil warna yang dalam dan sangat berpendar jika dilarutkan dengan air dan etanol.[10] b. Penggunaan Rhodamin B Rhodamin B digunakan sebagai reagen untuk antimony, bismuth, tantalum, thalium dan thungsten. Rhodamin B merupakan zat warna tekstil yang sering digunakan untuk pewarna kapas wol, kertas, sutera, jerami, kulit, bambu dan dari bahan warna dasar yang mempunyai warna terang sehingga banyak digunakan untuk bahan
kertas karbon, bolpoin, minyak/oli, cat dan tinta gambar. Rhodamin B dinyatakan sebagai bhan berbahaya dalam obat, makanan dan kosmetika menurut Direktur Jendral Pengawasan Obat dan Makanan No.00366/C/II/1990.[17] Peraturan Menteri Kesehatan tentang pewarna makanan adalah berdasarkan pertimbangan bahwa banyak makanan dan minuman yang diberi zat warna tambahan yang menggangu kesehatan. Pewarna untuk industri tekstil, kertas, plastik, cat dan lain-lain dalam pembuatannya hampir semua menggunaan asam sulfat atau asam nitrat pekat yang masih mengandung pengotoran arsen atau logam-logam berbahaya lain. Bahan-bahan ini sangat berbahaya, beracun dan dapat menimbulkan
kerusakan
organ
tubuh
terpenting
bersifat
[11]
karsinogenik.
2. Efek Rhodamin B Bagi Kesehatan Rhodamin B sangat berbahaya jika diminum, bisa mengakibatkan iritasi pada kulit, mata dan saluran pernafasan. Disamping itu juga dapat mengakibatkan keracunan dan alergi. Iritasi pada saluran pernafasan mempunyai gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, sulit bernafas dan sakit dada. Bila tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran pencernaan dan air seni akan berwarna merah atau merah muda. Bahaya utama terhadap kesehatan pemakaian dalam waktu lama (kronis) dapat menyebabkan radang, kulit alergi dan gangguan fungsi hati/kanker hati.[13]
3. Tanda–tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B a) Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan b) Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit, iritasi pada mata kemerahan, udem pada kelopak mata.
c) Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah dan merah muda.[6] Bahaya
yang
timbul
akibat
menkonsumsi
makanan
yang
mengandung zat pewarna sintetis tidak dapat secara langsung. Gangguan akan terasa dalam waktu lama setelah 10 atau 20 tahun. Berdasarkan penelitian telah dibuktikan bahwa zat pewarna sintetis bersifat racun bagi manusia sehingga dapat membahayakan kesehatan konsumen dan senyawanya dapat bersifat karsinogenik.[6,12]
E. Saos Saos adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan atau tanpa rasa pedas). Saos mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam, dan seringkali pengawet. Saos tomat dibuat dari campuran bubur buah tomat dan bumbu-bumbu, berwarna merah muda sesuai dengan warna tomat yang digunakan. Saos tomat yang baik berwarna merah tomat, tidak pucat, atau bahkan cenderung berwarna orange, bila pucat dan berwarna merah kekuningan berarti bukan berasal dari tomat asli melainkan sudah ditambah dengan bahan-bahan lain serta menggunakan zat pewarna. Saos tomat yang terbuat dari tomat asli sebenarnya sama sekali tidak memerlukan zat pewarna. Pewarna yang digunakan dalam saos yaitu pewarna alami atau pewarna sintetis untuk makanan misalnya orange red dan orange yellow, pewarna sintetis ini masih diperbolehkan penggunaannya oleh Departemen Kesehatan R.I. Pewarna sintetis yang dilarang penggunaannya untuk makanan dan minuman juga sering digunakan, seperti Rhodamin B yang telah dilarang oleh pemerintah.[3,13] 1. Saos Cabai a. Pengertian saos cabai Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI-01-2891-1992), saos cabai didefinisikan sebagai saos yang diperoleh dari pengolahan bahan
utama cabai (Capsicum sp) yang telah matang dan bermutu baik, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta digunakan sebagai penyedap makanan. Agar kita tidak terperdaya oleh kemasan, warna, atau tampilan produk ada baiknya untuk selalu mencermati informasi yang tercantum pada label kemasannya. Hal yang paling perlu untuk diperhatikan adalah ingridien
(komposisi
bahan
penyusun),
komposisi
gizi,
tanggal
kedaluwarsa, berat isi, serta nama dan alamat produsen. Faktor harga juga perlu menjadi pertimbangan. Produk yang berkualitas selalu terkait dengan biaya produksi yang lebih mahal, sehingga harga jualnya pun menjadi lebih mahal. Saos cabai telah menjadi salah satu kebutuhan bagi masyarakat modern saat ini baik yang hidup di perkotaan maupun di pedesaan. Saat ini saos cabai telah digunakan sebagai penyedap beragam makanan atau masakan oleh berbagai kalangan masyarakat. Rasa, aroma, tekstur, serta warna saos cabai yang khas dan menarik menyebabkan masyarakat menjadikannya sebagai bagian dari menu kesehatan. Saos cabai sering juga disebut sebagai sambal cabai, sambal saus, atau sambal botolan. Saos cabai juga sering diberi embel-embel lain, seperti pedas, ekstra pedas, atau super pedas. Rasa pedas tersebut bisa berasal dari cabai yang ditambahkan atau hanya dari senyawa flavor. Makan ayam goreng, burger, spageti atau pizza di restoran cepat saji, akan terasa hambar tanpa kehadiran saus cabai (chili sauce). Makan mi instan bakso, tahu, dan siomay di warung-warung tenda, juga akan terasa kurang nikmat tanpa kehadiran saos cabai. Peluang pasar tersebut secara jeli telah ditangkap oleh kalangan industri pangan untuk memproduksi saos cabai. Beberapa produsen tidak lupa melakukan serangkaian inovasi guna merebut pangsa pasar yang
terbuka lebar. Hasilnya bisa lihat dan temukan begitu beragam jenis saos cabai yang ada di pasaran, baik produksi lokal maupun impor. Keragaman tersebut dapat ditinjau dari segi harga, kemasan, komposisi bahan, cita rasa dan nilai gizinya Di sinilah persaingan tidak sehat sering muncul, seperti penggunaan bahan-bahan pengawet, zat pewarna, atau proses pengolahan yang kurang memenuhi syarat. Pengertian saos cabai yang sesungguhnya adalah saos yang terbuat dari cabai. Saos sendiri secara umum didefinisikan sebagai suatu produk yang merupakan hancuran dari beberapa bahan pangan yang tergolong sayuran, misalnya tomat dan cabai, karena itu secara umum dikenal dua jenis saus yaitu saos tomat dan saos cabai. b.
Bahan pembuatan saos cabai Bahan yang diperlukan dalam pembuatan saos cabai adalah air, gula, garam, cuka, bawang putih dan pengental (tepung). Kadang-kadang juga ditambahkan zat pewarna, penyedap, dan pengawet makanan. Zat pewarna tekstil dan pengawet non pangan tentu tidak boleh digunakan. Tingkat kekentalan saos cabai sangat ditentukan oleh jumlah pati yang ditambahkan. Makin banyak pati yang ditambahkan, makin kental saus yang dihasilkan. Intensitas warna merah pada saos cabai sangat tergantung kepada banyaknya zat pewarna yang ditambahkan. Tingkat keawetannya sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang diterapkan dan jumlah bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan (terutama pemasakan) dilakukan secara benar, dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebih.
c. Proses Pembuatan Proses pembuatan saos cabai meliputi pencucian, pemotongan tangkai, dan pembuangan biji cabai. Cabai tanpa biji selanjutnya dikukus pada suhu 100°C selama 1 menit, untuk mematikan sejumlah besar mikroba
pembusuk
dan
perusak.
Selanjutnya
dilakukan
proses
penggilingan sampai halus serta penambahan garam, bahan pengawet, gula, asam cuka 25 persen, penyedap rasa, tepung, dan air. Proses selanjutnya adalah pengadukan bahan, pemasakan hingga mendidih dan mengental. Dalam keadaan panas saus dimasukkan ke dalam botol steril, kemudian dilakukan proses exhausting (pengeluaran sejumlah udara) dan penutupan botol. Setelah proses pendinginan, dilakukan penempelan label (etiket) pada kemasannya. Selain botol kaca, kemasan yang sering digunakan adalah botol plastik dan sachet. Pada skala industri semua rangkaian kegiatan tersebut dilakukan secara higienis dan terkontrol. Dengan demikian, praktik penggunaan bahan yang tidak layak atau proses pengolahan yang tidak semestinya, tidak mungkin dilakukan pada industri besar. Agar tidak terkecoh, beli produk yang telah mencantumkan nomor registrasi resmi dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM). Keabsahan dari suatu produk dapat dilihat dari tercantumnya nomor MD untuk makanan dalam negeri atau nomor ML untuk makanan luar negeri (impor). Nomor MD terdiri dari 12 digit (angka). Anggapan bahwa saus dibuat dari buah pepaya atau ubi jalar tidaklah selalu benar. Secara teoritis, kedua bahan tersebut dapat digunakan dalam pembuatan saos di tingkat rumah tangga. Namun, penggunaan buah pepaya atau ubi jalar tentu tidak ekonomis dan praktis dalam skala industri. d. Komposisi gizi pada saos cabai Walaupun tujuan utama penggunaan saus cabai adalah sebagai penyedap
masakan
atau
makanan,
ada
baiknya
untuk
selalu
memperhatikan komposisi gizi yang terkandung di dalamnya. Kandungan gizi utama pada saos cabai tentu saja berupa karbohidrat (berasal dari tepung dan gula). Selain karbohidrat juga terkandung sejumlah kecil
vitamin dan mineral, yang berasal dari bahan yang digunakan seperti cabai, tepung, bawang putih dan cuka. Beberapa produsen saos cabai ada yang melakukan fortifikasi yaitu penambahan zat-zat gizi tertentu biasanya berupa vitamin dan mineral, sehingga kandungan keduanya menjadi lebih tinggi dari saos cabai pada umumnya. Hal tersebut dapat dilihat pada label kemasannya. Dengan demikian walaupun penampilan produk hampir sama, kandungan gizi di dalamnya bisa sangat berbeda. Dengan karakteristiknya yang kental dan berwarna, saus cabai, cukup menguntungkan untuk difortifikasi dengan beberapa zat gizi. Ke dalam saus cabai dapat ditambahkan zat gizi mikro yang sangat panting bagi kesehatan seperti mineral iodium (untuk mencegah gondok, kertinisme dan gangguan kecerdasan), zat besi (mencegah anemia gizi), dan vitamin A (mencegah gangguan proses penglihatan dan kebutaan). Ketiga zat gizi mikro tersebut sangat perlu ditambahkan mengingat masih banyaknya masalah gizi kurang akibat kekurangan zat- zat tersebut. Fortifikasi zat gizi ke dalam berbagai produk pangan hasil industri sangat berarti bagi pengentasan berbagai masalah yang menyangkut gizi.[24]
2. Pewarna Sintetis Pada Saos Banyak ditemukan pada makanan buatan industri kecil dan jajanan pasar dan juga industri besar. Rhodamin B dan Metanil Yellow sering dipakai untuk mewarnai kerupuk, makanan ringan, terasi, kembang gula, sirup manisan, tahu kuning. Rhodamin B dan Metanil Yellow adalah pewarna tekstil bukan food grade. Pewarna sintetis terutama Rhodamin, juga banyak ditemukan dalam saos. Apalagi saos yang tidak bermerek, yang dijual pada pedagang. Sekarang banyak saos yang berwarna sangat mencolok dan warnanya sangat meragukan. Saos sangat disukai anak-anak, terutama anak sekolah
yang tergiur pada makanan yang terdapat saosnya. Padahal saos tersebut tidak bermerek dan warnanya merah sekali. Sebenarnya pewarna makanan alami sudah sejak lama digunakan seperti kunyit dan daun suji. Tetapi seiring dengan
kemajuan
teknologi,
pewarna
sintetis
digunakan.
Karena
kelebihannya yaitu praktis penggunaannya dan lebih murah harganya. Penelitian menunjukkan bahwa pewarna buatan dapat menyebabkan hiperaktif pada anak-anak, infertilitas, cacat bayi, kerusakan liver dan ginjal, kanker, mengganggu
fungsi
otak
dan
kemampuan
belajar,
dan
kerusakan
kromosom.[23]
F. Konsep Perilaku Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Menurut Notoadmojo, pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Akan tetapi tidak berarti bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan tindakan saja. Perilaku bisa saja bersifat potensial, yaitu dari bentuk penelitian, motivasi dan persepsi. Pada pelaksanaannya perilaku dapat diartikan suatu respon seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek. Respon ini masih berbentuk tindakan. Bentuk perilaku aktif adalah tindakan yang dapat dilihat dengan mata.[18] Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: 1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar yang berupa segala hal dan kondisi baru yang perlu diketahui dan dikuasai dirinya. 2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar atau lingkungan dari subyek yang terdiri dari: a. Lingkungan fisik yaitu lingkungan alam sehingga alam itu sendiri akan membentuk perilaku manusia yang hidup di alamnya sesuai dengan sikap dan keadaan lingkungan tersebut.
b. Lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembuatan perilaku manusia, lingkungan ini adalah keadaan masyarakat yang segala budidayanya dimana manusia itu lahir dan mengembangkan perilakunya. 3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit yaitu berupa (action) terhadap suatu rangsangan dari luar. [18]
G. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat berpengaruh untuk terjadinya perilaku tersebut yaitu: 1. Faktor presdisposisi (Presdisposising), yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah pengetahuan dan sikap dari orang terhadap perilaku, beberapa karakteristik individu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan. 2. Faktor pemungkin (Enabling), yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tersebut. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah ketersediaan pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun biaya dan sosial, peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tersebut. 3. Faktor penguat (Reinforcing), yaitu faktor yang memperkuat (atau kadangkadang justru memperlunak) untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut. Kelompok yang termasuk didalamnya adalah pendapat, dukungan, kritik (keluarga, teman, lingkungan).[19,20]
H. Pengetahuan 1. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, pendengaran,
penciuman rasa dan raba. Pengetahuan/kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengukuran pengetahuan dapat dilaksanakan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian / responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan. Faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal bagi seseorang dalam berperilaku. Pada umumnya orang yang berprilaku baik sudah mempunyai pengetahuan yang baik pula. Pengetahuan yang ada pada manusia tersebut bertujuan untuk dapat menjawab permasalahan kehidupan manusia yang dihadapi sehari-hari dan digunakan untuk mendapatkan kemudahan-kemudahan tertentu. Sehubungan dengan hal di atas, pengetahuan dapat diibaratkan sebagai alat yang dipakai manusia untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Pengetahuan dapat diperoleh seseorang melalui melihat, mendengar atau mengalami suatu kejadian yang nyata. Selain itu dapat pula diperoleh melalui pengalaman dibangku pendidikan, baik bersifat normal maupun non normal.[20] Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subyek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, subyek ini mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengetahuan yang mencangkup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni : a. Tahu (Know), diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat inin adalah meningat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Ketidaktahuan masyarakat tentang Rhodamin B dapat diketahui apabila mengkonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B. b. Memahami
(Comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintreprestasi materi tersebut secara benar. Seseorang dinyatakan, menyebutkan contoh dan menyimpulkannya. Seseorang dinyatakan telah memahami Rhodamin B apabila dapat menjelaskan secara lengkap meliputi bahan kandungan, kerugian akibat mengkonsumsi makanan berhodamin B dan lainnya. c. Aplikasi (Aplication), diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya) serta menggunakan metode, rumus dan prinsip dalam konteks atau situasi lain. Seseorang anggota masyarakat pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori dengan memperhatikan dan tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B. d. Analisis (Analysis), diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan masyarakat dalam menganalisis keberadaan Rhodamin B, kerugian dan akibat dalam mengkonsumsinya.
e. Sintesis (Synthesis), menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau
menghubungkan
bagian-bagian
di
dalam
suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Seseorang pada tingkatan ini diharapkan teori tentang kerugian dalam penggunaan Rhodamin B bagi kesehatan. f. Evaluasi (Evaluation), berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaianpenilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Dala tingkat ini seseorang dapat melakukan penilaian terhadap keberadaan dan pemakaian Rhodamin B dalam makanan kemudian untuk tidak mengkonsumsinya. Proses terjadinya pengetahuan menjadi masalah mendasar bagi pemikiran seseorang. Pandangan yang sederhana dalam memikirkan proses terjadinya pengetahuan yaitu dalam sifatnya baik apriori maupun aposteriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin. Sedangkan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman. Pengetahuan didapatkan dari pengamatan. Didalam pengamatan indrawi tidak dapat ditetapkan apa yang subyektif dan apa yang obyektif. Jika kesan-kesan subyektif dianggap sebagai kebenaran, hal ini mengakibatkan adanya gambaran-gambaran indrawi. Gambaran-gambaran itu kemudian ditingkatkan hingga sampai tingkatan-tingkatan lebih tinggi, yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan intuitif. Di dalam pengetahuan rasional orang hanya mengambil kesimpulan-kesimpulan. Pengalaman dengan akal hanya mempunyai fungsi mekanisme semata-mata, sebab pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses penjumlahan dan pengurangan.
Sementara itu salah seorang tokoh emporisme yang lain berpendapat bahwa segala pengetahuan datang dari pengalaman dan tidak lebih dari itu. Akal tidak melahirkan pengetahuan dating dari pengalamam. Pendapat dari ilmuwan lain tidak membedakan antara pengetahuan indrawi dan pengetahuan akal.[19] 2. Faktor Pendidikan terhadap perubahan perilaku Pendidikan bertujuan membentuk dan meningkatkan kemampuan manusia yang mencangkup cita, rasa dan karsa. Pengukuran hasil pendidikan melaui sikap pengetahuan, sikap dan tindakan. Tingkat pendidikan sangat berhubungan dengan kemampuan baca tulis seseorang, orang mempunyai kemampuan baca tulis tentunya akan mempunyai banyak kesempatan yang luas dalam memperoleh informasi dibandingkan orang yang mempunyai kemampuan baca tulis terbatas. Pendidikan meliputi pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal dicapai dalam bangku sekolah sejak SD, SLTP, SLTA dan PT. Pendidikan nonformal diperoleh melalui kursuskursus/pelatihan-pelatihan. Responden yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan luas tentang pewarna makanan dan keberadaan Rhodamin B.[18,19] 3. Cara Menilai Pengetahuan Kriteria pengetahuan dikategorikan menurut Ali Khomsan (2000) dengan kategori sebagai berikut :[21] a. Baik, dengan nilai persentase jawaban benar > 80 % (≥ 14-17 dari pertanyaan di jawab benar) b. Sedang, dengan nilai persentase jawaban benar 65-80 % ( 12-13 pertanyaan dijawab benar) c. Kurang, dengan nilai persentase jawaban benar < 65 % (≤ dari pertanyan dijawab benar)
11
I. Kerangka Teori Faktor Presdisposing : a. Pengetahuan tentang pewarna makanan b. Keyakinan c. Sikap d. Nilai Faktor Enabling : a. Rhodamin B banyak tersedia di pasaran b. Kemudahan mendapatkan Rhodamin B c. Rhodamin B yang terjual murah di pasaran d. Peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat
Faktor Reinforcing : a. Keluarga b. Teman Sebaya c. Lingkungan d. Petugas kesehatan/DKK
Keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual
Sumber:[6,12,18,19]
Gambar 2.1 Kerangka Teori
J. Kerangka Konsep Variabel Bebas Pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan
Variabel Terikat Keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
K. HIPOTESIS Ada hubungan antara pengetahuan pedagang tentang pewarna makanan dengan keberadaan Rhodamin B pada saos cabai yang dijual.