BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Akibat Kerja 1. Definisi Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan karena lingkungan pekerjaan yang buruk. Pengaruh lingkungan kerja ini tidak hanya dapat diderita oleh pekerja tapi dapat pula menimpa manusia yang ada di sekeliling perusahaan. 7
Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit ini artifisial oleh karena timbulnya disebabkan oleh adanya pekerjaan.8 2. Penyebab Beberapa faktor penyebab penyakit yang sering dijumpai pada lingkungan kerja adalah 1) golongan infeksi ; 2) golongan kimia ; 3) golongan biologis ; 4) golongan fisiologis ; 5) golongan psikologis.8 Pada dasarnya penyakit yang timbul akibat kerja dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu penyakit umum dan penyakit akibat kerja. Penyakit umum berasal dari kondisi semula para pekerja, termasuk penyakit umum adalah infeksi penyakit endemik dan penyakit karena cacing. Sedangkan penyakit akibat kerja terjadi karena pengaruh lingkungan pekerjaan yang kurang baik di tempat kerja maupun hasil sisa buangan industri yang dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya misalnya debu, kebisingan, racun kimia, dll.7 3. Akibat Akibat yang terjadi antara lain : 8 1. Golongan fisik , seperti : a.
Suara menyebabkan pekak / tuli.
b.
Radiasi yang berasal dari bahan – bahan radioaktif yang dapat menyebabkan antara lain penyakit sistem darah dan kulit. Radiasi
sinar inframerah bisa mengakibatkan katarak pada lensa mata. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan conjungtivitis photo electrica. c.
Suhu terlalu tinggi menyebabkan heat stroke heat cramps, suhu yang rendah menimbulkan frostbite.
d.
Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson diesease.
e.
Penerangan yang kurang baik menyebabkan kelainan pada indra penglihatan
2. Golongan kimiawi a.
Debu
menyebabkan
pneumokoniosis,
diantaranya
silikosis,
bisinosis, asbestosis, dan lain – lain. b.
Uap menyebabkan metal fume fever dermatitis / keracunan.
c.
Gas seperti CO, H2S dapat menimbulkan keracunan.
d.
Larutan menyebabkan dermatitis.
e.
Kabut / awan menyebabkan keracunan.
3. Golongan infeksi Misalnya bakteri, virus, parasit maupun jamur. 4. Golongan fisiologis Seperti kesalahan – kesalahan kontruksi mesin, sikap badan kurang baik dapat menimbulkan kelelahan fisik, bahkan lambat laun menyebabkan perubahan fisik tubuh pekerja. 5. Golongan mental psikologis Dapat menyebabkan stress psikologis dan depresi.8
B. Alat Pelindung Diri Perlindungan tenaga kerja meliputi usaha – usaha tekhnik pengamanan tempat, peralatan, dan lingkungan kerja adalah sangat perlu dan di utamakan. Namun kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat pelindung diri ( APD ). APD ini harus memenuhi persyaratan : 1) Enak dipakai ; 2) Tidak mengganggu kerja ; 3) Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.9
APD adalah Produk yang digunakan oleh tubuh untuk melindungi tubuh dari potensi bahaya.8 APD beraneka ragam macamnya. Jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindunginya, maka jenis APD dapat digolongkan atas 1). Kepala : Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan ; 2) Mata: Kacamata dari berbagai gelas ; 3) Muka : Perisai muka ; 4) Tangan dan jari : Sarung tangan ; 5) Kaki : Sepatu ; 6) Alat pernafasan
: Respirator, masker ; 7) Telingga : Sumbat telingga, tutup telinga
; 8) Tubuh : Pakaian kerja.9 Paru – paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemar – pencemar mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dll.10
C. Timbal Timbal adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar kealam dalam jumlah kecil melalui proses alam. Timbal yang ada dilingkungan juga berasal dari kegiatan manusia yang jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan yang berasal dari proses alami. Timbal terakumulasi di lingkungan, tidak dapat terurai secara biologis dan toksisitasnya tidak berubah sepanjang waktu.11 Gas timbal terutama berasal dari pembakaran bahan aditif bensin dari kendaraan bermotor yang terdiri dari tetraetil Pb dan tetrametil Pb.11 Berdasarkan penelitian, kandungan timbal per meter kubik udara di Jakarta pada tahun 2003 sebanyak 0,02 miligram per desiliter. Angka itu memang tergolong lebih kecil dibandingkan dengan standar internasional yang menetapkan dua miligram per desiliter. Ini terjadi karena sejak tahun 2001, Jakarta sudah menggunakan bensin tanpa timbal. Pencemaran timbal paling besar memang berada di udara, yaitu sebesar 85 persen. Pencemaran itu paling banyak dihasilkan oleh emisi gas buang kendaraan yang belum bebas timbal.12 Timbal dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan pencernaan dalam bentuk senyawa organomental, serta mampu menembus kulit sehingga dapat menimbulkan keracunan. Gejala orang yang mengalami keracunan Pb
antara lain : mudah marah, lesu, sakit kepala, depresi, sembelit, melemahnya otot – otot kerja, dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kerusakan saraf, ginjal, hati, lambung, menurunkan kesuburan dan kehamilan tidak normal juga diduga dapat menyebabkan kanker.13
D. Karbon monoksida Karbon monoksida adalah suatu gas tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dapat terbakar dan mudah meledak, gas ini lebih ringan daripada udara. Sumber poetensi karbon monoksida diantaranya adalah pembakaran yang tidak sempurna.14 Karbon monoksida ( CO ) merupakan gas yang dikeluarkan akibat pembakaran bahan bakar minyak (BBM) yang tidak sempurna. Pembakaran BBM yang sempurna, akan menghasilkan gas CO. Gas CO mampu bertahan lebih lama di permukaan atmosfer, sebab atmosfer bumi baru bisa menyerapnya setelah 1-5 tahun. 15 Polusi CO dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan. Karbon monoksida, memiliki daya ikat yang lebih kuat daripada oksigen (O2). Apabila dihirup manusia, CO akan lebih mudah berikatan dengan darah atau hemoglobin (Hb). Jika CO berikatan dengan Hb, darah akan kekurangan oksigen. Akibatnya, orang akan menderita pusing, bahkan pada titik tertentu bisa mengalami keracunan, mengalami gangguan pada jantung, bahkan kematian. 15 Berdasarkan SK Gubernur Jateng No 8/2001, batas maksimum kadar CO di Kota Semarang 10 mikrogram/Newtonmeter kubik 15
E. Debu Debu adalah suatu kumpulan yang terdiri dari berbagai macam partikel padat di udara yang berukuran kasar dan tersebar, yang biasa disebut koloid. Debu umumnya berasal dari gabungan secara mekanik dari material yang berukuran kasar. Debu termasuk ke dalam substansi yang bersifat toksik. Partikel – partikel debu yang terbawa bersama dengan aliran udara ke dalam jantung selama proses penghirupan udara, sebagian besar akan dihembuskan kembali melalui mekanisme kerja jantung. Sebagian kecil diendapkan di jantung, tergantung pada ukuran partikel dan pengaruh dari hukum fisik partikel.16
Hasil penelitian secara medis mmenunjukkan bahwa partikel debu berukuran 0,1 – 5 µm dapat tetap berada dalam alveolus sebagai debu respirabel, sedangkan partikel yang berukuran lebih besar akan tertahan membran mukosa dari hidung, tenggorokan , trakea, dan bronchus yang
selanjutnya akan dikeluarkan melalui
mekanisme kerja jantung. Partikel yang lebih kecil ( 0,1 µm ) sebagai suatu bentuk koloid ( misal asap rokok ) mekanisme pengeluarannya dilakukan melalui limpatik dengan memasuki jaringan tubuh interstitial.16 Efek Biologis paparan debu dan bahayanya terhadap kesehatan diantaranya : 1) Efek Fibrogenik yang dapat menyebabkan reaksi fibrosis pada jaringan jantung dan nodus limpa ; 2) Efek Iritan yang memberikan gangguan iritasi pada membran mukosa mata dan saluran pernafasan diantaranya memperlihatkan gejala seperti tampak menjadi merah, bengkak, merasa gatal, menangis, bersin dan batuk ; 3) Efek Karsinogenik yaitu berupa faktor eksternal yang berpengaruh diantaranya meliputi nutrisi, kondisi hidup, polusi lingkungan dan akibat kerja ; 4) Efek Sistemik Toksik yaitu banyak subtansi yang berbahaya menyebabkan efek sistemik toksik sebagai hasil dari debu yang masuk melalui saluran pernafasan.16
F. Pencegahan Terhadap Paparan Debu Upaya pencegahan paparan debu dari lingkungan di mana kita berada dapat di bagi menjadi 2 macam yaitu pengukuran secara tekhnis dan pemeriksaan secara medis.16 Pengukuran secara tekhnis terutama ditujukan untuk proteksi seseorang khususnya di tempat kerja dengan dilakukan pengukuran
kadar debu, hasilnya
dibawah atau diatas nilai ambang batas.16 Untuk perlindungan bagi pekerja dengan kondisi lingkungan yang potensial menghasilkan debu yang banyak, diharuskan menggunakan alat pelindung diri, terutama alat pelindung diri terhadap organ pernafasan. Penggunaan masker merupakan salah satu alat untuk perlindungan terhadap debu. 16
G. Perilaku
Perilaku secara luas tentu tidak hanya dapat ditinjau dalam kaitannya dengan sikap manusia. Pembahasan perilaku dari sudut teori motivasi, dari sisi teori belajar dan dari sudut pandang lain akan memberikan penekanan yang berbeda – beda. Namun satu hal selalu dapat disimpulkan yaitu bahwa perilaku manusia tidaklah sesederhana untuk dipahami dan diprediksi. Begitu banyak faktor – faktor internal dan external dari dimensi masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang yang ikut mempengaruhi perilaku manusia. 17 Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai jiwa ( berfikir, berpendapat, bersikap, berniat, dan sebagainya ) untuk memberikan respon terhadap situasi di luar subyek tersebut. Respon itu dapat bersifat pasif ( tanpa tindakan ) dan aktif ( diikuti tindakan nyata ) bentuk operasional perilaku dapat dibedakan menjadi :
6
1) Perilaku dalam
bentuk pengetahuan polisi lalu lintas terhadap masker ; 2) Perilaku dalam bentuk sikap polisi lalu lintas terhadap masker ; 3) Perilaku dalam bentuk praktik polisi lalu lintas terhadap masker. Ada beberapa teori yang mengungkap determinan perilaku berangkat dari analisis faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Diantara teori tersebut adalah teori Lawrence Green . 6 Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat
dari tingkat
kesehatan. Bahwa perilaku seseorang ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu : 1) Faktor – faktor predisposisi ( predisposing factors ) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai – nilai dan sebagainya ; 2) Faktor – faktor pendukung ( enabling factors ) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas dan sarana kesehatan ; 3) Faktor – faktor pendorong ( reinforcing factors ) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petusas kesehatan, atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.6
H. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku tersebut diantaranya : 1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ( health promotion ), misalnya makan
makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya. ; 2) Perilaku pencegahan penyakit ( health prevention behavior ) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya
petugas polisi lalu lintas memakai masker saat bertugas di jalan ; 3)
Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan ( health seeking behavior ), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha untuk mengobati sendiri penyakitnya ke fasilitas – fasilitas pelayanan kesehatan modern maupun ke fasilitas kesehatan tradisional ; 4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan ( health rehabilitation behavior ) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha – usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.6
I. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.6 Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers ( 1974 ) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu : 1) awareness ( kesadaran ), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus ; 2) interest ( tertarik ), dimana orang mulai tertarik kepada stimulus ; 3) evaluation ( evaluasi ), dimana orang mulai menimbang – nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya ; 4) trial ( mencoba ), dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru ; 5) adoption ( meniru ), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.6 Beberapa tingkatan dalam pengetahuan , yaitu : 1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah ; 2) Memahami (comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan
materi secara benar
;
3) Aplikasi ( application )
diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi sebenarnya
; 4) Analisis
(analysis) diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjabarkan materi kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut ; 5) Sintesis ( synthesis ) diartikan menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. ;
6) Evaluasi ( evaluation ) berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obyak.6
J. Sikap Sikap merupakan hasil dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup. Secara opersional pengertian sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan praktis, sikap seringkali dihadapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang bersifat emosional. Sikap adalah kesiapan untuk bertindak dan bukan sebagai pelaksana. Sikap memiliki 3 komponen yaitu 1) komponen kognisi yang hubunganya dengan kepercayaan, ide dan konsep ; 2) komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang ; 3) komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku.18 Ketiga komponen ini secara bersama – sama membentuk sikap yang utuh, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.6 Jika seorang polisi lalu lintas telah mendengar bahaya bila tidak menggunakan masker penutup hidung saat bertugas, maka pengetahuan itu kemungkinan akan mempengaruhi polisi lalu lintas tersebut untuk memakai masker saat bertugas. Oleh karena itu sikap adalah relativ konstan dan agak sukar berubah. Jika ada perubahan dalam sikap berarti adanya suatu tekanan yang kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap melalui proses tertentu.18 Beberap tingkatan dalam sikap yaitu : 1) Menerima ( receiving ), yaitu bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. ; 2) Merespon ( responding ), yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. ; 3) Menghargai ( valuing ), yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. ; 4) Bertanggung Jawab ( responsible ), yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.6
K. Praktik Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan ( overt behavior ) untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan nyata diperlukan faktor pendukung yang memungkinkan, antara lain adalah pemberian dan sosialisasi masker. Sikap polisi lalu lintas yang positif terhadap penggunaan masker harus mendapat konfirmasi dari atasan dan ada fasilitas , agar polisi lalu lintas tersebut mau menggunakan masker. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain, misalnya dari rekan kerja, masyarakat, dan lain – lain.6 Beberapa tingkatan dalam praktik yaitu : 1) Persepsi ( perception ), yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil, dan ini merupakan indikator praktik tingkat pertama. ; 2) Respon terpimpin ( guided response ), yaitu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh, dan ini merupakan indikator praktik tingkat kedua. ; 3) Mekanisme ( mechanism ), yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu sudah merupakan suatu kebiasaan, merupakan indikator praktik tingkat ketiga. ; 4) adaptasi ( adaptation ), yaitu suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.6 Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam , hari, atau bulan. Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yaitu dengan mengobservasi tindakan responden.6
L. Polisi Lalu Lintas di Kesatuan Polres Kendal Polisi lalu lintas merupakan bagian yang terpenting dari sebuah instansi Kepolisian. Penampilan polisi lalu lintas sering menjadi identitas polisi secara
keseluruhan. Sebenarnya polisi lalu lintas merupakan salah satu
kesatuan yang
tersendiri dari Kepolisian, yang terdiri dari unit – unit. Pembagian tugas petugas polisi lalu lintas sendiriterdiri dari ; 1) Bagian Lapangan yang terdiri dari dua unit yaitu unit patroli tugasnya melaksanakan tugas di jalan setia hari selama 12 jam, unit patwal tugasnya melaksanakan kegiatan patroli untuk mengantisipasi kemacetan dan menangani kecelakaan lalu lintas pada tingkat awal ; 2) Bagian Pelayanan tugasnya melayani masyarakat baik pendaftaran maupun perpanjangan SIM, STNK, dan BPKB.5 Jumlah polisi lalu di Kesatuan Polres Kendal berjumlah 74 orang, sedangkan yang mendapat tugas untuk turun ke lapangan ada 69 orang dimana setiap paginya pada jam 06.00 – 08.00 semuanya turun ke jalan untuk melaksanakan kegiatan pengamanan, pengaturan, penyeberangan baik anak sekolah, pegawai kantor maupun buruh.5
M. Kerangka Teori Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan * Keyakinan Nilai Sikap *
Faktor Pemungkin Ketersediaan sumberdaya kesehatan Keterjangkauan sumberdaya kesehatan Prioritas pemerintah terhadap kesehatan Keterampilan yang berkaitan dengan kesehatan
Faktor Penguat Keluarga Rekan kerja Atasan Petugas Kesehatan
Kepatuhan * penggunaan masker
Sumber : Lawrence Green (1980).6 * : variabel yang diteliti
N. Kerangka Konsep Variabel Bebas
Pengetahuan polisi lalu lintas tentang masker
Variabel Terikat
Praktik kepatuhan
Sikap polisi lalu lintas tentang masker
penggunaan masker
O. Hipotesa Hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Ada hubungan antara pengetahuan polisi lalu lintas dengan praktik kepatuhan penggunaan masker pada saat bertugas di Kesatuan Polres Kendal. 2. Ada hubungan antara sikap polisi lalu lintas dengan praktik kepatuhan penggunaan masker pada saat bertugas di Kesatuan Polres Kendal.