BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Angkutan Umum Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang dengan
menggunakan kendaraan umum dan dilaksanakan dengan sistem sewa atau bayar. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran. Angkutan umum penumpang lebih dikenal dengan angkutan umum saja (Warpani, 2002). Angkutan umum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 1.
Angkutan umum yang disewakan (Paratransit) Yaitu pelayanan jasa yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang berdasarkan ciri tertentu, misalnya: tarif dan rute. Angkutan umum ini pada umumnya tidak memiliki trayek dan jadwal yang tetap, misalnya: taksi. Ciri utama angkutan ini adalah melayani permintaan.
2.
Angkutan umum massal (Masstransit) Yaitu layanan jasa angkutan yang memiliki trayek dan jadwal tetap, misalnya: bus dan kereta api. Jenis angkutan ini bukan melayani permintaan melainkan menyediakan layanan tetap, baik jadwal, tarif maupun lintasannya (Warpani, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, Bab III, angkutan orang dengan kendaraan umum dalam trayek terdiri dari: 1.
Angkutan Lintas Batas Negara adalah suatu angkutan dari satu kota ke kota lain yang melewati lintas batas negara dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.
2.
Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) adalah angkutan dari satu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota yang melalui lebih dari satu daerah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek.
3.
Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) adalah angkutan dari suatu kota ke kota lain yang melalui antar daerah kabupaten/kota dalam satu
4
wilayah provinsi dengan menggunakan mobil bus umum yang terikat dalam trayek. 4.
Angkutan Kota adalah angkutan dari satu tempat ke tempat lain dalam satu daerah kota atau wilayah ibukota kabupaten atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan menggunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.
5.
Angkutan Perdesaan adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam suatu daerah kabupaten yang tidak termasuk dalam trayek kota yang berada pada wilayah ibukota kabupaten dengan mempergunakan mobil bus umum atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek.
6.
Angkutan Perbatasan adalah angkutan kota atau angkutan perdesan yang memasuki wilayah kecamatan yang berbatasan langsung pada kabupaten atau kota lainnya baik yang melalui satu provinsi maupun lebih dari satu provinsi.
7.
Angkutan Khusus adalah angkutan yang mempunyai asal atau tujuan tetap, yang melayani antar jemput penumpang umum, antar jemput karyawan, permukiman dan pemandu moda.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, Bab IV, angkutan orang dengan kendaraan umum tidak dalam trayek terdiri dari: 1.
Angkutan Taksi adalah angkutan yang menggunakan mobil penumpang umum yang diberi tanda khusus dan dilengkapi dengan argometer yang melayani angkutan dari pintu ke pintu dalam wilayah operasi terbatas.
2.
Angkutan Sewa adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang melayani angkutan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi, dalam wilayah operasi yang tidak terbatas.
3.
Angkutan Pariwisata adalah angkutan yang menggunakan mobil bus umum yang dilengkapi dengan tanda–tanda khusus untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, seperti untuk keperluan keluarga atau sosial lainnya.
4.
Angkutan Lingkungan adalah angkutan dengan menggunakan mobil penumpang umum yang dioperasikan dalam wilayah operasi terbatas pada kawasan tertentu.
5
2.2
Jaringan Trayek Angkutan Umum Jaringan trayek adalah kumpulan trayek yang menjadi satu kesatuan
pelayanan angkutan orang. Berdasarkan (Departemen Perhubungan, 2002) faktor yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan jaringan trayek adalah sebagai berikut: 1.
Pola tata guna tanah. Pelayanan angkutan umum diusahakan mampu menyediakan aksesbilitas yang baik. Untuk memenuhi hal itu, lintasan trayek angkutan umum diusahakan melewati tata guna tanah dengan potensi permintaan yang tinggi. Demikian juga lokasi-lokasi yang potensial menjadi tujuan bepergian diusahakan menjadi prioritas pelayanan.
2.
Pola penggerakan penumpang angkutan umum. Rute angkutan umum yang baik adalah arah yang mengikuti pola pergerakan penumpang angkutan sehingga tercipta pergerakan yang lebih efesien. Trayek angkutan umum harus dirancang sesuai dengan pola pergerakan penduduk yang terjadi, sehingga transfer moda yang terjadi pada saat penumpang mengadakan perjalanan dengan angkutan umum dapat diminimumkan.
3.
Kepadatan penduduk. Salah satu faktor menjadi prioritas angkutan umum adalah wilayah kepadatan penduduk yang tinggi, yang pada umumnya merupakan wilayah yang mempunyai potensi permintaan yang tinggi. Trayek angkutan umum yang ada diusahakan sedekat mungkin menjangkau wilayah itu.
4.
Daerah pelayanan. Pelayanan angkutan umum, selain memperhatikan wilayah-wilayah potensial pelayanan, juga menjangkau semua wilayah perkotaan yang ada. Hal ini sesuai dengan konsep pemerataan pelayanan terhadap penyediaan fasilitas angkutan umum.
5.
Karakteristik jaringan. Kondisi jaringan jalan akan menetukan pola pelayanan trayek angkutan umum, Karakteristik jaringan jalan meliputi konfigurasi, klasifikasi, fungsi, lebar jalan, dan tipe operasi jalur. Operasi angkutan umum sangat dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan yang ada.
6
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2014, Bab IV, Pasal 26, jaringan trayek angkutan umum terdiri dari: 1.
Trayek Lintas Batas Negara, yaitu trayek yang melalui batas negara.
2.
Trayek Antar Kota Antar Provinsi, yaitu trayek yang melalui lebih dari satu wilayah Provinsi Daerah Tingkat I.
3.
Trayek Antar Kota Dalam Provinsi, yaitu trayek yang melalui antar Daerah Tingkat I dalam satu wilayah Provinsi Daerah Tingkat I.
4.
Trayek Perkotaan, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II.
5.
Trayek Pedesaan, yaitu trayek yang keseluruhannya berada dalam Kabupaten Daerah Tingkat II.
2.3
Trayek/Rute Trayek/rute angkutan umum didefinisikan sebagai tempat-tempat dimana
angkutan umum secara tetap melayani penumpang yaitu dengan menaikkan dan menurunkannya. Suatu rute biasanya merupakan suatu lintasan tetap dari angkutan umum yang melewati beberapa daerah, dimana angkutan umum secara rutin melayani penumpang dan dilain pihak calon penumpang menggunakan angkutan pada rute tersebut. Rute angkutan umum biasanya ditempatkan di lokasi dimana memang diperkirakan ada calon penumpang yang akan dilayani. Dalam suatu kota, pada umumnya rute yang melayani masyarakat lebih dari satu maka ditinjau secara keseluruhan akan ada suatu sistem jaringan rute yaitu sekumpulan rute yang bersama-sama melayani kebutuhan umum masyarakat. Dalam sistem jaringan tersebut akan terdapat titik-titik dimana akan terjadi pertemuan dua rute atau lebih. Pada titik-titik yang dimaksud dimungkinkan terjadi pergantian rute, karena pada kenyataannya seorang penumpang tidak selamanya dapat menggunakan hanya satu rute untuk perjalanannya dari satu tempat asal ke tempat tujuannya (Warpani, 2002).
7
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003, trayek angkutan umum terdiri dari: a.
Trayek Utama Trayek utama memiliki jadwal yang tetap dan teratur. Trayek ini melayani angkutan antar kawasan utama, antar kawasan utama dan pendukung dengan ciri perjalanan ulang alik secara tetap.
b.
Trayek Cabang Sama halnya dengan sistem pengoperasian pada trayek utama namun trayek cabang ini beroperasi pada kawasan pendukung, antara kawasan pendukung dan pemukiman.
c.
Trayek Ranting Trayek ranting tidak memiliki jadwal yang tetap. Wilayah pelayanannya pada kawasan pemukiman penduduk. Sedangkan moda yang digunakan berupa mobil penumpang.
d.
Trayek Langsung Trayek langsung memiliki jadwal yang tetap. Melayani angkutan antara kawasan utama dengan kawasan pendukung dan kawasan pemukiman, dan berhenti pada tempat-tempat yang telah ditetapkan untuk angkutan kota untuk menaik turunkan pemunpamg
2.4
Angkutan Kota Angkutan kota adalah angkutan dari suatu tempat ke tempat lain dalam
wilayah kota dengan mempergunakan mobil bus umum dan atau mobil penumpang umum yang terikat dalam trayek tetap dan teratur. Tujuan utama keberadaan angkutan kota adalah untuk menyelenggarakan pelayanan yang baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran baik disini dilihat dari kinerja operasi angkutan kota dan kualitas pelayanan angkutan kota. Untuk mengevaluasi pelaksanaan operasi dalam memberikan pelayanan jasa transportasi kepada penumpang, maka perlu diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi indikator kinerja operasional dan kualitas pelayanannya. 2.4.1
Kinerja Operasional Angkutan Kota
Indikator kinerja operasional angkutan kota berdasarkan (Departemen Perhubungan, 2002): 8
a.
Jumlah Penumpang Jumlah penumpang adalah rata-rata jumlah penumpang/armada/hari, untuk periode harian umumnya jumlah penumpang mencapai puncaknya pada pagi dan siang hari. JPA
= JPH / JAB
(2.1)
Dimana:
b.
JPA
= Jumlah penumpang/armada/hari
JPH
= Jumlah penumpang/hari
JAB
= Jumlah armada yang beroperasi
Jarak Perjalanan Jarak Perjalanan adalah jarak perjalanan yang dapat dilakukan oleh angkutan umum yang ditempuh tiap armada/hari. JP
= JR/hr x Pr
(2.2)
Dimana:
c.
JP
= Jarak perjalanan
JR /hr
= Jumlah rata-rata rit/armada/hari
Pr
= Panjang rute (km)
Tingkat Konsumsi Bahan Bakar Volume bahan bakar (liter) yang dipergunakan untuk menempuh perjalanan. KBB
= JBB / JP
(2.3)
Dimana:
d.
KBB
= Konsumsi bahan bakar (km/liter)
JBB
= Jumlah bahan bakar (liter)
JP
= Jarak perjalanan
Faktor Muatan (load factor) Perbandingan antara jumlah penumpang yang diangkut dengan daya tampung pada tiap segmen jalan sebagai load factor yang mewakili satu lintasan jalan. Pembagian segmen jalan pada tiap trayek dapat dilihat lengkap pada Lampiran B. Perhitungan load factor hanya berdasarkan pada penumpang yang naik pada tiap segmen jalan. LF
= P/K x 100%
(2.4)
9
Dimana:
2.4.2
LF
= Faktor muatan (load factor)
P
= Jumlah penumpang yang diangkut pada tiap segmen jalan
K
= Kapasitas atau banyaknya tempat duduk yang diijinkan
Kualitas Pelayanan Angkutan Kota Kualitas pelayanan Angkutan Kota meliputi beberapa indikator seperti :
a.
Headway Headway merupakan rata-rata waktu kedatangan dari dua kendaraan angkutan kota yang merupakan interval waktu antara saat dimana bagian depan suatu kendaraan melewati suatu titik pengamatan sampai bagian depan kendaraan berikutnya melewati titik pengamatan yang sama.
b.
Waktu Tunggu Waktu tunggu adalah jumlah waktu rata-rata dan maksimum penumpang saat menunggu angkutan umum. Dalam mengestimasi waktu tunggu diasumsikan bahwa kedatangan angkutan umum bersifat acak dan tidak berdasarkan jadwal yang jelas, sehingga rata-rata waktu tunggu yang diperlukan pengguna angkutan umum diasumsikan sama dengan setengah headway. WT
= 0,5 x H
(2.5)
Dimana :
c.
WT
= Waktu tunggu (menit)
H
= Headway (menit)
Waktu Perjalanan Waktu perjalanan yaitu waktu maksimum yang diperlukan dalam melakukan perjalanan, termasuk dalam waktu perjalanan ini adalah waktu tunggu, waktu berjalan menuju pemberhentian angkutan serta waktu selama bergerak. WP
= Wt - Wb
(2.6)
Dimana:
d.
WP
= Waktu perjalanan
Wt
= Waktu tiba
Wb
= Waktu berangkat
Kecepatan Kecepatan adalah kecepatan rata-rata yang ditempuh angkutan umum dalam
10
km/jam. Diperoleh dari pencatatan waktu saat kendaraan berangkat dan kembali lagi ke tempat asal dari perjalanan. V
= JP / WP
(2.7)
Dimana:
2.4.3
V
= Kecepatan rata-rata (km/jam)
JP
= Jarak perjalanan (km)
WP
= Waktu perjalanan (jam)
Standar Kinerja Angkutan Kota Standar kinerja dan kualitas pelayanan angkutan umum mengacu pada
pedoman teknis penyelenggaraan angkutan penumpang umum di wilayah perkotaaan dalam trayek tetap dan teratur yang dikeluarkan oleh (Departemen Perhubungan, 2002) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Tabel 2.1 Standar Kinerja Operasional Berdasarkan Departemen Perhubungan no 1
Aspek Jumlah penumpang
2
3
4
Jarak
Parameter Jumlah penumpang/angkutan/hari
standar (orang/hr)
a.
Bus besar lantai ganda
1.500-1.800
b.
Bus besar lantai tunggal
1.000-1.200
c.
Bus sedang
500-600
d.
Bus kecil
300-400
e.
Mobil penumpang umum
250-300
Rata-rata jarak tertempuh (km/hr)
(km/hr)
perjalanan
a.
Bus besar lantai ganda
250
angkutan
b.
Bus besar lantai tunggal
250
c.
Bus sedang
250
d.
Bus kecil
250
e.
Mobil penumpang umum
250
Tingkat
Penggunaan bahan bakar (km/ltr)
(km/ltr)
konsumsi bahan
a.
Bus besar lantai ganda
bakar
b.
Bus besar lantai tunggal
c.
Bus sedang
d.
Bus kecil
7,5-9
e.
Mobil penumpang umum
7,5-9
Load Factor
Perbandingan kapasitas terjual dan kapasitas
2 3-3,6 5
70%
tersedia untuk satu perjalanan Sumber: Departemen Perhubungan, 2002
11
Tabel 2.2 Standar Kualitas Pelayanan Berdasarkan Departemen Perhubungan No 1
2
Aspek
Parameter
Standar
Waktu tunggu
Waktu penumpang menunggu angkutan
(menit)
Waktu perjalanan
3
Headway
4
Kecepatan Angkutan
a.
Rata-rata
5-10
b.
maksimum
10-20
Waktu perjalanan setiap hari dari/ ke tempat
(jam)
a.
Rata-rata
1,0-1,5
b.
maksimum
2,0-3,0
Waktu antara kendaraan
(menit)
a.
Headway ideal
5-10
b.
Headway puncak
2-5
Berdasarkan kelas jalan
(km/jam)
a.
Kelas I
30
b.
Kelas II
30
c.
Kelas III A
20-40
d.
Kelas III B
20
e.
Kelas III C
10-20
Berdasarkan jenis trayek a.
Utama
30
b.
Cabang
20
c.
Ranting
10
d.
Langsung
30
Sumber: Departemen Perhubungan, 2002
2.5
Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Biaya operasional kendaraan didefinisikan sebagai biaya yang secara
ekonomi terjadi dengan dioperasikannya kendaraan pada kondisi normal untuk suatu tujuan tertentu. Pengertian biaya ekonomi yang terjadi disini adalah biaya yang sebenarnya terjadi. Komponen biaya operasional kendaraan terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung 2.5.1
Biaya Langsung Biaya langsung adalah biaya yang berkaitan langsung dengan produk jasa
yang dihasilkan, biaya langsung terdiri atas: A. Biaya Tetap Biaya tetap adalah semua biaya operasional kendaraan yang jumlah pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh jumlah frekuensi operasi kendaraan.
12
Biaya tetap tergantung dari waktu dan tidak terpengaruh dengan penggunaan kendaraan. Komponen-komponen biaya tetap, terdiri dari (Departemen Perhubungan, 2002): 1.
Biaya penyusutan kendaraan
2.
Biaya bunga modal
3.
Biaya awak kendaraan
4.
Biaya cuci kendaraan
5.
Biaya administrasi STNK
6.
Biaya administrasi KIR
7.
Biaya asuransi
B. Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap merupakan semua biaya operasi kendaraan yang jumlah pengeluarannya dipengaruhi oleh jumlah frekuensi operasi kendaraan, misalnya biaya pemakaian bahan bakar. Komponen-komponen biaya tetap, terdiri dari (Departemen Perhubungan, 2002): 1.
Biaya Pemakaian Bahan Bakar Biaya pemakaian bahan bakar adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
bahan
bakar
kendaraan
yang
digunakan
untuk
mengoperasikan kendaraan dan tergantung dari jarak tempuh yang dilakukan untuk tiap liter bahan bakar yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian bahan bakar adalah : a. Jenis/ukuran kendaraan Rata-rata pemakaian bahan bakar meningkat hampir sebanding dengan berat kendaraan. b. Cuaca dan ketinggian lokasi Cuaca dan iklim dapat mempengaruhi kinerja kendaraan, misal hujan dan angin secara langsung berpengaruh terhadap kinerja kendaraan dan suhu udara berpengaruh terhadap mesin kendaraan. c. Cara mengemudi Cara mengemudi dengan menjalankan kendaraan pada gigi rendah dapat mempengaruhi penggunaan bahan bakar.
13
d. Kondisi kendaraan Kondisi kendaraan yang usianya semakin tua dan tidak terawat dengan baik akan meningkatkan penggunaan bahan bakar. e. Tingkat pengisian penumpang/muatan Apabila kendaraan diisi penumpang/muatan penuh dan digunakan dalam kecepatan rendah akan meningkatkan penggunaan bahan bakar dibandingkan dengan kendaraan dalam keadaan muatan kosong. f. Kecepatan kendaraan Pemakaian bahan bakar yang efisien pada kecepatan kendaraan antara 40-60 km/jam. 2.
Biaya Pemakaian Ban Adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian ban luar dan ban dalam yang jangka waktu penggunaannya dihitung berdasarkan jarak tempuh kendaraan dalam kilometer, tetapi ada juga yang mengganti bannya secara teratur dalam hitungan bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur ban : a. Cara mengemudikan kendaraan b. Kualitas ban c. Kondisi permukaan jalan d. Tingkat pengisian penumpang/muatan e. Kecepatan kendaraan
3.
Servis Kecil Servis kecil dilakukan dengan patokan km tempuh, yang disertai penggantian oli mesin dan penambahan gemuk serta minyak rem.
4.
Servis Besar Servis besar dilakukan setelah beberapa kali servis kecil atau dengan patokan km tempuh, yaitu penggantian oli gardan, oli tranmisi, platina, busi, filter oli, dan kondensor.
5.
Pemeriksaaan Biaya pemeriksaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan kondisi kendaraan. Pemeriksaan kendaraan ditentukan berdasarkan jarak tempuh.
14
Faktor-faktor yang mempengaruhi biaya pemeriksaan kendaraan: a. Umur dan kondisi kendaraan Biaya perawatan dan pemeliharaan kendaraan pada dasarnya berubah dari waktu ke waktu. Apabila tersedia data biaya perawatan maka dari waktu ke waktu dapat diketahui bahwa biaya akan meningkat seiring dengan umur dan waktu penggunaan kendaraan. b. Kondisi permukaan jalan Kendaraan yang dioperasikan pada jalan yang permukaan yang dilapisi kerikil akan menyebabkan biaya perawatan lebih tinggi dibandingkan apabila dioperasikan pada jalan dengan permukaan beraspal. c. Kecepatan kendaraan Pengaruh kecepatan kendaraan terhadap biaya perawatan akan berlaku pada kendaraan tertentu. Misalnya kecepatan kendaraan yang tinggi akan mempercepat pemakaian suku cadang seperti kanvas rem. 6.
Penambahaan oli Penambahan oli mesin dilakukan setelah km-tempuh pada jarak km tertentu. Hal ini dilakukan agar kendaraan selalu dalam kondisi yang baik setiap beroperasi.
2.5.2
Biaya Tak Langsung Biaya tak langsung adalah biaya yang secara tidak langsung berhubungan
dengan produk jasa yang dihasilkan, yang terdiri atas: 1.
2.
Biaya pegawai selain awak kendaraan a.
Gaji/upah
b.
Uang lembur
c.
Tunjangan sosial
Biaya pengelolaan a.
Penyusutan bangunan kantor
b.
Penyusutan pool dan bengkel
c.
Penyusutan inventaris/alat kantor
d.
Penyusutan sarana bengkel
e.
Biaya administrasi kantor
15
f.
Biaya pemeliharaan kantor
g.
Biaya pemeliharaan pool dan bengkel
h.
Biaya listrik dan air
i.
Biaya telepon dan telegram
j.
Biaya perjalanan dinas selain awak kendaraan
k.
Pajak perusahaan
l.
Izin trayek
m. Izin usaha
2.6
n.
Biaya pemasaran
o.
Lain-lain
Perhitungan Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Perhitungan BOK yang dilakukan adalah Perhitungan BOK langsung dan
BOK tak langsung. Dalam perhitungan BOK menggunakan pedoman dari (Departemen Perhubungan, 2002) pedoman ini dipilih dalam penelitian ini karena Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Departemen Perhubungan, 1996) tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di wilayah perkotaan dalam trayek tetap dan teratur, sudah tidak sesuai dengan perkembangan angkutan kota yang dinamis. Pedoman teknis (Departemen Perhubungan, 2002) juga merupakan penyempurnaan dari pedoman teknis sebelumnya (Departemen Perhubungan, 1996) yang telah diatur lebih lanjut oleh Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat. Pedoman biaya operasional berdasarkan (Departemen Perhubungan, 2002) dapat dilihat pada Tabel 2.3.
16
Tabel 2.3 Pedoman biaya operasional kendaraan Angkutan Kota No.
Uraian
Satuan
Bus Besar Bus Sedang
Bus Kecil
Mobil Penumpang Umum (MPU)
Bus DD
Bus SD
Th
5
5
5
5
5
1.
Masa penyusutan kendaraan
2.
Jarak tempuh rata-rata
Km/hr
250
250
250
250
250
3.
Bahan bakar minyak
Km/lt
2
3,6-3
5
7,5-9
7,5-9
4.
Jarak tempuh ganti ban
Km
24.000
21.000
20.000
25.000
25.000
5.
Ratio pengemudi/bus
Org/kend
1,2
1,2
1,2
1,2
1,2
6.
Ratio kondektur/bus
Org/kend
1,2
1,2
1,2
-
-
7.
Jarak tempuh antar servis kecil
Km
5.000
5.000
4.000
4.000
4.000
8.
Suku cadang/servis besar
Km
10.000
10.000
10.000
12.000
12.000
9.
Penggantian minyak motor
Km
4.000
4.000
4.000
3.500
3.500
10.
Penggantian minyak rem
Km
8.000
8.000
8.000
12.000
12.000
11.
Penggantian gemuk
Km/kg
3.000
3.000
3.000
4.000
4.000
12.
Penggantian minyak garden
Km
12.000
12.000
12.000
12.000
12.000
13.
Penggantian minyak persneling
Km
12.000
12.000
12.000
12.000
12.000
14.
Hari jalan siap operasi
Hr/th
365
365
365
365
365
15.
SO : SGO
%
80
80
80
80
80
16.
Nilai Residu
%
20
20
20
-
-
Sumber: Departemen Perhubungan, 2002
17
2.6.1
Perhitungan BOK Langsung
A. Biaya langsung tetap 1.
Biaya Penyusutan Kendaraan Biaya penyusutan dihitung dengan mengunakan metode garis lurus karena metode ini perhitungan cukup sederhana dan mengalokasikan depresiasi secara merata selama umur ekonomis. Jadi, laju depresiasinya adalah sama setiap tahun selama umur ekonomis. Biaya penyusutan kendaraan per tahun dihitung dengan rumus: BP/th =
(2.8)
Biaya penyusutan kendaraan per km dihitung dengan rumus: BP/km =
(2.9)
Dimana: BP/th
= Biaya penyusutan per tahun
BP/km
= Biaya penyusutan per km
Tidak ada nilai residu dari mobil penumpang umum (MPU), dan masa susut ditetapkan 5 tahun. 2.
Biaya Bunga Modal Biaya bunga modal per tahun dihitung dengan rumus: BBM/th =
(2.10)
Biaya bunga modal per km dihitung dengan rumus: BBM/km
=
(2.11)
Dimana: BBM/th
=
Biaya bunga modal per tahun
BBM/km
=
Biaya bunga modal per km
BM
=
Biaya Bunga Modal
HK
=
Harga Kendaraan
MS
=
Masa Susut
n
=
Pengembalian Modal, diambil selama 5 tahun
i
=
Tingkat suku bunga, diambil sebesar 20% /tahun
18
3.
Awak Kendaraan Dalam penelitian ini, biaya awak kendaraan (gaji pengemudi) diambil jumlah tetap tertentu yang ditargetkan masing-masing sampel. Gaji pengemudi tersebut dianggap sama setiap harinya selama setahun agar dapat diperkirakan total biaya upah pengemudi terdiri satu supir. Gaji pengemudi per tahun dihitung dengan rumus: BGP/th
=
(2.12)
Gaji pengemudi per km dihitung dengan rumus: BGP/km
=
(2.13)
Dimana:
4.
BGP/th
= Biaya gaji pengemudi per tahun
BGP/km
= Gaji pengemudi per km
GP/hr
= Gaji pengemudi per hari
JHO/th
= Jumlah hari operasi per tahun
Cuci Kendaraan Kendaraan umum sebaiknya di cuci setiap hari agar para penumpang merasa nyaman untuk menggunakan kendaraan umum sebagai moda transprotasi mereka sehari-hari. Biaya cuci kendaraan per tahun dihitung dengan rumus: BCK/th
=
(2.14)
Biaya cuci kendaraan per km dihitung dengan rumus: BCK/km
=
(2.15)
Dimana:
5.
BCK/th
= Biaya cuci kendaraan per tahun
BCK/km
= Biaya cuci kendaraan per km
CK/hr
= Biaya cuci kendaraan per hari
JHO/th
= Jumlah hari operasi per tahun
Biaya STNK Kendaraan Perpanjangan STNK dilakukan setiap lima tahun sekali, tetapi pembayaran pajak kendaraan dilakukan setiap tahun dan biaya STNK kendaraan dihitung berdasarkan besaran tarif resmi dari pemerintah. 19
Biaya STNK per km dihitung dengan rumus: BS/km
=
(2.16)
Dimana:
6.
BS/th
= Biaya STNK kendaraan per tahun
BS/km
= Biaya STNK kendaraan per km
Biaya KIR Kendaraan Kir kendaraan dilakukan minimal sekali setiap enam bulan dan biaya KIR kendaraan dihitung berdasarkan besaran tarif resmi dari pemerintah. Biaya KIR per km dihitung dengan rumus: BK/km
=
(2.17)
Dimana:
7.
BK/th
= Biaya KIR kendaraan per tahun
BK/km
= Biaya KIR kendaraan per km
Biaya Asuransi Asuransi kendaraan pada umumnya hanya dilakukan oleh perusahaan yang membeli kendaraan secara kredit bank. Namun, asuransi kendaraan perlu diperhitungkan sebagai pengamanan dalam menghadapi resiko. Selain asuransi kendaran pada umumnya awak kendaraan wajib diasuransikan oleh perusahaan angkutan. Biaya Asuransi per km dihitung dengan rumus: BAKA/km
=
(2.18)
Dimana: BAKA/th
= Biaya asuransi kendaraan dan awak kendaraan/tahun
BAKA/km
= Biaya asuransi kendaraan dan awak kendaraan per km
Total biaya langsung tetap per tahun dihitung dengan rumus: BLT/th
= BP/th + BBM/th + BGP/th + BCK/th + BS/th + BK/th +BAKA/th
(2.19)
Total biaya langsung tetap per km dihitung dengan rumus: BLT/km
= BP/km + BBM/km + BGP/km +BCK/km + BS/km + BK/km + BAKA/km
(2.20) 20
Dimana : BLT/thn
= Biaya langsung tetap per tahun
BLT/km
= Biaya langsung tetap per km
B. Biaya langsung tidak tetap 1.
Biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) Yaitu biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan bakar kendaraan, biaya ini menyangkut jarak tempuh yang dilakukan untuk tiap liter bahan bakar yang digunakan. Biaya BBM per tahun dihitung dengan rumus : BBBM/th
= JPBBM/hr x HBBM/ltr x JHO/th
(2.21)
Biaya BBM per km dihitung dengan rumus: BBBM/km
=
(2.22)
Dimana :
2.
BBBM/th
= Biaya BBM per tahun
BBBM/km
= Biaya BBM per km
JPBBM/hr
= Jumlah pemakaian BBM per hari
HBBM/ltr
= Harga BBM per liter
JHO/th
= Jumlah hari operasi per tahun
Biaya Pemakaian Ban Biaya pemakaian ban adalah biaya untuk pembelian ban yang digunakan untuk pengoperasian kendaraan, yang terdiri dari ban dalam dan luar. Biaya pemakaian ban per tahun dapat dihitung dengan rumus : BPB/th
=
x HB/Unit (2.23)
Biaya pemakaian ban per km dihitung dengan rumus: BPB/km
=
(2.24)
Dimana : BPB/th
= Biaya pemakaian ban per tahun
BPB/km
= Biaya pemakaian ban per km
JPB
= Jarak penggantian ban
HB/Unit
= Harga ban per unit 21
3.
Biaya servis kecil Biaya servis kecil adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan seperti oli mesin, gemuk dan minyak rem serta jasa dalam melakukan Servis kecil. Servis kecil dilakukan dengan patokan km tempuh antarservis. Perhitungan masing-masing bahan adalah sebagai berikut : a.
Biaya oli mesin BOM/SK
= JPOM/SK x HOM/ltr
(2.25)
Dimana :
b.
BOM/SK
= Biaya oli mesin per servis kecil
JPOM/SK
= Jumlah pemakaian oli mesin per servis kecil
HOM/ltr
= Harga oli mesin per liter
Biaya gemuk BG/SK
= JPG/SK x HG/kg
(2.26)
Dimana :
c.
BG/SK
= Biaya Gemuk per servis kecil
JPG/SK
= Jumlah pemakaian gemuk per servis kecil
HG/kg
= Harga gemuk per kg
Biaya minyak rem BMR/SK
= JPMR/SK x HMR/ltr
(2.27)
Dimana : BMR/SK
= Biaya minyak rem per servis kecil
JPMR/SK
= Jumlah pemakaian minyak rem per servis kecil
HMR/ltr
= Harga minyak rem per liter
Biaya total bahan servis kecil dihitung dengan rumus: BTB/SK
= BOM/SK + BG/SK + BMR/SK
(2.28)
Biaya servis kecil per km dapat dihitung dengan rumus : BSK/km
=
(2.29)
Biaya servis kecil per tahun dihitung dengan rumus: BSK/th
= BSK/km x Produksi kendaraan km/th
(2.30)
22
Dimana :
4.
BSK/th
= Biaya servis kecil per tahun
BSK/km
= Biaya servis kecil per km
JSK
= Jarak servis kecil
BTB/SK
= Biaya total bahan per servis kecil
BUSK/SK
= Biaya upah/jasa servis kecil per servis kecil
Biaya servis besar Biaya servis besar adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan seperti oli gardan, oli tranmisi, platina, busi, filter oli, kondensor serta jasa dalam melakukan Servis besar. Servis besar dilakukan dengan patokan km tempuh. Perhitungan masing-masing bahan adalah sebagai berikut : a.
Biaya oli gardan BOG/SB
= JPOG/SB x HOG/ltr
(2.31)
Dimana :
b.
BOG/SB
= Biaya oli gardan per servis besar
JPOG/SK
= Jumlah pemakaian oli gardan per servis besar
HOG/ltr
= Harga oli gardan per liter
Biaya oli transmisi BOT/SB
= JPOT/SB x HOT/ltr
(2.32)
Dimana :
c.
BOT/SB
= Biaya oli transmisi per servis besar
JPOT/SB
= Jumlah pemakaian oli mesin per servis besar
HOM/ltr
= Harga oli transmisi per liter
Biaya platina BP/SB
= JPP/SB x HP/Unit
(2.33)
Dimana :
d.
BP/SB
= Biaya platina per servis besar
JPP/SB
= Jumlah pemakaian platina per servis besar
HP/Unit
= Harga platina per unit
Biaya busi BB/SB
= JPB/SB x HB/Unit
(2.34)
23
Dimana :
e.
BB/SB
= Biaya busi per servis besar
JPB/SB
= Jumlah pemakaian busi per servis besar
HB/Unit
= Harga busi per unit
Biaya kondensor BK/SB
= JPK/SB x HK/Unit
(2.35)
Dimana :
f.
BK/SB
= Biaya kondensor per servis besar
JPK/SB
= Jumlah pemakaian kondensor per servis besar
HK/Unit
= Harga kondensor per unit
Biaya filter oli BFO/SB
= JPFO/SB x HFO/Unit
(2.36)
Dimana : BFO/SB
= Biaya filter oli per servis besar
JPFO/SB
= Jumlah pemakaian filter oli per servis besar
HFO/Unit
= Harga filter oli per unit
Biaya total bahan servis besar dihitung dengan rumus: BTB/SB = BOG/SB + BOT/SB +BP/SB + BB/SB + BK/SB + BFO/SB
(2.37)
Biaya servis besar per km dapat dihitung dengan rumus : BSB/km
=
(2.38)
Biaya servis besar per tahun dihitung dengan rumus: BSB/th
= BSB/kend-km x Produksi kendaraan km/th
(2.39)
Dimana : BSB/th
= Biaya servis besar per tahun
BSB/km
= Biaya servis besar per km
JSB
= Jarak servis besar
BTB/SB
= Biaya total bahan per servis besar
BUSB/SB
= Biaya upah/jasa servis kecil per servis besar
24
5.
Biaya pemeriksaan Biaya pemeriksaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan serta jasa dalam melakukan pemeriksaan kendaraan. Pemeriksaan kendaraan dilakukan dengan patokan km tempuh. Biaya pemeriksaan kendaraan per tahun dapat dihitung dengan rumus : BPK/th
=
x BPK
(2.40)
Biaya pem pemeriksaan kendaraan per km dihitung dengan rumus: BPK/km
=
(2.41)
Dimana :
6.
BPK/th
= Biaya pemeriksaan kendaraan per tahun
BPB/km
= Biaya pemeriksaan kendaraan per km
JPB
= Jarak pemeriksaan kendaraan
BPK
= Biaya pemeriksaan kendaraan
Biaya penambahan oli Biaya penambahan oli adalah biaya untuk pembelian oli yang digunakan untuk menambahkan oli mesin selama pengoperasian kendaraan. Biaya penambahan oli per km dihitung dengan rumus: BPO/km
=
(2.42)
Biaya penambahan oli per tahun dapat dihitung dengan rumus : BPO/th
= BPO/kend-km x Produksi kendaraan km/th
(2.43)
Dimana :
7.
BPO/th
= Biaya pemambahan oli per tahun
BPO/km
= Biaya penambahan oli per km
PO/hr
= jumlah penambahan oli per hari
HO/ltr
= Harga oli per liter
Biaya suku cadang dan bodi Biaya suku cadang dan bodi biaya untuk keperluan suku cadang mesin, bagian rangka bawah (chassis) dan bagian bodi diperhitungkan per tahun sebesar 5 % dari harga kendaraan.
25
Biaya suku cadang dan bodi per tahun dapat dihitung dengan rumus : BSCB/th
= HK x 5%
(2.44)
Biaya suku cadang dan bodi per km dihitung dengan rumus: BSCB/km
=
(2.45)
Dimana : BSCB/th
= Biaya suku cadang dan bodi per tahun
BSCB/km
= Biaya suku cadang dan bodi per km
HK
= Harga kendaraan
Total biaya langsung tidak tetap per tahun dihitung dengan rumus: BLTT/th
= BBBM/th + BPB/th + BSK/th + BSB/th + BPK/th + BPO/th + BSCB/th
(2.46)
Total biaya langsung tidak tetap per km dihitung dengan rumus: BLTT/km
= BBBM/km + BPB/km + BSK/km + BSB/km + BPK/km + BPO/km + BSCB/km
(2.47)
Dimana : BLTT/th
= Biaya langsung tidak tetap per tahun
BLTT/km
= Biaya langsung tidak tetap per km
Total biaya langsung per tahun dihitung dengan rumus: BL/th
= BLT/thn + BLTT/thn
(2.48)
Total biaya langsung tetap per km dihitung dengan rumus: BL/km
= BLT/km + BLTT/km
(2.49)
Dimana : BL/th
= Biaya langsung per tahun
BL/km
= Biaya langsung per km
2.6.2
Perhitungan BOK Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang secara tidak langsung
berhubungan dengan produk jasa yang dihasilkan, yang terdiri atas biaya pegawai selain awak kendaraan dan biaya penelolaan. Biaya tak langsung kendaraan per tahun dihitung dengan rumus: BTL/th
=
(2.50)
26
Biaya tak langsung per km dihitung dengan rumus: BTL/km
=
(2.51)
Dimana:
2.6.3
BTL/th
= Biaya tak langsung kendaraan per tahun
BTL/km
= Biaya tak langsung kendaraan per km
JPP/th
= Jumlah biaya pegawai dan pengelolaan per tahun
Perhitungan BOK Total Dengan diketahui jumlah BOK langsung dan BOK tidak langsung diatas
maka estimasi total BOK untuk masing-masing sampel operator dihitung dengan rumus sebagai berikut : 1.
Total biaya operasional kendaraan per tahun dihitung dengan rumus: BOK/th
2.
= BL/th + BTL/th
(2.52)
Total biaya operasional kendaraan per km dihitung dengan rumus: BOK/km = BL/km + BTL/km
(2.53)
Dimana : BOK/th
= Biaya Operasional Kendaraan per tahun
BOK/km
= Biaya Operasional Kendaraan per km
2.7
Teknik Pengambilan Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang ingin diteliti dengan
menggunakan prosedur tertentu, yang ciri-ciri dan keberadaannya diharapkan mampu mewakili atau menggambarkan ciri-ciri dan keberadaan populasi yang sebenarnya (Sugiarto dkk, 2003). Banyaknya anggota suatu sampel disebut ukuran sampel, sedangkan suatu nilai yang menggambarkan ciri sampel disebut statistik (karena statistik diperoleh dari sampel, maka dengan adanya perbedaan sampel yang diambil, nilai statistik yang diperoleh dapat berubah juga sehingga dengan demikian bervariasi atau berubah-ubah merupakan ciri statistik). Pengambilan sampel (sampling) adalah suatu proses yang dilakukan untuk memilih dan mengambil sampel secara benar dari suatu populasi sehingga dapat digunakan sebagai wakil yang sahih (dapat mewakili) bagi populasi tersebut. Adapun jenis teknik sampling dapat diuraikan sebagai berikut :
27
1.
Probability Sampling (Metode Acak) Dalam probability sampling, pemilihan sampel tidak dilakukan secara subyektif, dalam arti sampel yang dipilih tidak didasarkan semata-mata pada keinginan peneliti sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel. Beberapa jenis probability sampling (metode acak) adalah sebagai berikut : a.
Metode Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) Adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel. Ini berarti semua anggota populasi menjadi anggota dari kerangka sampel.
b.
Metode Pengambilan Sampel Acak Sistematis (Systematic Random Sampling) Adalah metode untuk mengambil sampel secara sistematis dengan interval (jarak) tertentu dari suatu kerangka sampel yang telah diurutkan. Dengan demikian tersedianya suatu populasi sasaran yang tersusun (ordered population target) merupakan prasyarat penting bagi dimungkinkannya pelaksanaan pengambilan sampel dengan metode acak sistematis.
c.
Metode Pengambilan Sampel Acak Terstratifikasi (Stratified Random Sampling) Adalah metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-kelompok yang homogen yang disebut strata dan kemudian sampel diambil secara acak dari setiap strata tersebut.
d.
Metode Pengambilan Sampel Bloking (Cluster Sampling) Adalah metode yang digunakan untuk memilih sampel yang berupa kelompok dari beberapa kelompok (groups atau cluster) dimana setiap kelompok terdiri atas beberapa unit yang lebih kecil (elements). Jumlah elements dari masing-masing kelompok (size of the clusters) bisa sama maupun berbeda. Kelompok-kelompok (groups) tersebut dapat dipilih
28
baik dengan menggunakan metode acak sederhana maupun acak sistematis dengan pengacakan pada kelompok pertamanya saja. 2.
Non Probability Sampling (Metode Tak Acak) Non probability sampling (penarikan sampel secara tak acak) dikembangkan untuk menjawab kesulitan yang ditimbulkan dalam menerapkan metode acak, terutama dalam kaitannya dengan pengurangan biaya dan permasalahan yang mungkin timbul dalam pembuatan kerangka sampel. Hal ini dapat dimungkinkan karena kerangka sampel tidak diperlukan dalam pengambilan sampel secara non probability. Akan tetapi, ketepatan dari informasi yang dapat diperoleh juga akan terpengaruh. Hasil dari non probability sampling ini seringkali mengandung bias dan ketidak tentuan yang bisa berakibat lebih buruk. Permasalahan yang muncul ini tidak dapat dihilangkan dengan hanya menambah
ukuran
sampelnya.
Alasan
inilah
yang
mengakibatkan
keengganan para statistikawan untuk menggunakan metode ini. Beberapa prosedur non probability sampling yang sering digunakan adalah sebagai berikut: a.
Sampel Kemudahan (Convenience Sampling) Pada pengambilan sampel dengan cara ini, sampel diambil berdasarkan pada ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya. Dengan kata lain sampel diambil atau terpilih karena sampel tersebut ada pada tempat dan waktu yang tepat. Penarikan sampel dengan cara ini nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling murah dan cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui.
b.
Sampel Pertimbangan (Judgment Sampling) Pada sampling pertimbangan, sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria-kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Dalam perumusan kriterianya, subyektifitas dan pengalaman dari peneliti sangat berperan. Sampling pertimbangan pada umumnya lebih cocok dipakai pada tahap awal suatu studi eksploratif. Dalam hal ini, sampel yang diambil dari anggota populasi dipilih sekehendak hati oleh peneliti menurut
pertimbangan dan intuisinya. Apabila
dalam hal ini
29
subyektifitas dan intuisi dari peneliti tersebut benar, maka sampel yang dipilih oleh peneliti tersebut akan dapat mencerminkan karakteristik populasi. c.
Quota Sampling Pada dasarnya, quota sampling ini sama dengan judgment sampling. Quota sampling ini dapat dikatakan sebagai judgment sampling dua tahap. Tahap pertama adalah tahapan dimana peneliti merumuskan kategori kontrol atau quota dari populasi yang akan diteliti seperti jenis kelamin, usia, ras yang terdefinisikan dengan baik sebagai basis dari keputusan pemilihan sampel. Tahap kedua adalah penentuan bagaimana sampel akan diambil, dapat secara convenience atau judgment tergantung pada situasi dan kondisi pada saat akan dilakukan penelitian dan apa yang akan diteliti serta kemampuan dari peneliti sendiri. Perbedaan antara judgment sampling dan quota sampling terletak pada adanya suatu batasan pada quota sampling bahwa sampel yang diambil harus sejumlah tertentu yang dijatah (quotum) dari setiap subgroup yang telah ditentukan dari suatu populasi.
d.
Snowball Sampling Snowball sampling ini sangat tepat digunakan apabila populasinya sangat spesifik. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara berantai, mulai dari ukuran sampel yang kecil. Semakin lama menjadi semakin besar seperti halnya bola salju yang menggelinding menuruni lereng gunung.
2.8
Perhitungan Jumlah Sampel Sampel yang diambil agar dapat mewakili kondisi seluruh populasi pada
dasarnya dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu (Sugiarto dkk, 2003) : 1.
Tingkat variabilitas dari parameter yang ditinjau dari seluruh populasi yang ada.
2.
Tingkat ketelitian yang dibutuhkan untuk mengukur parameter yang dimaksud.
3.
Besarnya populasi parameter yang akan disurvei.
30
Langkah-langkah untuk menentukan jumlah sampel yang representatif, yaitu : 1.
Melakukan survei pecobaan untuk memeriksa apakah metode sudah sesuai untuk data yang dibutuhkan dan kelengkapan formulir.
2.
Berdasarkan besaran parameter tersebut dapat dihitung : a.
Rata-rata (mean) sampel n
Xi i 1
X=
(2.54)
n
Dimana :
b.
X
= Nilai rata-rata
Xi
= Nilai data sampel
n
= Jumlah sampel
i
= Batas bawah
n
= Jumlah sampel yang diambil
Standar Deviasi
Xi X n
Sd
=
i 1
2
(2.55)
n 1
Xi X n
Sd
=
2
i 1
(2.56)
n
Dimana : (n - 1)
= Untuk jumlah sampel
30.
n
= Untuk jumlah sampel > 30.
Dalam pengambilan sampel tingkat ketelitian yang diinginkan sebesar 95% yang berarti bahwa besarnya tingkat kesalahan yang ditolerir tidak lebih dari 5%, dengan kondisi seperti ini maka besarnya standard error yang dapat diterima yang ditunjukan dalam tabel distribusi normal adalah 1,96 dari acceptable sampling error. Pada tingkat ketelitian 95% acceptable sampling error (Se) adalah sebesar 5% dari sample mean, sehingga : Se = 0,05 x mean parameter
(2.57)
Dengan demikian besarnya acceptable standard error adalah Se (X) = Se/1,96
(2.58) 31
Berdasarkan hasil perhitungan-perhitungan diatas, maka besarnya jumlah sampel yang representatif (n’) dihitung dengan rumus : n’ =
Sd 2 ( Se( X )) 2
(2.59)
Dimana : n’
= Jumlah sampel yang representatif
Sd2
= Standar deviasi kuadrat
Se(X)2 = acceptable standard error dikuadratkan Untuk populasi yang jumlahnya hingga n=
n' 1 n' / N
(2.60)
Dimana : n
= Jumlah sampel minimal
N
= Jumlah populasi
32