BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, terdapat suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam rangkaian kegiatan tersebut tentunya melibatkan pihak-pihak terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja. Dengan banyaknya pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi maka potensi terjadinya konflik sangat besar sehingga dapat dikatakan bahwa proyek konstruksi mengandung konflik yang cukup tinggi (Ervianto, 2005).
2.1.1 Pengertian Proyek Konstruksi Proyek
konstruksi
adalah
proyek
yang
berkaitan
dengan
upaya
pembangunan suatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur. Bangunanbangunan tersebut meliputi aspek kepentingan masyarakat yang sangat luas sejak berupa perumahan untuk tempat tinggal, apartement dan gedung perkantoran berlantai banyak, pabrik dan bangunan industri, jembatan, jalan raya termasuk jalan layang, jalan kereta api, pembangkit tenaga listrik tenaga nuklir, bendungan dan terowongan PLTA, saluran pengairan, sistem sanitasi dan drainase, bandar udara dan hanggar pesawat terbang, pelabuhan laut dan bangunan lepas pantai, jaringan kelistrikan dan telekomunikasi, kilang minyak dan jaringan plambing, dan lain sebagainya (Dipohusodo, 1996)
2.1.2 Jenis-Jenis Proyek Konstruksi Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu (Ervianto, 2005) :
4
1. Bangunan gedung: rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri kelompok bangunan ini adalah : a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal. b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi pondasi pada umumnya sudah diketahui. c. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan. 2. Bangunan sipil: jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah : a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia. b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek. c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
2.1.3 Kontrak Konstruksi Kontrak merupakan dokumen yang penting dalam proyek. Segala hal terkait hak dan kewajiban antar pihak serta alokasi resiko diatur dalam kontrak. Setelah proses penunjukan langsung atau tender selesai dibuatlah kontrak kerja konstruksi yang bertujuan sebagai dasar hukum dan pedoman pelaksanaan bagi kontraktor yang diberikan oleh pemilik proyek, kontrak kerja juga dapat berfungsi sebagai rambu-rambu bagi kontraktor maupun pemilik proyek mengenai hal-hal yang menjadi kewajiban dan haknya dalam sebuah hubungan kerja pelaksanaan kontrak kerja konstruksi. Adapun macam-macam jenis kontrak konstruksi, antara lain : (Yasin, 2006) 1.
Aspek perhitungan biaya a. Fixed Lumpsum Price : Secara umum, kontrak Fixed Lumpsum Price adalah suatu kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak tidak boleh diukur ulang . b. Unit Price (Harga Satuan) : Secara umum, kontrak Unit Price adalah kontrak dimana volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak hanya merupakan perkiraan
5
dan akan diukur ulang untuk menentukan volume pekerjaan yang benar-benar dilaksanakan. 2.
Aspek Perhitungan Jasa a. Biaya Tanpa Jasa (Cost Without Fee) b. Biaya Ditambah Jasa Pasti (Cost plus Fee)
3.
Aspek Cara Pembayaran a. Cara Pembayaran Bulanan (Monthly Payment) b. Cara Pembayaran atas Prestasi (Stage Payment) c. Pra Pendanaan Penuh dari Penyedia Jasa (Contractor’s Full Prefinanced)
4. Aspek Pembagian Tugas a. Bentuk Kontrak konvensional b. Bentuk Kontrak Spesialis c. Bentuk Kontrak Rancang Bangun d. Bentuk Kontrak Engineering, Procurement & Construction (EPC) e. Bentuk Kontrak BOT/BLT f. Bentuk Swakelola
2.2
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah besarnya biaya yang diperkirakan
akan digunakan dalam pekerjaan suatu proyek konstruksi yang disusun berdasarkan gambar atau bestek. RAB bukan merupakan biaya yang sebenarnya, melainkan biaya yang dipakai kontraktor untuk menetapkan harga penawaran, sehingga dalam pelaksanaan nantinya tidak menghabiskan biaya yang lebih tinggi dari penawaran dan bila memungkinkan biaya kurang dari penawaran yang ditetapkan. Kegiatan estimasi dalam proyek konstruksi dilakukan dengan tujuan tertentu tergantung dari pihak yang membuatnya. Pihak owner membuat estimasi dengan bantuan konsultan, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang jelas tentang biaya yang harus disediakan untuk merealisasikan proyeknya. Hasil estimasi ini disebut dengan Owner Estimate (OE). Pihak kontraktor membuat estimasi dengan tujuan untuk melangsungkan penawaran terhadap proyek konstruksi. Kontraktor akan memenangkan lelang jika penawaran yang diajukan
6
mendekati Owner Estimate (OE). Tahap yang dilakukan untuk menyusun RAB adalah sebagai berikut (Ervianto, 2005) : -
Melakukan pengumpulan data tentang jenis, harga serta kemampuan pasar untuk menyediakan bahan atau material konstruksi secara kontinu.
-
Melakukan pengumpulan data tentang upah para pekerja yang berlaku di daerah lokasi proyek atau upah pada umumnya jika pekerja didatangkan dari luar daerah ke lokasi proyek.
-
Melakukan analisis perhitungan bahan dan upah dengan menggunakan analisis yang diyakini baik dalam pembuatan anggaran. Dipasaran terdapat buku SNI analisa upah dan bahan.
Data-data yang diperlukan untuk penyusunan RAB sebagai berikut : a.
Peraturan dan syarat-syarat (RKS atau kontrak).
b.
Gambar rencana.
c.
Berita acara atau risalah penjelasan pekerjaan (untuk bangunan yang dilelang).
2.3
d.
Buku analisa upah dan bahan (SNI analisa upah dan bahan).
e.
Daftar analisa harga upah dan bahan.
f.
Peraturan-peraturan normalisasi yang bersangkutan.
g.
Peraturan-peraturan bangunan negara dan bangunan setempat.
Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) Pengertian rencana anggaran pelaksanaan adalah suatu perencanaan tentang
besarnya biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek konstruksi. Maksud dan tujuan pembuatan RAP adalah membuat rincian anggaran biaya dan petunjukpetunjuk pelaksanaan agar pekerjaan yang akan dilaksanakan dapat diselesaikan tepat pada waktunya, memenuhi mutu yang disyaratkan dengan biaya yang efisien dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan menghitung volume pekerjaan dengan teliti dan dengan mengetahui jumlah kebutuhan material serta harga secara rinci, upah tenaga kerja untuk suatu pekerjaan. Disamping itu juga harus diperhitungkan peralatan yang harus dipergunakan dengan semua rincian biayanya, baik biaya pengadaannya maupun biaya operasionalnya, dengan memperhitungkan hal-hal tersebut sehingga dapat disusun menjadi rencana anggaran pelaksanaan.
7
Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) pada dasarnya menjabarkan RAB hasil pelelangan ke dalam biaya-biaya realitas dilapangan/di pelaksanaan (DPKK, 1998). 1. Pengelompokan atau penggolongan biaya : a. Biaya langsung di proyek : bahan, upah, sub kontraktor, peralatan, administrasi proyek, bank. b. Biaya tidak langsung di proyek : biaya administrasi dan umum, penyusutan, pajak-pajak, laba. 2. Pengelompokan dan susunan tersebut seiring dengan sistem pelaksanaan dan pengendalian (administratif) proyek. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membuat Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) adalah : a. Analisis suatu pekerjaan (upah dan bahan). b. Rencana waktu pelaksanaan (time schedule). c. Persediaan alat, jumlah dan waktu pemakaian. d. Biaya administrasi proyek baik di lapangan maupun di kontraktor yang terjadi selama pelaksanaan proyek. e. Biaya administrasi proyek tak terduga. Dalam Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) tercantum pembiayaan sebagai berikut : a. Biaya bahan harga yang sesungguhnya sesuai dengan harga di tempat proyek dilaksanakan. b. Biaya upah tenaga kerja. c. Biaya penggunaan peralatan.
2.3.1 Fungsi RAP RAP mempunyai fungsi sebagai berikut (DPKK, 1998) : 1. Sebagai anggaran/alokasi biaya untuk setiap kegiatan. Hal ini berarti bahwa setiap kegiatan telah ditentukan alokasi biayanya dan dilengkapi dengan perhitungan anggaran biaya berdasarkan analisa yang cermat dan kompetitif dari data sumber daya yang up to date.
8
2. Merupakan Pedoman Kerja Pelaksanaan berarti bahwa berdasarkan metode kerja dan analisa dalam RAP dapat merencanakan program kerja yang baik. RAP ini akan layak dipakai pakai bila penyusunannya dilandasi pedoman berikut : a. Strategi pelaksanaan b. Metode pelaksanaan yang efisien c. Organisasi pelaksanaan sesuai dengan kegiatannya, dilengkapi pembagian tugas dan prosedur d. Anggaran biaya yang jelas e. Mutu dan volume setiap item kegiatan f. Cash flow yang lengkap 3. Dapat digunakan untuk standar pengendalian 4. Sebagai tolak ukur keberhasilan 5. Diperlukan feed back (arus balik) data, sehingga data tersebut dapat dijadikan standar untuk pembuatan RAP selanjutnya.
2.4
Pengendalian Biaya / Cost Control Dalam suatu kegiatan proyek konstruksi harus selalu ada pengendalian
biaya, waktu, dan kualitas agar kegiatan dalam proyek tersebut dapat berjalan lancar sesuai dengan rencana (Asiyanto, 2003). Pengendalian biaya meliputi pengurangan biaya. Pengendalian biaya dipandang sebagai usaha untuk mencapai sasaran biaya dalam lingkup kegiatan tertentu.
2.4.1 Pengertian Pengendalian / control Pengendalian/control adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan
pelaksanaan
standar,
menganalisa
kemungkinan
adanya
penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran (Soeharto, 1997)
9
Pengendalian bertujuan memantau dan membimbing pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan perencanaan. Ini berarti macam kegiatan dan aspek yang dikendalikan identik dengan yang direncanakan. Garis besar area/obyek pengendalian proyek adalah sebagai berikut (Soeharto,1997) : 1. Organisasi dan personil Memantau apakah organisasi pelaksana proyek dibentuk sesuai rencana, apakah pengisian personil telah memenuhi kualifikasi, dan apakah jumlahnya telah mencukupi. 2. Waktu atau jadwal Dalam aspek ini objek pengendalian amat ekstensif dan berlangsung sepanjang siklus proyek. Untuk proyek E-MK obyek utama adalah kegiatan engineering, pengadaan, pabrikasi, dan konstruksi. 3. Anggaran biaya dan jam-orang Seperti halnya aspek waktu (jadwal) maka pengendalian anggaran dan pemakaian jam-orang berlangsung sepanjang siklus proyek, dengan potensi paling mungkin keberhasilan yang besar berada di awal proyek sewaktu merumuskan definisi lingkup kerja. 4. Pengendalian pengadaan Penekanan pengendalian pengadaan di samping aspek biaya, jadwal, dan mutu juga termasuk masalah-masalah prosedur dan peraturan yang diberlakukan. 5. Pengendalian lingkup kerja Pengendalian lingkup kerja erat hubungannya dengan aspek biaya. Ini penting dilakukan pada tahap engineering, karena disini banyak sekali alternatif yang bisa dipilih. 6. Pengendalian mutu Mencakup masalah yang cukup luas, dengan tujuan pokok produk proyek harus dalam keadaan fitness for use (sesuai untuk digunakan) mulai dari menyusun program sampai kepada inspeksi dan uji coba operasi. 7. Pengendalian kinerja
10
Memantau serta mengendalikan aspek biaya dan jadwal secara terpisah tidak memberikan penjelasan perihal kinerja pada saat pelaporan. Misalnya walaupun suatu pekerjaan berlangsung dengan cepat dari jadwal belum tentu hal ini merupakan tanda yang menggembirakan, sebab ada kemungkinan biaya yang dikeluarkan per unitnya melebihi anggaran. Ini berarti pemakaian biaya tidak efisien dan dapat berakibat proyek secara keseluruhan tidak dapat diselesaikan karena kekurangan dana. Untuk mengkaji kemungkinan terjadinya hal-hal demikian diperlukan pemantauan dan pengendalian kinerja. Suatu pengendalian proyek yang efektif ditandai oleh hal – hal berikut (Soeharto,1997) : 1. Tepat waktu dan peka terhadap penyimpangan. 2. Bentuk tindakan yang diadakan tepat dan benar, untuk itu diperlukan kemampuan dan kecakapan dalam menganalisis indikator secara akurat obyektif. 3. Penggunaan waktu dan tenaga yang efisien. 4. Komunikasi yang baik dari pelaksana proyek sehingga tindakan koreksi terhadap permasalahan dapat segera terlaksana. 5. Pengendalian biaya proyek. 6. Dapat memberikan petunjuk berupa perkiraan hasil pekerjaan yang akan datang.
2.4.2 Pengertian Pengendalian Biaya / Cost Control Rencana keuangan atau anggaran proyek merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam pengendalian proyek konstruksi, oleh karena itu diperlukan pengendalian biaya pada proyek konstruksi. Pengendalian biaya adalah suatu kegiatan proyek mengenai biaya yang akan dikeluarkan agar tidak melebihi anggaran keuangan proyek (Dipohusodo, 1996). Pengendalian biaya sebenarnya merupakan bagian dari manajemen biaya dan manajemen kontrol dari suatu kegiatan konstruksi. Hal – hal yang harus terdapat pada manajemen biaya yang baik untuk pengendalian biaya, antara lain
11
adalah adanya estimasi biaya, laporan keuangan proyek, cash flow proyek, perhitungan biaya pengeluaran tambahan (Asiyanto, 2003). Filosofi secara luas untuk pengendalian biaya adalah didasarkan atas tiga hal (Asiyanto, 2003), yaitu : 1. Adanya dorongan dari kesadaran atas biaya pada semua tahapan pelaksanaan konstruksi. 2. Adanya persyaratan data, tentang biaya yang akurat dan tepat waktu serta ramalan ke depan, dengan memperhatikan keadaan atau trend dari biaya yang tidak diinginkan. 3. Adanya tindakan yang efektif dan cepat, untuk menghadapi persoalan dan memberikan umpan balik untuk evaluasi selanjutnya. Dalam kegiatan usaha jasa konstruksi, pengendalian biaya sangat penting artinya untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini disebabkan oleh sifat usaha jasa konstruksi yang selalu menghadapi dilema (Asiyanto, 2003), yaitu : 1. Harga jual (nilai kontrak) yang bersifat konservatif (relatif tetap nilainya) 2. Biaya produksi (biaya pelaksanaan proyek), yang bersifat fluktuatif selama proses pelaksanaan, dan cenderung membesar bila tidak dikendalikan. Untuk menghadapi kondisi yang dilematis tersebut, diperlukan dua kemampuan yang sangat mendasar agar perusahaan dapat bertahan hidup dan dapat berkembang, yaitu : 1. Kemampuan tentang biaya konstruksi (contruction cost), untuk memenangkan persaingan harga secara aman (cost estimate). 2. Kemampuan untuk melakukan pengendalian terhadap biaya (cost control). Akibat dari kurangnya kedua kemampuan tersebut, dapat menyebabkan kerugian proyek, yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut (Asiyanto, 2003) : 1. Penawaran yang terlalu rendah (Low bid), yaitu salah dalam cost estimating. 2. Informasi/pengetahuan yang kurang tentang keadaan/kondisi pekerjaan.
12
3. Naiknya harga dari sumber daya yang digunakan di proyek selama proses konstruksi, yang tidak diamankan dalam kontrak konstruksi (respon terhadap resiko). 4. Keadaan lapangan/cuaca yang buruk yang tidak dapat diperkirakan. 5. Pemilihan metode konstruksi yang keliru atau kurang tepat. 6. Pengawasan dan manajemen yang tidak efektif.
Pengendalian biaya yang utama bertujuan menjamin agar biaya akhir proyek tidak melampaui rencana anggaran pelaksanaannya, selain itu menurut Sutjipto (1986), dalam pengendalian biaya juga mengandung tujuan lainnya, yaitu : 1. Menekan biaya/pengeluaran serendah mungkin. 2. Dapat mendatangkan keuntungan dari pengerjaan proyek. 3. Agar perencanaan yang diinginkan sesuai kenyataan. 4. Memberikan informasi sehingga bila ada penyimpangan dapat segera dilakukan tindakan perbaikan semestinya.
2.5
Penambahan Biaya / Cost Overruns Dengan
kurangnya
pengontrolan
dalam
proyek
konstruksi
dapat
menimbulkan berbagai macam kerugian yang dapat menghambat pekerjaan proyek tersebut antara lain, penambahan biaya, keterlambatan penyelesaian proyek dan penyimpangan mutu hasil (Dipohusodo, 1996).
2.5.1 Penambahan Biaya Proyek Suatu proyek dikatakan mengalami penambahan biaya apabila pengeluaran biaya proyek melebihi anggaran biaya proyek yang direncanakan sesuai dengan nilai kontrak (Soeharto, 1997). Penambahan biaya dapat terjadi akibat kesalahan yang terjadi pada setiap bagian dari tahapan kegiatan konstruksi. Hal – hal yang menjadi permasalahan, antara lain (Dipohusodo,1996) : 1. Tahap pengembangan konsep a. Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di bidang konstruksi.
13
b. Ketidakmampuan mengungkap fakta – fakta keadaan di lokasi proyek seperti lokasi proyek dan cuaca daerah setempat. c. Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam menyusun konsep dan kriteria rencana pelaksanaan proyek. 2. Tahap perencanaan a. Kelalaian dalam perencanaan b. Menggunakan teknik estimasi yang buruk c. Kegagalan mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya d. Kegagalan menafsir resiko – resiko yang dapat terjadi e. Kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja f. Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan 3. Tahap pelelangan a. Kesalahan dalam menggunakan sistem pelelangan b. Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran c. Persetujuan penawaran yang terlalu cepat d. Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat 4. Tahap pelaksanaan konstruksi a. Harga material yang terlalu tinggi b. Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan c. Produktivitas tenaga kerja yang rendah d. Kesalahan dalam memilih jenis alat e. Spesifikasi bahan yang tidak cocok f. Pengiriman bahan yang terlambat
2.5.2 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penambahan Biaya Pelaksanaan Pada Proyek Konstruksi Pada penelitian sebelumnya dijabarkan
mengenai permasalahan
–
permasalahan yang dapat terjadi pada penyelanggaraan proyek konstruksi, maka permalasahan tersebut digolongkan menjadi beberapa faktor penyebab terjadinya penambahan biaya pelaksanaan pada proyek konstruksi, yaitu (Darmawan, 2004) : 1. Perencanaan 2. Estimasi biaya
14
3. Aspek keuangan proyek 4. Material 5. Tenaga kerja 6. Waktu pelaksanaan 7. Peralatan 8. Hubungan kerja Beberapa hal yang mempengaruhi setiap faktor tersebut akan diterangkan sebagai berikut : 1. Perencanaan, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya antara lain adalah kelalaian dalam perencanaan, kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan, kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja, serta kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya. 2. Estimasi biaya, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya antara lain adalah data dan informasi proyek yang kurang lengkap, ketidaktepatan estimasi, tidak memperhitungkan biaya tidak terduga, dan tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi, serta tidak memperhitungkan kondisi ekonomi umum. 3. Aspek keuangan proyek, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya antara lain cara pembayaran yang tidak sesuai dengan kontrak pengendalian/kontrol keuangan yang tidak baik, dan tingginya suku bunga pinjaman bank. 4. Material, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya
antara
lain
adanya
kenaikan
harga
material,
keterlambatan/kekurangan bahan, dan kontrol kualitas bahan yang buruk. 5. Tenaga kerja, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya antara lain adalah kekurangan tenaga kerja, kenaikan upah tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja yang buruk. 6. Waktu pelaksanaan, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya antara lain adalah keterlambatan jadwal karena
15
pengaruh cuaca, jangka waktu kontrak dan sering terjadinya penundaan pekerjaan. 7. Peralatan, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya antara lain adalah tingginya harga sewa peralatan, kondisi alat yang produktivitasnya rendah, kesalahan dalam memilih jenis alat, kesalahan dalam menghitung jam kerja alat, dan tingginya biaya transportasi peralatan. 8. Hubungan kerja, hal – hal yang dapat menyebabkan terjadinya penambahan biaya antara lain adalah tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan, terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek, kurangnya koordinasi antara pengawas, perencana dan kontraktor.
2.6
Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi (kontraktor) Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa
pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat atau kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko, kriteria penggunaan teknologi, kriteri
besaran
biaya
(nilai
proyek
atau
nilai
pekerjaan)
( http://www.sertifikasi.biz/kualifikasikontraktor.htm ).
2.6.1 Penetapan Kualifikasi Penetapan kualifikasi ini dapat digolongkan menjadi 3 bagian : 1. Golongan Kecil a. Kualifikasi Gred 2 1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek Kualifikasi Gred 2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 300 juta 2. Bentuk Badan Usaha Badan usaha untuk kualifikasi Gred 2 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Kopereasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA b. Kualifikasi Gred 3
16
1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek Kualifikasi Gred 3 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 600 juta 2. Bentuk Badan Usaha Badan usaha untuk kualifikasi Gred 2 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Kopereasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA c. Kualifikasi Gred 4 1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek Kualifikasi Gred 4 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar 2. Bentuk Badan Usaha Badan usaha untuk kualifikasi Gred 4 dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Firma, Koperasi atau Perseroan Komanditer (CV)), tidak termasuk badan usaha PT-PMA 2. Golongan Menengah a. Kualifikasi Gred 5 1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek Kualifikasi Gred 5 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan Rp. 10 milyar 2. Bentuk Badan Usaha Badan usaha untuk kualifikasi Gred 5 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA
3. Golongan Besar a. Kualifikasi Gred 6 1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek Kualifikasi Gred 6 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai Rp. 25 milyar 2. Bentuk Badan Usaha 17
Badan usaha untuk kualifikasi Gred 6 harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT) b. Kualifikasi Gred 7 1. Nilai Pekerjaan/Nilai Proyek Kualifikasi Gred 7 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan tidak terbatas 2. Bentuk Badan Usaha Badan usaha untuk kualifikasi Gred 7 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), termasuk badan usaha PT-PMA
Tabel 2.1 Batas Kompetensi Melakukan Pekerjaan No. 1.
Golongan Kecil
Kualifikasi
Pekerjaan
Gred 2
s/d 300.000.000
Gred 3
s/d 600.000.000
Gred 4
s/d 1.000.000.000
2.
Menengah
Gred 5
1 milyar s/d 10 milyar
3.
Besar
Gred 6
1 milyar s/d 25 milyar
Gred 7
1 milyar s/d tak terbatas
Sumber : (Gapensi Bali, 2012)
2.7
Data dan Pengukuran Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan, baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukkan fakta. Sedangkan pengukuran ialah proses atau cara mengukur. Pengukuran dapat berupa skala pengukuran yang dimaksudkan untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya (Riduwan, 2008).
18
2.7.1 Pendahuluan Menurut Webser (1983), research (penelitian) adalah berhati-hati, sabar, sistematis, tekun, penyelidikan atau pemeriksaan pada beberapa bidang ilmu pengetahuan, berusaha untuk pembakuan fakta atau prinsip. Secara ringkas penelitian harus memenuhi : 1.
Ada hal yang ingin diselidiki
2.
Ada metode penelitian
3.
Ada hasil penelitian berupa fakta/hukum/rumusan
Pengertian research (penelitian) yang paling sederhana adalah penelitian dimulai apabila seseorang peneliti mempunyai suatu persoalan (pertanyaan) dimana untuk menjawab persoalan tersebut peneliti bersangkutan tidak memiliki cukup informasi.
2.7.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang di dapat dari sumber pertama, baik individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti terhadap responden. Sedangkan data sekunder merupakan data primer yang diperoleh pihak lain atau data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Sugiarto, 2003). Pengambilan atau pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner untuk diisi oleh responden atau dengan cara interview atau wawancara antara responden dengan peneliti. Untuk data yang hasilnya diperoleh melalui kuesioner, maka aspek yang penting adalah mendesain kuesioner sebelum melakukan penelitian. Sebelum mendesain kuesioner, hal yang perlu dilakukan adalah menentukan berapa jumlah proyek konstruksi yang akan diteliti. Mengingat keterbatasan tenaga dan waktu, penulis menggunakan sampel dalam pelaksanaan penelitian. Menurut Sugiarto (2003), sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya, dimana populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti.
19
Data yang didapatkan dapat berupa data kualitatif maupun data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang bukan berupa angka atau secara praktis bermakna tidak dapat dijadikan dalam operasi matematika seperti penambahan, pengurangan maupun perkalian dan pembagian. Termasuk dalam klasifikasi data kualitatif adalah data yang berskala ukur nominal dan ordinal. Sedangkan data kuantitatif adalah data berupa angka dalam arti sebenarnya jadi berbagai operasi matematika dapat dilakukan pada data kuantitatif. Termasuk dalam klasifikasi data kuantitatif adalah data yang berskala ukur interval dan rasio. (Santoso, 2001)
2.7.3 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi mencakup segala hal, termasuk benda-benda alam, dan bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek (Sugiyono, 2011).
2.7.4 Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Bila populasi besar, tidak mungkin meneliti semua populasi yang ada (misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu), maka dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel tersebut, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi tersebut. Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif (mewakili). Bila sampel tidak representatif, maka dapat mengakibatkan kesimpulan yang diambil tidak akan sesuai dengan kenyataan atau kesimpulan yang diambil salah. Jumlah anggota sampel sering dinyatakan dengan ukuran sampel. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil dan sebaliknya makin kecil jumlah sampel menjauhi populasi, maka makin besar kesalahan generalisasi (diberlakukan umum) (Usman dan Akbar, 2006). Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30-500. Bila sampel dibagikan dalam kategori (misalnya: pria-wanita, pegawai negeri-
20
swasta dan lain-lain) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 (Sugiyono,2011).
2.7.5 Teknik Sampling Dalam suatu penelitian tidak semua data dan informasi akan diproses, serta tidak semua orang atau benda akan diteliti, melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri – ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun keuntungan dari pengguna sampel adalah sebagai berikut : 1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan populasi, dan apabila populasinya terlalu besar dikhawatirkan akan terlewati. 2. Penelitian akan lebih efisien, yaitu dalam arti penghematan uang, waktu, dan tenaga. 3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data. Artinya, jika subyeknya banyak, maka dikhawatirkan adanya bias dari orang yang mengumpulkan data. Misalnya, staf pengumpul data mengalami kelelahan sehingga pencatatan data tidak akurat. 4. Penelitian akan lebih efektif, jika penelitian bersifat destruktif (merusak) yang menggunakan spesimen akan hemat dan dapat terjangkau tanpa merusak semua bahan yang ada, serta dapat digunakan untuk menjaring populasi yang jumlahnya banyak. Tenik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah cara mengambil sampel yang representatif (mewakili) dari populasi. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar – benar dapat mewakili atau dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Secara umum ada dua macam tenik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ( Sugiyono, 2011 ), yaitu : 1. Probability Sampling Probability sampling adalah teknik sampling yang digunakan untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Yang tergolong teknik probability sampling yaitu :
21
a. Simple random sampling Simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen (sejenis). b. Proportionate stratified random sampling Proportionate stratified random sampling adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. Hal ini dilakukan apabila anggota populasinya heterogen (tidak sejenis). c. Disproportionate stratified random sample Disproportionate stratified random sample adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata, tetapi sebagian ada yang kurang proporsional pembagiannya dan dilakukan apabila anggota populasinya heterogen. d. Area sampling ( sampling daerah / area ) sampling daerah / area adalah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil wakil dari setiap daerah / wilayah geografis yang ada. 2. Nonprobability Sampling Nonprobability sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Yang tergolong teknik ini yaitu: a. Sampling Sistematis Sampling Sistemastis adalah pengambilan sampel yang didasarkan atas urutan dari populasi yang telah diberi nomor urut atau anggota sampel diambil dari populasi pada jarak interval waktu, ruang dengan urutan yang seragam. b. Sampling Kuota Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. c. Sampling Insidental
22
Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data. d. Purposive Sampling Purposive
Sampling
adalah
teknik
penentuan
sampel
dengan
pertimbangan tertentu. e. Sampling Jenuh Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. f. Snowball Sampling Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar.
2.7.6 Skala Pengukuran Skala pengukuran ini adalah untuk mengklasifikasikan variabel yang akan diukur supaya tidak terjadi kesalahan dalam menentukan analisis data dan langkah penelitian selanjutnya. Jenis skala penngukuran tersebut antara lain skala nominal, skala ordinal, skala interval, dan skala ratio. Selain keempat jenis skala pengukuran tersebut, ternyata skala interval yang sering digunakan untuk mengukur gejala dalam penelitian sosial. Para ahli sosiologi membedakan dua tipe skala pengukuran menurut gejala sosial yang diukur, yaitu : a. Skala pengukuran untuk mengukur prilaku susila dan kepribadian. Termasuk tipe ini adalah : skala sikap, skala moral, test karakter, skala partisipasi sosial. b. Skala pengukuran untuk mengukur berbagai aspek budaya lain dan lingkungan sosial. Termasuk tipe ini adalah skala mengukur status sosial ekonomi,
lembaga-lembaga
swadaya
masyarakat
(sosial),
kemasyarakatan, kondisi rumah tangga, dan lain sebagainya. Dari tipe – tipe skala pengukuran tersebut, yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap. Bentuk – bentuk skala sikap yang sering digunakan ada lima macam yaitu skala Likert, skala Guttman, Skala Simantict defferensial,
23
Rating Scale, dan Skala Thurstone. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut dengan variabel penelitian. Dengan menggunakan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrument yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata – kata (Riduwan, 2008). Dengan menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan format seperti: 1. Sangat setuju
=5
2. Setuju
=4
3. Ragu – ragu
=3
4. Tidak setuju
=2
5. Sangat tidak setuju = 1
2.7.7 Kuesioner Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang perlu diketahui. Penggunaan kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan/angket atau daftar isian terhadap objek yang diteliti (populasi atau sampel) (Sugiyono,2011).
24
2.8
Metode Analisis Pada tugas akhir ini menggunakan metode analisis korelasi dengan bantuan
program SPSS dan korelasi secara manual.
2.8.1 Statistik dan Komputer Statistik Statistik adalah kumpulan data, bilangan maupun non bilangan yang disusun dalam tabel atau diagram yang melukiskan suatu persoalan. ( http://risamasu.files.wordpress.com/2008/05/statistik-lengkap1.pdf ) Secara etimologis kata "statistik" berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat (bahasa Belanda), dan yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi negara. Pada mulanya, kata "statistik" diartika sebagai "kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun, pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada "kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif)" saja; bahan keterangan yang tidak berwujud angka (data kualitatif) tidak lagi disebut statistik. (http://matematika.nice-forum.net/t1pengertian-statistik )
2.8.2 Prinsip Statistik Pada prinsipnya statistik bisa diartikan sebagai kegiatan – kegiatan (Santoso, 2000) : 1. Mengumpulkan data 2. Meringkas/menyajikan data 3. Menganalisis data dengan metode tertentu 4. Menginterprestasikan data
2.8.3 Komputer Statistik Perhitungan statistik dengan komputer mempunyai keunggulan dibanding secara manual, dimana komputer akan memiliki kecepatan, dan kecermatan. Saat ini banyak software statistik yang beredar, seperti SAS, SPSS, MINITAB,
25
MICRO TSP, STATISTICA, EXECUSTAT dan sebagainya. Penggunaan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) karena merupakan program statistik yang paling populer di Indonesia maupun dunia. Dimana dalam program SPSS mampu diterapkan pada banyak bidang seperti ekonomi, manajemen, psikologi, manufaktur, farmasi, industri dan sebagainya. SPSS juga dilengkapi
dengan
program
untuk
ilmu
tertentu
seperti
pada
Riset
Pemasaran/Marketing Reseacrh (Santoso, 2000).
2.8.4 Uji Reliabilitas Instrumen Uji reliabilitas instrumen adalah mengukur instrumen terhadap ketepatan (konsisten). Reliabilitas disebut juga keterandalan, keajegan, consistency, stability, dan dependability. Ada empat jenis uji reliabilitas, yaitu : tes ulang tes, tes paralel, tes belah dua, dan tes konsistensi internal. Dalam penelitian ini digunakan tes konsistensi internal. Tes konsistensi internal yaitu suatu instrumen diujicobakan kepada kelompok tertentu, kemudian dihitung skor-skornya dan akhirnya diuji konsistensi inter item-itemnya. Tes konsistensi internal terdapat tiga jenis, antara lain; KuderRichardson KR20 (1937), KR21, dan Cronbach Alpha (α) (1951). Pada penelitian ini digunakan jenis Cronbach Alpha (α). Cronbach Alpha (α) dapat digunakan untuk menguji reliabilitas instrumen skala likert (1 sampai 5) atau instrumen yang ietm-itemnya dalam bentuk esai. Rumusnya adalah (Usman dan Akbar, 2006) :
α=
1−
Dimana : k
²
= jumlah item
............................................................
∑ ²
(2.1)
s2t = jumlah varians skor total s2i = varians responden untuk item ke i s²i = jumlah varians sampel seluruh item Sebuah instrument dikatakan reliabel dan dapat diberlakukan ke semua sampel penelitian apabila nilai α-nya lebih besar dari 0,70 (Ghozali, 2005) Untuk mendapatkan nilai s²t digunakan rumus :
Σs²t =
(
....
)
²
.............................................................
(2.2)
26
Dimana :
1..... 30 = jumlah seluruh skor item sampel 1 sampai 30 tot
= total jumlah seluruh skor item sampel
N
= jumlah sampel
Untuk mendapatkan nilai s²i digunakan rumus :
s²i =
(
....
Dimana : s1.....s30
₁²
)
.............................................................
(2.3)
= skor item soal ke 1, dari jawaban responden 1 sampai 30
item1
= jumlah skor item ke-1 seluruh sampel
N
= jumlah sampel
2.8.5 Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2013). Untuk
=
menghitung
{( .Σ
.Σ
validitas
(Σ )(Σ )
(Σ ) ).( .Σ
digunakan
(Σ ) )}
rumus
sebagai
berikut
..................................................
:
(2.4)
Dimana : rix = koefisien korelasi item-total i
= skor item
x
= skor total
n
= banyaknya subjek
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. dan hasil dibandingkan dengan r-tabel Product Moment dengan N = jumlah responden – 2.
Kriteria pengujian adalah
Jika r-hitung > r-tabel, maka instrument atau item-item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
Jika r-hitung < r-tabel, maka instrument atau item-item pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid).
27
2.8.6 Korelasi dengan Program SPSS Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Korelasi merupakan salah satu teknik analisis statistik yang paling banyak digunakan oleh para peneliti karena peneliti umumnya tertarik terhadap peristiwa – peristiwa yang terjadi dan mencoba untuk menghubungkannya (Usman dan Akbar, 2000). Metode perhitungan korelasi yang dipakai adalah dengan menggunakan software komputer yaitu program SPSS dan dibandingkan dengan perhitungan secara manual. Dengan SPSS akan dicari hubungan signifikansi antara faktor – faktor penyebab penambahan biaya pelaksanaan yaitu : faktor perencanaan, faktor estimasi biaya, faktor aspek keuangan, faktor material, faktor tenaga kerja, faktor peralatan, faktor waktu pelaksanaan, faktor hubungan kerja sebagai variabel bebas terhadap biaya pelaksanaan proyek sebagai variabel terikat. Langkah kerja SPSS pada tugas akhir ini adalah : 1. Masukkan data hasil kuisioner. 2. Dari menu utama SPSS, pilih menu analyze kemudian pilih submenu correlate, pilih bivariate karena akan dicari hubungan korelasi tunggal. 3. Pilih variabel yang akan dikorelasikan, dalam hal ini adalah variabel biaya pelaksanaan proyek dan faktor – faktor penyebab penambahan biaya. 4. Correlation Coefficient atau alat hitung koefisien korelasi yang dipakai adalah pearson karena data sampel berupa data interval. 5. Test of Significance, pilih two-tailed untuk uji dua sisi karena ada dua kemungkinan jawaban : a. Faktor – faktor yang diteliti bertanda (+) yaitu semakin besar kesalahan yang terjadi pada faktor tersebut maka biaya pelaksanaan proyek akan meningkat. b. Faktor – faktor yang diteliti bertanda (-) yaitu semakin besar kesalahan yang terjadi pada faktor tersebut maka biaya pelaksanaan proyek tidak meningkat tapi menurun. 6. Kemudian tekan ok untuk mengakhiri pengisian prosedur analisis. Selanjutnya SPSS melakukan pekerjaan analisis dan terlihat output
28
SPSS. Hasil dari output data tersebut kemudian dianalisa lagi dengan tabel koefisien korelasi.
2.8.7 Korelasi secara Manual Korelasi yang digunakan untuk perhitungan secara manual adalah korelasi pearson product moment karena data sampel berupa data interval. Perhitungan korelasi yang digunakan adalah metode korelasi tunggal dimana hanya satu faktor penyebab penambahan biaya yang mempengaruhi biaya pelaksanaan proyek sedangkan faktor lain diabaikan. Korelasi tunggal digunakan karena ingin dicari hubungan signifikansi dari masing-masing faktor penyebab penambahan biaya terhadap biaya proyek sehingga nantinya dapat ditentukan hubungan dari yang terbesar sampai terkecil. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung koesifien korelasi, yaitu rumus 2.5 (Sugiyono, 2011)
=
{( .Σ
Dimana :
.Σ
(Σ .Σ )
(Σ ) ).( .Σ
(Σ ) )}
.................................................. (2.5)
Variabel X = skor jawaban responden terhadap kuisioner tentang faktor – faktor penyebab penambahan biaya pelaksanaan proyek. Variabel Y = skor nilai biaya pelaksanaan proyek n
= jumlah data
r
= nilai koefisien korelasi
Korelasi PPM (Pearson Product Moment) dilambangkan (r) dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga (-1 ≤ r ≤ +1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasi negatif sempurna; r = 0 artinya tidak ada korelasi; dan r = 1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan dikonsultasikan dengan Tabel Interpretasi Nilai r sebagai berikut :
29
Tabel 2.2 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r Interval Koefisien (r) 0,80 – 1,000
Tingkat Hubungan Sangat Kuat
0,60 – 0,799
Kuat
0,40 – 0,599
Cukup Kuat
0,20 – 0,399
Rendah
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
Sumber : (Riduwan, 2008)
Setelah didapat nilai r (koefisien korelasi), maka dicari nilai koefisien determinasi ( r² ) yaitu nilai pengaruh faktor – faktor penyebab penambahan biaya terhadap biaya pelaksanaan proyek. Pengujian signifikansi koefisien korelasi dapat dihitung dengan uji t yang rumusnya sebagai berikut (Sugiyono, 2011) : t hitung
=
......................................................................................... (2.6)
²
dimana :
t hitung
= nilai t
r
= nilai koefisien korelasi
n
= jumlah sampel
Kriteria pengujian signifikan korelasi yaitu : H0 = tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara dua variabel Ha = ada hubungan yang positif dan signifikan antara dua variabel Kaidah pengujian : Jika t
hitung
≥ t
tabel,
maka H0 ditolak artinya ada hubungan yang positif dan
signifikan antara dua variabel Jika t hitung ≤ t
tabel,
maka H0 diterima artinya tidak ada hubungan yang positif dan
signifikan antara dua variabel
30