BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biaya Informasi biaya dapat mempengaruhi perhitungan harga pokok produksi,
penentuan harga jual dan perencanaan laba perusahaan. Hal ini dikarenakan apabila perusahaan ingin memperoleh laba sesuai dengan yang diinginkan, maka perusahaan tersebut harus dapat mengalokasikan biaya yang dikeluarkannya. Oleh karenanya, informasi mengenai biaya ini perlu diketahui oleh perusahaan. Berikut beberapa pengertian mengenai biaya: Menurut Hansen dan Mowen (2004:40) biaya didefinisikan sebagai kas atau nilai yang setara dengan kas yang digunakan untuk mendapatkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memberikan manfaat di masa sekarang maupun masa mendatang bagi organisasi atau perusahaan. Sedangkan menurut Warren, Reeve dan Fees (2008:523) biaya merupakan pengeluaran kas atau komitmen untuk membayar di masa yang akan datang dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. Adapun pengertian biaya menurut Mulyadi (2009:8) adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Jadi dapat kita ketahui bahwa pengertian biaya merupakan suatu bentuk pengeluaran ekonomis yang berupa kas atau nilai yang setara dengan kas yang
12
13
digunakan untuk memperoleh barang atau jasa yang diharapkan dapat memberikan manfaat (pendapataan) di masa sekarang atau masa yang akan datang
bagi organisasi atau perusahaan. Dalam perhitungan harga pokok produksi,
informasi biaya bisa menjadi kurang bermanfaat apabila manajemen tidak mampu
menempatkan informasi biaya sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu, diperlukan klasifikasi biaya agar manajemen dapat memahami jenis biaya berdasarkan fungsinya sehingga perusahaan dapat lebih akurat dalam melakukan
perhitungan harga pokok produksi.
2.1.1
Klasifikasi Biaya Agar manajemen dapat merencanakan aktivitas perusahaan dengan baik
dan mengendalikan biaya secara efektif, hubungan antara terjadinya biaya dengan perubahan dalam aktivitas harus dipahami secara menyeluruh. Diperlukan analisis atas dampak aktivitas perusahaan terhadap biaya yang umumnya akan menghasilkan suatu klasifikasi dalam pengeluaran biaya. Penggolongan atau klasifikasi biaya digolongkan dengan berbagai cara. Penggolongan biaya dapat ditentukan atas dasar tujuan yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut sesuai dengan konsep yang dikenal “different cost for different purposes”. Mursyidi (2008:14) menjelaskan pembagian biaya dapat dihubungkan dengan suatu proses produksi dalam perusahaan industri baik yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung yaitu berhubungan dengan produk, volume produksi, departemen manufaktur dan periode akuntansi.
14
a.
Biaya dalam hubungannya dengan produk
Proses klasifikasi biaya dapat dimulai dengan mengaitkan biaya pada operasi
perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur, total biaya operasi terdiri dari
biaya langsung atau biaya produksi dan biaya tidak langsung atau biaya
komersial.
1)
Biaya Langsung
Biaya langsung atau dikenal dengan nama biaya produksi merupakan biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan produk yang dihasilkan. Biaya produksi pada dasarnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu: a) Biaya bahan baku langsung (direct materials) adalah biaya perolehan bahan baku yang dipakai dalam membuat produk. b) Biaya tenaga kerja langsung (direct labor) adalah biaya tenaga kerja yang dapat secara langsung mengubah bahan baku menjadi suatu produk dan pembebanan biayanya ditelusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan. c) Biaya overhead pabrik (factory overhead cost) bisa terdiri dari bahan baku tidak langsung (indirect materials), tenaga kerja tidak langsung (indirect labor) dan semua biaya produksi yang tidak dapat dibebankan secara langsung pada suatu produk selain biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Bahan tidak langsung adalah bahan yang yang bukan menjadi unsur utama dalam suatu produk, sifatnya hanya sebagai pelengkap untuk memperlancar suatu proses produksi sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah
15
tenaga
kerja
yang
tidak
mempunyai
akibat
langsung pada
pembentukan suatu produk.
Gabungan antara biaya bahan baku langsung dengan biaya tenaga kerja
langsung disebut biaya utama sedangkan gabungan antara biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik disebut biaya konversi.
2)
Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan suatu produk atau disebut juga sebagai biaya komersial. Biaya komersial dapat diklasifikasikan sesuai dengan fungsi dalam perusahaan yaitu: a) Beban pemasaran (marketing/selling expense) adalah semua jenis beban yang berhubungan dengan pelaksanaan dan penjualan produk. b) Beban administrasi dan umum adalah semua jenis bahan yang berhubungan dengan pengolahan perusahaan secara keseluruhan. Gabungan antara biaya produksi dan biaya komersial disebut biaya operasional (operational cost).
b.
Biaya dalam Hubungannya dengan Volume Produksi Jumlah biaya yang dikeluarkan tergantung pada volume produksi yang dilakukan perusahaan. Dalam hubungannya dengan volume produksi terdapat tiga jenis biaya yaitu biaya variabel, tetap dan biaya semivariabel. 1) Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume produksi dengan biaya per unit (satuan) relatif tetap.
16
Contoh: biaya supplies, bahan bakar, biaya penerimaan barang, biaya
lembur dan lain-lain.
2)
Biaya Tetap
Biaya yang secara total tetap pada tingkatan volume produksi (range)
tertentu dengan biaya per unit (satuan) selalu berubah sesuai dengan
perubahan volume produksi atau jumlah produk yang dihasilkan. Contoh:
gaji manajer produksi, penyusutan aktiva tetap, gaji mandor, biaya sewa dan lain-lain. 3) Biaya Semi Variabel Biaya yang mengandung unsur biaya tetap dan biaya variabel. Contoh: biaya listrik dan air, biaya pengawasan dan inspeksi, pemeliharaan dan perbaikan mesin, asuransi kesehatan dan lain-lain.
c.
Biaya dalam Hubungannya dengan Departemen Pabrik Biaya dalam hubungannya dengan departemen pabrik diklasifikasikan menjadi biaya langsung dan biaya tidak langsung. 1) Biaya Langsung Departemen Biaya langsung departemen adalah biaya yang terjadi dan langsung dibebankan pada departemen yang bersangkutan yang mana biaya tersebut terjadi. 2) Biaya Tidak Langsung Departemen Biaya tidak langsung departemen adalah biaya yang terjadi di suatu departemen, tetapi manfaatnya dinikmati oleh lebih dari satu departemen, pembebanan biaya dilakukan melalui alokasi dan distribusi biaya.
17
d.
Biaya dalam Hubungannya dengan Periode Akuntansi
Biaya dapat diklasifikasikan menjadi pengeluaran modal atau pengeluaran
pendapatan.
1) Biaya Pengeluaran Modal (capital expenditure)
Biaya pengeluaran modal adalah pengeluaran yang dikapitalisir, artinya
pengeluaran yang ditangguhkan pembebanannya. Contoh: pembelian
mesin dan peralatan.
2) Biaya Pengeluaran Pendapatan Biaya pengeluaran pendapatan adalah pengeluaran yang langsung dianggap sebagai beban dan mengurangi pendapatan pada periode akuntansi dimana pengeluaran tersebut terjadi. Contoh: penyusutan mesin dan peralatan.
2.2
Produk Bersama dan Produk Sampingan Banyak perusahaan manufaktur yang menghasilkan lebih dari satu
produk dari sebuah proses produksi gabungan. Sebagai contoh, industri susu yang mengolah susu mentah menjadi berbagai macam produk seperti yoghurt, kefir, keju dan lain-lain. Produk bersama dan produk sampingan bisa didapatkan dari pemrosesan satu atau beberapa jenis bahan baku. Produk bersama (joint product) adalah produk-produk dari proses produksi yang sama yang memiliki nilai jual relatif besar. Produk yang dihasilkan dari proses produksi bersama dan nilai total penjualannya lebih kecil jika dibandingkan nilai jual produk bersama diklasifikasikan sebagai produk sampingan.
18
2.2.1
Pengertian dan Karakteristik Produk Bersama Dalam proses produksi perusahaan tertentu, seringkali ditemukan
pengolahan satu atau beberapa macam bahan baku dalam satu proses produksi
dapat menghasilkan dua jenis produk atau lebih. Dalam perusahaan tersebut,
karena berbagai produk yang dihasilkan berasal dari pengolahan bahan baku yang produk tersebut diklasifikasikan sebagai produk bersama. sama
a.
Pengertian Produk Bersama Produk yang dihasilkan dalam suatu rangkaian atau seri produk secara
bersama atau serempak dengan menggunakan bahan, tenaga kerja dan overhead secara bersamaan. Biaya tersebut tidak dapat ditelusuri atau dipisahkan pada setiap produk, dan setiap produk mempunyai nilai jual atau kuantitas yang relatif sama disebut sebagai produk bersama (Bustami dan Nurlela, 2006:175). Sedangkan menurut Masiyah & Yuningsih dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Biaya menyatakan: “Produk bersama (joint product) adalah beberapa macam produk yang dihasilkan secara bersama-sama dengan menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan baku, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang sama dan masukan (input) tersebut tidak dapat diikuti jejaknya pada setiap macam poduk tersebut”. Menurut Witjaksono (2006:90) “Produk gabungan diproduksi secara serentak melalui proses bersama atau rangkaian proses, dimana masing-masing produknya memiliki nilai yang lebih tinggi daripada nominal dalam bentuk barang jadi”. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa produk bersama adalah produk-produk yang dihasilkan melalui proses produksi secara bersama
19
dimana produk-produk tersebut tidak dapat diidentifikasi hingga mencapai titik pisah (split-off).
b. Karakteristik Produk Bersama
Dalam proses produksi bersama, pengolahan bahan baku bisa menghasilkan
beberapa jenis produk. Produk yang dihasilkan bisa berupa produk bersama dan produk sampingan. Hal yang membedakan antara produk bersama dan produk sampingan terletak pada nilai jual relatifnya. Untuk lebih memahami mengenai
produk bersama, berikut beberapa karakteristik mengenai produk bersama menurut Bustami dan Nurlela (2006:177) yaitu: 1.
Produk diproses secara bersamaan dan setiap produk mempunyai nilai yang relatif sama antara satu dengan lainnya.
2.
Setiap produk mempunyai hubungan fisik yang sangat erat dalam proses produksi.
Apabila
terjadi
peningkatan kualitas untuk
menambah unit satu jenis produk yang dihasilkan, maka kualitas produk yang lain akan bertambah secara proporsional. 3.
Dalam produk bersama dikenal istilah “split off point” adalah saat dimana produk-produk tersebut dapat diidentifikasikan atau dipisah ke masing-masing produk secara individual.
4.
Setelah “split off point” (titik pisah) produk tersebut dapat dijual pada titik terpisah (secara langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah diproses lebih lanjut) untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproses produk
20
lebih lanjut disebut dengan biaya proses lanjutan atau biaya setelah
titik pisah (separable cost).
2.3
Biaya Bersama Perhitungan biaya produk bersama perlu diperhatikan terutama ketika
perusahaan menghasilkan produk lebih dari satu atau terdiri dari beberapa lini
produk. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang digunakan secara bersama
oleh produk bersama tersebut. Berikut beberapa pengertian mengenai biaya bersama: Pengertian biaya bersama menurut Bastian dan Nurlela (2006:176) “Biaya bersama (joint cost) adalah biaya yang diolah secara bersama seperti bahan, tenaga kerja dan biaya overhead untuk menghasilkan beberapa produk”. Menurut Horngren et al (2008:154) biaya gabungan (joint cost) adalah biaya-biaya dari suatu proses produksi yang menghasilkan beberapa jenis produk secara bersamaan sampai dengan titik pisah (split off). Titik pisah adalah suatu saat dalam proses produksi gabungan dimana dua atau lebih produk mulai dapat diidentifikasikan secara terpisah. Dari pengertian mengenai biaya bersama tersebut dapat kita ketahui, pengertian biaya bersama adalah biaya yang timbul karena pemrosesan beberapa jenis barang secara bersama-sama sampai pada titik pisah.
21
2.4
Alokasi Biaya Bersama Untuk mengetahui kontribusi masing-masing produk bersama terhadap
seluruh penghasilan perusahaan, perlu dihitung seteliti mungkin bagian dari
seluruh biaya produksi yang dibebankan kepada masing-masing produk bersama.
Masalah pokok akuntansi biaya bersama adalah penentuan proporsi total biaya
produksi yaitu biaya dikeluarkan sejak bahan baku diolah sampai dengan saat
produk-produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya bersama sulit diperhitungkan
kepada masing-masing produk. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam perhitungan diperlukan alokasi biaya.
2.4.1
Pengertian Alokasi Biaya Bersama Menurut Hansen dan Mowen (2000:42) pengertian alokasi biaya adalah
pembebanan biaya tidak langsung pada objek biaya. Pembebanan biaya secara akurat pada objek biaya adalah penting untuk mengukur dan membebankan seakurat mungkin biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh objek biaya. Horngren (2008:314) berpendapat bahwa “Pada dasarnya alokasi biaya merupakan suatu persoalan yang menghubungkan suatu biaya atau kelompokkelompok biaya dengan satu objek biaya atau lebih”. Menurut
Witjaksono
(2006:178)
“Alokasi
biaya
adalah
proses
pembebanan biaya bersama kepada dua atau lebih objek biaya (cost object)”. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat kita ketahui alokasi biaya merupakan pembebanan biaya tidak langsung atau biaya bersama ke objek biaya secara proporsional.
22
2.4.2
Tujuan Alokasi Biaya Bersama Pengalokasian biaya penting dilakukan dalam perhitungan harga pokok
produksi. Hensen dan Mowen (2000:244) menjelaskan bahwa tujuan utama
dilakukannya alokasi biaya ada lima, diantaranya:
1. Memperoleh harga yang saling dapat disetujui 2. Menghitung tingkat keuntungan lini produk 3. Memprediksikan pengaruh ekonomi terhadap perencanaan dan pengendalian 4. Menilai persediaan 5. Memotivasi manajer Menurut Blocher, Chen & Lin (2001:674) tujuan dari alokasi biaya
adalah untuk mencapai manajemen biaya yang efektif melalui metode yang: 1. Memotivasi manajer untuk berprestasi pada suatu tingkat usaha yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan manajemen puncak 2. Memberikan insentif yang benar bagi para manajer-manajer untuk membuat keputusan-keputusan yang konsisten dengan tujuan-tujuan manajemen puncak 3. Secara adil menentukan reward yang diperoleh oleh manajer-manajer atas usaha dan keterampilan mereka serta untuk keefektifan pembuatan keputusan mereka Secara garis besar dapat kita ketahui tujuan pengalokasian biaya adalah untuk menentukan harga pokok pada setiap lini produk agar dapat dihitung masing-masing keuntungan pada setiap lini produk tersebut yang kemudian akan berguna dalam pengambilan keputusan manajemen.
2.4.3 Metode Perhitungan Alokasi Biaya Bersama Biaya bersama dapat dialokasikan karena berbagai alasan. Salah satu alasan bahwa biaya bersama harus dialokasikan adalah untuk menentukan nilai persediaan dan menghitung harga pokok produk untuk pelaporan keuangan
23
eksternal menurut prinsip-prinsip akuntansi yang lazim. Produk bersama (joint product) mempunyai nilai penjualan yang relatif tinggi dan tidak dapat
diidentifikasi terpisah sebagai produk individual sampai pada saat titik
pemecahan. Biaya gabungan dapat dialokasikan kepada tiap-tiap produk bersama
dengan menggunakan salah satu dari empat metode berikut: a. Metode Nilai Jual Relatif (Harga Pasar) Menurut Mulyadi (2009:336) “Metode ini banyak digunakan untuk
mengalokasikan biaya bersama. Dasar pemikiran metode ini adalah bahwa harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut”. Didasarkan pada nilai pasar relatif dari setiap jenis produk bersama. Metode ini merupakan metode yang netral, yaitu tidak mempengaruhi profitabilitas relatif produk bersama. Tahap pertama dalam metode nilai jual adalah memperhitungkan nilai total penjualan dari produk bersama pada titik split-off yang harus digarisbawahi bahwa nilai penjualan merupakan harga penjualan dikalikan dengan unit produksi, bukan unit penjualan sesungguhnya. Tahap kedua penentuan proporsi nilai penjualan masing-masing produk bersama pada nilai penjualan total. Terakhir, kita mengalokasikan total biaya bersama di antara produk bersama berdasarkan proporsi-prosporsi tersebut. b.
Metode Satuan Fisik Metode satuan fisik mencoba menentukan harga pokok produksi bersama sesuai dengan manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam metode ini biaya bersama dialokasikan kepada produk atas dasar
24
koefisien fisik yaitu kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-
masing produk. Koefisien fisik ini dinyatakan dalam satuan berat, volume
atau ukuran yang lain. Dengan demikian, metode ini menghendaki bahwa
produk bersama yang dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan ukuran
pokok yang sama. c. Metode Harga Pokok Rata-Rata Pendekatan harga pokok rata-rata dianggap tepat apabila proses produksi
bersama menghasilkan jenis-jenis produk yang mempunyai unit fisik atau satuan ukuran yang sama, misalnya: liter, kilogram, meter kubik, cc dan tidak ada perbedaan harga jual per unitnya secara signifikan. Ada 2 alternatif metode alokasi biaya produksi bersama yang menggunakan pendekatan harga pokok rata-rata yaitu: 1.
Metode Harga Pokok Rata-Rata Biaya per Satuan Umumnya
metode
ini
juga
digunakan
oleh
perusahaan
yang
menghasilkan beberapa macam produk yang sama dari satu proses bersama tapi mutunya berlainan. 2.
Metode Harga Pokok Rata-Rata Tertimbang Alokasi biaya produk bersama menurut metode harga pokok rata-rata tertimbang, secara keseluruhan menyangkut tiga tahap: a) Menentukan faktor penimbang per unit produk dan total untuk setiap jenis produknya b) Menentukan jumlah relatif dari faktor penimbang untuk setiap jenis produknya
25
c) Mengalokasikan total biaya produksi bersama berdasarkan jumlah
relatif dari masing-masing produk bersama
d. Metode Nilai Bersih yang Dapat Direalisasi
Menurut Blocher (2007:103) “Nilai bersih yang dapat direalisasi dari suatu
produk adalah estimasi nilai jual produk pada titik pisah, ditentukan dengan mengurangkan biaya pemrosesan dan penjualan tambahan sesudah titik pisah dari estimasi nilai jual akhir produk”. Jika produk tersebut memerlukan
pemrosesan lebih lanjut sebelum dapat dijual, maka perlu diestimasi nilai bersih yang dapat direalisasi pada titik pisah. Nilai bersih yang dapat direalisasi pada titik pisah diestimasi dengan mengambil nilai penjualan setelah pemrosesan lebih lanjut, lalu mengurangkan biaya pemrosesan tambahan. Biaya bersama kemudian dialokasikan pada produk sesuai dengan proporsi nilai bersih yang dapat direalisasi pada titik pisah.
2.4.4
Biaya Pemrosesan Lebih Lanjut Biaya bersama didefinisikan sebagai biaya yang timbul karena proses
pengolahan beberapa jenis barang bersama-sama sebelum titik pemisahan (split off) dimana akan muncul produk menjadi unit terpisah sendiri. Titik pisah adalah batas waktu produksi dimana produk bersama dapat diidentifikasikan. Setiap biaya setelah titik ini disebut biaya yang dapat dipisahkan (separable cost) sebab bukan merupakan bagian dari proses produksi bersama. Biaya ini dapat diidentifikasikan ke produk individual.
26
2.4.5
Kelemahan Metode Alokasi Biaya Bersama Metode alokasi biaya bersama masing-masing mempunyai kelemahan,
karena biaya-biaya tersebut sifatnya bersama. Berikut adalah kelemahan
kelemahan metode alokasi biaya bersama menurut Charles T. Horngren
(2008:370) yaitu: a. Tidak ada antisipasi atas keputusan manajemen berikutnya. Metode nilai penjualan pada split off tidak menganggap sebelumnya jumlah pasti dari
langkah-langkah berikut yang diambil untuk pemrosesan lebih lanjut. b.
Ketersediaan penyebut umum yang mempunyai arti untuk menghitung faktor penimbang. Penyebut dari metode nilai penjualan pada split off (rupiah) merupakan salah satu yang mempunyai arti. Sebaliknya, metode ukuran fisik menghadapi kelangkaan penyebut umum yang mempunyai arti untuk seluruh produk yang terpisah (misalnya, terdapat beberapa produk cair dan lainnya padat)
c.
Kesederhanaan, metode nilai penjualan pada split off adalah sederhana. Sebaliknya metode estimasi realisasi nilai bersih dapat sangat kompleks dalam operasi dengan banyak produk dan banyak titik split off. Nilai penjualan total pada split off tidak dipengaruhi oleh setiap perubahan dalam proses produksi sampai titik split off.
2.5
Harga Pokok Produksi Salah satu tujuan dari perhitungan alokasi biaya bersama adalah untuk
mengetahui apakah seluruh biaya produksi yang dibebankan kepada masing-
27
masing produk bersama sudah dihitung dengan seteliti mungkin. Karena secara umum alokasi biaya ditujukan untuk berbagai alasan. Salah satu alasan yang
mengharuskan perhitungan alokasi biaya bersama adalah untuk menghitung harga
pokok produksi. Dalam buku Akuntansi Biaya, Witjaksono (2006:10) mengatakan
bahwa “Harga pokok adalah nilai produk jadi yang dijual atau diserahkan kepada pembeli”. Mursyidi dalam Akuntansi Biaya: Conventional Costing, Just in Time,
and Activity-Based Costing mengemukakan bahwa:
“Harga pokok adalah biaya yang telah terjadi (expired cost) yang dikurangkan dari penghasilan. Harga pokok ini membentuk suatu harta (assets). Pada saat mengeluarkan sejumlah uang atau aktiva yang dapat dinilai dengan uang untuk memperoleh aktiva lainnya maka nilai tersebut disebut harga pokok aktiva yang diperoleh”. (Mursyidi, 2008:14) Horngren (2008:45) mengatakan bahwa harga pokok produksi (cost of goods manufactured) adalah biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan. Sedangkan menurut Bustami dan Nurlela (2010:49) menyatakan bahwa harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada persediaan produk dalam proses awal dan akhir. Dari uraian di atas dapat kita rangkum harga pokok produksi adalah biayabiaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu produk seperti biaya bahan
28
baku, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik dalam suatu periode tertentu yang diukur dengan satuan uang.
2.5.1 Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi Harga pokok produksi merupakan suatu biaya yang harus kita korbankan
memperoleh produk, barang atau jasa selama proses produksi. Biaya untuk langsung dalam hubungannya dengan proses produksi terdiri dari biaya bahan
baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead. Jadi komponen dari harga pokok produksi terdiri dari biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. a.
Biaya Bahan Baku Langsung Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi. Oleh karena bahan baku secara fisik menjadi bagian dari produk jadi, maka biaya bahan baku mudah ditelusuri ke tiap unit barang yang dihasilkan. Oleh sebab itu, biaya bahan baku dibebankan secara langsung pada proses produksi. Menurut Mulyadi (2009:275) mendefinisikan bahwa “Bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi”. Sedangkan menurut Witjaksono (2006:11) mengatakan bahwa “Bahan langsung (direct materials) adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi”. Menurut Supriyono (2011:20) bahan dapat digolongkan menjadi bahan baku (direct material) dan bahan penolong atau bahan pembantu (indirect material). Bahan baku adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk
29
selesai dan pemakaiannya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya atau
merupakan bagian integral pada produk tertentu. Sedangkan bahan penolong
adalah bahan yang akan diolah menjadi bagian produk selesai tetapi
pemakaiannya tidak dapat diikuti jejak atau manfaatnya pada produk selesai
tertentu, atau nilainya relatif kecil sehingga meskipun dapat diikuti jejak pemakaiannya menjadi tidak praktis atau tidak bermanfaat. Biaya bahan baku adalah biaya yang timbul akibat pemakaian suatu bahan
menjadi produk jadi. Perhitungan yang akurat terhadap berapa besar bahan baku yang digunakan dalam sekali memproduksi suatu produk sangatlah penting karena bahan baku merupakan bahan dasar untuk pengolahan barang jadi yang siap untuk dijual. b.
Biaya Tenaga Kerja Langsung Biaya tenaga kerja merupakan salah satu biaya konversi, disamping biaya overhead pabrik, yang merupakan salah satu biaya untuk mengubah bahan baku menjadi produk jadi. Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Menurut Mursyidi (2008:15) “Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat secara langsung merubah bahan baku menjadi suatu produk dan pembebanan biayanya dapat ditelusuri pada setiap jenis produk yang dihasilkan”. Sedangkan menurut Mulyadi (2009:319) dalam bukunya Akuntansi Biaya menyebutkan “Biaya tenaga kerja langsung adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut”. Upah biaya tenaga kerja langsung merupakan bagian yang besar dalam memproduksi produk dan
30
merupakan balas jasa pada karyawan yang secara langsung memproduksi
produk tersebut. Menurut Nafarin (2008:498) “Biaya tenaga kerja langsung
adalah upah tenaga kerja langsung yang dipakai untuk membuat produk”.
c.
Biaya overhead pabrik Overhead pabrik merupakan bahan tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung serta biaya tidak langsung lainnya yang tidak dapat ditelusuri secara langsung ke produk selesai atau tujuan akhir biaya. (Bustami dan Nurlela,
2006:257) Biaya overhead pabrik terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Menurut Mulyadi (2009:193), biaya overhead pabrik dapat digolongkan menjadi: 1) Menurut Sifat a) Biaya bahan penolong, yaitu bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi, tetapi nilainya relatif kecil apabila dibandingkan dengan harga pokok produksinya. b) Biaya reparasi dan pemeliharaan, berupa biaya suku cadang (spare part), biaya habis pakai untuk keperluan perbaikan dan pemeliharaan bangunan pabrik, mesin dan peralatan, kendaraan dan aktiva tetap lain yang digunakan untuk keperluan pabrik. c) Biaya tenaga kerja tidak langsung, yaitu tenaga kerja yang upahnya tidak diperhitungkan secara langsung kepada produk atau pesanan tertentu.
31
d) Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap,
misalnya: biaya depresiasi bangunan pabrik, mesin, alat kerja dan
aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.
e) Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan
pengeluaran uang tunai. Contoh: biaya listrik PLN.
2)
Menurut perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume
produksi a) Biaya overhead tetap, biaya overhead pabrik yang tidak berubah dalam kisaran perubahan volume kegiatan tertentu. b) Biaya overhead variabel, yaitu biaya overhead yang berubah sebanding dengan volume kegiatan. c) Biaya overhead semivariabel, yaitu biaya overhead yang berubah tidak sebanding dengan volume kegiatan. 3) Menurut hubungannya dengan departemen a) Biaya overhead pabrik langsung departemen, yaitu biaya overhead yang terjadi dalam departemen tertentu dan manfaatnya hanya dinikmati departemen tersebut. b) Biaya overhead pabrik tidak langsung departemen, yaitu biaya overhead yang manfaatnya dinikmati lebih dari satu departemen. Biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung atau semua biaya produksi tak langsung.
32
2.5.2 Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Pengumpulan harga pokok produksi sangat ditentukan oleh cara
produksinya. Dalam perhitungan harga pokok produksi ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan, salah satunya adalah unsur-unsur biaya yang terjadi dalam
proses produksi tersebut dan metode yang digunakan. Dalam kaitannya dengan alokasi biaya bersama, produk bersama yang dihasilkan perusahaan berasal dari proses produksi massa karena perusahaan tidak menerima pesanan khusus,
sehingga perhitungan pengumpulan harga pokok produksi dapat dilakukan dengan metode harga pokok proses. a.
Metode Harga Pokok Proses (Process Cost Method) Perusahaan yang berproduksi berdasarkan produksi massa melaksanakan pengolahan produksinya berdasarkan proses. Dalam metode ini biaya–biaya produksi dikumpulkan untuk periode tertentu dan biaya produksi per satuan produk yang dihasilkan dalam periode tersebut dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk periode tersebut dengan jumlah satuan produk yang dihasilkan dalam periode yang bersangkutan. (Mulyadi, 2009:97) Bastian & Nurlela (2006:111) menyatakan bahwa “Metode penentuan biaya proses adalah suatu metode dimana bahan baku, tenaga kerja dan overhead pabrik dibebankan ke pusat biaya atau departemen. Biaya yang dibebankan ke setiap unit produk yang dihasilkan ditentukan dengan dengan membagi total biaya yang dibebankan ke pusat biaya atau departemen tersebut dengan jumlah unit yang diproduksi pada pusat biaya yang bersangkutan”.
33
Carter & Usry (2006:14) menjelaskan bahwa “Metode harga pokok proses
ialah metode pengumpulan biaya yang digunakan ketika semua unit produksi
dikerjakan dalam satu departemen atau produk yang dihasilkan adalah sama”.
2.5.3 Metode Penentuan Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2009:17) “Metode penentuan harga pokok produksi
cara memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi”. adalah
Secara tradisional ada dua macam metode penentuan harga pokok produksi, yaitu: a.
Full Costing, merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi. Harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik) ditambah dengan biaya non-produksi. Cara perhitungan harga pokok produksi: Biaya Bahan Baku
Rp xxx
Biaya Tenaga Kerja
Rp xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp xxx
Biaya Overhead Pabrik Tetap
Rp xxx +
Harga Pokok Produksi
b.
Rp xxx
Variable Costing, merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam
34
harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead variabel. Cara perhitungan harga pokok produksi:
Biaya Bahan Baku
Rp xxx
Biaya Tenaga Kerja
Rp xxx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp xxx +
Harga Pokok Produksi
Rp xxx
2.6
Profitabilitas Setelah mengetahui berbagai metode pengalokasian biaya bersama kepada
berbagai macam produk bersama, tampak jelas bahwa dasar yang dipakai untuk alokasi tidak menggambarkan aliran bersama tersebut ke dalam tiap-tiap jenis produk. Oleh karena itu, perlu kita perhatikan bahwa tujuan alokasi biaya bersama adalah untuk perhitungan laba, agar supaya dapat diketahui berapa kontribusi masing-masing produk bersama terhadap seluruh laba yang diperoleh perusahaan. Jadi dapat kita ketahui perhitungan alokasi biaya dapat digunakan untuk menghitung profitabilitas. Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk tetap melanjutkan usahanya.
35
2.6.1
Pengertian Profitabilitas Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan atau laba pada tingkat penjualan tertentu. Sedangkan kemampuann
perusahaan untuk memperoleh laba tergantung pada efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan, serta sumber daya yang tersedia untuk melakukan usahanya. (Dewi, 2004:36; Hanafi, Halim, 2005:85). Profitabilitas menurut Sartono (2011:122) adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan
penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Penting bagi manajemen untuk mengetahui tingkat profitabilitas dari kegiatan operasional perusahaan seperti dinyatakan oleh Hansen & Mowen (2000:664) menyatakan bahwa alasan mengukur keuntungan (profitabilitas) adalah untuk menentukan kelangsungan hidup perusahaan, mengukur kinerja manajerial, menentukan apakah perusahaan menaati atau tidak peraturan pemerintah dan memberi tanda pada pasar tentang kesempatan bagi pihak lain untuk menghasilkan laba. 2.6.2
Alat Pengukuran Tingkat Profitabilitas Dalam mengukur tingkat profitabilitas perusahaan, terdapat beberapa
metode atau alat analisis yang dapat digunakan perusahaan. Menurut Sartono (2011:113) alat analisis yang digunakan dalam pengukuran terhadap tingkat laba yang diperoleh perusahaan adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan salah satu kelompok analisis rasio keuangan yang menjadi penilaian kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan. Dipertegas juga oleh Fahmi (2011:68) yang menyatakan bahwa:
36
“Rasio profitabilitas mengukur efektivitas manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Semakin baik rasio profitabilitas, maka semakin baik menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan”. Munawir dalam Lukman (2008:22) menjelaskan bahwa analisis laporan
keuangan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dan hasil operasinya. Analisis tersebut terdiri dari penelaahan
hubungan-hubungan dan tendemi atau kecenderungan untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan. Alat analisis yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap tingkat laba yang diperoleh oleh perusahaan adalah: a.
Rasio Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin Ratio) Rasio ini mencerminkan hubungan antara harga, volume dan biaya. Bila
rasio ini dikurangkan terhadap angka 100%, maka akan menunjukkan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya operasi dan laba bersih. Pada perusahaan manufaktur, setiap perubahan marjin laba kotor dapat melibatkan suatu kombinasi perubahan harga jual produk dan tingkat biaya pabrikasi jika produk dibuat sendiri oleh perusahaan. Sedangkan pada perusahaan dagang atau jasa, marjin laba kotor dapat dipengaruhi oleh harga yang dibebankan untuk produk atau jasa yang diberikan dan harga yang dibayar untuk barang yang dibeli dari luar, atau untuk jasa yang diberikan oleh sumber daya internal maupun eksternal. 𝐺𝑟𝑜𝑠𝑠 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 𝑀𝑎𝑟𝑔𝑖𝑛 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 =
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 − 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐺𝑜𝑜𝑑 𝑆𝑜𝑙𝑑 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
37
Rasio marjin laba kotor, juga dikenal sebagai persentase penjualan. Marjin
laba kotor sendiri menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
setelah membayar biaya pokok produksi. Rasio tersebut merupakan ukuran dari
efisiensi sebuah perusahaan menggunakan bahan baku dan tenaga kerja selama
proses produksi. Semakin tinggi nilai rasio marjin laba kotor, semakin efisien perusahaan dalam melaksanakan usahanya.