4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Partikel Dari Gelombang Seperti yang kita ketahui partikel memiliki sifat-sifat, yaitu muatan, massa, dan spin. Tiap-tiap partikel memiliki antipartikelnya yang memiliki muatan yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Dari sifat dualisme gelombang yang mengatakan bahwa
partikel juga memiliki sifat gelombang, tak heran jika partikel memiliki fungsi gelombang, dimana dari fungsi gelombang kita dapat menentukan pergerakan dari partikel tersebut. Berdasarkan bilangan spinnya partikel dibagi menjadi dua bagian yaitu fermion dan boson, dimana partikel fermion yang memiliki spin setengah bilangan bulat yang menggunakan statistik Fermi-Dirac, dan Boson adalah partikel yang memiliki spin bilangan bulat yang mengikuti statistic Bose-Einstein.
Dan jika menggunakan
momentum sudut spin tersebut berarti partikel diklasifikasikan dengan meninjau teorema statistic spin. Dari statistik yang digunakan oleh partikel dapat menentukan kesimetrisan antara dua buah partikel. Suatu partikel dikatakan boson identitas ialah jika ia memiliki bilangan spin bilangan bulat dan fungsi-fungsi gelombang dari kedua partikel tidak berubah ketika saling bertukaran, seperti berikut: ⇔2 ψ 1 →ψ ilangan
Begitu juga suatu partikel dikatakan sebagai fermion identitas jika ia memiliki bilangan spin setengah bulat ganjil dan fungsi-fungsi gelombang dari kedua partikel berubah ketika saling bertukaran, seperti berikut : ⇔2 ψ 1 → −ψ
Berikut fungsi gelombang yang diwakili dengan ψ menggambarkan sifat identitas dari kesimetrisan partikel Fermion identitas
ψ (1,2) = −ψ (2,1)
antisimetris
Boson identitas
ψ (1,2) = ψ (2,1)
simetris
(2.1)
Fungsi gelombang total dari pasangan partikel yang tidak bermuatan dapat dirumuskan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
5
ψ = α (ruang) β (spin) α (ruang ) = ψ (r,θ , φ ) = χ (r)Ylm (θ , φ ) α (ruang ) = ψ (r ,θ , φ ) = χ (r)
(2.2)
(2l + 1)(l − m) m Pl (cos θ )e imφ 4π (l + m)
(2.3)
Dimana α menggambarkan gerakan orbital partikel 1 mengitari partikel laiinnya dan
α dapat dirumuskan sebagai fungsi harmonik bola yang dirumuskan sebagai berikut:
α = Yl m (θ , φ ) Dimana θ dan φ adalah kordinat bola. Perubahan kordinat ruang antara partikel 1 dan partikel 2 (tanpa memperhatikan faktor spin) adalah sebagai berikut:
θ → π −θ
φ →φ +π
(2.5)
Akan menghasilkan persamaan :
α (ruang ) = ψ (r,θ , φ ) = χ (r)Ylm (θ , φ ) α (ruang ) = ψ (r ,θ , φ ) = χ (r)
(2l + 1)(l − m) m Pl (cos θ )e imφ 4π (l + m)
(2.6)
Pada persamaan (2.3)akibat faktor rotasi, maka akan terdapat faktor pengali (-1) l yang diperlihatkan pada persmaan (2.6), jika l bernilai genap maka α bersifat simetris dan sebaliknya jika l bernilai ganjil maka α bersifat antisimetris. Demikian juga dengan fungsi spin β akan bersifat simetris jika spin pararel dan bersifat dan bersifat antisimetris jika spin antipararel. Jika dihubungkan dengan partikel pada persamaan(2.2) maka untuk boson identitas harus memenuhi α dan β bersifat simetris atau antisimetris sedangkan pada fermion identitas α bersifat simetris sedangkan β bersifat antisimetris atau sebaliknya. Jika kedua partikel memiliki muatan, maka persamaan (2.2) menjadi:
ψ = α (ruang ) β ( spin)γ (mua tan atau isospin) Maka untuk boson identitas harus memiliki γ antisimetris dan untuk fermoin identitas maka γ harus simetris.
Universitas Sumatera Utara
6
2.1.1 Efek Foto Listrik Efek fotolistrik adalah terlepasnya elektron dari suatu permukaan (biasanya logam) akibat penyinaran. ketika dikenai, dan menyerap, radiasi elektromagnetik (seperti cahaya tampak dan radiasi ultraungu) yang berada di atas frekuensi ambang tergantung pada jenis permukaan. Istilah lama untuk efek fotolistrik adalah efek Hertz (yang saat ini tidak digunakan lagi). Tidak ada elektron yang dilepaskan oleh radiasi di bawah frekuensi ambang, karena elektron tidak mendapatkan energi yang cukup untuk mengatasi ikatan atom. Elektron yang dipancarkan biasanya disebut fotoelektron dalam banyak buku pelajaran. Efek fotolistrik banyak membantu dualisme gelombang-partikel, dimana sistem fisika (seperti foton dalam kasus ini) dapat menunjukkan kedua sifat dan kelakuan seperti-gelombang dan seperti-partikel, sebuah konsep yang banyak digunakan oleh pencipta mekanika kuantum. Efek fotolistrik dijelaskan secara matematis oleh Albert Einstein yang memperluas kuanta yang dikembangkan oleh Max Planck . Hukum emisi fotolistrik: 1. Untuk logam dan radiasi tertentu, jumlah fotoelektron yang dikeluarkan berbanding lurus dengan intensitas cahaya yg digunakan. 2. Untuk logam tertentu, terdapat frekuensi minimum radiasi. di bawah frekuensi ini fotoelektron tidak bisa dipancarkan. 3. Di atas frekuensi tersebut, energi kinetik yang dipancarkan fotoelektron tidak bergantung pada intensitas cahaya, namun bergantung pada frekuensi cahaya. 4. Perbedaan waktu dari radiasi dan pemancaran fotoelektron sangat kecil, kurang dari 10-9 detik.
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.2
Efek Compton
Pada efek fotolistrik, cahaya dapat dipandang sebagai kuantum energi dengan energi yang diskrit. Kuantum energi tidak dapat digambarkan sebagai gelombang tetapi lebih mendekati bentuk partikel. Partikel cahaya dalam bentuk kuantum dikenal dengan sebutan foton. Pandangan cahaya sebagai foton diperkuat lagi melalui gejala yang dikenal sebagai efek Compton. Jika seberkas sinar-X ditembakkan ke sebuah elektron bebas yang diam, sinar-X akan mengalami perubahan panjang gelombang dimana panjang gelombang sinar-X menjadi lebih besar. Gejala ini dikenal sebagai efek Compton, sesuai dengan nama penemunya, yaitu Arthur Holly Compton. Sinar-X digambarkan sebagai foton yang bertumbukan dengan elektron (seperti halnya dua bola bilyar yang bertumbukan). Elektron bebas yang diam menyerap sebagian energi foton sehingga bergerak ke arah membentuk sudut terhadap arah foton mula-mula. Foton yang menumbuk elektron pun terhambur dengan sudut θ terhadap arah semula dan panjang gelombangnya menjadi lebih besar. Perubahan panjang gelombang foton setelah terhambur dinyatakan sebagai
Dimana m adalah massa diam elektron, c adalah kecepatan cahaya, dan h adalah konstanta Planck.
2.2 Hukum Distribusi Statisitik
Hukum distribusi Maxwell-Bolztmann, Bose-Einstein, dan Fermi-Dirac akan diturunkan di sini. 2.2.1 Ruang Fase
Keadaan sistem partikel pada suatu saat tertentu secara klasik terspesifikasi lengkap jika kedudukan dan momentum setiap partikel pembangunannya diketahui. Karena
Universitas Sumatera Utara
8
kedudukan dan momentum merupakan vektor dengan tiga komponen masing-masing, kita harus mengetahui enam kuantitas X,Y,Z,Px,Py,Pz untuk masing-masing partikel. Kedudukan sebuah partikel ialah suatu titik berkordinat x,y,z dalam ruang tigadimensional yang biasa. Supaya memudahkan kita rambatkan konsep ini dengan membayangkan ruang enam-dimensional; dalam ruang ini setiap titik memeiliki enam kordinat X,Y,Z,Px,Py,Pz. Kombinasi ruang kedudukan dan momentum ini disebut ruang fase. Pengertian ruang fase diperkenalkan supaya kita dapat mengembangkan mekanika statistik dalam keangka geometris, sehingga mengijinkan metoda analisis yang lebih sederhana dan langsung dipakai alih-alih metoda analisis yang setara tetapi sifatnya lebih abstark. Satu titik dalam ruang fase bersesuaian dengan kedudukan dan momentum tertentu, sedangkan titik dalam ruang biasa bersesuaian dengan hanya dengan kedudukan tertentu saja. Jadi setiap partikel terspesifikasi lengkap dengan satu titik dalam ruang fase, dan keadaan suatu sistem partikel bersesuaian dengan distribusi titil dalam ruang fase. Prinsip ketaktentuan memaksa kita untuk menguraikan lebih lanjut apa yang kita maksudkan dengan titik dalam ruang fase. Marilah kita bagi ruang fase menjadi sel
enam-dimensional
yang
kecil-kecil
yang
panjang
sisi
masing-masing
dx,dy,dz,dpx,dpy,dpz. Ketika kita mereduksi ini sel ini, lita mendekati limit titik dalam ruang fase. Namun, volume masing-masing sel ialah: Г = dx dy dz dp x dp y dp z Dan menurut prinsip ketaktentuan dx dp x ≥
h 2
dy dp y ≥
h 2
dz dp z ≥
h 2
Jika kita lihat bahwa h3 Γ ≥ 8
Universitas Sumatera Utara
9
Suatu titik dalam ruang fase sebetulnya suatu sel yang volume minimumnya dalam orde
h3 . Kita harus membayangkan partikel dalam ruang fase terletak dalam sel 8
semacam itu berpusat pada titik x,y,p x ,p y , p z alih-alih tepat pada titik itu. Analisis yang lebih terperinci menunjukkan bahwa masing-masing sel dslsm rung fase sebetulnya bervolume h 3 ; hal ini tidak bertentangan dengan prinsip ketaktentuan, karena h 3 >
h3 8
Pada umumnya, masing-masing sel dalam ruang fase
terdiri dari k kordinat dan k momentum yang menempati volume h k .
Tugas
mekanika statistik ialah menentukan keadaan sistem dengan memeriksa bagaimana partikel pembangun sistem itu mendistribusikan dirinya dalam sel-sel dalam ruang fase. Pengertian titik dengan ukuran infinitesimal dalam ruang fase tidal mempunyai peranan fisis karena melanggar prinsip ketaktentuan, hanya pengertian titik berukuran infinitesimal pada ruang biasa saja atau ruang momentum saja yang dapat diterima secara prinsip kita dapat menetukan kedudukan suatu partikel dengan tepat menurut yang kita inginkan jika kita mau menerima ketaktentuan yang tak terbatas mengenai momentum, atau sebaliknya. 2.2.2 Distribusi Maxwell-Bolztmann
Distribusi statistik Maxwell-boltzmann menggunakan pandangan klasik, dimana sesuai dengan asumsi : 1. Partikel penyusun dapat dibedakan 2. Dalam satu keadaan energy dapat diisi oleh lebih dari satu partikel Salah satu system yang sesuai dengan statistik ini adalah gas ideal dikarenakan sifat sifatnya, yaitu : •
Jarak antar partikel penyusunnya sangat jauh hal ini menyebabkan setiap partikel dapat di bedakan satu terhadap yang lainnya dikarenakan posisinya.
Universitas Sumatera Utara
10
•
Karena tidak menutup kemungkinan setiap partikel penyusun gas ideal bergerak dengan energy yang sama (dengan mengabaikan interaksi antara partikel satu dengan yang lainnya serta terjadi tumbukan lenting sempurna), maka tidak menutup kemungkinan adanya keadaan energy yang sama dimiliki oleh beberapa partikel.
Untuk setiap keadaan energinya, dapat terdegenerasi atau tidak. Sebagai contoh : tinjau 4 partikel terbedakan (a, b, c, d) mempunyai 2 tingkat energy non degenerasi. Tuliskan kemungkinan keadaan energy yang mungkin. Untuk menggambarkannya, buatlah kemungkinan-kemungkinan kombinasi yang mungkin untuk setiap keadaan makro (rincian banyak partikel pada tiap tingkat energy) dan keadaan mikronya (rincian banyak partikel pada tiap keadaan energy). Marilah kita tinjau kumpulan N molekul yang energinya terbatas pada harga
ε 1 , ε 2, ………, ε i , … Energi ini dapat menyatakan keadaan kuantum yang diskrit atau energi rata-rata untuk sederetan selang energi, dan lebih dari satu sel dalam ruang fase bersesuain dengan energi tertentu. Apa yang kita ingin ketahui ialah peluang terbesar dari distribusi molekul diantara berbagai energi yang mungkin. Suatu anggapan dasar dalam mekanika statistik ialah lebih besar bilangan W yang menyatakan banyaknya cara molekul dapat di tata diantara sel dalam ruang fase untuk menghasilkan distribusi molekul dianatara tingkat energi yang berbeda-beda, lebik besar pula peluang distribusi tertsebut. Jadi distribusi berpeluang terbesar ialah distribusi yang bersesuain dengan W maksimum. Langkah kita yang pertama ialah mencari bentuk umum dari W.
Kita anggap bahwa setiap sel dalam ruang fase
berpeluang berpeluang sama untuk ditempati; anggapan ini berkemungkinan besar memang terjadi, tetapi pembultiannya (seperti juga dalam kasus persamaan schrodinger) didapatkan dari kesimpulan mengenai kecocokan dengan hasil eksperimental. Jika terdapat g i sel dengan ε i , banyaknya cara sebuah molekul dapat memiliki energi ε i ialah g i . Banyaknya cara total dua molekul dapat memiliki energi
ε i masing-masing ialah g i 2 , dan banyaknya cara total n i molekul masing-masing berenergi ε i ialah
(g i )ni .
Jadi banyaknya cara N molekul yang didistribusikan
diantara berbagai energi ialah perkalian faktor berbentuk (g i ) , yaitu ni
Universitas Sumatera Utara
11
(g1 )n (g 2 )n (g 3 )n 1
2
3
……
(2.7)
Dengan syarat ∑ ni = n 1 + n 2 + n 3 + .... = N
(2.8)
Persamaan (2.7) tidak sama dengan W, karena kita masih harus memperhitungkan permutasi yang mungkin dari molekul dianatara energi yang berbeda, dengan perkataan lain, N molekul diatur dalam N! urutan yang berbeda. Sebahai contoh jika kita memiliki empat molekul a, b, c, dan d. banyaknya permutasi 4! Sama dengan: 4! = 4 x 3 x 2 x 1 = 24 Namun, jika lebih dari satu molekul boleh menempati satu tingkat energi, mempermutasikan di antara molekul itu tidak berperan dalam situasi ini. Misalnya, jika molekul a,b dan c berada dalam tingkat j, disini tidak apa-apa jika kita menyatakannya sebagai abc, acb, bac, cab, atau cba; keenam distribusi ini setara, karena semuanya menyatakan fakta bahwa n j = 3. Jadi n i molekul dalam tingkat –i memberi konstribusi (sumbangan) n i ! permutasi tak relevan. Jika ada n 1 molekul dalam tingkat 1, n 2 molekul dalam tingkat 2, dan sebagainya, maka terdapat n 1 !n 2 !....permutasi tak relevan. Apa yang kita inginkan ialah N! permutasi yang mungkin dibagi dengan banyaknya permutasi yang tak-relevan, atau
N! n1!n 2 !n3 !....
(2.9)
Banyaknya cara N molekul dapat didistribusikan diantara tingkat energi yang dihasilkan persamaan (2.7) dan (2.9) W=
( ) (g ) (g )
N! g n1!n 2 !n3 !.... 1
n1
n2
2
n3
3
(2.10)
Yang harus kita lakukan sekarang ialah menentukan distribusi mana yang berpeluang terbesar, yaitu distribusi yang mengkasilkan harga W terbesar. Langkah kita yang pertama ialah mendapatkan aproksimasi analitis yang memadai untuk faktorial dari suatu bilangan besar. Kita perhatikan, karena n i = n(n-1)(n-2)....... logaritma natural dari n! ialah ln n! = ln2 + ln3 + ln4…..+ ln(n-1) + ln n
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar (I-i ) ialah plot ln n terhadap n. Luas dibawah kurva malar dari ln n menjadi tak terbedakan, kita dapat mendapatkan ln n! hanya dengan mengintegrasi ln n dari n = 1 hingga n = n; n
∫
Ln n! =
ln n dn
1
= n ln n – n + 1
(y) ln5 ln4 ln3 ln 2 0
1
2
3
4
5
6
7
8
(n)
(gambar 2.1) Luas dibawah kurva tangga ialah ln n! Jika n sangat besar, kurva malar merupakan aproksimasi yang baik dari kurva tangga, dan ln n! Dapat dicari dengan integrasi ln n dari n = 1 hingga n = n
Karena kita anggap n > 1, kita dapat mengabaikan 1 dalam hasil atas, dan kita peroleh Ln n! = n ln n – n
n >> 1
(2.11)
Persamaan diatas dikenal sebagai rumus strilling. Logaritma natural persamaan (2.10) adalah: Ln W = ln N! -
∑ ln n ! + ∑ n i
i
ln g j
Rumus strilling memungkinkan kita untuk menulis persamaan itu menjadi Ln W = N ln N – N Karena
∑n
i
∑n
i
ln n i + ∑ n i + ∑ n i ln g j
=N
ln W = N ln N -
∑n
i
ln n i + ∑ n i ln g j
(2.12)
Kita mempunyai persamaan untuk ln W alih-alih W sendiri, tetapi ini tidakmerupakan penghalang karena: (ln W )max = ln Wmax
Universitas Sumatera Utara
13
Persyaratan supaya suatu distribusi berpeluang terbesar ialah perubahan kecil
δni pada setiap n i tidak mempengaruhi harga W. Jika perubahan ln W bersesuaian dengan perubahan n i yaitu δni ialah δ ln W , dari persamaan (2,12) kita dapatkan.
δ ln W = -
∑n δ i
ln n i -
∑ ln n
i
δni +
∑ ln g δn
i
=0
(2.13)
Karena N ln N konstan. Sekarang
δ ln n i =
1 δni ni
Sehingga
∑n δ i
∑ δn
ln n i =
i
Karena banyaknya molekul total konstan, jumlah
∑ δn
i
untuk semua perubahan
banyaknya molekul tiap-tiap tingkat energi harus 0, ini berarti
∑n δ i
ln n i = 0
Jadi persamaan (2.14) menjadi: - ∑ ln ni δni +
∑ ln g δn i
i
=0
(2.14)
Persamaan (2.14) harus dipenuhi oleh distribusi molekul antara tingkat energi, yang berpeluang terbesar, namun persamaan itu. kekalahan jumlah partikel
∑n
i
Kita harus memperhitungkan
= n 1 + n 2 + n 3 + …….= N
Dan kekekalan energi,
∑n ε
1 1
= n1ε 1 + n 2 ε 2 + n 3ε 3 + .......... = E
(2.15)
Dengan E menyatakan energi total kumpulan molekul itu. Akibatnya variasi δn1 ,
δn 2 ,……. Dari jumlah molekul masing-masing tingkat energi tidak bebas satu terhadap lainnya tetapi harus memenuhi hubungan
∑ δn = δn + δn + δn ∑ ε δn = ε δn + ε δn i
i
1
i
2
i
i
2
3
+ ..... = 0
(2.16)
2
+ ε 3δn3 + ....... = 0
(2.17)
Untuk memasukkan persyaratan δni tersebut dalam persamaan (2,14), kita memakai metoda pengali tak tertentu Lagrange yang merupakan alat matematis yang memudahkan. Yang harus kita lakukan ialah mengalikan persamaan (2.16) dengan -
α dan persamaan (2.17) dengan - β , dengan α dan β merupakan kuantitas yang
Universitas Sumatera Utara
14
bebas dari n i , dan menambahkannya pada persamaan (2.14) kita dapatkan hailnya sebagai berikut:
∑ (ln n
i
+ ln g i − α − βε i )δni = 0
(2.18)
Dalam masing-masing persamaan yang harus dijumlahkan menjadi persamaan (2.18) variasi δni secara efektif merupakan variabel bebas. Supaya persamaan (2.18) di penuhi, kuantitas dalam tanda kurung harus 0 untuk setiap harga I, jadi -
ln n i + ln g i - α - βε i = 0
sehingga kita dapatkan hukum distribusi Maxwell-Boltzmann n i = g i e −α e − βε
(2.19)
Rumus ini memberi banyaknya molekul n i yang memiliki energi ε i dinyatakan dalam banyaknya sel dalam ruang fase g i yang memiliki energi ε i dan kuantitas α serta β . Kuantitas e −α e − βε dalam persamaan (2.19) menjadi fungsi distribusi Ae −εkT dari persamaan e α = A , suatu cara untuk menulis e −α , dan jika β = 1/kT. Hubungan yang terakhir ini dapat diturunkan dengan memberi syarat bahwa energi interanal total dari sebuah sistem dari N molekul pada temperature mutlak T ialah
3 NkT. 2
2.2.3 Distribusi Bose-Einstein
Dasar pembeda antara statistika Maxwell-Boltzmann dan statistika Bose-Einstein ialah yang terdahulu mengatur partikel identik yang dapat dibedakan dengan suatu cara tertentu, sedangkan yang mengatur partikel identik yang tidak dapat dibedakan, walaupun partikel itu dapat dicacah. Dalam statistika Bose-Einstein, semua keadaan kuantum dianggap berpeluang sama untuk di Partikel pembatas
2
0
1
3
6
2
2
0
1
2
1
(gambar 2.2)
Universitas Sumatera Utara
15
Banyaknya partikel tak terbedakan = ni = 20 Banyaknya pembatas = g i - 1 = 11 Banyaknya sel g i = 12
Sehingga g i menyatakan banyaknya keadaan yang memiliki energi sama ε i . Setiap keadaan kuantum bersesuain dengan satu sel dalam ruang fase, dan langkah kita yang pertama ialah menetukan banyaknya cara n i
partikel tak terbedakan dapat
didistribusikan dalam sel g i . Untuk mencarinya, kita anggap deretan n i + g i - 1 benda yang diletakkan dalam gambar (I-ii) . Kita perhatikan bahwa g i - 1 benda dapat dianggap sebagai pembatas yang memisahkan g i selang, sedangkan seluruh deretan mengambarkan n i partikel yang diatur dalam g i sel. Dalam gambar itu g i = 12 dan n i = 20; 11 pembatas memisahkan 20 partikel menjadi 12 sel. Sel pertama berisi dua partikel, yang kedua tidak ada, yang ketiga satu partikel, yang keempat tiga partikel, dan seterusnya. Terdapat (n i + g i - 1)! Permutasi n i partikel diantara mereka dan (g i -1)! Permutasi dari g i - 1 pembatas yang tidak mempengaruhi distribusi dan tak relevan.
Jadi
terdapat (ni + g i − 1)! ni !( g i − 1)!
Pengaturan yang berbeda mungkin dari n i partikel tak terbedakan diantara g i sel. Banyaknya cara W supaya N partikel dapat didistribusikan ialah perkalian W= Π
(ni + g i − 1)! ni !( g i − 1)!
(2.20)
Dari banyaknya pengaturan yang berbeda dari partikel diantara keadaan yang memiliki energi tertentu. Kita anggap (n i + g i ) >> 1 Sehingga (n i + g i - 1) dapat diganti dengan (n i + g i ), dan dianggap mengambil logaritma natural dari persamaan (2.20) didapatkan ln W =
∑ [ln(n
i
+ g i )!− ln ni !− ln( g i − 1)!]
Rumus Strilling ln n! = n ln n – n memperbolehkan kita untuk menulis ln W sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
16
∑ [(n
Ln W =
i
+ g i ) ln(ni + g i ) − ni ln ni − ln( g i − 1)!− g i ]
(2.21)
Persyaratan supaya distribusi ini berpeluang terbesar ialah perubahan kecil δni dalam setiap n i individual tidak mempengaruhi harga W. Jika perubahan ln W yaitu δ ln W terjadi ketika n i berubah dengan δni , persyaratan tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
δ ln Wmax = 0 Jadi, jika W dari persamaan (2.21) menyatakan maksimum maka:
δ ln Wmax =
∑ [ln(n
i
+ g i ) − ln ni ]δni = 0
Disini kita telah membahas fakta 1 n
δ ln n = δn
(2.22)
Seperti sebelumnya kita memasukkan kekekalan jumlah partikel dengan menyatakan dalam bentuk
∑ δn
=0
i
Dan kekekalan energi, dalam bentuk
∑ ε δn i
=0
i
Dengan mengalikan persamaan yang terdahulu dengan - α dan yang kemudian - β dan menambahkannya pada persamaan δ ln Wmax =
∑ [ln(n
i
+ g i ) − ln ni ]δni = 0
kita dapatkan:
∑ [ln(n
i
+ g i ) − ln ni − α − βε i ] δni = 0
Karena secara efektif δni bebas, maka kuantitas dalam tanda kurung harus nol untuk setiap harga i. Jadi Ln
ni + g i − α − βε i = 0 ni
1+
gi = eα e β ni
Dan
ni =
gi
(2.23)
e e βε i − 1 α
karena β = -1/kT, maka kita dapatkan hokum distribusi Bose-einstein
Universitas Sumatera Utara
17
ni =
gi α
e e
ε i / /kT
(2.24)
−1
2.2.4 Distribusi Fermi-Dirac
Statistika Fermi-Dirac berlaku untuk partikel takterbedakan yang diatur oleh prinsip eksklusi. Penurunan kita mengenai hokum distribusi Fermi-Dirac akan sejajar denagn hokum distribusi Bose-Einstein kecuali sekarang setiap (yaitu, keadaan kuantum) dapat diisi paling banyak 1 partikel. Jika ada g i sel yang berenergi sama ε i dan ada n i partikel, maka n i sel terisi dan (g i - ni )! Permutasi sel kosong di antara mereka yang tak relevan karena sel itu tidak ada isinya. Jadi banyaknya pengaturan partikel diantara sel ialah gi! ni ( g i − ni )!
Peluang W dari seluruh distribusi partikel ialah perkalian W= Π
gi! ni ( g i − ni )!
(2.25)
Dengan mengambil logaritma natural dari kedua ruas, ln W =
∑ [ln g !− ln n !− ln( g i
i
i
− ni )!]
(2.26)
kemudian dengan memakai rumus stirling ln n! = n ln n-n, kita dapat menulisnya dalam bentuk ln W =
∑[g
i
ln g i !−ni ln ni − ( g i − ni ) ln( g i − ni )]
(2.27)
supaya distribusi ini menyatakan peluang terbesar, perubahan kecil δni dari setiap n i individual harus tidak berubah W. Jadi
δ ln Wmax =
∑ [− ln n
i
+ ln( g1 − n1 )]δni = 0
(2.28)
Kita memperhitungkan kekekalan jumlah partikel dan kekekalan energi dengan menambahkan - α ∑ δni = 0 Dan - β ∑ ε i δni = 0 Dari persamaan (2.28) maka diperoleh
Universitas Sumatera Utara
18
∑ [− ln n
+ ln( g i − ni ) − α − βε i ]δni = 0
i
(2.29)
Karena δni secara efektif bebas, kuantitas dalam tanda kurung harus nol untuk setiap I, sehingga ln
g i − ni − α − βε i = 0 ni
ln
g i − ni = ln e α - βε i ni
gi −1 = eα − βε i ni gi = eα − βε i + 1 ni gi = ni (eα + βε i + 1) ni =
gi
α + βε i
e
+1
subsitusi β = −1 / kT , dan α = ε f / kT
ni =
gi α
e e
ε i / kT
(2.30)
+1
2.2.5 Fungsi Gelombang
Kuantitas variabel yang memeberi karakterisasi de Broglie disebut fungsi gelombang yang diberi lambang ψ (huruf yunani psi). Harga fungsi gelombang yang berkaitan dengan sebuah benda bergerak pada suatu titik tertentu x,y,z dalam ruang pada saat t berpautan dengan peluang untuk mendapatkan benda tersebut di tempat tersebut pada saat t, namun ψ sendiri tidak mempunyai arti fisis langsung. Terdapat alasan yang sederhana mengapa ψ tidak dapat langsung ditafsirkan berdasarkan eksperimen. Peluang (kemungkinan) P bahwa sesuatu berada di suatu tempat pada suatu saat mempunyai harga diantara dua batas: 0 yang bersesuain dengan absennya, dan 1 bersesuaian dengan kehadirannya. Peluang 0,2 misalnya, menyatakan 20% untuk mendapatkan benda itu, namun amplitudo suatu gelombang dapat berharga negative tidak mempunyai arti.
Jadi ψ itu sendiri tidak bias merupakan kuantitas yang
teramati.
Universitas Sumatera Utara
19
2
Keberatan tersebut tidak berlaku untuk ψ , kuadrat dari harga mutlak fungsi gelombang yang dikenal sebagai kerapatan peluang.
Peluang untuk secara
eksperimental mendapatkan benda yang diberikan oleh fungsi gelombang ψ pada titik x,y,z pada saat t berbanding lurus dengan harga ψ
ψ
2
2
di tempat itu pada saat t. Harga
yang besar menyatakan peluang yang besar untuk mendapatkan benda itu.
Selama ψ
2
tidak nol, terdapat peluang tertentu untuk mendapatkan benda tersebut
disitu. Pada pihak lain, bila eksperimennya berkaitan dengan banyak benda identik yang semuanya diberikan dengan fungsi gelombang yang sama ψ , kerapatan yang 2
sebenarnya dari benda itu di x,y,z pada saat t berbanding dengan harga ψ .
Panjang-panjang gelombang de Broglie yang berkaitan dengan sebuah benda bergerak dinyatakan dengan rumus sederhana
λ=
h mv
Menentukan amplitude ψ sebagai fungsi kedudukan dan waktu biasanya merupakan persoalan sulit. Pada kejadian dengan fungsi gelombang ψ kompleks dengan bagian nyata (real) dan khayal!(imaginer) nya tidak nol, kerapatan peluang dinyatakan dengan perkalian ψ *ψ dari konjugate ψ kompleks ψ *. Konjugate kompleks suatu fungsi diperoleh dengan mengganti I = ( − 1 ) dengan –i bilamana huruf itu muncul dalam fungsi gelombang. Setiap fungsi kompleks ψ dapat ditulis dalam bentuk
ψ = A + iB Dengan A dan B menyatakan fungsi real. Konjugate kompleks ψ * dapat ditulis dalam bentuk :
ψ * = A – iy Sehingga
ψ *ψ = A 2 - i 2 y 2 = A 2 + y 2 Karena i 2 = -1. Jadi ψ *ψ selalu merupakan kuantitas real positip.
Universitas Sumatera Utara
20
2.2.6 Asas Larangan Pauli Asas larangan pauli secara sederhana didefenisikan sebagai berikut: Dua electron dalam sebuah atom tidak boleh memiliki himpunan bilangan kuantum (n,l,m l ,m s ) yang sama. Asas larangan Pauli merupakan aturan paling penting yang mengatur structure atom, dan kajian terhadap sifat-sifat atom hanya akan berhasil melalui pemahaman secara mendalam terhadap asas ini. Marilah kita ilustrasikan bagaimana asas Pauli bekerja bekerja dalam kasus atom helium (z = 2). Elektron pertama pada helium, pada keadaan dasar, memiliki himpunan bilangan kuantum n = 1, l = 0, m l = 0, m s = + ½ atau - ½. Elektron kedua dapat memiliki n, l, m l yang sama tapi tidak dapat memiliki m s yang sama, karena bila terjadi demikian, asas laranga pauli dilanggar.
Jadi, bila electron pertama
memiliki m s = + ½ , electron kedua harus memiliki m s = - ½. Sekarang, andaikan kita sedang menyusun sebuah atom litium (Z = 3). Seperti pada atom helium, kedua electron pertama akan memeiliki himpunan bilangan kuantum (n,l,m l ,m s ) =(1,0,0,+1/2) dan (1,0,0,-1/2). Menurut asas larangan Pauli, electron ketiga tidak boleh memiliki himpunan bilangan kuantum yang sama seperti kedua electron yang pertama tadi. Akibatnya, ia tidak menempati tingkat n = 1, karena hanya ada dua himpunan bilangan kuantum berbeda yang tersedia pada tingkat n = 1, sedangkan keduanya telah digunakan. Oleh karena itu, elektron ketiga harus pergi ke tingkat n = 2. Pengalaman menunjukkan bahwa tingkat berikut dari kedua tingkat n = 2 (2s atau 2p) yang tersedia adalh tingkat 2s, karena itu electron ketiga dapat memiliki himpunan bilangan kuantum (n,l,m l ,m s ) =(2,0,0,+1/2) dan (2,0,0,-1/2), electron keempat, dalam kasus atom berilium (Z= 4), akan memiliki nilai n,l, m s yang sama tetapi m s yang berlawanan dari yang dimiliki electron ketiga. Ketika kita mencapai atom boron, dengan Z = 5, electron kelima tidak lagi dapat menempati keadaan 2s, karena kita telah menempatkan kedua himpunan bilangan kuantum yang numgkin pada tempat itu; elektron kelima dengan demikian pergi kesalah satu dari subtingkat 2p. Oleh karena itu, dapatlah kita perkirakan bahwa sifat boron, dengan tambahan satu electron 2p, akan berbeda dari sifat atom litium berilium, yang hanya memiliki electron 2s.
Universitas Sumatera Utara
21
Oleh karena itu suatu ketidakpastian ∆k dalam jumlah gelombang pada-pada gelombang de Broglie berhubungan dengan hasil-hasil partikel dalam suatu ketidakpastian ∆p dalam momentum partikel menurut rumus ∆p =
h∆k 2π
Karena ∆x∆k ≥ ∆x∆p ≥
1 , maka 2
∆k ≥
1 dan 2∆x
h 4π
Persamaan ini merupakan salah satu bentuk prinsip ketaktentuan ini menyatakan perkalian ketaktentuan kedudukan benda ∆x pada suatu saat dan ketaktentuan komponen komponen momentum dalam arah x atau ∆p pada saat yang sama lebih besar sama dengan
h . Ketaktentuan ini bukan ditimbulkan oleh alat yang kuran 4π
baik melainkan ditimbulkan oleh sifat ketaktentuan alamiah dari kuantitas yang tersangkut ketaktentuan instrumental atau statistic. Kuantitas
h sering muncul dari 2π
fisika modern, karena ternyata kuantitas itu merupakan satuan dasar dari momentum sudut atau disingkat dengan
h =
h dengan lambang h 2π
h = 1,504 x 10 −34 J.s 2π
Selanjutnya kita akan memakai h sebagai pengganti dari
h dinyatakan dalam h 2π
prinsip ketaktentuan menjadi
∆x∆p ≥
h 2
Universitas Sumatera Utara