BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perencanaan Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan yang
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahaan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik (negara). Bagi negara pajak merupakan salah satu sumber penerimaan penting untuk membiayai pengeluaran negara, sedangkan bagi perusahaan pajak merupakan beban yang mengurangi laba bersih sehingga mendorong dilakukannya manajemen pajak. Perencanaan pajak merupakan suatu langkah awal dari manajemen perpajakan (Suandy, 2011:6). Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dalam buku “Manajemen Perpajakan” dinyatakan bahwa, “Perencanaan pajak (tax planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial” (Zain, 2008:43).
18
19
Menurut Suandy (2011:8), perencanaan pajak adalah proses pengambilan faktor pajak yang relevan dan faktor nonpajak yang material untuk menentukan:
a. b. c. d.
apakah; kapan; bagaimana; dan dengan siapa (pihak mana) dilakukan transaksi, operasi, dan hubungan dagang yang memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah mungkin dan sejalan dengan tercapainya tujuan perusahaan.
Perencanaan pajak bertujuan untuk mengefisiensi beban pajak dengan
tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak yang minimal yang merupakan hasil penghematan pajak atau penghindaran pajak. Dalam perencanaan pajak, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Adapun pengertian penghematan pajak adalah sebagai berikut. “Cara lain untuk mengefisiensikan beban pajak adalah melalui penghematan pajak (tax saving), yaitu suatu cara yang dilakukan oleh wajib pajak mengelakkan utang pajaknya dengan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya atau pajak penjualannya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar. Dalam hal ini, aparat perpajakan tidak dapat berbuat apa-apa, karena hal tersebut berada diluar ruang lingkup pemajakan” (Zain, 2008:50). Sedangkan penghindaran pajak adalah cara mengurangi yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak (Robert H. Anderson dalam Zain, 2008:50). Suandy (2011:13) dalam buku Perencanaan Pajak menjelaskan bahwa,
20
“Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return), karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam proses operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah....”
Pengambilan keputusan merupakan proses mengevaluasi beberapa alternatif yang tersedia. Dalam hal ini, Zain (2008:71) menjelaskan bahwa ditinjau dari segi
perpajakan alternatif tersebut, pada umumnya menyangkut masalah keuntungan
dan biaya, dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh kepada alternatif yang menjanjikan keuntungan dan biaya, dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh kepada alternatif yang menjanjikan keuntungan yang tebesar. Tujuan perencanaan pajak yang paling utama adalah untuk mencari berbagai kemungkinan yang dapat ditempuh oleh perusahaan pada umumnya agar dalam konteks peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku, perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah yang paling kecil. 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (Suandy, 2011:9) yaitu: 1. tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat wajib pajak merupakan resiko (tax risk) yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tesebut. 2. Secara bisnis masuk akal, karena perecanaan pajak itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan itu sendiri. 3. Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian, faktur dan juga perlakuan akuntansinya.
21
Gambaran Umun Aset Tetap
2.2 2.2.1
Pengertian Aset Tetap Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) yang merupakan pengganti PSAK No.
16 (1994) tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain serta PSAK No. 17 (1994)
tentang Akuntansi Penyusutan, yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang:
(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Beberapa perubahan mendasar dari PSAK 16 (2007) dibandingkan
dengan PSAK 16 (1994) diantaranya adalah : 1. PSAK No. 17 (1994) tentang Akuntansi Penyusutan dihilangkan dan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap. 2. Penggantian penggunaan istilah “Aktiva” menjadi “Aset” dalam seluruh PSAK. Aset tetap merupakan sumber-sumber ekonomi yang digunakan dalam operasi perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang meliputi tanah, bangunan, kendaraan, mesin, dan peralatan lainnya. Aset tetap merupakan salah satu bentuk kekayaan perusahaan yang berupa sumber ekonomi untuk menciptakan pendapatan. Aset tetap tersebut keberadaannya sangat diperlukan karena sebagai syarat mutlak untuk mencapai tujuan perusahaan. Sejalan dengan hal tersebut, Waluyo (2008:82) menjelaskan
22
bahwa suatu benda berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai aset tetap sesuai ketentuan akuntansi komersial apabila:
1. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan, dan
2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal.
Biaya perolehan aset tetap menurut PSAK Nomor 16 Revisi Tahun 2007
Manna dan Fahri (2009) meliputi: dalam
1. Biaya perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi dengan diskon pembelian dan potongan lain 2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: a. Biaya persiapan tempat b. Biaya penanganan dan penyerahan awal c. Biaya perakitan dan instalasi d. Biaya pengujian aset apakah dapat beroperasi dengan baik, setelah dikurangi hasil penjualan dari produk yang dihasilkan atas pengujian tersebut e. Komisi profesional seperti arsitek dan insinyur 3. Estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Dalam hal perpajakan, aset tetap didefinisikan sebagai harta berwujud diperoleh dalam bentuk siap atau dibangun sendiri dan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Dimiliki dan digunakan dalam usaha atau yang dimiliki utnuk mendapatkan, menagih dan memelihara peghasilan, dengan suatu masa manfaat yang lebih dari satu tahun. 2. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan normal.
23
Ketentuan perpajakan mengelompokkan aset tetap menjadi 2 kelompok
yaitu aset tetap berwujud yang tidak dapat disusutkan (nondepreciable assets)
seperti tanah, dan aset tetap berwujud yang dapat disusutkan (depreciable assets)
seperti bangunan, mesin, kendaraan dan peralatan yang lain.
2.2.2
Penyusutan Aset Tetap PSAK
No.17
(2007)
dalam
Waluyo
(2008:93)
mendefinisikan
Penyusutan sebagai alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat dari aset tetap akan semakin berkurang. Aset tetap disusutkan secara bertahap selama masa manfaat dari aset tersebut. Tidak semua aset tetap dilakukan penyusutan, oleh karena itu terdapat beberapa karakteristik dari aset tetap yang dapat disusutkan. Beberapa karakteristik dari aset tetap yang dijelaskan oleh Waluyo (2008:92) antara lain: 1. diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi; 2. memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan 3. ditahan oleh suatu perusahaan yang digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa utnuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi. Praktik akuntansi komersial umumnya mengenal beberapa metode penyusutan seperti:
Berdasarkan waktu (metode garis lurus, metode pembebanan menurun, metode jumlah angka tahun, dan metode saldo menurun atau saldo menurun ganda.
24
produksi)
Berdasarkan penggunaan (metode jam jasa dan metode satuan
Berdasarkan kriteria yang lain (metode berdasarkan jenis dan kelompok serta metode anuitas dan sistem persediaan).
Dalam praktik fiskal, penyusutan termasuk ke dalam biaya yang boleh
dibebankan (deductible expense) sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta
yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut (Undang-Undang No 36 Tahun 2008 pasal 11). Dalam buku “Perpajakan” dinyatakan bahwa, “Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja” (Mardiasmo:151) Metode penyusutan yang dikemukakan Mardiasmo juga diatur dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2008 pasal 11 ayat 1 dan 2. Metode garis lurus (straight line method) merupakan metode yang paling sederhana dan paling banyak digunakan. Dalam metode ini, besarnya penyusutan sama setiap tahunnya. Perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut.
𝐩𝐞𝐧𝐲𝐮𝐬𝐮𝐭𝐚𝐧 =
𝐇𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐏𝐞𝐫𝐨𝐥𝐞𝐡𝐚𝐧−𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐒𝐢𝐬𝐚 𝐓𝐚𝐤𝐬𝐢𝐫𝐚𝐧 𝐔𝐦𝐮𝐫 𝐄𝐤𝐨𝐧𝐨𝐦𝐢𝐬
25
Sedangkan dalam metode saldo menurun, besarnya penyusutan semakin
lama menjadi lebih kecil dari tahun ke tahun, dengan dasar pemikiran bahwa
kapasitas aset tetap dalam memberikan jasanya dari tahun ke tahun semakin menurun. Penyusutan dihitung dengan mengalikan tarif ke dasar perhitungan penyusutan. Tarif depresiasi berdasarkan metode saldo menurun adalah dua kali tarif penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus tanpa memerhatikan
nilai residu. Dasar Penghitungan Penyusutan metode saldo menurun sama dengan Sisa Nilai Buku Awal Periode. Rumus penyusutan dengan menggunakan metode declining balance method adalah sebagai berikut. Penyusutan = tarif penyusutan x Sisa Nilai Buku Awal Periode Metode mana yang akan dipakai tergantung pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan dengan taat asas. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa metode yang dipilih harus diterapkan terhadap seluruh kelompok harta. Mengenai kelompok harta berwujud, metode dan tarif penyusutan berdasarakan peraturan perpajakan dapat dilihat dalam tabel 2.1.
26
Tabel 2.1
Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Harta Berwujud Berdasarkan Ketentuan Perpajakan
Tarif Penyusutan sebagaimana Kelompok Harta Berwujud
Masa Manfaat
dimaksud dalam Ayat (1)
Ayat (2)
I. Bukan bangunan
Kelompok 1
4 tahun
25%
50%
Kelompok 2
8 tahun
12,5%
25%
Kelompok 3
16 tahun
6,25%
12,5%
Kelompok 4
20 tahun
5%
10%
20 tahun
5%
II. Bangunan Tidak Permanen
10 tahun 10% Permanen Sumber: Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan pasal 11 (6)
Adapun jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.03/2009 dapat dilihat pada lampiran 1.
2.3
Alternatif Sumber Pembiayaan dalam Perolehan Aset Tetap Gunadi (2009:56) menjelaskan bahwa aktiva tetap (berdasarkan PSAK 16
saat ini disebut aset tetap) dapat diperoleh dengan berbagai cara seperti melalui pembelian (tunai, kredit atau angsuran), capital lease, pertukaran (sekuritas atau aktiva lain), sebagai penyertaan modal, pembangunan sendiri, hibah atau pemberian, dan penyerahan karena selesainya masa kontrak bangun-guna serah (built-operate and transfer). Perolehan aset tetap dengan pembiayaan melalui
27
pembelian dengan dana tunai, pembelian dengan dana kredit dan pembelian melalui leasing dengan hak opsi merupakan alternatif sumber pembiayaan dalam
perolehan aset tetap yang sering digunakan. Ketiga alternatif dalam perolehan aset
tetap memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda terkait dengan masalah
perpajakan. Perbedaan tersebut terlihat dalam besarnya biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada masing-masing alternatif.
2.3.1
Perolehan Aset Tetap melalui Pembiayaan secara Tunai Pembiayaan aset tetap secara tunai merupakan salah satu jenis
pembiayaan dengan memanfaatkan kas atau uang tunai yang dapat dipakai oleh suatu perusahaan. Pembiayaan secara tunai dilakukan dengan memperhatikan posisi saldo kas minimum sehingga tidak mengganggu posisi kas yang digunakan untuk biaya operasional jangka pendek. Gunadi (2009:57) menjelaskan bahwa Aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai dicatat dengan sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi untuk menempatkan aset itu pada kondisi dan tempat yang siap dipergunakan. Nilai aset tetap yang dimiliki melalui pembiayaan tunai adalah sebesar total pengeluaran uang sampai dengan aset tesebut siap untuk dipakai yang antara lain bisa terdiri dari: Harga faktur (dikurangi potongan jika ada), ongkos angkut, biaya asuransi selama dalam perjalanan, biaya pemasangan, biaya percobaan dan biaya lainnya.
28
2.3.2
Perlakuan Pajak atas Alternatif Pembiayaan Tunai Dengan pembiayaan secara tunai maka jumlah yang dapat dibiayakan
dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutannya
dan juga biaya asuransi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.36 Tahun
2008 pasal 6 ayat 1. Besarnya biaya penyusutan ditentukan oleh metode penyusutan dan umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan dapat dilihat pada tabel 2.1 pada halaman sebelumnya. yang
2.3.3
Perolehan Aset Tetap melalui Pembiayaan secara Kredit Pembiayaan aset tetap secara kredit merupakan salah satu jenis
pembiayaan dengan memanfaatkan dana pinjaman atau sering disebut dengan istilah kredit yang berasal dari lembaga keuangan. Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa, “kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan” (Bastian dan Suhardjono, 2006:248). Pembiayaan secara kredit dilakukan melalui lembaga keuangan yang sanggup memberikan pinjaman kepada perusahaan. Pinjaman secara kredit tersebut biasanya memerlukan adanya jaminan. Kredit berdasarkan jangka waktu pengembalian dapat dibedakan menjadi kredit jangka pendek (jangka waktu pengembalian kurang dari satu tahun) dan kredit jangka panjang (jangka waktu pengembalian lebih dari satu tahun).
29
Dalam alternatif pembiayaan ini, nilai aset tetap yang yang diperoleh adalah
sebesar nilai tunainya. Sedangkan selisih nilai tunai dengan jumlah yang dibayar (harga
kredit) dicatat sebagai biaya bunga. pembelian
2.3.4 Perlakuan Pajak atas Alternatif Pembiayaan Kredit
jika perusahaan melakukan pembelian aset tetap dengan dana pinjaman
(kredit) dari bank, maka jumlah yang dibebankan sebagai biaya dalam rangka
menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar biaya penyusutan, biaya bunga atas pinjaman yang dihitung berdasarkan tingkat bunga yang berlaku, biaya asuransi, ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan penyelesaian kredit (pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No.36 Tahun 2008). Besarnya biaya penyusutan dalam alternatif ini sama dengan perolehan aset tetap melalui pembelian dengan dana tunai. Biaya bunga pinjaman dan biaya administrasi bank hanya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam periode atau tahun pajak dimana Wajib Pajak menikmati atau memperoleh manfaat dari biaya-biaya tersebut. Biaya bunga dihitung bedasarkan suku bunga yang berlaku atau suku bunga yang telah ditetapkan oleh perusahaan pemberi kredit.
2.3.5
Perolehan Aset Tetap melalui Pembiayaan secara Leasing Sewa Guna Usaha (Leasing) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
No. 1169/KMK.01/1991 pasal 1 (a) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance
30
lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
Dalam leasing terdapat dua pihak yang berkepentingan yaitu lessor sebagai pihak
yang memiliki barang sebagai objek perjanjian leasing dan lessee sebagai pihak
yang akan memakai barang sewa. Lessee ini adalah pemilik barang yang secara ekonomis bertanggung jawab terhadap perawatan barang, asuransi, serta hal-hal berkenaan dengan pengoperasian barang. yang
Adapun kriteria dari finance lease atau sewa guna usaha dengan hak opsi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 pasal 3 yaitu: a. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor; b. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan; c. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Dari kriteria yang dijelaskan diatas, sewa guna usaha dengan hak opsi merupakan salah satu alternatif perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana untuk perencanaan pajak. Dalam paragraf 16 PSAK No.30 tentang Sewa, dijelaskan bahwa pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan. Dalam praktek komersial,
31
penyusutan dilakukan pada saat diperolehnya aset tersebut atau pada awal masa sewa yaitu tanggal saat lessee mulai berhak untuk menggunakan aset sewaan.
2.3.6
Perlakuan Pajak atas Alternatif Pembiayaan Leasing Sebagaimana
diatur
dalam
Keputusan
Menteri
Keuangan
No.1169/KMK.01/1991 pasal 16 (1) Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee finance lease adalah sebagai berikut : dalam
a. selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli; b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan; c. pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 Keputusan ini; d. dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.
32
Sebagai tambahan dalam pasal 16 (2), Lessee tidak memotong Pajak
Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau
terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi. Dalam buku “Akuntansi Pajak Lanjutan” dijelaskan bahwa :
Penyusutan atas aktiva yang disewa-usahakan akan dilakukan oleh lesse, sedangkan secara ketentuan perpajakan, yang diakui sebagai biaya oleh lesse adalah setelah masa angsuran leasing selesai, dan hak opsi sudah digunakan oleh lesse. Sedangkan apabila lesse secara komersial telah membebankannya sebagai biaya atas penyusutan sejak diperolehnya aktiva maka harus dilakukan koreksi fiskal (Muljono dan Wicaksono, 2009:145). Perbedaan antara praktik akuntansi komersial dan akuntansi fiskal
terutama menyangkut biaya menyebabkan diperlukan adanya koreksi fiskal positif terhadap laporan keuangan komersial guna menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan terhutang. Dalam praktik akuntansi komersial, Wajib Pajak dapat memperhitungkan pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan untuk mendapat, menagih atau memelihara pendapatan. Sedangkan dalam praktik fiskal, biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak adalah biaya yang berkaitan langsung dengan kegiatan perusahaan yang digunakan untuk mendapat, menagih atau memelihara pendapatan. Tabel 2.2 dibawah ini memperlihatkan ringkasan perbedaan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto antara alternatif pembelian tunai, kredit dan juga leasing dengan hak opsi.
33
Tabel 2.2
Perbedaan Biaya yang dapat Dikurangkan dalam Penghasilan Bruto antara
Alternatif Pembiayaan Tunai, Kredit dan Leasing dengan hak opsi
Alternatif Pembiayaan dalam memperoleh Aset Tetap Pembiayaan secara tunai
Biaya yang dapat dikurangkan sehubungan dengan alternatif Biaya Penyusutan
Cara perhitungan/penentuan besarnya biaya Besarnya
biaya
ditentukan (umur
oleh
penyusutan masa
manfaat
dan
metode
ekonomis)
penyusutan
yang
ditentukan
Peraturan Perpajakan Pembiayaan secara
Biaya penyusutan
Kredit Bank
Besarnya ditentukan masa manfaat (umur
ekonomis)
dan
metode
penyusutan yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan. Besarnya Biaya bunga pinjaman
biaya
pinjaman
pada
berdasarkan
bunga bank
suku
atas
dihitung
bunga
yang
dibebankan oleh kreditur terhadap sisa
kewajiban
peminjaman
(debitur). Umumnya pinjaman
suku jangka
bunga
atas
panjang lebih
tinggi daripada pinjaman jangka pendek kepada peminjam yang sama. Biaya lain-lain
Biaya-biaya
yang
sehubungan
dengan
penyelesaian
dikeluarkan dan
untuk
administrasi
kredit
bank seperti pembayaran biaya asuransi
34
Tabel 2.2
Perbedaan Biaya yang dapat Dikurangkan dalam Penghasilan Bruto antara
Alternatif Pembiayaan Tunai, Kredit dan Leasing dengan hak opsi
(sambungan)
Pembiayaan secara sewa guna usaha (leasing)
Lease payment
Biaya lease payment terdiri dari biaya pokok ditambah dengan biaya bunga leasing.
Biaya lain-lain
Biaya-biaya
yang
sehubungan
dengan
penyelesaian
dikeluarkan dan
untuk
administrasi
sewa
guna usaha seperti pembayaran biaya asuransi. Setelah mengambil alih aset tetap yang disewa guna usaha dengan hak opsi, dasar penyusutannya adalah nilai
sisa
aset
tetap
yang
bersangkutan. Nilai sisa (residual Biaya penyusutan
income) menurut ketentuan fiskus adalah nilai aset tetap pada akhir masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha.
Sumber: Suandy dalam Natania, 2004
2.4
Perencananaan Pajak melalui Perolehan Aset Tetap Perencanaan pajak dapat digunakan untuk aset tetap yang baru akan
dibeli maupun aset tetap yang telah dimiliki. Untuk aset tetap yang baru akan dibeli pertimbangannya adalah membeli secara langsung (tunai atau kredit) atau dengan menyewa. Sedangkan untuk aset tetap yang telah dimiliki pertimbangnnya
35
adalah mempertahankan, melakukan revaluasi, atau jual dan disewagunausahakan kembali.
Perencanaan pajak dapat digunakan dalam perolehan aset tetap yaitu
dengan menentukan alternatif sumber pembiayaan dalam perolehan aset tetap
yang mana yang paling menguntungkan dan dapat meminimumkan beban pajak harus dibayar perusahaan. Tabel 2.3 dibawah ini menunjukkan ringkasan yang perlakuan pajak atas biaya-biaya yang timbul dari masing-masing alternatif
pembelian yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 2.3 Perlakuan Pajak atas Biaya-Biaya yang Timbul dari Alternatif Pembiayaan dalam Perolehan Aset Tetap Alternatif Pembiayaan
Keterangan Biaya penyusutan (dihitung
Kredit
Leasing
X
X
X
Peraturan Undang-Undang
berdasarkan harga perolehan
No.36 Tahun 2008
meliputi harga faktur, biaya
tentang Pajak
perakitan(percobaan),
Penghasilan pasal 6
dan
biaya-biaya lain seperti biaya
ayat 1(b), pasal 9
administrasi lainnya).
(2), dan pasal 11.
untuk
alternatif
pembelian
KMK
leasing dengan hak opsi,
No.1169/KMK.01/1
penyusutan dilakukan oleh
991 pasal 16
lessee setelah masa lease berakhir.
Tunai
36
Tabel 2.3
Perlakuan Pajak atas Biaya-Biaya yang Timbul dari Alternatif Pembiayaan
dalam Perolehan Aset Tetap (sambungan)
Biaya bunga
X
X
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan pasal
6 (1)
Biaya provisi (administrasi)
X
X
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan pasal 6 (1) Biaya leasing (Lease Fee)
X
KMK No.1169/KMK.01/1991 pasal 16
Biaya eksekutori (biaya
X
berkaitan dengan asuransi)
X
X
Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 (1)
Sumber : berbagai sumber
Penjelasan Tabel 2.3: a. Hal pokok yang penting untuk diperhatikan dalam alternatif perolehan aset tetap adalah biaya yang boleh di bebankan (Deductible Expense) karena hal tersebut berpangaruh pada pajak penghasilan. Deductible Expense yang besar menunjukkan informasi adanya penghematan pajak penghasilan, sebab ada pengakuan laba yang lebih kecil. b. Biaya penyusutan untuk leasing dengan hak opsi (finance lease) dihitung setelah selesai masa leasing.
37
c. Angka-angka yang digunakan sebagai analisis adalah present value untuk masing-masing ketentuan, guna meninjau besarnya deductible expense atas
proyeksi tahun mendatang dimasa sekarang.
Untuk menghitung besarnya penghematan pajak dari masing-masing alternatif pembelian aset tetap, maka dapat digunakan rumus yang dapat dilihat
pada tabel 2.4.
Tabel 2.4
Rumusan Perencanaan Pajak dari Alternatif Pembelian Aset Tetap melalui Tunai, Kredit dan Leasing Keterangan Deductible expenses: Angsuran pokok Biaya bunga Biaya penyusutan (dari harga perolehan termasuk didalamnya harga faktur, dan biaya lainnya) Biaya provisi (administrasi) Biaya Eksekutori (asuransi) Jumlah Deductible Expense (DE) Indikator untuk Pajak penghasilan (25%) berdasarkan deductible expense guna menentukan tax saving Tax Saving, jika: I>J>K J>K>I K>I>J Sumber: Anggraeni, 2010
Alternatif Pembelian Tunai
Kredit bank
Leasing dengan hak opsi
B
A B
C
C
C
E
D E
D E
F (C+E)
G (B+C+D+E)
H (A+B+C+D+E)
Tax Rate x F = I
Tax Rate x G = J
Tax Rate x H = K
tax saving = I-J tax saving = IK
tax saving = J-K tax saving = J-I
tax saving = K-I tax saving = K-J
38
Perbandingan untuk menentukan alternatif yang paling menguntungkan
dilakukan dengan menggunakan nilai present value untuk masing-masing
komponen deductible expense. Time Value of Money merupakan suatu konsep
yang menyatakan bahwa nilai uang sekarang akan lebih berharga dari pada nilai
uang masa yang akan datang atau suatu konsep yang mengacu pada perbedaan nilai uang yang disebabkan karena perbedaaan waktu. Penggunaan Time Value of Money ini sangat penting, terutama dalam pengambilan suatu keputusan jangka
panjang, yang salah satunya yaitu dalam menentukan sumber pembiayaan yang akan dipilih. Untuk menghitung nilai waktu uang (Time Value of Money), ada dua konsep yang sering dipergunakan. Yakni, konsep nilai tunai atau Present Value (PV) dan nilai di masa mendatang atau Future Value (FV). Present Value atau nilai sekarang adalah nilai sekarang dari sejumlah atau serangkaian jumlah uang dimasa yang akan datang, yang dihitung melalui pendiskontoan jumlah dimasa akan datang dengan tingkat bunga yang diharapkan selama periode tertentu (Sundjaja dan Barlian, 2003:3). Suatu jumlah uang tertentu yang diterima waktu yang akan datang jika dinilai sekarang (present value) maka jumlah uang tersebut harus didiskon dengan tingkat bunga tertentu (discount factor). Present Value dibedakan menjadi dua yaitu present value nilai tunggal dan present value nilai anuitas. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung Present Value adalah sebagai berikut.
39
1. Present Value Nilai Tunggal
PVn = P x
𝟏 (𝟏+𝒊)𝒏
= P x PVIFi,n
Keterangan :
PV n
: nilai sekarang pada tahun ke-n
P
: jumlah angsuran
i
: tingkat suku bunga
n
: periode
PVIF i , n
: present value interest factor (faktor bunga PV)
2. Present Value Nilai Anuitas PVAn = P x
𝟏−(𝟏+𝒊)−𝐧 𝒊
= P x PVIFA i , n
Keterangan: PVA n
: Present Value of Annuity atau Nilai Sekarang Anuitas pada tahun ke-n
P
: jumlah angsuran
PVIFA i , n : Present Value Interest Factor Annuity atau Faktor Bunga PVA
i
: Interest atau tingkat suku bunga
n
: periode