BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian sebelumnya pernah di kaji oleh Hayati Rohimah Nim. 970704012 dengan judul “Analisis Penokohan Dan Amanat Kisah /Ilaz Wa Bilaz Wa Irakhta/ Dalam Kitab Kalilah Wa Dimnah Karya Mustafa Lutfi Al-Manfaluthi (Tinjauan Struktural)”. Di mana pembahasan tentang latar / setting pada karya sastra secara khusus belum pernah di kaji sebelumnya. Berdasarkan hal ini penulis mencoba menggabungkan dua unsur instrinsik yakni latar/setting dan amanah. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural, di mana karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur–unsur pembangunnya yang saling berjalinan. Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifkasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur yang bersangkutan. Adapun unsur-unsur yang membangun cerita yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik (Nurgiyantoro, 1998: 23). Unsur instrinsik dalam bahasa adalah (
اﻟﻌﻧﺎﺻراﻟﺪاﺨﻟﻴﺔ
/al-‘anasiru ad-
dakhiliyyat/). Unsur instrinsik merupakan unsur yang membangun karya sastra itu sendiri seperti alur, tema, latar, sudut pandang, amanat dan gaya bahasa. Sedangkan unsur ekstrinsik dalam bahasa Arab disebut
اﻟﻌﻧﺎﺻر اﻟﺨﺎرﺟﻴﺔ
/al-‘anasiru al-kharijiyyat/. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar karya sastra tersebut, namun secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra, seperti faktor politik, ekonomi, sosiologi, sejarah dan ilmu jiwa si penulis (Nurgiyantoro, 1998: 23). Analisis struktural melihat unsur-unsur yang terdapat di dalam karya sastra seperti tema, alur, perwatakan, latar, dan sudut pandang, kemudian membongkar dan meneliti semua berdasarkan teks untuk melihat ketertarikan dan keterjalinan antara semua unsur dan aspek karya sastra (Teeuw, 1984:135). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dengan demikian strukturalisme adalah sebuah karya sastra yang didalamnya terdapat unsur-unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik karya sastra. Adapun yang menjadi perhatian penulis yakni unsur intrinsik. Unsur instrinsik yang terdapat dalam sebuah karya sastra menurut Nurgiyantoro (1998) : tema,
Universitas Sumatera Utara
latar/setting, penokohan, alur/ plot, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Adapun yang menjadi perhatian penulis pada unsur intrinsik hanya unsur latar dan amanah. 2.1. LATAR Latar merupakan keseluruhan hubungan waktu, tempat dan lingkungan sosial terjadinya suatu peristiwa. Latar dikelompokkan bersama tokoh dan plot karena ketiga hal ini yang dapat diimajinasikan oleh pembaca secara faktual. Latar tidak terbatas pada penempatan lokasi tertentu atau sesuatu yang bersifat fisik saja, melainkan juga yang berwujud tata cara, adat istiadat, kepercayaan dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Dalam istilah bahasa Arab latar adalah
)اﻟﻤﺳرﺣﻲأﻮاﻠﺴﻴﻧﻤﺎﺌﻲ( ﻮ ﻮﺿﻊ ﻮ إﻃﺎرﻮ ﻤﺤﻴﻃ
ﻤﻜﺎﻦ ﻮزﻤﺎﻦ ﻮ اﻠﻤﺸﻬﺪ
/‘makanun wa zamanun wa al-
musyahidun (al-masrahiyyun `au as-sinima`iyyun) wa wad’un wa `itharun wa muhithun’/ ‘tempat dan waktu untuk menonton (pertunjukan atau film) – tempat – letak – lingkungan’ (Balbaki, 1988). Di dalam kajian latar, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi latar, antara lain: unsur latar dan fungsi latar. (Nurgiyantoro, 1998 : 216) 2.1.1. Unsur Latar Unsur latar ditekankan perannya (langsung ataupun tidak langsung) akan berpengaruh terhadap elemen cerita yang lain, khususnya alur dan tokoh. Unsur latar antara lain latar tempat, latar waktu dan latar sosial. a. Latar Tempat. Latar tempat adalah latar yang menyatakan lokasi terjadinya suatu peristiwa. Contoh : Kisah Malin Kundang terdapat di Kota Padang – Sumatera Barat, dan Kisah Laila Majnun terdapat di Mesir. b. Latar Waktu. Latar waktu berhubungan dengan masalah "kapan" terjadinya peristiwa yang diceritakan. Contoh : - Kisah Salah Asuhan terjadi pada abad ke-20 masa pembaharuan masyarakat tradisional Minangkabau. - Kisah Soe Hoek Gie pada masa pemerintahan Presiden Sukarno di Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
c. Latar Sosial. Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan, seperti tata cara kehidupan sosial masyarakat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir, bersikap dan lain-lain, Contoh : - Kisah Kartini menceritakan masyarakat Jawa yang masih kental dengan adat istiadatnya. Pada masa ini juga wanita tidak dibolehkan untuk mengenyam pendidikan tinggi. - Kisah pada novel Ayat-Ayat Cinta menceritakan masyarakat Arab yang sangat anti terhadap warga Amerika karena mereka telah menuduh Islam sebagai teroris sehingga mereka tidak memberikan toleransi kepada warga Amerika. 2.1.2. Fungsi Latar Latar juga dapat dilihat dari sisi fungsi yang lebih menyaran pada fungsi latar sebagai pembangkit tanggapan atau suasana tertentu cerita. Fungsi latar terbagi atas latar sebagai metaforik dan latar sebagai atmosfir. a. Fungsi Latar Sebagai Metaforik. Fungsi latar sebagai metaforik erat berkaitan dengan pengalaman kehidupan manusia baik bersifat fisik maupun budaya. Unsur latar pada karya tertentu yang mendapat penekanan, biasanya relatif banyak detil deskripsi latar yang berfungsi metaforik. Deskripsi latar tersebut menyangkut hubungan alam, tak hanya mencerminkan suasana internal tokoh, namun juga menunjukkan suasana kehidupan masyarakat dan kosndisi spiritual masyarakat yang bersangkutan. Contoh : “Dilongokkannya kepalanya ke bawah dan satu belantara pencakar langit tertidur dibawahnya. Sinar bulan yang lembut itu membuat seakan-akan bangunan itu tertidur dalam kedinginan. Rasa senyap dan kosong tiba-tiba terasa merangkak ke dalam tubuhnya.” (Cerpen seribu kunang-kunang di Manhantan) Deskripi latar pada cerpen di atas berhubungan secara metaforik dengan suasana hati tokoh utama (Marno) yang merasa terasing dan kesepian di tengah kota metropolitan.
Universitas Sumatera Utara
“Sementara Dukuh Paruk yang tua kelihatan makin renta oleh udara yang lebih dingin. Kemarau datang lagi ke Dukuh Paruk buat kesekian juta kali. Dan Dukuh Paruk selalu menyambutnya dengan ramah. Kepiting membuat lubang lebih dalam di tepi pematang agar dirinya masih bisa mendapat air tanah. Siput mengunci diri di rumah kapurnya, pintu dilak dengan lendir beku agar tidak setitik uap air pun bisa keluar. Siput dan binatang lunak sejenisnya akan beristirahat panjang hingga musim penghujan mendatang.” (Lintang kemukus Dini hari, 1985:148) Dukuh Paruk yang renta menggambarkan betapa sudah tidak berdayanya masyarakat setempat yang tak punya obsesi ke kemajuan. Mereka menjalani kehidupan apa adanya tanpa reserve, karena itu memang sudah digariskan alam. Alam diterimanya dengan ramah, kepiting membuat lubang lebih dalam, siput mengunci diri adalah ungkapan-ungkapan metaforik akan kepasrahan, kemalasan, sekaligus
kebodohan
masyarakat
setempat.
Kebodohan
Dukuh
Paruk
dideskripsikan pada “Di hadapan mereka Dukuh Paruk kelihatan remang seperti seekor kerbau besar sedang lelap.”
b. Fungsi Latar Sebagai Atmosfir. Fungsi latar sebagai atmosfir merupakan udara yang dihirup pembaca sewaktu memasuki dunia cerita. Ia berupa deskripsi kondisi latar yang mampu menciptakan suasana tertentu, misalnya suasana ceria, romantis, sedih, muram, dan sebagainya. Atmosfir itu sendiri dapat ditimbulkan dengan deskripsi detildetil, irama tindakan, tingkat kejelasan dan kemasukakalan berbagai peristiwa, kualitas dialog dan bahasa yang dipergunakan. Contoh : Deskripsi latar berupa jalan beraspal yang licin, sibuk, penuh kendaraan yang ke sana ke mari, suara bising mesin dan klakson ditambah pengapnya udara, bau bensin adalah mencerminkan suasana kehidupan perkotaan. Atau dapat juga dilihat pada deskripsi latarpada cerpen berikut: “Ketika Dukuh Paruk menjadi karang abang lemah ireng pada awal tahun 1966 hampir semua dari kedua puluh tiga rumah di sana menjadi abu. Waktu itu banyak orang yang mengira kiamat bagi pendukuhan kesil itu telah tiba. Siapa yang masih ingin bertahan
Universitas Sumatera Utara
hidup meninggalkan Dukuh Paruk karena hampir segala harta benda, padi dan gaplek musnah terbakar, bahkan juga kambing dan ayam. Lalu siapa yang tetap tinggal di atas tumpukan abu dan arang itu boleh memilih cara kematian masing-masing melalui busung lapar atau melalui keracunan ubi gadung atau singkong beracun. Tetapi Dukuh Paruk sampai kapan pun tetap Dukuh Paruk. Ia sudah cukup pengalaman dengan kegetiran hidup dengan kondisi–kondisi hidup yang paling bersahaja. Dan dia tidak mengeluh Dukuh Paruk hidup dalam kesadarannya sendiri yang amat mengagumkan. Dia sudah diuji dengan sekian kali malapetaka tempe bongkrek dengan kemiskinan langgeng dan kebodohan sepanjang masa.” (cerpen Jantera Bianglala, 1986:7) Deskripsi latar di atas berupa situasi kehancuran Dukuh Paruk sehabis pemberontakan G-30-S/PKI. Dukuh Paruk yang penuh derita, namun tetap dapat bertahan walau dengan kemiskinan dan kebodohan sepanjang masa. Yang kesemuanya itu mewartakan dan membawa kita ke suasana kehidupan desa yang terbelakang.
2.2. AMANAH Amanah merupakan pesan atau hikmah yang dapat di ambil dari sebuah cerita untuk dijadikan sebagai cermin maupun panduan hidup. Melalui cerita, sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan dan yang diamanatkan (Nurgiyantoro, 1998 : 322). Dalam istilah bahasa Arab Amanah adalah
ﻠﻠﺣﻳﺎت
/
ﺤﻄﺎﺐ ﻮ ﻤآﺗﻮﺐ ﻮ ﻣﻬﻣﺔ ﻮاﺠﺐ أﻮهدﻒ: ﺮﺴﺎﻠﺔ
/ ‘risalah : hithabun wa maktubun wa muhimmatun wajibun `au haddafun lil
hayati’/ ‘Pesan : penyampaian, yang tertulis dan sesuatu kepentingan yang wajib atau panduan hidup’. (Balbaki, 1988). Amanah itu sendiri terbagi dua yakni pesan religius keagamaan dan pesan kritik sosial. 2.2.1. Pesan Religius/Keagamaan Pesan religius/keagamaan menyatakan pesan keagamaan dari sesuatu sesuai dengan aturan agama yang ada. Istilah religius membawa konotasi pada makna agama. Agama lebih menunjukkan pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan dengan hukum-
Universitas Sumatera Utara
hukum yang resmi, sedangkan religius bersifat lebih mendalam dan lebih luas dari agama yang tampak formal dan resmi (Mangunwijaya,1982:11-12). Contoh: Kisah Titanic amanah yang dapat dipetik bahwa manusia tidak boleh sombong dan mengingkari akan Kebesaran Tuhan, karena kesombongan adalah awal dari kehancuran. 2.2.2. Pesan Kritik Sosial Sedangkan pesan kritik sosial yakni pesan berupa kritik sosial di mana pengarang memberikan kritikan atas kehidupan sosial di lingkungan tertentu. Hal-hal yang memang salah dan bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan tak akan ditutupinya, sebab terhadap nilai seni ia hanya bertanggung jawab kepada dirinya sendiri (Nurgiyantoro, 1998: 332). Contoh: kisah Soe Hoek Gie seorang mahasiswa sastra UI keturunan cina yang kontra atas kepemimpinan Presiden Soekarno yang mendukung PKI dan anggota politik masa itu yang memperkaya diri sendiri dengan kedudukannya di dalam pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara