BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bawang Putih 1. Pengertian tanaman bawang putih Bawang putih (Allium sativum L) adalah tanaman terna berbentuk rumput. Daunnya panjang berbentuk pipih (tidak berlubang). Helai daun seperti pita dan melipat ke arah panjang dengan membuat sudut pada permukaan bawahnya, kelopak daun kuat, tipis, dan membungkus kelopak daun yang lebih muda sehingga membentuk batang semu yang tersembul keluar. Bunganya hanya sebagian keluar atau sama sekali tidak keluar karena sudah gagal tumbuh pada waktu berupa tunas bunga ( J.Sugito dan Murhanto 1999). 2. Sejarah tanaman bawang putih Tanaman bawang putih diyakini berasal dari Timur Tengah yakni penduduk Mesir Kuno, dari Asia adalah penduduk Cina, Korea dan India serta dari Eropa ialah penduduk Romawi dan Yunani Kuno. Bawang putih dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu, penduduk Mesir serta Yunani Kuno sudah mengembangkan bawang putih. Hal ini terbukti pada keyakinan mereka, bahwa bawang putih dapat digunakan untuk mempertahankan stamina dan ketahanan tubuh karena memberikan energi serta kekuatan. Sementara orang-orang Cina dan Romawi sangat percaya bahwa bawang putih berperan pada sebagian 5
6
penyakit manusia, baik sebagai penyembuh ataupun sebagai pencegah penyakit. Diperkirakan bahwa Eropa Barat baru mengenal bawang putih sekitar abad pertengahan dan langsung menyebar ke Eropa Timur. Dari Eropa barat, bawang putih ini menyebar luas ke seluruh dunia sampai ke daratan Amerika, hingga Asia Timur, Asia Tengah dan Asia Tenggara, sampai ke Indonesia. Dengan demikian, bawang putih bagi bangsa Indonesia merupakan tanaman introduksi. Karena banyak orang diantara bangsa Indonesia senang akan bawang putih, kebutuhan akan bawang putih pun kemudian cenderung meningkat (Roser, David., 1997). 3. Taksonomi tanaman bawang putih Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang putih diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monicotyledonae
Ordo
: Liliales
Famili
: Liliaceae
Genus
: Allium
Spesies
: Allium sativum L ( Johny R.H, Djumidi,2000 ).
7
4. Sifat-sifat botani tanaman bawang putih Bawang putih termasuk tanaman semusim yang memiliki ketinggian 30-60 cm, membentuk rumpun, dan berumbi lapis. Umbi berbentuk bulat telur warna putih dan beraroma menyengat. Tanaman ini tumbuh baik di daerah terbuka dengan ketinggian 600 m dpl yang banyak sinar mataharinya dan berhawa sejuk.
Gambar 1. Akar bawang putih Akar yang tumbuh pada batang pokok redumenter (tidak sempurna) berfungsi sebagai alat penghisap makanan. Daunnya panjang, pipih dan tidak berlubang. Banyaknya daun 7 – 10 helai per-tanaman. Pelepah daunnya yang memanjang merupakan batang semu.
8
Gambar 2. Umbi bawang putih Umbi bawang putih berlapis-lapis, maka bawang putih termasuk jenis tanaman umbi lapis. Sebuah umbi yang bawang putih terdiri atas 8 – 20 siung ( anak bawang ). Antara siung yang satu dengan siung yang lain dipisahkan oleh kulit tipis dan liat, sehingga membentuk satu kesatuan yang rapat. Akar bawang berbentuk serabut dengan panjang maksimum 10cm. Umbi bawang putih mengandung minyak asiri 0,2-1% dengan unsur utama alliin. Alliin dalam proses pengeringan akan berubah menjadi allicin yang memberikan aroma khas dari umbi bawang putih. Kandungan lainnya allil sulfida, allil propel disulfide, allil divinil sulfide, allil vinil sulfoksida, diallil trisulfida, adenosin, allistin, garlisin, tuberkulosid, dan senyawa fosfor.
9
Gambar 3. Batang bawang putih Tanaman bawang putih memiliki pelepah yang membentuk batang semu.
Gambar 4. Daun bawang putih
10
Tumbuhan bawang putih memiliki daun panjang, pipih, rata, dan tidak berlubang. Banyaknya daun 7-10 helai per tanaman. Bentuk bunga bawang putih adalah majemuk bulat dan dapat membentuk biji. Biji tersebut tidak biasa dipergunakan untuk pembiakan. Memang tidak semua jenis bawang putih dapat berbunga. Kalau siung bawang dibelah menjadi dua, di dalamnya terdapat lembaga, dan lembaga ini nanti akan tumbuh menerobos pucuk siung. Di samping lembaga, dalam siung bawang putih terdapat daging pembungkus lembaga. Fungsi daging pembungkus lembaga adalah melindungi lembaga, sekaligus menjadi gudang persediaan makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman baru. Sedangkan bagian dasar siung/umbi pada hakikatnya adalah batang pokok redumenter (Hieronymus Budi Santosa., 1989). 5. Kadar Zat Gizi Tabel 1. Kadar zat gizi umbi bawang putih per 100 gram Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1979 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uraian Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Besi Vitamin B1 Vitamin C Air Kalori
Nilai gizi 4,50 gram 0,20 gram 23,10 gram 42 mg 134 mg 1 mg 0,22 mg 15 mg 71 mg 95 al
Keterangan Bagian yang dapat dimakan 88%
11
B. VITAMIN C 1. Definisi Vitamin C Vitamin C dikenal juga dengan nama lain yaitu “cetemic acid”, “antiscorbutic factor “ dan scurvy preventive dietary essential” . terdapat dua bentuk molekul vitamin C aktif yaitu, bentuk tereduksi (asam askorbat) dan bentuk teroksidasi (asam dehidroaskorbat). Bila asam dehidroaskorbat teroksidasi lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketlogukonat yng tidak aktif secara biologis ( Muchtadi, D.,2009 ). Manusia lebih banyak menggunakan asam askorbat dalam bentuk L- ; Bentuk D – asam askorbat. D –asam askorbat banyak digunakan sebagai
bahan
pengawet
(daging,
sehingga
untuk
mencegah
penggunaannya sebagai vitamin, pada labelnya ditulis sebagai “asam eritrobat”.Manusia tidak dapat mensintesis asam askorbat dalam tubuhnya Karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa menjadi asam askorbat,sehingga harus disuplai dari makanan ( Muchtadi, D.,2009 ). 2. Nama dan Struktur
Gambar 5. Struktur
12
a. Nama umum 1.) Vitamin C Nama ini pertma kali diusulkan J.C. Drummond pada tahun 1920 untuk menamakan suatu senyawa yang dapat mencegah dan mengobati penyakit “scurvy”. 2.) Asam askorbat Pertama kali diusulkan oleh Szent – Gyorgyi dan Hawort pada tahun 1993. 3.) Asam ceritamat (ceritamic acid) Nama ini diperkenalkan oleh badan kimia dan farmasi Amerika Serikat (Council on Fharmacy and Chemistry of The American Medical Association). Organisasi ini kemudian mengubah nama tersebut menjadi asam askorbat. b. Nama Trivial 1.) Asam Heksuronat (Hexuronic Acid) Nama ini diusulkan oleh Szent – Gyorgyi pada tahun 1928 untuk suatu senyawa yang bersifat pereduksi kuat yang diisolasi dari kelenjar anak ginjal (adrenal), jeruk dan kubis. 2.) Anti – Scorbutin Pertama kali diusulkan oleh Holst pada tahun 1912. 3.) Vitamin anti – Scorbut (anti – scorbutat vitamin). 4.) Scorbutamin Diusulkan oleh R.L. Jones pada tahun 1928.
13
c. Nama kimia Nama kimia yang diberikan pada vitamin C antara lain : 1.) L-asam askorbat 2.) L-threo-3-keto-asam heksuronat lakton 3.) L-xylo-threo-asam heksuronat lakton 4.) L-threo-2, 3, 4, 5, 6-pentoksi-heksan-2-asam karboksilat lakton. d. Rumus empiris
:
C6H8O6.
e. Berat Molekul
:
176,13 (Farmakope edisi IV 1995).
3. Fungsi vitamin C Salah satu fungsi utama vitamin C adalah berperan dalam pembentukan kolagen. Vitamin C bertindak sebagai ko-enzim atau kofaktor pada proses hidroksilasi, baik secara aktif maupun sebagai zat reduktor. Vitamin C juga penting dalam proses sintesis dari carnitine, yakni zat penting pembawa asam-lemak-rantai-panjang ke mitokhondria untuk proses β –oksidasi. Pada defisiasi vitamin C pembentukan enersi dalam tubuh dapat ikut terganggu akibat gangguan sintesa carnitine yang akan menimbulkan perasaan lemah dan lesu. Penelitian pada binatang percobaan menunjukkan bahwa defisiensi vitamin C menahun dapat menurunkan aktivitas enzim hidroksilasi pada sel-sel hepar, akibatnya terjadi akumulasi kolesterol di jaringan-jaringan dan plasma.
14
Dengan demikian kekurangan vitamin C dapat dianggap sebagai factor risk dalam patogenesa hiperkolesterolemia dan penyakit jantung koroner (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta,1985). Vitamin C juga dianggap ikut berperan dalam berbagai proses biokimiawi tubuh. 4. Metabolisme Vitamin C Jumlah masukan vitamin C yang diperlukan pada orang dewasa agar jangan sampai terjadi gejala defisiensi adalah 10 mg/hari. Sedangkan di Indonesia, kebutuhan yang dianjurkan adalah 30 mg/hari. Sebagian dari vitamin C tadi akan diubah menjadi garam-garam oksalat, dan keadaan fisiologis banyak kira-kira 40-50 mg garam oksalat yang diekskresikan berasal dari vitamin C, yakni setengah dari seluruh ekskresi oksalat. Kelebihan vitamin C juga dapat menaikkan kadar keasaman darah khususnya yang mendapat vitamin C dosis tinggi secara intravena. Pada keadaan tertentu, penurunan pH darah tidak diharapkan. Yang jelas, kelebihan vitamin C akan meningkatkan keasaman urin. Sumber vitamin C dapat kita jumpai pada sayuran dan buahbuahan segar. Atau dapat pula dengan tablet-tablet vitamin C yang sekarang banyak dipasarkan (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta,1985).
15
5. Sifat Vitamin C Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1 gram dapat larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alcohol (1 gram vitamin C larut dalam 50 ml alkohol absolute atau 100 ml Gliserin) dan tidak larut dalam benzena, eter, chloroform, minyak dan sejenisnya. Sifat yang paling utama dari vitamin C adalah kemampuan mereduksinya yang kuat dan mudah teroksidasi yang dikatalis oleh beberapa logam, terutama Cu dan Ag (Nuriandarwulan, Sutrisno Koswara 1992). 6. Metode Penetapan Kadar Vitamin C a.
Metode Fisik 1.) Metode spektroskopis Metode ini berdasarkan pada kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelobang maximum pada 265 nm. 2.) Metode Polarografik Metode ini berdasarkan pada potensial oksidasi asam askorbat dalam larutan asam atau bahan pangan yang bersifat asam,misalnya ekstrak buah – buahan dan sayuran.
b. Metode Kimia 1.) Titrasi dengan Iodin Kandungan vitamin C dalam larutan murni dapat ditentukan secara titrasi menggunakan larutan 0,01N Iodin.
16
2.) Titasi dengan 2,6-dikhlorofenol indofenol Pengukuran vitamin C dengan titrasi menggunakan 2,6dikhlorofenol indofenol pertama kali dilakukan oleh Tillmans pada tahun 1972. 3.) Titrasi dengan Methylene-blue (biru metilen) Asam askorbat dapat direduksi methyline-blue dengan bantuan cahaya menjadi bentuk senyawa leuco (leuco methyleneblue). 4.) Metode tauber Larutan vitamin C dalam asam asetat ditambah atau dicampurkan dengan larutan ferrisulfat dan asam fosfat, kemudian ditambahkan dengan larutan permanganat yang akan membentuk warna biru. 5.) Tes Furfural Jika vitamin C dididihkan dalam asam khlorida akan membentuk furfural, yang jumlahnya dapat ditentukan dengan aniline phtorogencinal atau dengan resoarsinol. c.
Metode Biokimia Metode ini berdasarkan kemampuan enzim asam askorbat oksidase untuk mengoksidasi asam askorbat.
d. Metode Biologi Walaupun banyak diganti dengan metode kimia dan fisika untuk menentukan dan paling mendekati kebenaran.
17
e.
Metode penetapan Vitamin C Pengukuran vitamin C dengan titrasi menggunakan 2,6dikhlorofenol indofenol pertama kali dilakukan oleh Tillmas pada tahun 1972. Banyak modifikasi telah dilakukan untuk memperbaiki hasil pengukuran, yang didasarkan pada penghilangan pengaruh senyawa-senyawa pengganggu yang terdapat dalam bahan pangan baik nabati maupun hewani. Vitamin C, terdapat juga bentuk dehidro (dehidro asam askorbat) yang tidak tertitrasi oleh indifenol atau tidak dapat ditentukan jumlahnya dengan senyawa indifenol. Agar dapat menghitung jumlah dehidro asam askorbat, diperlukan perlakuan pendahuluan untuk mengubah bentuk dehidro asam askorbat menjadi asam askorbat. Hal ini dapat dilakukan dengan H2S pada pH 4-7 yang diikuti
dengan
penghilangan
kelebihan
H 2S
dengan
cara
menambahkan gas nitrogen atau CO2 kedalam lautan. Tetapi hasil yang diperolehdengan metode ini pun tidak selalu memuaskan. Jumlah dehidro asam askorbat dalam jaringan segar sangat kecil dan tidak berarti sebagai sumber vitamin C (tetapi dalam bahanbahan yang disimpan, jumlahnya cukup besar) maka kadar vitamin C dapat ditentukan dengan titrasi secara langsung menggunakan diklorofenol indofenol. Titrasi dilakukan terhadap dua sampel yaitu sampel yang ditambah CuSO4 (setelah proses reduksi) dan sampel yang tidak
18
ditambah CuSO4. Maka selisih hasil dua titrasi tersebut merupakan jumlah asam askorbat yang terdapat dalam jaringan tersebut. Ketepatan pengukuran vitamin C pada bahan pangan hewani kadang-kadang tidak begitu baik. Sebagai contoh penentuan vitamin C pada hati menghasilkan nilai yang 20% lebih tinggi dari sebenarnya. Senyawa-senyawa pereduksi lain (selain vitamin C) dapat dihilangkan atau diendapkan dengan timah asetat atau merkuri asetat jenuh. Tetapi merkuri asetat dapat juga mengoksidasi asam askorbat menjadi dehidro asam askorbat dalam jumlah yang cukup besar. Semua metode yang telah dikemukakan di atas, hanya dapat mengukur asam askorbat, asam dehidro askorbat atau keduanya dalam bentuk bebas, tetapi tidak dapat menentukan jumlah vitamin C yang terdapat dalam bentuk terikat (askorbigen) walaupun telah terbukti bahwa asam askorbat dapat dibebaskan dari askorbigen dengan ekstraksi menggunakan asam metafosfat atau asam sulfo salisilat. Untuk mengukur jumlah total vitamin C yang terdapat dalam jaringan tumbuhan atau hewan, maka vitamin tersebut harus dibebaskan dari bentuk terikatnya (Nuri Andarwulan dan Sutrisno Koswara., 1992)