BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Nugget Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded) (Maghfiroh, 2000). Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying) (Saleh et al, 2002). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan dilumuri perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Astawan, 2007). Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan (Afrisanti, 2010). Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya (Astawan, 2007). Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi sifat kimia dan organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan pangan menurut Badan Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji kualitas kimia meliputi kadar lemak, air, abu, protein dan karbohidrat. Uji kualitas organoleptik meliputi aroma, rasa, dan tekstur. Badan Standarisasi Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-6638-2002 mendefinisikan nugget ayam sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Sebagai pedoman standar karakteristik nugget keong, mengacu pada SNI. 01–6638–2002 (BSN, 2002) yang membahas tentang standar kualitas nugget ayam.
5
6
Berikut ini persyaratan mutu dan karakateristik nugget ayam: Tabel 1. Syarat mutu nugget ayam Jenis Uji Keadaan - Aroma - Rasa - Tekstur Air %,b/b Protein %,b/b Lemak %,b/b Karbohidrat %,b/b Kalsium mg/100g
Persyaratan Normal, sesuai label Normal, sesuai label Normal Maks.60 Min.12 Maks.20 Maks.25 Maks.30
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2002) B. Pembuatan Nugget Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan,
pelapisan
perekat tepung dan pelumuran tepung roti,
penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut : 1.
Penggilingan Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging keong sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
7
2. Pengukusan Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali
seperti
keadaan
semula
(Winarno,
1997).
Mekanisasi
gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997). 3. Batter dan Breading Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002). 4.
Penggorengan Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard)
8
(Ketaren, 1986). Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk
(Fellow,
2000).
Penggorengan
awal
dilakukan
dengan
menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut Jamaludin et al (2008) selama proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan massa.
C. Bahan Pengikat Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Afrisanti, 2010).
9
D. Bahan Pengisi Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Fraksi amilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifat hidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010).
E. Bumbu-bumbu Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica (Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005). Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987). Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat
10
fungistotik dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992). Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
F. Keong Sawah Keong sawah (Pila ampullacea) adalah sejenis siput air tawar dan dapat di jumpai di sawah, parit, serta danau. Bentuknya menyerupai siput murbai (keong mas), tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam (Muchsin et al, 2010). Hewan ini dikonsumsi secara luas di berbagai wilayah Asia Tenggara dan memiliki nilai gizi yang baik. Masuknya keong ke Indonesia dibudidayakan untuk dikonsumsi, kemudian keong tersebut lepas dari kolam-kolam pemeliharaan dan masuk areal persawahan dan ditunjang pemeliharaan keong yang sangat mudah dan cepat berkembang biak. Selain berkembang di saluran irigasi dan terbawa aliran air masuk ke sawah, peranan manusia secara sengaja juga mempengaruhi penyebaran keong ini di sawah (Susanto, 2006). Telur keong sawah diletakkan pada rumput, pematang, ranting, dan batang padi beberapa cm di atas permukaan air. Telur keong sawah menetas setelah 8–14 hari (Kurniawati, 2007). Keong sawah juga digunakan sebagai pakan ternak (Tarigan, 2008). Pembuatan tepung keong sawah untuk pakan ternak didahului dengan perendaman daging keong (Tarigan, 2008). Tujuan proses perendaman dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran dan lendir yang tersisa. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air, sehingga daging keong sawah menjadi lebih tahan lama (Ginting, 2001).
11
Dari uji proksimat kandungan nutrisi keong sawah sebagai berikut : Tabel 2. Kandungan nutrisi keong sawah Nutrisi
Jumlah
Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Kadar Abu Energi Metabolis
51,8 % 13,61 % 6,09 % 24 % 2094,98 Kkal/kg*
Sumber : Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak USU (2007)(*) Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan IPB (2007) G. Pati Temu Ireng Pati temu ireng atau temu hitam merupakan hasil ekstraksi dari rimpang temu ireng atau temu hitam (Curcuma aeruginosa roxb) (Ranjini et al, 2006). Temu ireng yang merupakan tanaman asli Indonesia masih banyak tumbuh liar di hutan yang berada di dataran rendah hingga dataran tinggi lebihdari 1500 m diatas permukaan air laut (Hieronymus, 2008). Tinggi tanaman temu ireng bisa mencapai 2 meter. Daunnya berbentuk langsat, bunganya putih hingga agak merah. Rimpang temu ireng cukup gemuk, bila dipotong melintang di tengah–tengahnya berwarna biru kelabu hingga hitam. Bau rimpang temu ireng disebabkan oleh adanya minyak atsiri yang terdiri atas berbagai komponen terutama minyak curcumin (Hieronymus, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
rimpang temu
hitam
mempunyai kandungan air 10,38%, minyak atsiri 0,52%, lemak 3,80%, protein 1,00% dan pati 49,56% (Sutaryo et al, 2003). Kandungan pati yang terdapat dalam rimpang temu ireng cukup banyak yaitu 49,56% sehingga dapat dilakukan ekstraksi pati temu ireng. Pati temu ireng mempunyai karakteristik seperti yang dijelaskan Purnama (2004) yaitu memiliki ukuran granula pati 22µm, kadar amilosa 24,45%, kadar amilopektin 75,54%, dan suhu gelatinisasi 68,5°C. Sifat kimia pati temu ireng dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut:
12
Tabel 3. Komponen kimia pati temu ireng Komponen Kadar air Kadar abu Protein Lemak Serat kasar Kadar amilosa Kadar amilopektin Sumber : Purnama (2004)
Jumlah 8, 34% 0,20% 0,80% 0,75% 0,97% 24,45% 75,55%
H. Sifat Organoleptik Nugget Keong Organoleptik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu pengujian penerimaan selera makanan (acceptance) yang didasarkan atas pengujian kegemaran (preference) dan analisa pembeda (difference analysis). Mutu organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji (panelis) yang pekerjaannya mengamati, menguji, dan menilai secara organoleptik (Soekarto, 1990). Pada nugget keong sawah sifat organoleptik meliputi aroma (amis), rasa (gurih/enak), tektur (kekenyalan) dan warna (putih, agak putih/hitam, agak hitam) berdasarkan karateristik fisik nugget keong sawah dengan varisi penambahan bahan pengisi pati temu ireng. Sifat organoleptik nugget yang meliputi aroma, rasa, tektur dan warna harus sesuai bahan baku pembuatan nugget (BSN, 2002)