BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hipertensi 1. Definisi Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan
keadaan
tersebut
(World
Helath
Organization,2001).
Hipertensi dapat diartikan sebagai tekanan darah presisten dimana tekanan darah nya diatas 140/90 mmHg. Pada manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistoliknya 160 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Robert (2013) hipertensi juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi, merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling umum di kalangan orang dewasa, khususnya orang Amerika Afrika. Jika tidak diobati, dapat menyebabkan gagal jantung, gagal ginjal, atau stroke. Tekanan darah tinggi dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk stres, diet, diabetes, penyakit ginjal, atau obesitas. Perawatan khas termasuk minum obat, kehilangan berat badan dan berhenti merokok.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai kejaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, et. all., 2004). Hipertensi disebut sebagai pembunuh gelap atau “silent killer” karena termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai gejala-gejala yang terlebih dahulu. Maka sebaiknya harus berusaha untuk 8
9
mengontrolnya.
Karena
dengan
membiarkan
hipertensi,
berarti
membiarkan jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat (Sustrani, et. all., 2004).
Peningkatan curah jantung dapat terjadi karena adanya peningkatan denyut jantung, volume sekuncup dan peningkatan peregangan serat-serat otot jantung. Dalam meningkatkan curah jantung, sistem saraf simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga meningkatkan volume sekuncup dengan cara vasokontriksi selektif pada organ perifer, sehingga darah yang kembali ke jantung lebih banyak (Muttaqin, 2009).
Apabila hal tersebut terjadi terus menerus maka otot jantung akan menebal (hipertrofi) dan mengakibatkan fungsinya sebagai pompa menjadi terganggu. Jantung akan mengalami dilatasi dan kemampuan kontraksinya berkurang, akibat lebih lanjut adalah terjadinya gagal jantung (Prince, 2005). Oleh sebab itu hipertensi dapat menjadi ancaman yang serius terhadap kualitas hidup pada penderita hipertensi apabila kurang atau tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan adekuat.
Hipertensi adalah tekanan darah yang abnormal apabila tekanan darah tidak terkontrol akan mengakibatkan stroke, infark miokard, gagal ginjal, ensefalopati, dan kejang (Corwin, 2009). Apabila tidak segera melakukan pencegahan hipertensi, maka penyakit tersebut dapat menimbulkan permasalahan. Fenomena yang terjadi di masyarakat bahwa penanganan penyakit hipertensi bukan hanya diobati secara farmakologis tetapi juga memakai
prinsip-prinsip
teknik
relaksasi
nafas
dalam.Sustrani,
et.all.(2004), melaporkan banyaknya penderita hipertensi yang berhasil mengelola penyakitnya tanpa obat. Pengelolaan hipertensi tanpa obat,
10
hasilnya lebih dari sekedar mengatasi penyakit ini saja, tapi juga sekaligus mencegah stroke dan serangan jantung.
2. Klasifikasi Hipertensi Menurut Mansjoer (2000), berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,yaitu: a. Hipertensi Esensial (Primer) Hipertensi esensial sampai saat ini tidak diketahui secara pasti penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan
resiko
seperti
obsitas,
alkohol,
merokok
serta
polisetimia.
b. Hipertensi Sekunder (Renal) Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifikasinya diketahui gangguan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteron nisme primer dan sindrom chusing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
Hipertensi renal dapat berupa : 1) Hipertensi renovaskuler, adalah hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga hipoperfusi ginjal. 2) Hipertensi akibat lesi pada parenkin ginjal menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
11
Klasifikasi lain berdasarkan derajat hipertensi, yaitu : Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Kategori
Sistolik mmHg
Diastolik mmHg
< 130
< 85
Normal – tinggi
130 – 139
85 – 89
Hipertensi stadium 1 (ringan)
140 – 159
90 – 99
Hipertensi stadium 2 (sedang)
160 – 179
100 - 109
Hipertensi stadium 3 (berat)
180 – 209
110 – 119
≥ 210
≥120
Normal
Hipertensi stadium 4 (sangat berat)
Sumber : Smeltzer &Bare (2001)
3. Etiologi a. Hipertensi Primer atau Esensial Merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. (terdapat kurang lebih 90% dari seluruh hipertensi). Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya tetapi memiliki kecenderungan genetik, kegemukan, stress, merokok dan intensitas garam berlebihan. (Sherwood, 2001). Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial, diamana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Biasanya dimulai sebagai proses labil (intermiten) pada individu, pada akhir 30-an dan awal 50-an (Smeltzer & Bare, 2001).
b. Hipertensi Sekunder Penyebab definitif dapat diketahui hanya 10% kasus. Hipertensi yang terjadi akibat masalah primer lain disebut hipertensi skunder (Sherwood,2001). Prevalensi penyakit ini dapat disebabkan oleh penyakit ginjal (hipertensi renal), penyakit endokrin, dan lainlain.Hipertensi yang tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ penting didalam tubuh. Akan tetapi perubahan yang
12
menyebabkan masalah tekanan darah pada setiap individu sulit untuk dilacak dan masih belum diketahui dengan jelas. Namun para ahli mengungkapkan, ada dua faktor yang memudahkan seseorang terkena hipertensi yaitu: faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat di kontrol.
Beberapa faktor yang tidak dapat dikontrol antarnya adalah: 1) Keturunan Faktor keturunan menunjukkan, jika kedua orang tua kita menderita hipertensi kemungkinan kita terkena penyakit ini sebesar 60% karena menunjukan ada faktor gen keturunan yang berperan.
2) Ciri Perseorangan Ciri perserorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur, jenis kelamin, dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah. Individu yang berumur diatas 50 tahun, mempunyai 50-60% memiliki tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg.
Adapun faktor yang dapat dikontrol, yaitu : 1) Merokok Fakta otentik menunjukkan bahwa merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi. Kebanyakan efek ini berkaitan dengan kandungan nikotin (Lovastatin, 2005).
2) Konsumsi alkohol Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah. Para peminum berat mempunyai resiko mengalami hipertensi empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak mengkonsumsi minuman beralkohol.
13
3) Obesitas Seseorang dikatakan obesitas bila berat badannya pada laki-laki melebihi 15 % dan pada wanita 20% dari berat badan ideal menurut umurnya. Pada orang yang menderita obesitas, organorgan tubuhnya dipaksa untuk bekerja lebih berat karena harus membawa kelebihan berat badannya. Oleh sebab itu, pada umumnya orang obesitas lebih cepat gerah, capai, dan mempunyai kecenderungan untuk membuat kekeliruan bekerja.
4) Stres Hubungan stress dengan hipertensi adalah melalui aktivitas saraf simpatis. Saraf simpatis merupakan saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas. Peningkatan saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara tidak menentu. Apabila stress berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.
5) Asupan natrium Asupan natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi, karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium.
4. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Menurut Kozier et.all (2009), ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi tekanan darah, diantaranya adalah :
14
a. Umur Bayi yang baru lahir memiliki tekanan sistolik rata-rata 73 mmHg. tekanan sistolik dan diastolik meningkat secara bertahap sesuai usia hingga dewasa. Pada orang lanjut usia arterinya lebih keras dan kurang fleksibel terhadap darah. Hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan sistolik. Tekanan diastolik juga meningkat karena dinding pembuluh darah tidak lagi retraksi secara fleksibel pada penurunan tekanan darah.
b. Jenis kelamin Berdasarkan Journal of Clinical Hypertension, menyatakan bahwa perubahan hormon yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga menyebabkan resiko wanita terkena penyakit jantung menjadi lebih tinggi.
c. Olah raga Aktivitas fisik meningkatkan tekanan darah.
d. Obat-obatan Banyak obat-obatan yang dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah.
e.
Ras Pria Amerika Afrika berusia diatas 35 tahun memiliki tekanan darah lebih tinggi dari pada pria amerika eropa yang memiliki usia yang sama.
15
f. Obesitas Obesitas, baik pada masa anak-anak merupakan faktor predisposisi hipertensi. 5. Gejala Klinis Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala, bila ada biasanya menunjukkan kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai dengan system organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala paling menyertai hipertensi. Hipertropi ventrikel kiri terjadi sebagai peningkatan beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi sebagai tekanan sistemik yang meningkat.
Apabila jantung tidak mampulagi menahan peningkatan beban kerja maka terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifistasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azotemia (peningkatan nitrogen urea darah dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemik pasien yang termanifestasi sebagai paralisis sementara pada sisi (hemiflegi) atau gangguan ketajaman penglihatan. Tetapi kadang menimbulkan seperti nyeri kepala, epitaksis, pusing, gemetar, sering marah-marah, tekanan darah lebih dari 149/90 mmHg (Smeltzer&Bare, 2001).
6. Patofisiologi Hipertensi Menurut Smeltzer & Bare (2001) mengatakan bahwa mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis di torax dan abdomen,
16
rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis. Pada titik ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan melepaskannya norefrineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah. Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal menjadi berkurang/menurun dan berakibat diproduksinya rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensin yang kemudian diubah menjadi angiotensis ini yang merupakan vasokonstriktor yang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenal dimana hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal dan menyebabkan
peningkatan
volume
cairan
intra
vaskuler
yang
menyebabkan hipertensi.
7. Komplikasi Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung yang biasa mengenai jantung, otak, ginjal, arteri perifer dan mata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui kerusakan akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibody terhadap reseptor ATI Angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide synthasedan lain-lain.
17
Table 2.2 Faktor Resiko Kardiovaskular Dapat Dimodifikasi
Tidak Dapat Dimodifikasi
Hipertensi
Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65 tahun).
Merokok
Riwayat
Obesitas (BMI ≥ 30)
kardiovaskular premature (pria < 55 tahun,
Physical inactivity
wanita < 65 tahun).
keluarga
dengan
penyakit
Dislipidemia Diabetes mellitus Mikroalbuminemia atau GFR<60 ml/min
Sumber: Yogiantoro (2006)
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi antara lain, yaitu : a. Arterosklerosis Orang yang menderita hipertensi kemungkinan besar akan menderita arterosklerosis. Arterosklerosis merupakan suatu penyakit pada dinding pembuluh darah yakni lapisan dalamnya menjadi tebal karena timbunan lemak yang dinamakan plaque atau suatu endapan keras yang tidak normal pada dinding arteri. Pembuluh darah mendapat tekanan paling berat, jika tekanan darah terus menerus tinggi dan berubah, sehingga saluran darah tersebut menjadi sempit dan aliran darah menjadi tidak lancar.
b. Jantung Jantung berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Untuk itu otot jantung memerlukan oksigen dan zat gizi yang cukup. Zat gizi dan oksigen diangkut oleh darah melalui pembuluh darah. Persoalan akan timbul bila terdapat halangan atau kelainan dipembuluh darah, yang berarti kurangnya suplai oksigen dan zat gizi untuk menggerakan jantung secara normal.
18
c. Stroke Hipertensi dapat menyebabkan tekanan yang lebih besar pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah menjadi lemah dan pembuluh darah akan mudah pecah. Pada kasus seperti itu, biasanya pembuluh darah akan pecah akibat lonjakan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba. Pecahnya pembuluh darah di otak dapat menyebabkan sel-sel otak yang seharusnya mendapatkan asupan oksigen dan zat gizi yang dibawa melalui pembuluh darah tersebut menjadi kekurangan zat gizi dan akhirnya mati.
8. Pengobatan Hipertensi Penatalaksanaan hipertensi tidak selalu menggunakan obat-obatan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis dapat dilakukan pada penderita hipertensi yaitu meliputi: teknik-teknik mengurangi setres, penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau, olahraga atau latihan yang berefek meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi dan relaksasi yang merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi hipertensi (Muttaqin, 2009).
Dalampenatalaksanaan
hipertensi
bertujuan
untuk
menghentikan
kelanjutan kenaikan tekanan darah yang dapat menyebabkan komplikasi. Untuk komplikasi hipertensi seperti stroke gagal jantung, gagal ginjal dan kerusakan otak. Faktor resiko utamanya adalah riwayat hipertensi dan disertai faktor resiko penyebab hipertensi seperti merokok, pola makan yang tidak sehat dan tidak seimbang, konsumsi alkohol dan lain sebagainya. Sehingga dengan penatalaksanannya sedini mungkin akan mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi antara 75-80 %. (Muttaqin, 2009)
19
Adapun jenis pengobatan hipertensi digolongkan menjadi dua bagian yaitu secara farmakologis dan nonfarmakologis. Adapun pengobatan yang berupa farmakologis meliputi golongan obat anti hipertensi yang banyak digunakan
adalah
diuretik
tiazid
(misalnya
bendroflumetiazid),
beta‐bloker, (misalnya propanolol, atenolol,) penghambat
angiotensin
converting enzymes (misalnya captopril, enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan, losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin) dan alpha‐ blocker (misalnya doksasozin). Yang lebih jarang digunakan adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan yang jarang dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis hipertensi. (Gormer, 2007). a. Farmakologis Setiawati & Bustami (2005) adapun pengobatan farmakologi pada penderita hipertensi meliputi : 1) Diuretik tiazid Diuretik dengan potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal,meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1‐2 jam setelah pemberian dan bertahan sampai 12‐24 jam, sehingga obat ini cukup diberikan sekali sehari.
2) Beta blocker Obat ini
mampu memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini
diklasifikasikan menjadi reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan reseptor beta‐2
20
banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer
akan
memacu
penglepasan
neurotransmitter
yang
meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta‐1 pada nodus sino‐atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan rennin, meningkatkan aktivitas system rennin ‐ angiotensin ‐ aldosteron. 3) Angiotensin Converting Enzyme inhibitor (ACEi) Obat ini menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vaso‐konstriktor kuat yang memacu pelepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer. 4) Calcium Channel Blockers (CCB) Obat ini menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel‐sel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB:
dihidropiridin
(misalnya
nifedipin
dan
amlodipin);
fenilalkalamin (verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem).
21
Dihidropiridin
mempunyai
sifat
vasodilator
perifer
yang
merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan dugunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina.Semua CCB dimetabolisme di hati. 5) Alpha‐blocker (penghambat adreno‐septor alfa‐1)
Obat ini memblok adrenoseptor alfa‐1 perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten. Adapun efek samping nya alpha‐blocker dapat menyebabkan hipotensi postural, yang sering terjadi pada pemberian dosis pertama kali.
6) Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil) Obat ini menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos pembuluh darah. Antihipertensi kerja sentral (misalnya klonidin, metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha‐2 atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek ahirnya menurunkan tekanan darah. 7) Minoksidil Obat ini diasosiasikan dengan hipertrikosis (hirsutism) sehingga kkurang sesuai untuk pasien wanita. Obat‐obat kerja sentral tidak spesifik atau tidak cukup selektif untuk menghindari efek samping sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut kering dan mengantuk, yang sering terjadi. Metildopa mempunyai mekanisme kerja yang mirip dengan konidin tetapi dapat memnyebabkan efek samping pada sistem imun, termasuk pireksia, hepatitis dan anemia hemolitik.
22
b. Nonfarmakologi Therapi nonfarmakologis pada dasarnya dapat diterapkan dan tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi penderita hipertensi, dimana penerapannya juga lebih mudah dan dapat dijadikan penatalaksanaan dalam asuhan keperawatan (Setiawati & Bustami, 2005). Adapun penatalaksanaan non farmakologis meliputi program penurunan berat badan bagi klien obesitas dengan membatasi konsumsi lemak, mengurangi konsumsigaram, olahraga teratur, makan banyak buah dan sayuran segar, tidak merokok,tidak mengkonsumsi minuman beralkohol, berusaha membina hidup yang positif dan mengendalikan stres dengan latihan relaksasi dan meditasi (National Safety Council, 2003).
Teknik relaksasi sendiri dibagi menjadi 2 macam, yaitu tehni relaksasi fisik dan mental. Adapun tehnik relaksasi fisik antara lain : pernafasan diafragma, relaksasi otot secara progresif, pelatihan otogenik, olahraga dan nutrisi. Sedangkan yang termasuk tehnik relaksasi mental yaitu meditasi
dan
imajinasi
mental
(National
Safety
Council,2003).Pernafasan diafragma masih menjadi metode relaksasi yang termudah.
Pernafasan diafragma merupakan pernafasan yang pelan, sadar, dan dalam. Metode ini melibatkan gerakan sadar abdomen paling bawah, atau daerah perut (National Saftey Council, 2003). Teknik relaksasi berasal dari berbagai benua dan kebudayaan yang ada sejak beberapa tahun yang lalu. Contoh teknik pernafasan diafragma, relaksasi otot secara progresif, pelatihan otogenik, meditasi dan imajinasi mental (National Safety Council, 2003).
23
Pernafasan diafragama berfokus pada sensasi tubuh semata dengan merasakan udara mengalir melalui hidung atau mulut secara perlahanlahan menuju ke paru-paru dan berbalik ke jalur yang sama sehingga semua rangsangan yang berasal dari indra lain dihambat. Hampir semua pernafasan tenang yang normal dicapai melalui pergerakan inspirasi diafragma.
Selama inspirasi diafragma menarik bawah atas rongga dada kearah bawah, tetapi tenaga elastik tak cukup kuat untuk menyebabkan ekspirasi cepat yang diperlukan, sehingga keadaan ini dicapai dengan kontraksi otot perut, yang mendorong isi perut keatas pada bagian diafragma (Guyton,2000). Dalam keadaan panik nafas seorang menjadi lebih cepat dan pendek, dengan kontraksi otot dada bagian atas menjadi lebih kuat, ketika dada bagian atas mengembang, rangsangan saraf meningkat, dan tanda-tanda vital (ferkuensi jantung, tekanan darah) mulai meningkat. Dalam kondisi rileks, metabolisme tubuh berjalan lambat sehingga siklus pernafasan menjadi lebih rendah.
Dengan tehnik relaksasi pernafasan diafragma yang lebih menekankan bagian perut, seseorang dapat mengurang frekuensi nafas menjadi sekitar tiga sampai empat kali permenit sehingga dapat menurnkan tekanan darah dan kontraksi jantung (National Saftey Council, 2003). Oleh sebab itu, penyakit hipertensi sangat memerlukan penangan tanpa menimbulkan efek samping, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg (Muttaqin, 2009).
24
B. Konsep Relaksasi Nafas Dalam 1. Definisi Teknik
relaksasi
napas
dalam
merupakan
suatu
bentuk
asuhan
keperawatan,yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukannapas dalam, napas lambat (menahan respirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri,teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigen dalam darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Latihan pernafasan terdiri atas latihan dan praktik pernafasan yang dirancang dan dijalankan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efesien, dan untuk mengurangi kerja nafas. Latihan pernafasan dapat meningkatkan pengembangan paru sehingga ventilasi alveoli meningkat dan akan meningkatkan konsentrasi oksigen dalam darah sehingga kebutuhan oksigen terpenuhi. (Smeltzer & Bare, 2001).
Latihan nafas dalam bukanlah bentuk dari latihan fisik, ini merupakan teknik jiwa dan tubuh yang biasa ditambahkan dalam berbagai rutinitas guna mendapatkan efek relaks. Peraktik jangka panjang dari latihan pernafasan dalam akan memperbaiki kesehatan. Bernafas pelan adalah bentuk paling sehat dari pernafasan dalam (Smeltzer & Bare, 2001).
Latihan nafas dalam ini akan membantu anda rileks, karena saat anda bernafas dalam-dalam, otak akan menerima pesan untuk tenang. Otak akan melanjutkan pesan yang sama keseluruh tubuh. Latihan pernafasan juga akan membantu membersihkan pikiran, karena sirkulasi tubuh membaik dan lebih banyak oksigen mengalir ke otak.
25
Pernafasan yang dalam atau panjang dapat memberikan energy, karena pada
saat
kita
menghembuskan
nafas,
kita
mengeluarkan
zat
karbondioksida sebagai kotoran hasil pembakaran dan saat menghirup nafas
kita
medapatkan
oksigen
yang
diperlukan
tubuh
untuk
membersihkan darah dan menghasilkan kekuatan. Smeltzer &Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi nafas dalam ini adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
Smeltzer&Bare (2001) Berdasarkan beberapa penelitian, pendekatan nonfarmakologis termasuk relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada terapi hipertensi. Relaksasi menjadikan efek obat hipertensi lebih efektif, jika penderita yang sedang melaksanakan pengobatan farmakologis.Mekanisme relaksasi
nafas dalam
(deep
breathing) pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008).
Berdasarkan konsep keprawatan yang menyatakan bahwa hipertensi termasuk penyakit dengan angka kejadian (prevalensi) yang cukup tinggi dan dikaitkan dengan kematian. Bila seorang dinyatakan positif mengidap hipertensi tetapi tidak berusaha mengatasinya dengan segera, maka akan mengundang munculnya resiko terkena penyakit jantung, stroke, dan gangguan berbahaya lainnya (Sustrani, et. al., 2004).
Salah satu pengelolaan penderita hipertensi adalah menggunakan pengobatan nonfarmakologis yaitu menciptakan keadaan yang rileks
26
dengan berbagai cara seperti meditasi, yoga yang dapat mengontrol sistem syaraf yang akhirnya menurunkan tekanan darah. Dewasa ini ketenangan pikiran untuk menjaga tekanan darah agar tetap normal sudah terbukti sangat efektif (Knight,2001).Sutarni, et. al., (2004), melaporkan banyaknya penderita hipertensi yang berhasil mengelola penyakitnya tanpa obat. Pengelolaan hipertensi tanpa obat, hasilnya lebih dari sekedar mengatasi penyakit ini saja, tapi juga sekaligus mencegah stroke dan serangan jantung.
2. Tujuan Relaksasi Nafas Dalam Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi napas dalam
adalah untuk
meningkatkan ventilasi
alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan.
3. Manfaat Relaksasi Nafas Dalam Pernafasan dalam atau panjang dapat memberikan energy karena pada saat kita menghembuskan nafas kita mengeluarkan zat karbondioksida sebagai kotoran hasil pembakaran dan saat menghirup nafas kita mendapatkan oksigen yang diperlukan tubuh untuk membersihkan darah dan menghasilkan kekuatan (Smeltzer & Bare, 2002).
Adapun manfaat relaksasi nafas dalam menurut Oktiawati (2008) antara lain: a)Mengurangi resiko penyakit tekanan darah tinggi;b) Mengurangi ketegangan otot tubuh; c) Mengurangi pengerasan jaringan pembuluh darah tubuh; d) Menambah energi dalam tubuh; e) Meningkatkan kualitas tidur dan menghilangkan insomnia; f) Meningkatkan daya tahan tubuh;g) Meningkatkan konsentrasi; h) Menjadi lebih tenang secara emosional; i) Membantu mengurangi rasa nyeri;j) Mengurangi biaya kesehatan dan
27
kecelakaan;k) Mengurangi resiko serangan jantung dan kematian akibat penyakit jantung.
4. Fisiologi Relaksasi Nafas Dalam Oksigen merupakan salah satu substansi pokok yang menunjang hampir seluruh kehidupan yang ada dibumi. Oksigen dibutuhkan oleh hampir seluruh penghuni bumi untuk terlibat dalam proses pembangkitan energi yang diperlukan untuk kelangsungan hidup mereka. Oleh karena itu dibutuhkan suatu mekanisme yang memungkinkan untuk pengambilan oksigen bebas dari udara sampai mendistribusikan ke sel-sel tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Mekanisme tersebut berjalan lewat beberapa tahapan, antara lain setiap ventilasi prinsipnya terjadi pertukaran udara paru, yang mengandung konsentrasi oksigen lebih kecil dengan udara bebas yang jumlah oksigennya relatif besar.
Proses ini berjalan dibawah kendali pusat pernafasan yang menerima sinyal tentang kebutuhan oksigen dan seluruh jaringan tubuh. Pusat pernafasan akan mengatur seberapa besar udara luar yang bisa dimasukkan ataupun seberapabesar udara paru yang harus dikeluarkan berdasarkan sinyal yang diterimanya. Diparu terdapat tekanan yang parsial antara oksigen yang terdapat dialveolus, yang bernilai lebih tinggi oleh oksigen pembuluh kapiler yang menyelimuti kapiler tersebut. Hal ini akan menyebabkan oksigen melintasi alveolus sampai menuju ke kapiler alveolus (Guyton, 2000).
5. Langkah-langkah Pernafasan Diafragma Posisiskan tubuh secara nyaman baik posisi duduk yang rileks maupun berbaring telentang dengan mata tertutup. Longgarkan pakaian disekitar leher dan pinggang. Letakkan tangan diatas perut dan rasakan naik turunnya perut pada setiap pernafasan (National Saftey Council, 2003).
28
Konsentrasi dan perhatian penuh seperti halnya tehnik relaksasi lain. Bila mungkin minimalkan gangguan dengan mencari tempat yang tenang. Biarkan pikiran anda menerawang dan berlalu.Pernafasan diafragma memerlukan keyakinan dan memusatkan perhatian hanya pada pernafasan. Konsentrasi empat fase pada setiap nafas :1) Inspirasi, menarik udara masuk kedalam paru-paru melalui saluran hidung; 2) Beri sedikit jeda sebelum mengeluarkan udara dari paru; 3) Ekshalasi, mengeluarkan udara dari paru melalui saluran masuknya udara tersebut;4) Beri jeda kembali setelah mengeluarkan udara dan sebelum mulai menghirup udara lagi.
Visualisasi dengan penggunann imajinasi dalam pernafasan diafragma dapat bermanfaat. Tehnik relaksasi pernafasan diafragma ini dapat dilakukan selama 5-15 menit, sebanyak 2-3 kali perharinya. Hal ini dapat menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg
atau 10-15 mmHg. Manfaat
terpentingnya untuk menjaga dan memperbaiki fungsi pembuluh darah. Darah
mengalir
membentuk
gelombang
transversal,
sehingga
bersinggungan dengan dinding pembuluh darah yang terdapat reseptor yang akan membuat endotel mengeluarkan Nitric Oxide(NO) yang berperan untuk dilatasi pembuluh darah (Oktiawati, 2008).
C. Standar Operasional Prosedur Relaksasi Nafas Dalam Menurut Priharjo (2003) bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi.Adapun langkahlangkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut : a)Ciptakan lingkungan yang tenang; b)Usahakan tetap rileks dan tenang; c)Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan; d)Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas bawah dan atas rileks; e)Anjurkan bernafas dengan irama normal 3
29
kali; f)Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan;
g)Membiarkan
telapak
tangan
dan
kaki
rileks;h)Usahakan agar tetap konsentrasi atau mata sambil terpejam; i) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi dengan istirahat singkat setiap 5 kali.
D. Hubungan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Hipertensi Bernafas
adalah
suatu
yang
sangat
penting
bagi
manusia
untuk
mempertahankan kehidupan seseorang. Seseorang dapat hidup beberapa hari atau bebrapa minggu tanpa makan. Tapi tidak bertahan lama tanpa bernafas. Bernafas adalah kegiatan ilmiah yang sudah dimulai sejak bayi dilahirkan. Paru-paru memperoleh oksigen dan masuk kedalam darah untuk dilarikan kedalam sel untuk pembakaran dan diperoleh energi. Karbondioksida sebagai hasil pembakaran ditransfer oleh darah kedalam paru untuk dikeluarkan.
Bernafas secara dalam merangsang munculnya oksida nitrit yang berfungsi membuat seseorang lebih tenang. Zat tersebut akan memasuki paru–paru bahkan pusat otak, sehingga tekanan darah yang dalam keadaan tinggi akan menurun, karena oksida nitrit merupakan vasodilasator yang penting untuk mengatur tekanan darah. Oksida nitrit dilepaskan secara kontinu dari endothelium arteri dan arteriol yang akan menyebabkan “shear-stress” pada sel endotel akibat tarikan viskositas darah terhadap dinding vaskuler. Stress ini akan mengubah bentuk sel-sel endotel sesuai arah aliran dan menyebabkan peningkatan pelepasan nitric oxide kemudian akan merelaksasikan pembuluh darah.
Keadaan ini menguntungkan karena hal tersebut akan meningkatkan diameter pembuluh darah. Tindakan relaksasi dilakukan dengan tujuan menurunkan jumlah rangsangan yang diciptakan oleh pancaindara sehingga menahan terbentuknya respon stres, terutama dalam sistem saraf dan hormon (National
30
Safety Council, 2003). Peningkatan aktivitas simpatis akan menyebabkan dikeluarkannya neuro transmiter neropineprin dari ujung saraf yang berada diotot polos pembuluh darah dan melalui rangsang pada adrinergik-1 reseptor terjadi konstriksi pembuluh darah.
Dengan tehnik relaksasi diafragma didapatkan keadaan darah yang penuh oksigen dipompakan oleh jantung menuju aorta, arteri, arteriola memasuki mikrosirkulasi menuju troughfare cahanel lalu kecabang kapiler yang dikendalikan oleh precapilary sphincter.Hampir semua darah dari sitem arteri menuju kevena cava melalui mikrosirkulasi, namun pada keadaan tertentu darah dapat berlangsung dari arteri menuju kevena melalui hubungan pintas (shunt) arteriola-venula.
Menurut World Health Organization(2009), seseorang dikatakan hipertensi apabila memiliki tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Perjalanan penyakit hipertensi
sangat
perlahan dan mungkin
penderita hipertensi
tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna (silent killer) (Prince, 2005). Hipertensi merupakan penyakit akibat gangguan sirkulasi darah yang masih menjadi masalah dalam kesehatan di masyarakat. Semakin tinggi tekanan darah semakin besar resikonya (Prince, 2005). Bila penderita hipertensi kurang atau bahkan belum mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dalam mengontrol tekanan darah, maka angka mordibitas dan mortalitas akan semakin meningkat dan masalah kesehatan dalam masyarakat semakin sulit untuk diperbaiki.
Data-data tersebut memperlihatkan bahwa begitu besar prevalensi penderita hipertensi yang masih memperlukan penatalaksanaan yang adekuat sehingga dapat menurunkan angka mordibitas dan mortalitasnya. Pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap tekanan darah pada kelompok eksperimen, berdasarkan hasil penelitian Elrita. et. al. (2013) menyatakan ada penurunan
31
tekanan darah yang signifikan sesudah dilakukan teknik relaksasi napas dalam pada penderita hipertensi sedang-berat kelompok eksperimen, nilai sistolik mengalami penurunan sebesar 165,77mmhg / 90,00 mmhg untuk hari ke-1, sedangkan hari ke-2 terjadi penurunan sebesar 149,33 mmhg /84,00 mmhg. Ini membuktikan bahwa teknik relaksasi napas dalam terbukti efektif dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi sedang-berat kelompok eksperimen. Juga terdapat pengaruh pada tekanan darah kelompok eksperimen, dengan melakukan teknik relaksasi napas dalam, nilai p. value 0,000 dimana (α=<0,05), sedangkan pada kelompok kontrol p.value 1,000 dimana (α=<0,05) tidak ada pengaruh. Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan tekanan darah hipertensi sedang-berat di ruangan Irina CBLU.RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou. Manado. Penelitian ini juga didukung oleh Heryanto(2004) yang mengatakan bahwa terapi relaksasi teknik pernapasan diafragma ini sangat baik untuk dilakukan setiap hari oleh penderita tekanan darah, agar membantu relaksasi otot tubuh terutama otot pembuluh darah sehingga dapat mempertahankan elastisitas pembuluh darah arteri.
Menurut Evelyn (2011), tekanan darah sistolik dihasilkan oleh otot jantung yang mendorong isi ventrikel masuk kedalam arteri yang telah teregang. Selama diastolik arteri masih tetap menggembung karena tahanan perifer dari arteriole-arteriole menghalangi semua darah mengalir kedalam jaringan.Maka tekanan darah sebagian tergantung kepada kekuatan dan volume dalam dinding arteriole. Kontraksi ini dipertahankan oleh saraf vasokontriktor, dan dikendalikan oleh pusat vasomotorik dalam media oblongata.Tekanan darah mengalami sedikit perubahan bersamaan dengan perubahan-perubahan gerak yang fisiologik, seperti sewaktu latihan jasmani, waktu adanya perubahan mental karena kecemasan dan emosi. Perbedaan tekanan darah pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, hasil penelitian menyatakan ada perbedaan tekanan darah
32
yang signifikan antara tekanan darah pre- test dan post-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di ruangan Irina CBLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Perbedaan dapat dilihat pada mean tekanan darah sistolik dan diastolik pre-test hari ke-1 pada kelompok eksperimen yaitu, nilai mean 170,00 mmhg / 101,33 mmhg,hari ke-2 156,60 mmhg / 90,00 mmhg. Setelah post-test nilai mean hari ke-1 165,77 mmhg / 90,00 mmhg, hari ke-2 nilai mean 149,33 mmhg / 84,00 mmhg. Sedangkan pada kelompok kontrol, hari ke-1 nilai mean pre-test sebesar 162,00 mmhg / 96,00 mmhg, hari ke-2 154,67 mmhg / 92,00 mmhg. Setelah post-test nilai mean hari ke-1 sebesar 162,00 mmhg / 96,00 mmhg, hari ke-2 154,67 mmhg / 92,00 mmhg. Pada kelompok eksperimen terjadi penurunan tekanan darah, baik pada hari ke-1 dan hari ke2, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan tekanan darah, baik pada hari ke-1 dan ke-2.
Hasil penelitian ini senada dengan penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Suwardianto (2011) yang menyatakan ada pengaruh teknik relaksasi napas dalam menurunkan tekanan darah, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi di Puskesmas Wilayah Selatan Kota Kediri. Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan adalah membantu penderita hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah pada tingkat optimal dan meningkatkan kualitas kehidupan secara maksimal dengan cara memberi intervensi asuhan keperawatan, sehingga dapat terjadi perbaikan kondisi kesehatan. Salah satu tindakan yang dapat diberikan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi adalah terapi relaksasi nafas dalam (deep breathing) (Izzo, 2008).
Mekanisme relaksasi nafas dalam (deep breathing) pada sistem pernafasan berupa suatu keadaan inspirasi dan ekspirasi pernafasan dengan frekuensi pernafasan menjadi 6-10 kali permenit sehingga terjadi peningkatan regangan kardiopulmonari (Izzo, 2008). Stimulasi peregangan di arkus aorta dan sinus
33
karotis diterima dan diteruskan oleh saraf vagus ke medula oblongata (pusat regulasi kardiovaskuler), selanjutnya merespon terjadinya peningkatan refleks baroreseptor (Gohde, 2010). Impuls aferen dari baroreseptor mencapai pusat jantung yang akan merangsang aktivitas saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioakselerator), sehingga menyebabkan vasodilatasi sistemik, penurunan denyut dan daya kontraksi jantung (Muttaqin, 2009).
Sistem saraf parasimpatis yang berjalan ke SA node melalui saraf vagus melepaskan
neurotransmiter
asetilkolin
yang
menghambat
kecepatan
depolarisasi SA node, sehingga terjadi penurunan kecepatan denyut jantung (kronotropik negatif). Perangsangan sistem saraf parasimpatis ke bagianbagian miokardium lainnya mengakibatkan penurunan kontraktilitas, volume sekuncup, curah jantung yang menghasilkan suatu efek inotropik negatif (Muttaqin, 2009). Keadaan tersebut mengakibatkan penurunan volume sekuncup, dan curah jantung. Pada otot rangka beberapa serabut vasomotor mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Akibat dari penurunan curah jantung, kontraksi serat-serat otot jantung, dan volume darah membuat tekanan darah menjadi menurun (Muttaqin, 2009).
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan penatalaksanaan nonfarmakologis terapi relaksasi nafas dalam untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi, dikarenakan terapi relaksasi nafas dalam dapat dilakukan secara mandiri, relatif mudah dilakukan dari pada terapi nonfarmakologis lainnya, tidak membutuhkan waktu lama untuk terapi, dan dapat mengurangi dampak buruk dari terapi farmakologis bagi penderita hipertensi. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti perlu untuk menganalisis pengaruh terapi relaksasi nafas dalam (deep breathing) terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kota Kediri dengan pembanding pada kelompok kontrol.
34
Dimana terdapat hubungan yang signifikan dari kedua variabel. Bahwa adanya pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunann tekanan darah pada penderita hipertensi. Hal ini dapat dilihat, bahwa penderita hipertensi yang melakukan pengobatan dengan cara therapi relaksasi nafas dalam dapat memberikan dampak yang positif terhadap kesehatan pasien yang mengalami hipertensi. Dimana pada penderita hipertensi yang sebelum melakukan teknik relaksasi nafas dalam meiliki tekanan darah yang tinggi dibandingkan pasien yang telah melakukan terapi relaksasi nafas dalam memberikan dampak yang mampu menurunkan tekanan darah, yaitu ditandai dengan penurunan sebanyak 5-10 mmHg atau 10-15 mmHg. Selama 5-15 menit dengan waktu 23 kali perhari.
E. Kerangka Konsep Penelitian
Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Tehnik relaksasi nafas dalam
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penurunan tekanan darah pada hipertensi
Obat-obatan Obesitas Membatasi konsumsi lemak Mengurangi konsumsi natrium Tidak merokok Tidak mengkonsumsi minuman beralkohol 7. Olah raga secara teratur
Keterangan : = Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti
35
F. Hipotesis Penelitian Ha : Ada hubungan yang signifikan antara teknik relaksasi nafas dalamterhadap penurunan tekanan darah setelah dilakukan teknik relaksasinafas dalam pada penderita hipertensi di Rumah Sakit Umum SariMutiara Medan tahun 2014.