3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) 2.1.2 Pengertian K3 Menurut Mangkunegara (2002) keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur. 2.2.2 Tujuan K3 Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a) Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis. b) Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin. c) Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya. d) Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pekerja. e) Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja. f) Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja. g) Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
2.2 Ergonomi Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan mereka. Sasaran penelitian ergonomi adalah manusia pada saat bekerja dalam lingkungan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk menurunkan stres yang akan dihadapi (Depkes 2009).
4
2.3 Pengaruh Warna dalam Performansi Kerja Performansi kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah lingkungan fisik tempat kerja. Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada di sekitar para pekerja yang meliputi warna, cahaya, udara, suara serta musik yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat 1995:135). Salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap lingkungan fisik tempat kerja adalah warna. Aspek warna dapat diaplikasikan dalam tempat kerja melalui permainan warna dalam desain baik desain peralatan, produk, atau media-media lain di sekitar tempat kerja seperti dinding, lantai, dan sebagainya. Beberapa penelitian menunjukan hubungan positif antara arti warna dilihat dari sudut pandang aspek aesthetic, psychological, physiological, associative, dan symbolic dengan efek warna pada desain lingkungan kerja terhadap performansi kerja. Misalnya penelitian yang membuktikan bahwa warna merah cocok untuk meningkatkan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi pada hal-hal yang detail dan warna biru cocok untuk meningkatkan pekerjaan yang membutuhkan kreativitas. Hal ini sejalan dengan ilmu fisiologi yang menyatakan bahwa warna merah menstimulasi tubuh dan pikiran, ilmu psikologi yang menyatakan bahwa warna biru memberikan kesan ketenangan pikiran atau perasaan tenang, serta ilmu psikologi yang menyatakan bahwa warna merah memberi kesan intimidasi dan memicu emosi (Moekijat 1995).
2.4 Chainsaw Chainsaw (gergaji rantai) adalah gergaji yang menggunakan mesin untuk menggerakkan rantai gergajinya. Pada awalnya orang menebang atau memotong kayu dengan gergaji manual. Setelah mesin ditemukan maka mesin diaplikasikan pada gergaji untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi. Chainsaw pada awal pembuatan adalah chainsaw yang lebih besar dan berat (lebih dari 60 kg) bahkan dioperasikan secara stasioner oleh lebih dari satu orang operator. Pada saat ini chainsaw sudah mengalami puluhan modifikasi bentuk dan aplikasi teknologi baru sehingga lahirlah chainsaw dengan teknologi mutakhir berupa chainsaw lebih kecil dan lebih ringan serta putaran mesin yang sangat cepat (>15 rpm).
5
Beberapa merk chainsaw terbaru tidak menggunakan engine berbahan bakar minyak tetapi menggunakan tenaga listrik. Chainsaw terbaru juga dilengkapi dengan pengaman atau penangkap rantai, rem rantai, anti vibrasi, serta pelumasan otomatis. Teknologi bahan pada bilah (guide bar) semakin berkembang sehingga diaplikasi bilah yang lebih ringan tetapi tahan terhadap gesekan, tekanan dan panas. Semua hal ini dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan kerja bagi operator chainsaw sekaligus meningkatkan produktivitas kerjanya. Komponen chainsaw dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu body, engine, bilah dan rantai. Body atau rangka adalah tempat komponen engine (motor), clutch, alat pengatur serta tempat ditambatkannya guide bar dan chain. Pada body ini juga ditambatkan karburator, tangki pelumas, tangki bahan bakar, pengaman rantai, pegangan (handle), dan starter. Engine atau motor adalah mesin penggerak atau pembangkit tenaga berupa motor 2 tak untuk menghasilkan energi mekanik yang memutar sumbu engkol yang pada akhirnya menggerakkan rantai. Besarnya engine sejalan dengan besar tenaga yang dihasilkannya, tetapi yang lebih utama pada chainsaw adalah jumlah putaran sumbu engkol (rpm). Makin tinggi rpm yang dihasilkan makin cepat rantai berputar. Makin cepat rantai berputar maka makin cepat pula mengerat atau memotong kayu. Bilah dan rantai merupakan titik pemanfaatan tenaga mesin dimana bilah (guide bar) adalah tempat lalunya atau berjalannya rantai. Sedangkan rantai (chain) untuk memotong atau mengerat kayu. Rantai terdiri beberapa bagian rantai. Terdapat 3 bagian rantai yang menyatu dalam satu untaian. Rantai yang bergerak disepanjang bilah (drive link), cutter (pengerat/memotong kayu) dan tie strap merupakan mengunci atau pengikat drive link dan cutter (Matangaran 2007).
2.5 Getaran Getaran adalah gerak bolak-balik suatu massa melalui keadaan setimbang terhadap suatu titik acuan, sedangkan getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan kegiatan manusia (Kep. MENLH No: KEP49/MENLH/11/1996).
6
Dalam kesehatan kerja, getaran yang terjadi secara mekanis dan secara umum terbagi atas (Sucofindo 2002): a. Getaran seluruh tubuh Merupakan getaran yang biasanya dialami oleh pengemudi kendaraan seperti traktor, bus, helikopter, dan kapal. Efek yang ditimbulkan berupa ketidaknyamanan karena goyangan organ, dan menurut beberapa penelitian dilaporkan efek jangka lama yang menimbulkan orteoartritis tulang belakang (Harrington dan Gill 2005). b. Getaran tangan lengan. Getaran jenis ini biasanya dialami oleh tenaga pekerja seperti operator chainsaw, penempa palu, tukang potong rumput, dan lain-lain. Efek getaran jenis ini berupa kelainan pada peredaran darah dan persyarafan, serta kerusakan pada persendian dan tulang-tulang.
2.6 Nilai Ambang Batas Getaran Lengan Tangan Nilai Ambang Batas (NAB) adalah batasan nilai yang masih dapat diterima atau ditoleransi. Menurut keputusan menteri tenaga kerja no. 51/KEP/MEN/1999 bahwa nilai ambang batas getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung pada lengan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 m/det2. Tabel 1 Nilai ambang batas getaran untuk pemajanan lengan dan tangan Nilai percepatan pada frekuensi dominan Jumlah waktu/hari kerja m/det2 G 4 jam dan kurang dari 8 jam 4 0,4 2 jam dan kurang dari 4 jam 6 0,61 1 jam dan kurang dari 2 jam 8 0,81 Kurang dari 1 jam 12 1,22 Sumber: Menteri Tenaga Kerja nomor: KEP/51/MEN/1999 Catatan: 1 G = 9,81 m/det2
2.7 Alat Pelindung Diri (APD) APD merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja seperti pekerja kehutanan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi kecelakaan kerja.
7
Jenis-jenis APD untuk Operator Chainsaw (ILO 1998) a. Sepatu keselamatan
e. Topi pengaman
b. Celana keselamatan
f. Klep (mesh)
c. Pakaian tertutup
g. Earmuff
d. Sarung tangan
2.8 Sarung Tangan Sarung tangan adalah sejenis pakaian yang menutupi lengan dan berfungsi melindungi pekerja dari sayatan, goresan, pecahan dan duri-duri yang ditemukan dalam semua jenis pekerjaan kehutanan dan perkayuan. Sarung tangan juga dapat mengurangi pengaruh getaran mekanis mesin-mesin (Suma’mur 1977).
2.9 Metode non parametrik dalam Statistika 2.9.1 Skala Pengukuran Berdasarkan skala pengukuran, data digolongkan dalam empat tipe, yaitu data nominal, ordinal, interval dan rasio. Data nominal dan ordinal adalah data kategorik, sedangkan interval dan rasio merupakan data numerik. a. Skala nominal Skala ini merupakan skala pengukuran paling rendah. Angka-angka yang tersaji dalam skala nominal ini hanya sebagai penggolongan agar dapat dibedakan saja dan tidak mengukur besaran. Sebagai contoh, dalam pengkodean jenis kelamin; kode 1 laki-laki dan 0 untuk perempuan hanya untuk membedakan antara jenis laki-laki dan perempuan tidak berarti nilai laki-laki lebih daripada perempuan. b. Skala ordinal Skala ordinal hampir sama dengan skala nominal. Hanya saja, selain untuk membedakan, skala ordinal sudah mempunyai urutan tingkatan. Dalam skala ordinal, angka 1 memiliki nilai lebih tinggi daripada 0. Meskipun demikian, jarak antara 0 dan 1 tidak bisa dijelaskan. Contoh skala ordinal adalah tingkat kepuasan (misalnya dalam important and performance analysis); sangat puas (5), puas (4), cukup puas (3), tidak puas (2), dan sangat tidak puas (1). Angka-angka ini memiliki makna bahwa 2 lebih besar dari 1, 3
8
lebih besar dari 2 dan 1, dan seterusnya. Tetapi, jarak atau selisih antara 1 dan 2, 2 dan 3, dan lainnya tidak mempunyai makna apapun. c. Skala interval Pada skala interval (atau skala selang), angka-angka yang disajikan menunjukkan tingkatan dan angka yang berurutan memiliki interval (jarak) yang sama. Ciri utama skala interval adalah tidak mempunyai titik dasar (nol) mutlak sehingga operasi perbandingan tidak dapat dilakukan. Contoh skala interval adalah pada pengukuran suhu dengan standar derajat Celcius ( 0C). Suhu 400 dan 200 memiliki selisih yang sama dengan suhu 800 dan 600 yaitu 200, akan tetapi suhu 400 tidak berarti 2 kali lebih panas dari 200. Demikian juga bahwa suhu 00 tidak berarti bahwa tidak mempunyai panas. d. Skala Rasio Skala rasio merupakan skala pengukuran tertinggi. Selain dapat membedakan, menunjukkan tingkatan, dan memiliki interval yang sama antar dua nilai yang berurutan, skala rasio dapat dibandingkan karena mempunyai nilai dasar (nol) multak. Contohnya adalah tinggi badan, harga barang, jumlah produksi dan lain-lain. Tabel 2 Skema keempat tipe skala pengukuran Data
Skala
Kategorik
Nominal Ordinal
Interval Rasio Sumber: Daniel (1990) Numerik
Dapat dibedakan √ √ √ √
Ada urutan tingkatan
Memiliki interval sama
Dapat dibandingkan
√ √ √
√ √
√
Mengenal jenis data penting dalam statistika karena sangat berhubungan dengan analisis statistika yang akan digunakan. Beberapa analisis statistika mensyaratkan skala data tertentu. Jika skala data tidak relevan dengan analisis yang digunakan, hasil yang akan diperoleh akan tidak sah.
2.9.2 Metode non parametrik Dalam inferensia statistika, dikenal dengan dua metode yaitu metode parametrik dan metode non parametrik. Perbedaan mendasar antara keduanya
9
terletak pada penggunaan asumsi mengenai populasi. Dalam melakukan pendugaan parameter, inferensia atau penarikan kesimpulan mengenai populasi, metode parametrik memberikan asumsi bahwa populasi menyebar menurut sebaran tertentu. Sebagai contoh, analisis ragam (ANOVA) memberikan asumsi bahwa contoh berasal dari populasi yang menyebar normal dengan ragam yang homogen. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, kesimpulan yang diperoleh menjadi tidak valid. Jika asumsi yang mendasari metode parametrik tidak terpenuhi, kita dapat menggunakan metode inferensia lain yang tidak terlalu bergantung pada asumsi baku. Metode non parametrik pada banyak kasus dapat digunakan untuk keperluan ini. Metode non parametrik tidak membutuhkan asumsi mengenai sebaran data populasi. Karena itu, metode ini sering disebut distribution-free method. Statistika non parametrik mencakup pemodelan statistika, pengujian hipotesis dan inferensia atau penarikan kesimpulan tentang populasi. Meskipun demikian, jika asumsi yang mendasari metode statistika parametrik dapat dipenuhi, penggunaan statistika non parametrik tidak begitu disarankan. Kelebihan metode non parametrik antara lain: (1) asumsi yang diperlukan sangat minimum (2) pada beberapa prosedur, perhitungan dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, (3) konsep dan metode lebih mudah dipahami dan (4) dapat diterapkan pada data dengan skala yang lebih rendah. Sedangkan kekurangan dari metode non parametrik antara lain: (1) karena sangat sederhana dan cepat, perhitungan dalam prosedur non parametrik terkadang dapat ‘membuang’ informasi dari data, (2) meskipun perhitungan sangat sederhana, prosedur non parametrik akan sangat membosankan terutama ketika data yang digunakan berukuran besar. Tabel 3 Contoh metode statistika parametrik dan non parametrik dalam pengujian hipotesis statistika Pengujian Uji nilai tengah satu populasi Uji perbedaan nilai tengah dua populasi yang saling bebas Uji perbedaan nilai tengah lebih dari dua populasi Uji korelasi antar dua variable Sumber: Daniel (1990)
Parametrik Uji-T
Metode Nonparametrik Uji tanda
Uji-T
Uji Mann-Whitney
Uji-F (ANOVA Korelasi Pearson
Uji Kruskal-Wallis Korelasi Spearman
10
2.10 Profil Badan Standardisasi Nasional (BSN) Badan Standardisasi Nasional (BSN) merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang memiliki tugas pokok membina dan mengembangkan standardisasi di Indonesia. Pembentukan badan pemerintah ini dilakukan pada tahun 1997 melalui Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Sususnan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, maka BSN menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang perumusannya dilakukan secara konsensus oleh stakeholder (produsen, konsumen, ahli atau akademisi, serta pemerintah). SNI merupakan dokumen yang berisi ketentuan teknis (aturan, pedoman atau karakteristik) dari suatu kegiatan atau hasilnya. SNI berlaku secara nasional di wilayah Indonesia. Dalam forum organisasi standardisasi internasional dan regional, BSN aktif menghadiri atau menjadi tuan rumah berbagai sidang internasional Internasional
Organisazation
for
Standardization
(ISO),
Internasional
Electrotechnical Commision (IEC) dan Codec Alimentarius Commission (CAC), ASEAN Consultative Committee for Standards and Quality (ACCSQ), APEC SubCommittee on Standards and Comformance (APEC SCSC), serta Pacific Area Standard Congress (PASC). Selain itu sebagai notification body, BSN menotifikasi atau menyampaikan draft regulasi teknis pemberlakuan SNI ke sekretariat Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Begitu pula sebaliknya, BSN sebagai inquiry point juga menerima draft regulasi teknis dari negara lain untuk selanjutnya dikoordinasikan ke instansi teknis terkait guna meminta tanggapan. Menghadapi berbagai perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain khususnya dengan China yang telah efektif berlaku 1 Januari 2010. BSN telah ditunjuk oleh Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai koordinator Gerakan Nasional Penerapan SNI atau GENAP SNI. Untuk mendukung GENAP SNI, BSN telah meluncurkan program free download SNI yang dapat diperoleh
11
melalui www.bsn.go.id sejak tanggal 26 Maret 2010. Dengan fasilitas online terbaru ini, maka stakeholder dapat memperoleh dokumen SNI secara gratis. Selain informasi standardisasi melalui website, BSN juga memiliki fasilitas Perpustakaan Standardisasi terlengkap dimana masyarakat bisa mendapatkan berbagai dokumen standar baik standar nasional maupun standar mancanegara, terbitan BSN, buku-buku standardisasi dengan harga yang sudah diatur dalam PP No. 62 Tahun 2007. Sumber : BSN
2.11 Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI merupakan sertifikasi pada produk (tanda SNI) yang berfungsi untuk jaminan tertulis yang menyatakan bahwa suatu produk telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia. APD dikatakan baik jika memiliki perlindungan dan kenyamanan, selain itu juga disarankan telah memenuhi kriteria standar seperti SNI. Sarung tangan yang di desain ulang menggunakan dua bahan utama yaitu karet (SAS) dan kulit (Suede). Oleh karena itu, referensi yang digunakan untuk sarung tangan tersebut adalah dokumen SNI 06-1301-1989 (sarung tangan karet), dan SNI 06-0652-2005 (sarung tangan dari kulit sapi untuk kerja berat). Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dari sarung tangan dengan bahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Sarung tangan karet Sarung tangan karet adalah alat pelindung tangan yang dibuat dari lateks dengan bentuk dan ukuran tertentu, diproses dengan cara acuan celup, yang dipergunakan untuk keperluan umum, kecuali keperluan medis dan industri kimia. Tabel 4 Persyaratan mutu sarung tangan karet No I 1 2 3 4 4.1 4.2 5 6
Jenis Uji Fisika Tebal Tegangan Putus Perpanjangan putus Pengusangan yang dipercepat - tegangan putus sesudah pengusangan - perpanjangan putus sesudah pengusangan Ketahanan Sobek Perpanjangan tetap 200% (permanen set)
Satuan
Persyaratan
Mm N/mm2 %
0,5 - 1,0 min. 17 min. 650
N/mm2 % N/mm2 %
min. 11 min. 500 min. 4 min. 2,50
12
Tabel 4 Persyaratan mutu sarung tangan karet (lanjutan) No
Jenis Uji Kimiawi Ketahanan terhadap basa - tegangan putus sesudah perendaman - perpanjangan putus sesudah perendaman ketahanan terhadap asam - tegangan putus sesudah perendaman - perpanjangan putus sesudah perendaman pengembangan (swelling) - perubahan panjang - perubahan lebar Organoleptis keadaan dan atau kenampakan sarung tangan karet
II 7 7.1 7.2 8 8.1 8.2 9 9.1 9.2 III
Satuan
Persyaratan
N/mm2 %
min. 16 min. 600
N/mm2 %
min. 16 min. 600
% %
maks. 60 maks. 60 kenampakan sarung tangan harus baik, tidak boleh ada tambalan bebas dari lubang, lepuh dan adanya benda-benda asing serta cacat fisik lainnya
Sumber: Dokumen SNI 06-1301-1989
2. Sarung tangan dari kulit sapi Merupakan sarung tangan yang terbuat dari kulit sapi samak krom yang dipakai pada kedua tangan dengan bentuk dan ukuran tertentu, serta digunakan untuk kerja berat. Kerja berat adalah kegiatan melakukan suatu pekerjaan dengan risiko terkena gangguan serius atau tidak serius, yang dapat menimbulkan kikisan ringan atau kasar pada organ tubuh. Tabel 5 Persyaratan mutu bahan kulit sapi untuk sarung tangan No 1 1.1
Jenis Uji Bagian telapak, punggung tangan, jari dan bagian pergelangan tangan Tebal
1.2
Penyamakan
-
Masak
1.3
Susut
%
maks. 10
1.4
Kekuatan tarik
kg/cm2
min. 175
1.5
2.1
Kekuatan gosok cat a. Kering b. Basah Bagian plisir Lebar
3.1 3.2
Benang jahit Bahan Jumlah lilitan
4.1
Pelapis tekstil Tebal
2
3
4
Satuan
Persyaratan
Keterangan
mm
1,0-2,0
Uji berdasarkan SNI 0485 Uji berdasarkan SNI 0485 Uji berdasarkan SNI 0485 Uji berdasarkan SNI 0485
mm
min. ¾ min. 3
Uji berdasarkan SNI 0996
3
Uji berdasarkan SNI 0652 Uji berdasarkan SNI 1508
Nilon, Poliester, Katun min. 3 mm
3-4
Uji berdasarkan SNI 0652
13
Tabel 6 Persyaratan ukuran sarung tangan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bagian yang diukur Panjang ibu jari Panjang jari telunjuk Panjang jari tengah Panjang jari manis Panjang jari kelingking Lebar punggung Lingkar pergelangan Lebar ibu jari Lebar jari telunjuk Lebar jari tengah Lebar jari manis Lebar jari kelingking Panjang manset
Kecil (cm) 11 16 19 18 16 13 28 5 4 4 3,75 3,5 13
Sedang (cm) 12 17 20 19 17 14 29 5,5 4,25 4,5 4 3,75 14
Besar (cm) 13 18 21 20 18 15 30 6 4,5 5 4,25 4,0 15
Tabel 7 Persyaratan mutu pengerjaan No 1
Jenis uji Jahitan
2 2.1
2.2
Mutu Bahan Pemotongan bagian punggung tangan, punggung ibu jari, telapak, telapak jari tengah, jari manis dan bagian manset Jahitan
Sumber: Dokumen SNI 06-0652-2005
Persyaratan Rapi, tidak meloncat, tidak menumpuk, dijahit (4-5) stik/cm Dipotong sesuai pola arah pemotongan bebas
Rapi, tidak meloncat, tidak menumpuk, dijahit (4-5) stik/cm