BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Demensia a. Pengertian Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. (Turana, 2006) Sementara itu Watson (2003) menyatakan bahwa demensia adalah suatu kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemempuan kognitif secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik. b. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala terjadinya demensia secara umum adalah sebagai berikut : (Hurley, 1998). 1) Daya ingat yang terus terjadi pada penderita demensia, ”lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. 2) Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada. 3) Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mangulang kata atau cerita yang sama berkali-kali. 4) Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis yang berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang di lakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul. 5) Adanya perubahan tingkah laku seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
8
c. Tahapan Tahapan-tahapan yang dialami pada penderita demensia adalah sebagai berikut : (Stanley, 2007) 1) Stadium I/Awal Berlangsung 2-4 tahun dan di sebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang di alami dan tidak menggangu aktivitas rutin dalam keluarga. (Stanley, 2007) 2) Stadium II/Pertengahan Berlangsung 2-10 tahun dan di sebut pase demensia. Gejalanya antara lain, disorientasi, gangguan bahasa (afasia). Penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, Gangguan kemampuan merawat diri yang sangat besar, Gangguan siklus tidur ganguan, Mulai terjadi inkontensia, tidak mengenal anggota keluarganya, tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungan. (Stanley, 2007) 3) Stadium III/Akhir Berlangsung 6-12 tahun, yaitu penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dangangguan komunikasi yang parah (membisu), ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman, gangguan mobilisasi dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan, kaku otot, gangguan siklus tidur-bangun, dengan peningkatan waktu tidur, tidak bisa mengendalikan buang air besar/kecil. Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan orang lain dan kematian terjadi akibat infeksi atau trauma. (Stanley, 2007)
9
d. Pencegahan Hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah (Stanley, 2007) : 1) Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan. 2) Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari. 3) Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif. e. Perawatan Demensia Merawat pasien dengan demensia sangat penting peranan dari perawat. Apakah ia anggota keluarga atau tenaga yang diupah, ia harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang demensia dan mau belajar terus untuk mendapatkan cara-cara efektif dalam mengasuh pasien. Perawat perlu berdiskusi dan berkonsultasi dengan dokter yang merawat pasien sehingga dapat dibuat suatu program pengobatan yang tepat. (Turana, 2006) Pemberian obat anti demensia pada fase demensia dini akan lebih jelas manfaatnya dibandingkan demensia fase berat. Karenanya semakin cepat didiagnosa adalah semakin baik hasil terapinya. Kadang-kadang orang takut mengetahui kondisi yang sebenarnya, lalu menunda mencari pertolongan dokter. Pemeriksaan kondisi mental dan evaluasi kognitif yang rutin (6 bulan sekali) sangat dianjurkan bagi orang yang berusia sekitar 60 tahun supaya dapat segera diketahui jika ada kemunduran kognitif yang mengarah pada demensia, dan dapat segera dilakukan intervensi guna mencegah kondisi yang lebih parah. (Turana, 2006) Penatalaksanaan demensia dilakukan melalui terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non-farmakologi yaitu terapi rehabilitasi dimana penderita dimampukan dalam mengurus kebutuhan dasarnya dengan mengoptimalkan kemampuan yang masih
10
ada.
Sedangkan
terapi
farmakologi
bertujuan
memperlambat
progresivitas penyakit dalam memperbaiki fungsi berpikir dan kontrol prilaku dengan obat-obatan. (Turana, 2006) Terapi non farmakologis dimulai dengan konsultasi dokter saraf yang menangani demensia untuk menganalisa masalah yang ada, kemudian ditentukan tujuan apa yang ingin dicapai. Hal ini bergantung dari jenis gangguan, berat gangguan, dan proses penyakitnya. Tindakan
rehabilitasi
yang
kurang
bermakna,
jangan
dianjurkan. Banyak kelompok yang menawarkan jasa, namun tidak dilakukan dengan baik. Tindakan-tindakan rehabilitasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut adalah : (Turana, 2006) 1) Mengoptimalkan kemampuan yang masih ada a) Daya ingat o Buat catatan kecil, untuk membantunya mengingat. Catatan bisa berupa jadwal kegiatan, daftar nomor telepon penting, atau yang lainnya. o Ajak pasien berjalan-jalan pada siang hari, untuk mencegah pasien tersesat. Hal ini terjadi karena pasien lupa jalan ke kamar mandi. o Pertahankan lingkungan yang familiar. Hal ini akan membantu penderita tetap memiliki orientasi, seperti pasang kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar, dan sebagainya. (Turana, 2006) b) Inkontinensia o Menjalani kegiatan mandi, buang air besar, buang air kecil secara rutin, untuk memberikan rasa keteraturan kepada penderita. o Buat jadwal saat berkemih dan buang air besar
11
o Berikan penderita makanan dan minuman yang bergizi yang rendah lemak (low-fat) dan buah-buahan. o Ajak pasien untuk melakukan olahraga sederhana seperti berjalan setiap pagi, dan latihan sederhana lainnya. Hindari merokok dan konsumsi alkohol. (Turana, 2006) c) Kesulitan berkomunikasi o Pasang alat bantu dengar pada penderita yang sudah mengalami ketulian o Usahakan untuk berkomunikasi lebih sering. Komunikasi bukan hanya dengan berbicara, namun juga dengan menyentuh tangan atau bahunya untuk membantu penderita memusatkan perhatiannya. (Turana, 2006) 2) Berupaya mengatasi masalah prilaku Prinsip perawatan mengenai perilaku adalah menemukan perubahan tingkah laku sedini mungkin. Langkah awal yang harus dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan tingkah laku adalah : (Turana, 2006) a) Periksa kemungkinan infeksi dan dehidrasi. b) Evaluasi terhadap setiap perubahan fisik atau penyakit yang sedang diderita pasien (misalnya hipotiroid). c) Lihat kemungkinan adanya efek samping obat (misalnya obatobatan yang menyebabkan perubahan tingkah laku seperti depresi, ansietas, atau gangguan tidur). d) Pertimbangkan
untuk
mengganti
obat
yang
sekarang
digunakan. e) Pertimbangkan untuk menghentikan atau mengurangi dosis obat-obat antikolinergik dan penggunaan benzodiazepine harus di tapering off. f) Lakukan pengawasan ketat untuk mencegah kecelakaan, keracunan obat dan makanan.
12
g) Hindari gangguan sensorik dengan memperbaiki fungsi penglihatan dan pendengaran. h) Cegah stimulasi yang berlebihan. Terlalu bising, terlalu banyak orang, lingkungan baru, dan perubahan rutinitas kegiatan akan memperparah gangguan perilaku pada orang tua yang demensia. i) Identifikasi penyebab gangguan perilaku. j) Gunakan pendekatan yang tepat dalam berinteraksi dengan pasien demensia yang mengalami perubahan tingkah laku. Teknik modifikasi tingkah laku sangat membantu untuk meringankan gangguan tingkah laku. Adapun teknik modifikasi tingkah laku dapat dilakukan sebagai berikut : (Turana, 2006) a) Lakukan pendekatan dengan tenang dan lembut Kekerasan,
perintah,
suara
yang
terlalu
keras
akan
memperberat gangguan perilaku karena pasien akan merasa terancam dan ketakutan. Pendekatan ke pasien harus dilakukan pelan-pelan agar tidak mengejutkan mereka. Memindahkan pasien secara tergesa-gesa juga akan menyebabkan mereka merasa tidak nyaman dan cemas. b) Menggunakan bahasa isyarat agar tidak mengejutkan pasien Semakin berat demensia, semakin kurang bahasa yang bisa dipahami pasien sehingga pasien lebih sering menggunakan bahasa isyarat. c) Berbicara pelan-pelan dan menggunakan kata-kata yang sederhana
sehingga
percakapan
menjadi
lebih
mudah
dimengerti. d) Memberikan rasa aman kepada pasien. Gangguan kognitif membuat pasien tidak percaya diri dan tidak yakin akan ingatannya. Bila mereka melakukan hal yang baik, berikan pujian. Jika pasien mulai bertindak aneh atau terlihat
13
bingung, tenangkan mereka dengan mengatakan bahwa mereka telah melakukan pekerjaan yang hebat. Jangan lupa untuk mengucapkan terimakasih jika pasien telah
melakukan
pekerjaan dengan baik, karena hal ini akan membangun rasa percaya diri pada pasien, pada dasarnya setiap orang menyukai pujian. e) Memberikan rasa empati terhadap masalah pasien. Walaupun pikiran pasien sedang kacau, akan lebih baik jika kita membenarkan segala perkataan mereka dan kita tidak perlu mengatakan kebenaran. Jika pasien bingung dan mengatakan bahwa seseorang telah mencuri gunting kukunya, jangan dipersalahkan walaupun hal itu tidak benar. Pasien akan marah karena tidak percaya pada kita, oleh karena itu kita harus menenangkan mereka dengan memberikan empati kepada mereka. f) Jangan memberikan perintah kepada pasien Semakin berat demensia, pasien semakin tidak mampu untuk memutuskan apa yang harus mereka lakukan. Kondisi seperti itu maka perawat sering memberikan perintah kepada mereka. Hal ini justru akan membuat mereka semakin menolak untuk melakukan pekerjaannya, karena mereka merasa diperintah.
Salah satu cara untuk meyakinkan pasien untuk
melakukan pekerjaannya adalah dengan membuat mereka berpikir bahwa pekerjaan tersebut harus dilakukan atas keinginan dan inisiatif mereka sendiri. g) Mengalihkan perhatian pasien Jika pasien berniat untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya bagi mereka seperti memasak atau menyetir, segera alihkan perhatian mereka dengan memperlihatkan sebuah gambar, mengajak pasien berjalan ke jendela untuk melihat-lihat
14
pemandangan, atau memberikan kue kepada mereka untuk dimakan. Berikan sesuatu yang mereka sukai. h) Mengawasi utilization behaviour Utilization behaviour dapat diartikan aktivitas tertentu yang masih dapat dilakukan pasien walaupun mengalami gangguan fungsi kognitif. Mereka akan melakukan aktivitas tersebut tidak pada waktu dan tempatnya. Jika menemukan hal ini, perawat harus mengawasi secara ketat terhadap hal-hal yang dilakukan tidak pada tempatnya. Pasien juga mungkin mengalami disorientasi waktu sehingga pasien sering keluyuran tengah malam dengan pakaian resmi. Perawat harus meletakkan sesuatu di atas mata pasien untuk mencegah situasi atau stimulus visual yang dapat membangkitkan perilaku tersebut. i) Out of sight dan out of mind Artinya sesuatu yang dilihat oleh pasien akan menyebabkan timbulnya perilaku yang aneh sebagai reaksi terhadap stimulus obyek atau situasi yang dialami pasien. Penting untuk menyingkirkan segala sesuatu dari pandangan mereka. Jauhkan pasien dari orang-orang atau tempat-tempat tertentu yang merangsang timbulnya perilaku tersebut. Hindarkan juga pasien dari cermin-cermin di rumah jika pasien tidak mengenali dirinya sendiri, karena hal ini akan menyebabkan kecemasan akan adanya pengacau di dalam rumah. j) Melakukan
kegiatan
rutin
untuk
aktivitas
sehari-hari
mencegah
timbulnya
disorientasi Melakukan
menghindarkan
seperti
biasanya
akan
pasien dari kecemasan atau kegelisahan.
Perubahan lingkungan sekitar merupakan penyebab yang paling sering timbulnya disorientasi dan kebingungan pada pasien.
15
k) Menambah aktivitas pada siang hari Menambah aktivitas pada siang hari bisa membantu karena akan merangsang pikiran pasien tetap aktif bekerja. Hal ini juga akan mengurangi waktu tidur dan menghasilkan tidur yang lebih baik pada malam hari sehingga mengurangi gejala insomnia (sulit tidur). l) Menempatkan pasien pada lingkungan yang aman Mengajak pasien untuk jalan-jalan akan membantu mengurangi kegelisahan pada pasein. Semakin berat demensia, pasien harus semakin diawasi untuk menjamin keselamatan pasien. m) Menghindari lingkungan yang terlalu merangsang. Pasien demensia yang sudah mulai mengalami gejala gelisah, cemas, cepat marah, atau suka mengkhayal akan selalu menunjukkan perburukan gangguan perilaku jika lingkungan mereka terlalu bising. Mereka mungkin ingin pergi, memukul, atau berteriak. Pasien harus dibawa ke tempat yang tenang. Jika pasien ikut serta mengunjungi keluarga yang terdiri dari banyak orang, akan lebih baik jika pasien ditempatkan di sebuah tempat yang tenang dengan ditemani 1 atau 2 orang anggota keluarga. n) Mengawasi kebiasaan ” hyperoral” Biasa terjadi pada demensia dengan degenerasi lobus frontotemporal di mana pasien suka mengunyah baik makanan maupun benda-benda lainnya. Perlu pengawasan terhadap pasien dengan gejala seperti ini untuk menghindarkan mereka memakan makanan yang tidak layak untuk dimakan. o) Mengurangi kebingungan pada malam hari Gangguan tidur pada malam hari menyebabkan pasien terus terbangun pada malam hari walaupun dalam keadaan gelap. Kebingungan sering terjadi karena pasien merasa melayanglayang dan penglihatannya kabur. Upaya untuk mengatasi
16
kebiasaan ini bisa digunakan lampu malam agar ruangan mereka tidak terlalu gelap. Kadang-kadang mereka terbangun dan pergi ke daerah yang terang untuk menenangkan diri. 3) Membantu keluarga atau orang yang merawat dengan memberikan informasi yang tepat a) Memberitahukan kepada keluarga agar tidak menghabiskan waktu dan dana untuk tindakan atau pengobatan yang belum terbukti khasiatnya. b) Keluarga penderita perlu dimotivasi untuk menghadapi keadaan secara realita, bahwa penderita
membutuhkan
dorongan agar dapat berfungsi secara efisien di lingkungan keluarga dan masyarakat. c) Memberikan latihan-latihan kepada keluarga ataupun orang yang merawat tentang bagaimana cara menghadapi dan memperlakukan penderita demensia. 4) Memberikan dukungan melalui lingkungan sekitarnya a) Berinteraksi sosial pada kebanyakan penderita demensia akan terasa
menyenangkan,
seperti
mengikuti
perkumpulan-
perkumpulan atau pesta. b) Aktivitas musik dan kesenian akan menenangkan dan mungkin akan bermanfaat bagi penderita demensia. c) Bila penderita dirawat di sebuah panti, ciptakan suasana seperti lingkungan rumah.
2. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap obyek terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri (Notoatmodjo, 2010).
17
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui oendidikan non formal. Pengetahuan tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positf dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan enentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. b. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu : 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Temasuk kedalam pengetahuan tingkat ii adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. ”tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (Comprehention) Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham oleh
18
objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi ataupun pada kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum,
rumus,
metode,
prinsip
dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu keseluruhan yang baru. Denagan kata lain sintesi adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada. Permasalahan kesehatan, sering dijumpai bahwa persepsi masyarakat tidak selalu sama dengan persepsi pihak petugas kesehatan. Kesepakatan atau kesamaan persepsi menumbuhkan keyakinan dalam hal masalah kesehatan yang dihadapi diperlukan suatu proses komunikasi-informasi-motivasi yang matang, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku seseorang.
19
3. Teori Perilaku Menurut Lawrence Green Green (1980) dalam Notoatmodjo (2010), mengembangkan suatu model pendekatan yang dapat untuk membuat perencanaan dan evaluasi kesehatan yang dikenal sebagai kerangka PRECEDE (predisposing, reinforcing and enabling causes in Educational Diagnosis ang Evaluation. Kemudian disempurnakan pada tahun 1991 menjadi PRECEDEPROCEED (Policy, Regulatory Organizational Construct in Ediucational and Environmental Development) yang dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan, implementasi dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan serta implementasi dan evaluasi (Notoatmodjo, 2010). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku adalah sebagai berikut : (Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2010), a. Faktor predisposisi (Predisposing) yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor kelompok predisposisi ini adalah : 1) Pengetahuan 2) Sikap 3) Nilai-nilai dan budaya 4) Kepercayaan dari orang tersebut tentang dan terhadap perilaku tertentu tersebut. 5) Beberapa karakteristik individu, misalnya umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan. b. Faktor pemungkin (Enabling) yaitu faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut, terdiri atas : 1) Ketersediaan pelayanan kesehatan 2) Ketercapaian
pelayanan
maupunbiaya dan sosial.
kesehatan
baik
dari
segi
jarak
20
3) Adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku tertentu tersebut. c. Faktor penguat (Reinforcing) yaitu faktor yang memperkuat atau kadang-kadang justru dapat memperlunak untuk terjadinya perilaku tersebut. Yang termasuk faktor penguat antara lain : pendapat, dukungan, kritik baik dari keluarga, teman-teman sekerja atau lingkungannya, bahkan juga dari petugas kesehatan sendiri.
B. Kerangka Teori Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka, disusun suatu kerangka teori mengenai perawatan lansia yang mengalami demensia yang pada dasarnya merupakan ringkasan dari berbagai hal yang telah diuraikan dalam tinjauan pustaka. Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah : Faktor predisposisi : o Pengetahuan o Sikap o Nilai o Keyakinan o karakteristik
Faktor pendukung : o Fasilitas o Komitmen masyarakat o Keterjangkauan sumber daya kesehatan
Tindakan Perawatan Lansia
Faktor penguat : o Keluarga o Teman o Tokoh masyarakat o Petugas kesehatan
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Teori Lawrence Green (1980) dikutip oleh Notoatmodjo (2010).
21
C. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep yang satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2005).
Variabel Independent :
Pengetahuan tentang Demensia
Variabel Dependent :
Perawatan Lansia Yang Mengalami Demensia
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
D. Hipotesis Penelitian Ada hubungan pengetahuan pengasuh unit rehabilitasi sosial tentang demensia dengan perawatan lansia yang mengalami demensia di Panti Wredha Pengayoman dan Panti Wredha Usia Betani di Kota Semarang.
22