BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Propeller Propeller merupakan sekelompok sayap berputar yang dibentuk bengkok, yang ditujukan agar menciptakan arah dari resultan gaya angkat yang menuju ke depan. Pada umumnya propeller terdiri dari dua atau lebih baling yang dihubungkan ke central hub yang merupakan bagian dimana baling – baling pesawat tersambung. Propeller berfungsi untuk mengubah gaya rotasi dari mesin menjadi gaya propulsif sebagai gaya dorong (Thrust) untuk pesawat. (Kroes, 1994) Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan propeller merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk dianalisa. Propeller merupakan sistem propulsi yang secara umum digunakan pada pesawat tanpa awak.Berdasarkan praktik di lapangan, propeller merupakan penyumbang kebisingan terbesar pada pesawat. Dimana kebisingan ini merupakan akumulasi dari kebisingan yang bersumber dari bending Vibration , mekanisme pressure field serta adanya turbulensi dan vorteks udara (Harris,1957). Ditinjau dari kebutuhan misi pengintaian,maka kebisingan yang ditimbulkan propeller harus rendah. Berdasarkan SK Menteri Negara Lingkungan hidup No.48 tahun 1996 tentang baku tingkat kebisingan untuk kawasan terbuka, maka tingkat kebisingan maksimum yang diijinkan adalah sebesar 50 db. Sementara pada aplikasinya di lapangan kondisi ini sulit diterapkan mengingat tingkat kebisingan pesawat secara umum lebih dari 80 db pada ketinggian 50-100 kaki. Reduksi tingkat kebisingan pada propeller mengacu kepada bentuk geometri dari propeller.Disain geometri sendiri biasanya dilakukan dengan menggunakan software disain. Sedangkan untuk pengujian dilakukan secara eksperimental pada wind tunnel dengan menggunakan SPL meter sebagai alat pengukur kebisingan.
62 Universitas Sumatera Utara
Dewasa ini pengujian kebisingan dapat dilakukan dengan menggunakan simulasi fluida yang dikenal dengan konsep aerocoustic.Kemajuan dalam bidang aerocoustic ini sangat membantu dalam pengujian kebisingan yang berkaitan dengan fluida. Dimana pengujian tidak lagi membutuhkan wind tunel dalam skala besar. Selain dari itu juga memudahkan dalam pembentukan geometri dimana hasil disain tidak perlu dibentuk terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian. Penelitian ini dilakukan dengan membentuk satu disain propeller dari bentuk dasar yang telah dipilih berdasarkan airfoil yang memiliki karakteristik turbulensi dan vortisitas yang paling rendah. Hasil dari pemodelan kemudian di uji dengan simulasi fluida untuk diketahui kecepatan dan tekanan dinamisnya sehingga dapat dimasukkan kedalam persamaan kebisingan
2.1.1 Sejarah Teori Propeller Penjelasan secara detail tentang teori bagaimana propeller bekerja sehingga menghasilkan thrust atau gaya dorong sangatlah rumit dan kompleks. Hal ini dikarenakan propeller merupakan sayap yang berputar dengan perubahan bentuk airfoil yang sulit untuk di jelaskan. Namun dasar teori dari prinsip propeller dapat di jelaskan secara sederhana berdasarkan teori teori yang telah ada. Teori propeller telah dikenal beberapa ratus tahun yang lalu oleh ilmuwan-ilmuwan pada masa itu. Beberapa teori yang telah dikenal diantaranya adalah teori momentum dan teori elemen bilah. Axial Momentum Theory diperkenalkan oleh W. J. M. Rankine pertama kali pada tahun 1865 dan mengalami beberapa perkembangan sampai disempurnakan oleh Betz pada tahun 1920 yang hingga sekarang lebih dikenal dengan General Momentum Theory. Sedangkan teori elemen bilah klasik diteliti pertama kali oleh Lanchester pada tahun 1907 dan disempurnakan dengan Vortex-Blade Element Theory oleh Joukowsky (1912) dan Betz (1919) (Kurniawan, 2011).
63 Universitas Sumatera Utara
2.1.2. General Momentum Theory Teori ini mempelajari tentang gaya-gaya yang dihasilkan oleh propeller. Propeller dianggap sebagai sebuah piringan, dan udara melewati piringan piringan tersebut. Gaya dorong dihasilkan dari perubahan momentum dari aliran udara sebelum dan sesudah melewati piringan tersebut.
2.1.3. Vortex-Blade Element Theory Teori ini adalah gabungan dari teori elemen bilah yang disempurnakan dengan vortex teory. Teori elemen bilah mempelajari tentang gaya-gaya di tiap-tiap bilah baling-baling dengan cara mem-breakdown bilah tersebut menjadi beberapa bagian. Tiap-tiap bagian dari bilah tersebut akan membentuk cincin dalam dua dimensi sehingga pada keadaan tiga dimensi akan membentuk tabung yang kemudian dihitung per bagian. Teori elemen bilah disempurnakan dengan teori vortex. Teori vortex tersebut berdasarkan atas keberadaan tip vortex yang dihasilkan oleh ujung bilah yang berputar sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1. Vorteks-vorteks tersebut lalu mengalir ke belakang membentuk lintasan berbentuk helikal. Konsep trailing edge vortices dan tip vortices pada propeler tersebut mirip dengan konsep-konsep pada finite wing. Hanya saja konsep ini dipakai untuk propeller dengan perubahan penampang serta perubahan sudu serang. Pada gambar 2.2 juga dapat menunjukkan bahwa penyederhanaan permasalahan dengan mengasumsikan aliran putaran hanya dihasilkan ujung bilah saja.
Gambar 2.1. Konsep vortex pada propeler
64 Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Bagian – Bagian Propeler menjelaskan teori propeller, perlu terlebih dahulu mengetahui bagian – bagian dari geometri propeller. Pada gambar 2.2 di bawah ini, terdapat sebuah propeller berjenis dua baling yang didesain untuk pesawat bobot ringan
Gambar 2.2. Bagian – Bagian Propeller Berikut adalah bagian – bagian yang terdapat pada sebuah propeller: 1. Leading Edge (Bagian depan) Merupakan bagian depan sebuah airfoil yang berfungsi untuk memotong udara. Ketika udara terbelah, maka aliran udara akan melewati permukaan yang melengkung (cambered face) dan bagian bawah yang rata (flat face). 2. Tip Merupakan bagian terluar propeller dari Hub. 3. Root Adalah bagian dari baling yang terdekat dengan hub. 4. Hub Merupakan pusat propeller sebagai bagian dimana baling – baling melekat.
65 Universitas Sumatera Utara
Luas permukaan dari sebuah baling propeller dapar dilihat dari gambar 2.2 di bawah ini. Melalui gambar ini terlihat bahwa pada sebuah baling (blade) terdapat leading edge sebagai bagian terluar dari propeller, trailing edge sebagai bagian dalam, cambered side sebagai daerah melengkung dan flat side atau face sebagai bagian yang rata. Baling – baling (Blade) propeller memiliki bentuk airfoil yang serupa dengan sayap pesawat sebagaimana terlihat di gambar 2.3. (Kroes, 1994)
Gambar 2.3 Luas Permukaan Sebuah Baling Propeller
Dikarenakan baling – baling dan sayap dari sebuah pesawat memiliki bentuk yang sama, maka tiap baling – baling dari propeller dapat dianggap sebagai sayap pesawat yang berotasi dalam ukuran yang lebih kecil, pendek dan tipis. Ketika baling – baling mulai berputar, udara akan mengalir di sekitar baling – baling sama halnya ketika udara mengalir di sayap pesawat. Perbedaannya adalah pada sayap pesawat, aliran udara ini mengakibatkan terangkatnya sayap ke atas, namun pada propeller, aliran udara ini mengakibatkan propeller maju ke depan.(Kroes, 1994)
2.1.5. Dasar Elemen Propeller Terdapat beberapa elemen penting pada sebuah propeller sepertiVo, n, d, β, w, dan L.Pada gambar 2.3 terdapat sketsa elemen propeller khususnya mengenai sudut serang (angle of attack) dari propeller. Untuk menghitung angle of attack αeyangefektif, perlu diketahui elemen Vo, n,d dan sudut airfoil β dimana angle of attack yang diperoleh akan digunakan untuk menghitung nilai rasio lift/drag (L/D). Karena nilai d berbeda pada setiap bagian airfoil dimulai dari awal sampai ujung baling – baling, Vo / πnd juga akan berbeda dan sudut baling yang berbeda juga akan diperoleh untuk bagian – bagian lainnya. Untuk
66 Universitas Sumatera Utara
alasan inilah maka baling propeller diputar sesuai dengan angle of attack yang paling efektif sepanjang blade. Elemen n merupakan revolusi propeller per satuan detik. Elemen dadalah diameter pada stasiun airfoil. Sudut β merupakan sudut blade di stasiun airfoil. Elemen w adalah kecepatan induksi ( induced velocity). VR merupakan kecepatan resultan udara tanpa kecepatan induksi dan VRe adalah kecepatan resultan efektif udara yang termasuk kecepatan induksi.
Gambar 2.4. Sudut Pada Baling – Baling Propeler Sudut baling (blade angle) dibentuk dari arah permukaan elemen dan bidang rotasi Sudut baling di sepanjang propeller memiliki nilai yang berbeda - beda. Hal ini dikarenakan kecepatan pada tiap bagian baling – baling berbeda – beda. Berikut adalah istilah – istilah lain yang terdapat dalam elemen propeller: •
Relative Wind (Udara Relatif) Merupakan udara yang bergerak menuju dan melewati airfoil ketika airfoil bergerak melewati udara.
67 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5. Udara Relatif •
Angle of Attack (Sudut Serang) Atau sering disebut sudut serang, merupakan sudut yang terjadi antara chord dari elemen dengan arah udara relatif
•
Propeler Path (Jalur Pergerakan Propeller) Adalah arah dari pergerakan elemen baling propeller
Gambar 2.6. Jalur Pergerakan Propeller •
Pitch Pitch merupakan jarak pergerakan sekali revolusi dari propeller yang
membentuk jalur spiral. •
Effective Pitch Adalah jarak sebenarnya dari perjalanan propeller dalam sekali revolusi di udara. Effective pitch biasanya lebih pendek dibandingkan geometric pitch, dimana hal ini disebabkan udara adalah fluida dan selalu terjadi slip 68 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Geometric dan Effective Pitch
2.1.6 Desain Propeller untuk Mengurangi Kebisingan Pada dasarnya, baling-baling pada propeller merupakan sayap kecil yang menghasilkan gaya resultan aerodinamis yang dibagi menjadi gaya yang bekerja sepanjang sumbu aksis dari pesawat (gaya dorong) dan gaya yang bekerja pada baling-baling propeller (momen torsi). Torsi berlawanan arah dengan pergerakan rotasi dari mesin yang terjadi seperti adanya tarikan terhadap propeller. Dalam keadaan setimbang, propeller berputar secara konstan yang digerakkan oleh torsi mesin yang mempunyai besar yang sama tetapi arah berbeda seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8. Propeller terdiri dari bagian yang berbentuk air foil dengan ukuran yang bervariasi. Sudut antara kecepatan relatif dan rotasi propeller disebut helix angel dan angle of advance. Untuk kecepatan partikuler pesawat, helix angle bervariasi dari dasar hingga ujung propeller dimana bagian ujung propeller berputar lebih cepat dibandingkan bagian dasar propeller. Bagian sudut propeller ditunjukkan pada gambar 2.. dan gambar 2.9. Helix angle dalam pendekatan mempunyai nilai 90o.
69 Universitas Sumatera Utara
Gbr. 2.8. Gaya dorong dan torsi pada propeller
Gambar 2.9. Bagian baling-baling pada propeller
70 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10. Terminologi propeller
Ada hal hal utama yang dapat mengurangi Kebisingan pada propeller yakni: 1. Low tip speed. (kecepatan rendah pada ujung blade) 2. Large number of blades. (besarnya jumlah blade) 3. Low disc loading. (muatan udara yang rendah pada area perputaran blade) 4. Large blade chord.(lebar dari blade propeller) 5. Minimum interference with rotor flow.(sedikitnya ganguan pada aliran udara dari propeller). Mendesain propeller rendah bising merupakan sebuah kajian khusus yang sangat kompleks. Dimana perhitungan aerodinamika harus diselaraskan dengan perhitungan kebisingan. Desain dari aerodinamika sendiri memiliki cakupan yang sangat luas,akan tetapi pada pembahasan kali ini permasalahan aerodinamika ketika mendisain propeller dapat di uraikan sesederhana mungkin.
71 Universitas Sumatera Utara
2.2 Airfoil Airfoil merupakan suatu bentuk geometri yang dibuat untuk menghasilkan gaya angkat yang lebih besar dari gaya drag pada saat ditempatkan pada sudut tertentu pada suatu aliran udara. Airfoil mempunyai bentuk ujung yang lancip untuk menjamin aliran udara sedapat mungkin sealiran (Clancy, 1975). Airfoil dapat menghasilkan gaya angkat (lift) yang dibutuhkan untuk mempertahankan pesawat terbang tetap di udara. Untuk menghasilkan gaya angkat ini maka airfoil tersebut perlu terus bergerak di udara. Harus diingat pula bahwa kita tidak mungkin hanya mendapatkan lift saja, tanpa menghasilkan gaya hambat. Gaya hambat ini harus diperkecil agar tenaga pendorong airfoil tidak mengalami hambatan yang besar. lift dan drag dipengaruhi oleh: 1.
Bentuk airfoil
2.
Luas permukaan airfoil
3.
Pangkat dua dari kecepatan aliran udara
4.
Kerapatan (densitas) udara
Persamaan
untuk
menghitung
Lift
dan
Drag
dapat
dinyatakan
dengan
(Anderson,1999) 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐿𝐿 = 𝐶𝐶𝐿𝐿
𝜌𝜌𝑉𝑉 2 2
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 = 𝐷𝐷 = 𝐶𝐶𝐷𝐷
𝑆𝑆
𝜌𝜌𝑉𝑉 2
Dimana :
2
CL
= Coefficient of Lift
𝜌𝜌
= Densitas Udara
S
= Kecepatan Udara
CD
= Coefficient of Drag
(2.1) 𝑆𝑆
(2.2)
2.3. Kebisingan Pada Propeller 2.3.1. Suara Suara
merupakan perubahan tekanan yang bergerak sepanjang material
dengan kecepatan yang bergantung kepada karakteristik material tersebut
(Beranek,
72 Universitas Sumatera Utara
2006). Gelombang suara pada fluida kebanyakan dihasilkan melalui permukaan zat padat yang bergetar di dalam fluida tersebut. Untuk mempermudah pemahaman terhadap proses terjadinya suara yang berkaitan dengan adanya permukaan zat padat yang bergetar dapat dilihat pada gambar 2.11.
Gambar 2.11. Gelombang suara pada material Pada gambar 2.10, permukaan benda yang bergetar mengakibatkan fluida yang
berdekatan
dengan
permukaan
tersebut
terkompresi.
Kompresi
ini
mengakibatkan efek menjauh dari permukaan yang bergetar. Efek ini disebut dengan gelombang suara, gelombang suara tersebut akan bergerak menjauhi permukaan yang bergetar dengan kecepatan yang bervariasi bergantung terhadap material yang dilalui.Untuk gas ideal, kecepatan suara adalah fungsi dari temperatur absolut. c dimana
gc γ
=�g c . γ . R . T
(2.3)
= fator konversi satuan = 1 kgm/N-s2 = spesfic heat ratio = cp/cv
R = konstanta gas spesifik = 287 J/kg-K T = temperatur absolut ( K )
2.3.2. Kebisingan (Noise) Noise atau bising merupakan suara atau bunyi yang tidak diinginkan keberadaannya (Harris,1957). Seiring berkembangnya waktu, kebanyakan dari mesin mesin produksi,mesin mesin transportasi, dan segala sesuatu yang dapat meningkatkan taraf hidup manusia selalu berdampingan dengan masalah kebisingan. Karena sifat dari kebisingan adalah keberadaannya tidak diinginkan, maka ada usaha usaha yang dilakukan untuk meniadakan atau meminimalisir kebisingan tersebut.
73 Universitas Sumatera Utara
Konsep dari minimalisasi kebisingan tersebut terbagi kedalam noise reduction dan noise control.
2.3.3. Sumber Noise Aerodinamis Sumber noise pada komponen aerodinamis dapat didefinisikan sebagai bunyi yang ditimbulkan akibat efek langsung dari pergerakan relatif antara fluida terhadap medium lingkungannya. Sumber sumber kebisingan ini merupakan gabungan dari kebisingan dalam skala periode dan kebisingan dalam skala acak dari sekumpulan perambatan kebisingan. Kebisingan aerodinamik yang terjadi dalam skala periodik cenderung lebih banyak hal yang mempengaruhinya
2.3.4. Tingkat Kebisingan Untuk mempermudah penentuan nilai kebisingan, maka ada metode yang digunakan dengan menggunakan skala level atau tingkat kebisingan suara dalam satuan desibel (db) yang dibagi menjadi dua kategori yakni sound pressure level dan sound power level. a. Sound Power level Sound power level dapat di definisikan dalam persamaan Lw = 10 log10
𝑊𝑊
𝑊𝑊𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟
(db)
(2.4)
Dimana W = Sound Power Wreff = sound power referensi dengan standar 10-12 wattt b. Sound Pressure Level (SPL) Hampir setiap pemikiran umum mendefenisikan kata desibel (db) dengan mengaitkan terhadap sound pressure level. Hal seperti ini telah menjadi suatu kesimpulan tersendiri bahwa apabila berbicara tentang skala desibel berbarti merupakan suatu hasil perhitungan dari sound pressure level. Contoh contoh bentuk tingkat daya suara yang dihasilkan oleh sumber kebisingan ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Contoh SPL Berdasarkan Sumbernya
74 Universitas Sumatera Utara
Sound Souces (Noise)
Sound Pressure Level
Examples with distance
(dB)
Jet Aircraft, 50 m Away 140 Threshold of pain 130 Threhold of discomfort 120 Chainsaw, 1 m distance 110 Disco, 1 m from speaker 100 Diesel truck, 10 m away 90 kerbside of busy road, 5 m 80 vacuum cleaner, 1 m distance 70 conversational speech 1 m 60 avarage home 50 quiet library 40 quiet bedroom at night 30 background in tv studio 20 rustling leaves 10 threshold of hearing 0 (Sumber: http://www.sengpielaudio.com/TableOfSoundPressureLevels.htm)
2.3.5 Noise pada Propeler Pada pesawat terbang dengan propeler sebagai penggerak memiliki prilaku yang berbeda dibandingkan dengan turbofan atau turbojet sebagai pendorong. Pada pesawat yang menggunakan propeller, aliran kebisingan relatif menyebar, sedangkan pada turbofan atau turbo jet, telah memiliki cerobong pendorong yang berfungsi sebagai pendorong atau bisa dikatakan pengarah gaya dorong sehingga dapat juga dipergunakan sebagai pengarah kebisingan. Noise yang bersumber dari propeller merupakan noise yang diakibatkan oleh konfigurasi dan kondisi operasi dari propeler. Struktur dan lokasi propeller yang menimbulkan noise disebabkan oleh getaran pada baling-baling dan aliran asimetrik yang terinduksi terjadi secara tidak normal.
75 Universitas Sumatera Utara
Menurut Harris, Cyrill M didalam bukunya Handbook of Noise Control, menyebutkan bahwa noise dari propeller yang menggerakkan pesawat terbagi menjadi dua jenis sumber bising yang utama. Yakni kebisingan yang bersumber dari motor penggerak dan kebisingan yang bersumber dari propeller itu sendiri. Kebanyakan dari orang orang yang belum mendalami permasalahan kebisingan pada propeller pesawat selalu beranggapan bahwa kebisingan itu disebabkan oleh adanya suara motor yang berisik. Padahal dari kondisi praktik, kebisingan yang diakibatkan oleh propeller merupakan sumber kebisingan yang paling penting yang secara umum melampaui kebisingan yang dihasilkan oleh motor penggerak (Harris, 1957). Propeller yang berputar dapat menghasilkan kebisingan melalui tiga Noise generation mechanisme yang berbeda. Yang pertama dihasilkan melalui bending vibration dari bilah propeller. Dikatakan oleh Harris, Cyril bahwa kebisingan yang dihasilkan oleh bending vibration
ini tidak begitu penting karena tidak begitu
mempengaruhi total kebisingan pada kenyataannya. Yang kedua dan mekanisme penghasil kebisingan yang paling penting adalah noise dari rotasi propeller yang dihasilkan oleh tekanan bidang yang mengelilingi setiap blade sebagai konsekuensi dari setiap pergerakannya. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sudut dari blade atau bilah propeller dan chamber pada airfoil. Noise generation mekanisme yang ketiga adalah kebisingan yang dihasilkan oleh vortex noise yang dihasilkan oleh vortisitas udara pada aliran lintasan baling yang terkumpul pada bilah propeler selama perputaran. Vortisitas juga terjadi sebagai akibat dari adanya pembentukan aliran udara setalah melewati profil airfoil dari propeller. Secara skematik, penjabaran tentang mekanisme pembentukan kebisingan dapat dilihat pada gambar 2.12.
76 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.12. Noise Generation Mechanisme pada propeler Perhitungan level kebisingan pada mekanisme Presure field merupakan perhitungan berdasarkan laju aliran volumetrik dan tekanan fluida yang terjadi pada permukaan bilah propeler. Sound power level untuk setiap oktav band dapat di estimasikan dengan mengikuti korelasi Graham (Barron,Randall F. 2001). 𝑄𝑄
𝑃𝑃
Lw = Lw(B) + 10 log10 � � + 20 log10 � � + BT 𝑄𝑄0
(2.5)
𝑃𝑃0
Dimana Lw(B) = basic sound level (diperoleh dari tabel Q = laju aliran volumetric
Q0 = laju aliran volumetric referensi = 0,47195 dm3/s P = tekanan melalui Propeler P0 = tekanan referensi = 248,8 Pa BT = Blade tone komponen (diperoleh dari table 2.2) Setiap baling baling menghasilkan bunyi (tone) berdasarkan Blade pass frequency (BPF) yang di peroleh dari persamaan BPF = Nb x
RPM 60
(2.6)
Diman Nb adalah jumlah bilah propeller.
(Sumber: Baron, 2001) 77 Universitas Sumatera Utara
Karena propeler pesawat beroperasi ketika pesawat terbang di udara, maka noise yang dihasilkan pada kondisi kerja propeller tergolong kedalam jenis transmisi outdoor. untuk menghitung level tekanan suara tersebut dapat di peroleh dari persamaan (Barron, 2001) Lp = Lw + (DI – 20 log10 ( r ) + 10log10 ( 𝜀𝜀-mr ) – 10log10 � Dimana DI = directivity index
2 4𝜋𝜋.(𝑃𝑃𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 )
𝜻𝜻.𝑊𝑊𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟
�
(2.7)
r = jarak penentuan tingkat tekanan suara m = 2𝝍𝝍 dimana 𝝍𝝍 = koefisien energi attenuation
𝜻𝜻 = Karakteristik impedansi
2.3.6. Disain Propeler untuk Noise Reduction Mendisain propeller rendah bising merupakan sebuah kajian khusus yang sangat kompleks. Dimana perhitungan aerodinamika harus diselaraskan dengan perhitungan kebisingan. Disain dari aerodinamika sendiri memiliki cakupan yang sangat luas,akan tetapi pada pembahasan kali ini permasalahan aerodinamika ketika mendisain propeller akan diuraikan sesederhana mungkin. Secara umum, beberapa parameter yang mempengaruhi kebisingan yang disebabkan oleh propeller adalah sebagai berikut: 1. Geometri dasar pembentuk propeller (airfoil) 2. Material propeller 3. Diameter propeller 4. Jumlah blades tiap propeller 5. RPM atau kecepatan ujung propeler 6. Ketajaman/kekasarn perubahan bentuk bilah propeller 7. Sudut puntir bilah propeller 8. Kecepatan pesawat 9. Jumlah propelller Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa secara umum propeller yang berputar akan memberikan tiga macam kebisingan yakni:
78 Universitas Sumatera Utara
1. Bising yang disebabkan bergetarnya bilah propeller 2. Bising yang disebabkan oleh turbulensi dan voteks udara 3. Bising yang disebabkan karena adanya presure field disekitar tiap tiap blade akibat pergerak dan perputaran bilah propellernya Aspek disain yang mempengaruhi bising yang disebabkan oleh bergetarnya bilah propeller adalah modulus elastisitas bahan dan masa jenisnya.Hal ini disebabkan kebisingan yang diakibatkan bergetarnya bilah propeller sangat dipengaruhi oleh cepat rambat suara pada bilah tersebut. Dimana cepat rambat suara pada benda padat dinyatakan dengan persamaan 𝐸𝐸
cpdt = �
(2.8)
𝜌𝜌
dimana cpdt
= Cepat rambat pada zat padat (m/s)
E
= Modulus young (Pa)
𝜌𝜌
= Massa jenis zat (kg/m3)
Sehingga untuk permasalahan reduksi kebisingan yang diakibatkan oleh getaran pada bilah propeller (bending vibration) sangat bergantung pada pemilihan materialnya. Bersamaan dengan penelitian ini juga tengah dikembangkan penelitian material dari campuran Al-Mg. pemilihan campuran Mg disebabkan oleh karakteristik material Mg yang ternyata memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyerap suara.Lebih jauh lagi bahwa pengembangan dari segi kajian material untuk propeller ini yang tengah dikembangkan adalah material dengan porositas didalamnya. Aspek disain selanjutnya yang perlu diperhatikan untuk mereduksi kebisingan yang diakibatkan oleh adanya turbulensi dan vorteks udara.Yakni
dengan
memperhatikan airfoil sebagai geometri dasar pembentuk airfoil. Aspek disain ini perlu menguji beberapa jenis airfoil yang memiliki tingkat turbulensi dan vortisitas yang rendah akan tetapi tetap memiliki unjuk kerja aerodinamis yang tinggi. Sedangkan aspek disain untuk mereduksi kebisingan yang disebabkan oleh mekanisme pressure field yang diakibatkan gerakan perputaran propeller sangat erat
79 Universitas Sumatera Utara
kaitannya dengan sudut puntir serta kekasaran perubahan bentuk geometri hasil disain yang dimiliki oleh bilah propeller. Sudut puntir ini akan berpengaruh terhadap tekanan dinamis fluida yang berputar seiring dengan perputaran bilah propeller. Sedangkan kekasaran perubahan bentuk akan meningkatkan tekanan dinamis parsial yang ada di dekat bilah propeller. Oleh karena itu sangat penting memperhatikan kelembutan perubahan bentuk penampang dari propeller.
2.4. Paduan Aluminium - Magnesium 2.4.1. Sejarah Aluminium Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-por dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menebak bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761, de Morveau mengajukan nama alumine untuk bahasa alum. Pada Tahun 1827, Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada 1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminium, walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan “ium”. Aluminium juga merupakan pengejaan yang dipakai di Amerika sampai tahun 1925 ketika American Chemical Society memutuskan untuk menggantikannya dengan Aluminium. Untuk selanjutnya pengejaan yang berakhir yang digunakan dan dipublikasikan. Metoda penambangan logam Aluminium adalah dengan cara mengelektrolisis alumina yang terlarut dalam cryolite. metoda ini ditemukan oleh Hall di AS pada Tahun 1886 dan pada saat yang bersamaan oleh Heroult di Perancis. Crylite, bijih alami yang ditemukan di Greenland sekarang ini tidak agi ditemukan untuk memproduksi Aluminium secara komersil. Penggabtinya adalah cairan buatan yang merupakan campuran natrium, Aluminium dan Kalsium Fluorida. Unsur ini ringan, tidak megnetik dan tidak mudah terpercik, merupakan logam kedua termudah dalam soal pembentukan, dan keenam dalam soal ductility. Aluminium banyak digunakan
80 Universitas Sumatera Utara
sebagai peralatan dapur, bahan kpntruksi bangunan dan ribuan aplikasi lainnya dimana logam yang mudah dibuat, kuat dan ringan diperlukan. Walau konduktivitas listriknya hanya 60% dari tembaga, Aluminium digunakan sebagai bahan transmisi karena ringan. Aluminium murni sangat lunak dan tidak kuat. Tetapi dapat dicampur dengan tembaga, magnesium, silikon, mangan, dan unsur-unsur lainnya untuk membentuk sifat-sifat yang menguntungkan. Campuran logam ini penting kegunaannya dalam kontruksi pesawat modern dan roket. Logam ini jika diuapkan divakum membentuk lapisan yang memiliki reflektivitas tinggi untuk cahaya yang tampak dan radiasi panas. Lapisan ini juga menjaga logam dibawahnya dari proses oksidasi sehingga tidak menurunkan nilai logam yang dilapisi. Lapisan ini juga digunakan untuk memproteksi kaca teleskop. Jenis Aluminium dibedakan berdasarkan kemurnian atau persentase aluminium murni dalam komposisi kimia materialnya. Pengelompokan ini diatur oleh Aluminium Association. Kode aluminium terdiri dari 4 digit dari 1XXX, 2XXX, 3XXX, …, 8XXX. 1.
Untuk Aluminium dengan kemurnian di atas 99%
2.
Untuk paduan Coper
3.
Untuk paduan Mangan
4.
Untuk paduan Silikon
5.
Untuk paduan Magnesium
6.
Untuk paduan Magnesium Silikon
7.
Untuk paduan zinc
Pada aluminium tempa, seri 1xxx digunakan untuk aluminium murni. Digit kedua dari seri tersebut menunjukkan komposisi aluminium dengan limit pengotor alamiahnya, sedangkan dua digit terakhir menunjukkan angka kemurnian dua desimalnya. Contoh pada AA 1170,, Aluminium ini memiliki kemurnian 99,70%. Digit pertama pada seri 2xxx sampai 7xxx menunjukkan kelompok paduannya berdasarkan unsur yang memiliki persentase komposisi terbesar dalam paduan. Digit kedua menunjukkan modifikasi dari unsur paduannya, jika digit kedua bernilai 0 maka paduan tersebut murni terdiri dari aluminium dan unsur paduan. Jika
81 Universitas Sumatera Utara
nilainya 1 – 9, maka paduan tersebut memiliki modifikasi dengan unsur lainnya. Dua angka terakhir untuk seri 2xxx – 8xxx tidak memiliki arti khusus, hanya untuk membedakan paduan aluminium tersebut dalam kelompoknya.
2.4.2. Sifat – sifat aluminium Semua sifat-sifat dasar aluminium, tentu saja dipengaruhi oleh efek dari berbagai elemen aluminium paduan. Unsur-unsur paduan utama dalam pengecoran aluminium paduan dasar adalah tembaga, silikon, magnesium, seng, kromium, mangan, timah dan titanium. Besi adalah elemen biasanya hadir dan biasanya dianggap sebagai pengotor. Aluminium-dasar paduan mungkin secara umum akan ditandai sebagai sistem eutektik, mengandung bahan intermetalik atau unsur-unsur sebagai fase berlebih. Karena kelarutan relatif rendah sebagian besar elemen paduan dalam aluminium dan paduan kompleksitas yang dihasilkan, salah satu paduan dasar aluminium dapat berisi beberapa fase logam, yang terkadang cukup kompleks dalam komposisi. Fase ini biasanya lebih larut lumayan dekat suhu eutektik dari pada suhu kamar, sehingga memungkinkan untuk panas-mengobati beberapa dari paduan oleh solusi dan penuaan panas-perawatan. Contoh spesifik dari penerapan panas-perawatan yang diberikan dalam paragraf berikutnya. Dalam pengertian kimia aluminium merupakan logam yang reaktif. Apabila di udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka aluminium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan aluminium sebenarnya bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar aluminium oksida yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang sangat reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat tidak berpengaruh terhadap aluminium karena lapisan aluminium kedap terhadap asam.
82 Universitas Sumatera Utara
Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali daya hantar listrik besi. Berat jenis aluminium 2,643 kg/m3 cukup ringan dibandingkan logam lain. Kekuatan aluminium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa paduannya. Aluminium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Dengan proses pemanasan dapat diperoleh aluminium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan aluminium ini dapat di mampu bentuk (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di patri.
2.4.3. Aluminium dan Paduannya. Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada aluminium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Adapun paduan-paduan aluminium yang sering dipakai yaitu: A. Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg Paduan ini mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Si efektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25 kgf/mm2.
83 Universitas Sumatera Utara
Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5% ditemukan oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat, dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan aluminium dengan nomor 2017, komposisi standarnya adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya yaitu duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang buruk, jadi apabila diinginkan ketahanan korosi yang tinggi maka permukaanya dilapisi dengan Al murni atau paduan aluminium yang tahan korosi yang disebut pelat alklad.
Gambar 2.13. Diagram fasa Al-Cu-Mg B. Paduan Al-Mg-Si Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10% yang ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai sebagai bahan untuk kapal laut, kapal terbang serta peralatan-peralatan kimia. Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi. Paduan alam sistem ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduanpaduan lainnya tetapi sangat liat dan sangat baik karena bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi.
84 Universitas Sumatera Utara
Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi.
Gambar 2.14. Perubahan fasa paduan Al-Mg-Si
2.4.4. Sejarah Magnesium. Magnesia, daerah di Thessaly. Senyawa-senyawa magnesium telah lama diketahui. Black telah mengenal magnesium sebagai elemen di tahun 1755. Davy berhasil mengisolasikannya di tahun 1808 dan Busy mempersiapkannya dalam bentuk yang koheren di tahun 1831. Magnesium merupakan elemen terbanyak kedelepan di kerak bumi. Magnesium tidak muncul tersendiri, tetapi selalu ditemukan dalam jumlah deposit yang banyak dalam bentuk magnesite, dolomite dan mineral-
85 Universitas Sumatera Utara
mineral lainnya. Logam ini sekarang dihasilkan di AS dengan mengelektrolisis magnesium klorida yang terfusi dari air asin, sumur, dan air laut. Paduan magnesium (Mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti aluminium, hanya saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.
Gambar 2.15. Diagram Phase Magnesium, Suhu(°C) Vs Mg(%)
Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada aluminium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah.Magnesium mempunyai temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.13. Ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan kimia atau pengecekan khusus setelah benda dicetak. Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn,
86 Universitas Sumatera Utara
0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. Kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi.
2.4.5. Sifat – sifat Magnesium. Magnesium merupakan logam yang ringan, putih keperak-perakan dan cukup kuat. Unsur ini mudah ternoda di udara, dan magnesium yang terbelah-belah secara halus dapat dengan mudah terbakar di udara dan mengeluarkan lidah api putih. Magnesium digunakan di fotografi, flares, pyrotechnics, termasuk incendiary bombs. Magnesium sepertiga lebih ringan dibanding aluminium dan dalam campuran logam digunakan sebagai bahan konstruksi pesawat dan missile. Logam ini memperbaiki karakter mekanik, fabrikasi dan las aluminium ketika digunakan sebagai alloying agent. Magnesium digunakan dalam memproduksi grafit dalam cast iron, dan digunakan sebagai bahan tambahan conventional propellants. Magnesium juga digunakan sebagai agen pereduksi dalam produksi uranium murni dan logam-logam lain dari garam-garamnya. Hidroksida (milk of magnesia), klorida, sulfat (Epsom salts) dan sitrat digunakan dalam kedokteran. Magnesite digunakan untuk refractory, sebagai batu bata dan lapisan di tungku-tungku pemanas.
2.4.6. Paduan Aluminium dan Magnesium. Aluminium banyak dipakai dengan paduan unsur lain, sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya, serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang ditambahkan pada aluminium selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Keberadaan magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC.Namun, hal ini tidak menjadikan aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi padasuhu di atas 60oC. Keberadaan magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut.
87 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.16. Al-Mg phase diagram, Temperatur (°C) Vs % Mg (http://www.aluminiumlearning.com)
Gambar diagram fasa Al-Mg diatas memperlihatkan penambahan Mg hingga komposisi 35.0%Mg akan cenderung menurunkan temperatur cair dari paduan aluminium. Penambahan Mg pada aluminium untuk fasa biner akan menghasilkan berbagai fasa seperti Al (0-17.1%Mg), Al2Mg2 (36.1 – 37.8%Mg), Al12Mg17 (4258%Mg), Mg (87-100%Mg). Unsur Mg pada paduan aluminium alloy type 6063 dapat
memperbaiki
sifat
mekanis
hinggan
kisaran
0.451-0.651%
(Omotoyinbo, 2010). Aluminium alloy yang terdiri dari paduan utama Si dan Mg pada perbandingan tertentuakan terbentuk magnesium silica, yang akan membuat aluminium jenis ini mampu untuk dilakukan heat treatment, ketangguhan akan berkurang jika dibandingkan dengan paduan Aluminium Cu dan Zn. Silikon memiliki sifat yang getas dan dapat dengan mudah mengalami crack, seperti fatiq terjadi didalam Alloy Al-Si terutama dengan pengintian dan pertumbuhan microcrack yang terdapat pada sekeliling fasa magnesium atau di dalam matrik aluminium (Ye.H, 2002).
88 Universitas Sumatera Utara
2.5. Pengecoran Logam Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukan dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku didalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau di pecah-pecah untuk dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat bagian mesin dengan bentuk yang kompleks. Pengecoran digunakan untuk membentuk logam dalam kondisi panas sesuai dengan bentuk cetakan yg telah dibuat. Pengecoran meterial logam cair atau plastik yang mudah meleleh (termoplastik), juga material yang larut air misalnya beton atau gips, dan materi lain yang mudah mencair atau pasta ketika dalam kondisi kering akan berubah menjadi keras dalam cetakan, dan terbakar dalam perapian. Proses pengecoran dibagi menjadi dua : expandeble (dapat diperluas) dan non expandeble (tidak dapat diperluas) mold casting. Aplikasi dari proses pengecoran sangat banyak salah satunya dapat ditemukan dalam pembuatan komponen permesinan. Proses pengecoran dilakukan melalui beberapa tahap mulai dari pembuatan pola, pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan proses daur ulang pasir cetakan. Hasil pengecoran disebut dengan coran atau benda cor. Proses pengecoran bisa dibedakan atas 2 yaitu proses pengecoran dan proses pencetakan. Proses pengecoran tidak menggunakan tekanan sewaktu mengisi rongga cetakan sedangkan proses pencetakan adalah logam cair ditekan agar mengisi rongga cetakan. Cetakan untuk kedua proses ini berbeda dimana proses pengecoran cetakan biasanya dibuat dari pasir sedangkan proses pencetakan, cetakannya dibuat dari logam.
2.5.1. Pembuatan Pola 89 Universitas Sumatera Utara
Sebelum melakukan pengecoran, dimana proses pembuatan pola terlebih dahulu dilakukan. Proses ini adalah dimana benda yang akan dicor dibuat sebagai pola. pola ini dibuat dengan material yang berbeda. Biasanya material yang digunakan untuk membuat malpada proses pengecoran berasal dari bahan non logam seperti; gypsum, semen, dan kayu. Mal ini berfungsi untuk membuat pola pada cetakan pasir. Pembuatan pola hanya dilakukan pada proses pengecoran yang menggunakan cetakan pasir. Pembuatan pola bisa dikatakan lebih sulit dibandingkan dengan proses pengecorannya. Proses pembuatan pola dilakukan dengan cara manual atau pun tradisional.
2.5.2. Pembuatan Cetakan Pembuatan Cetakan menentukan baik buruknya hasil coran. Ada berbagai jeniscetakan yang sering digunakan pada proses pengecoran logam yaitu : a. Cetakan Pasir Cetakan dibuat dengan jalan memadatkan pasir, pasir yang akan digunakan adalah pasir alam atau pasir buatan yang mengandung tanah lempeng. Pasir ini biasanya dicampur pengikat khusus, seperti air, kaca, bentonit, semen, resin ferol, minyak pengering. Bahan tersebut akan memperkuat dan mempermudah operasi pembuatan cetakan (Tata Surdia, 1992). b. Cetakan Logam Cetakan ini dibuat dengan menggunakan bahan yang terbuat dari logam. Cetakan jenis logam biasanya dipakai untuk industri-industri besar yang jumlah produksinya sangat banyak, sehingga sekali membuat cetakan dapat dipakai untuk selamanya. Cetakan logam harus terbuat dari bahan yang lebih baik dan lebih kuat dari logam coran, karena dengan adanya bahan yang lebih kuat maka cetakan tidak akan terkikis oleh logam coran yang akan di tuang. Membuat coran harus dilakukan proses-proses seperti : pencairan logam, membuat pola, membuat cetakan, menuang, membongkar dan membersihkan coran.
90 Universitas Sumatera Utara
Proses pencairkan logam dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam tanur yang dipakai. Umumnya kupola atau tanur induksi frekwensi rendah dipergunakan untuk besi cor, tanur busur listrik atau tanur induksi frekwensi tinggi digunakan untuk baja tuang dan tanur krus untuk paduan tembaga atau coran paduan ringan. Tanurtanur ini dapat memberikan logam cair yang baik dan sangat ekonomis untuk logamlogam tersebut.
2.5.3 Proses Pengecoran Proses pengecoran akan dihasilkan aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya tembaga, magnesium, mangan, nikel, silikon dan sebagainya (Ir.Tata Surdia M.S. Met. E). Desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu ; bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Pembuatan cetakan dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebal irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Kwalitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, dan lain-lainya, maka penentuanya memerlukan pertimbangan yang teliti. Sistem saluran adalah jalan masuk cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladel, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari : cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
91 Universitas Sumatera Utara