BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Piringan cakram Rem cakram dapat digunakan dari berbagai suhu, sehingga hampir semua kendaraan menerapkan sistem rem cakram sebagai andalannya. selain itu rem cakram tahan terhadap genangan air sehingga pada kendaraan yang telah menggunakan rem cakram dapat menerjang banjir. Kemudian rem cakram memiliki sistem rem yang berpendingin diluar (terbuka) sehingga pendinginan dapat dilakukan pada saat kendaraan bermotor melaju, ada beberapa cakram yang juga dilengkapi oleh ventilasi (ventilatin disk) atau cakram yang memiliki lubang sehingga pendinginan rem lebih maksimal digunakan. pegunaan rem cakram banyak dipergunakan pada roda depan kendaraan karena gaya dorong untuk berhenti pada bagian depan kendaraan lebih besar dibandingkan di belakang sehingga membutuhkan pengereman yang lebih pada bagian depan. Namun saat ini telah banyak kendaraan roda dua yang menggunakan rem cakram pada kedua rodanya. Piringan cakram merupakan komponen yang sangat penting
dalam sebuah
kendaraan yang berfungsi untuk menghentikan atau menghambat laju putaran roda atau kendaraan. Ditinjau dari kondisi sistem kerja yang demikian maka pemilihan material dan proses pembentukan dalam proses produksi rem cakram sangatlah penting, dimana material harus dapat memenuhi syarat-syarat diantaranya: tahan terhadap suhu yang tinggi, mampu menahan beban, keuletan, kekuatan dan tahan aus. Karena rem cakram yang sifatnya terbuka sehinga memudahkan debu dan lumpur menempel, lama kelamaan lumpur (kotoran) tersebut dapat menghambat kinerja pengeraman sampai merusak komponen pada bagian disc brake, Oleh sebab itu perlu dilakukan pembersihan sesering mungkin. Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan padatan atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya (Yuwono, 2008). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan dengan material lain. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respons material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun dapat mengalami keausan yang disebabkan oleh berbagai mekanisme yang beragam. Aus terjadi karena adanya kontak gesek antara dua
permukaan benda dan menyebabkan adanya perpindahan material. Hal ini menyebabkan adanya pengurangan dimensi pada benda tersebut. Keausan dapat juga berarti kehilangan material secara bertahap dari permukaan benda yang bersentuhan akibat dari adanya kontak dengan solid (benda padat), liquid (benda cair), atau gas pada permukaannya. Keausan yang terjadi pada setiap sistem mekanisme sebenarnya sangat sulit diprediksi secara teori atau perumusan, karena banyak faktor dilapangan yang menyebabbkan kesulitan dan kekeliruan dalam memprediksi keausan tersebut.
Gambar
2.1:
Keausan
Piringan
Cakram
(http://www.google.com/
ariblogmotor) Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Pengujian laju keausan dapat dinyatakan dengan pembandingan jumlah kehilangan/pengurangan spesimen tiap satuan luas bidang kontak dan lama pengausan (Viktor Malau dan Adhika widyaparaga, 2008).
Gambar 2.2: Piringan Cakram (Viktor Malau dan Adhika widyaparaga, 2008). 2.2 Material Rem Cakram
Dalam memilih material untuk piringan cakram, perlu untuk mempertimbangkan koefisien gesekan antara material dan sifat termal, karena cukup panas yang dihasilkan selama pengereman. Konvensional, piringan cakram untuk kendaraan penumpang telah dibuat dari besi abu-abu unalloyed terdiri dari serpihan grafit dalam matriks perlitik. Selain pertimbangan termal dan mekanik, bahan untuk rem cakram rotor harus menunjukkan ketahanan aus yang baik. Dalam besi unalloyed, ketahanan aus terutama fungsi dari struktur matriks dan kekerasannya. (ASM Handbook, Vol.1, 2005) Pemaduan besi karbida dapat menciptakan ketahanan aus sehingga menjadi lebih merupakan fungsi dari properti dari karbida. Namun, ketika vanadium, titanium dan kromium ditambahkan untuk besi dalam jumlah yang berlebihan, penurunan kekuatan terjadi timbul dari pembentukan karbida intergranular dalam matriks. Carbide menstabilkan elemen seperti kromium, molibdenum serta vanadium juga meningkatkan kecenderungan pembentukan ferit bebas yang merugikan kekuatan dan sifat tribological. Untuk alasan ini, elemen-elemen ini biasanya digunakan pada tingkat yang di bawah mereka di mana karbida bebas terbentuk agar manfaat dari karbida bebas memakai tidak diperoleh. Hal ini juga dipertimbangkan bahwa penggunaan struktur paduan tinggi mengandung bebas karbida akan menyebabkan pembentukan "titik panas" yang mengakibatkan judder rem dan panas retak. Selain besi cor kelabu, piringan cakram juga dibuat dengan menggunakan meterial besi besi cor nodular. Besi cor nodular memiliki grafit berbentuk bulat bersifat ulet tahan terhadap retak (Yamagata, H, 2005 ). a) Besi Cor Besi cor adalah paduan golongan besi dengan karbon 2,14 %wt , pada umumnya besi cor memiliki 3,0 sampai 4,5 % wt C, dan unsur paduan lainnya. Suhu pencairan besi cor antara 1150 °C sampai 1300 °C jauh lebih rendah daripada baja ( Callister, 2007). Hal ini menguntungkan karena mudah dicairkan, bahan bakar lebih irit dan dapur peleburan lebih sederhana. Besi cor cair selain mudah mengisi cetakan yang rumit, material ini harganya murah dan serba guna bila ditinjau dari segi desain produk. Secara umum besi cor dapat dikelompokkan berdasarkan keadaan dan bentuk karbon yang terkandung di dalamnya menjadi empat golongan di bawah ini : 1) Besi cor kelabu (grey cast iron), karbonnya berupa grafit berbentuk flake (serpih) dengan matriks ferritik atau perlitik.
2) Besi cor nodular (nodular cast iron / ductile cast iron ), karbonnya berupa nodular graphite (grafit nodular, berbentuk bola) dengan matriks ferritik atau perlitik. 3) Besi cor putih (white cast iron), seluruh karbon dalam besi cor berupa sementit. 4) Besi cor mampu tempa (malleable cast iron), karbonnya berupa temper karbon dengan matriks perlitik atau ferritik. Kecenderungan pembentukan grafit dipengaruhi oleh komposisi material dan laju pendinginan. Pembentukan grafit dipengaruhi oleh silikon dalam konsentrasi lebih besar dari 1%. Juga, tingkat pendinginan lebih lambat selama mendukung pembentukan grafit. Untuk besi cor kebanyakan, karbon berbentuk grafit, mikro dan sifat mekanik tergantung pada komposisi dan perlakuan panas. b) Besi Cor Kelabu Besi cor kelabu merupakan besi cor yang paling banyak digunakan dalam industri. Grafit pada besi cor kelabu terbentuk pada saat pembekuan. Proses grafitisasi ini didorong oleh tingginya kadar karbon, adanya unsur grafite stabilizer, terutama silikon, temperatur penuangan tinggi dan pendinginan yang lambat. Banyaknya grafit pada besi cor ini mengakibatkan patahan pada penampang tampak kelabu, oleh karena itu dinamakan besi cor kelabu. Grafit besi cor kelabu berbentuk flake (serpih), berupa lempeng-lempeng kecil yang melengkung. Ujung-ujung ini runcing sehingga dapat dianggap sebagai ujung takikan, menyebabkan ketangguhan besi tuang ini rendah. Grafit merupakan bagian terlemah dalam besi cor, kekuatan besi cor tergantung dari kekuatan matriksnya. Bila komposisi dan laju pendinginan diatur sedemikian rupa sehingga sementit pada eutektoid menjadi grafit, maka struktrur dari matriks seluruhnya ferritik. Oleh karena itu sifat dan kekuatan besi cor ini akan bervarias (ASM, vol.1, 2005). Struktur matriks yang ferritik adalah struktur dari besi cor kelabu yang paling lunak dan lemah. Kekuatan dan kekerasan besi cor kelabu dapat dinaikkan dengan cara menaikkan jumlah karbon yang berupa sementit dalam eutektoid dan akan mencapai maksimum pada struktur matriks perlitik. (Raymond A Higgins, 1984). Tipe-tipe grafit besi cor kelabu dapat dikelompokkan menjadi lima tipe, yaitu : 1) Tipe A
Tipe A memilki serpih-serpih grafit yang terbagi rata dan orientasinya sebarang. Struktur seperti ini timbul pada besi cor kelas tinggi dengan matriks perlit dan ukuran grafit yang cocok. Selain itu terdapat juga potongan-potongan grafit yang bengkok yang memberikan kekuatan tertinggi pada besi cor. Grafit bengkok ini diperoleh dengan cara meningkatkan pengendapan kristal-kristal sepanjang austenit proeutektik. Besi cor dengan kandungan karbon tinggi sukar mempunyai potonganpotongan grafit bengkok disebabkan oleh pengendapan kristal yang sedikit. Karena itu perlu dilakukan penghilangan oksida dan inokulasi penggrafitan pada besi cair. 2) Tipe B
Potongan grafit tipe B memiliki bentuk seperti bunga ros (rosette) dengan orientasi sebarang. Struktur ini merupakan salah satu sel eutektik yang bagian tengahnya mempunyai potongan-potongan eutektik halus dari grafit dan sepihserpih grafit radial di sekitarnya. Struktur seperti ini biasanya ditemukan pada produk coran tipis yang mengalami pendinginan cepat. Tipe rosette tersebar dalam besi cor yang mempunyai kandungan karbon tinggi karena banyak pengendapan grafit. 3) Tipe C
Struktur ini muncul pada sistem hipereutektik. Pada tipe C ukuran serpih saling menumpuk dengan orientasi sebarang. Hal ini disebabkan jumlah grafit yang begitu banyak sehingga ferrit sangat mudah mengendap. Namun demikian, pengendapan ferrit mengakibatkan struktur menjadi lemah sehingga besi cor dengan tipe grafit seperti ini sangat jarang dipakai. 4) Tipe D
Struktur ini mempunyai potongan-potongan grafit eutektik yang halus yang mengkristal di antara dendrit-dendrit kristal austenit. Karena itu potongan grafit tipe ini dikenal juga sebagai penyisihan antar dendrit dengan orientasi sembarang. Keadaan ini disebabkan oleh pendinginan lanjut pada proses pembekuan eutektik seperti oksidasi dalam pencairan. Potongan grafit seperti ini menyebabkan besi cor memiliki kekuatan yang tinggi dengan keuletan yang rendah. 5) Tipe E
Potongan grafit tipe E muncul apabila kandungan karbon agak rendah. Hal ini akan mengurangi kekuatan karena jarak yang dekat antara potongan-potongan grafit terdistribusi seperti pada tipe D. Tetapi kadang-kadang kekuatannya tinggi
yang disebabkan karena kandungan karbon yang rendah dan berkurangnya pengendapan grafit. Berdasarkan ASM vol.1 untuk tipe-tipe grafit tersebut diatas ditunjukkan pada Gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Tipe-tipe grafit pembesaran 100x (ASM vol.1, 1990)
Tabel 2.1 : Tabel Komposisi kimia standar besi cor (ASM vol.9, 2004)
c)
Besi Cor Nodular Besi cor nodular juga dikenal dengan nama besi cor ductile adalah besi cor
yang mempunyai grafit yang tampak seperti bola. Karbon yang terdapat berbentuk nodule grafit yang diperoleh dengan menambahkan bahan yang mengandung magnesium seperti nikel- magnesium atau magnesium tembaga- ferro silikon dalam besi cor kalabu cair. belerang
Jumlah magnesium yang
diperluka tergantung dari kadar
yang ada. Mula – mula kadar belerang diturunkan dengan
cara
mengubahnya menjadi sulfida magnesium. Sisa magnesium yang ada merubah bentuk menjadi nodular. ( Amsterad, B.H. 1995 ). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.4.
Gambar 2.4 : Mikrostruktur besi cor
ductile
(a) As-cast ferritic. (b) As-cast
pearlitic; hardness, 255 HB. (c) Ferritic, annealed 3 h at 700 °C (1290 °F). (d) Pearlitic ductile iron quenching oli dan di temper 255 HB. Semua gambar dengan etsa 2% nital. 100× (ASM vol.1, 2005 )
Mengenai komposisi kimia besi cor nodular bisa dilihat pada Tabel 2.1. Spesifikasi penggolongan besi cor nodular berdasar pada sifat, kekuatan, kekerasan yang dimiliki tingkatan besi cor nodular serta memperhatikan komposisi kimia untuk kegunaan mekanik. Tabel 2.2 : Tabel 2.2 : Komposisi dan penggunaan umum serta tingkat kelas Besi cor nodular / besi cor ductile (ASM vol.1, 2005 ) Spesifikation
Grade or
no.
class
ASTM A 395; ASME SA395
60-40-18
ASTM A 476; SAE AMS 5316C
80-60-03
UNC
TC ( a
Typical Composition %
disription
General uses
)
Si
Mn
P
S
F32800
3.00 min
2.50 Max (b)
...
...
0.08 max ;
Ferritic; annealed
0.05 max
As-cast
Pressure-contai ning parts for use at elevated temperatures Paper mill dryer rolls, at temperatures up to 230 °C (450 °F)
F34100
3.00 min(c)
3.0 max
...
0.08 max
ASTM A 536
60-4018(d)
F32800
Ferritic; may be annealed
Shock-resistant parts; low-temperatur e service
SAE J434
D4018(e)
F32800
Ferritic
Ferritic Moderately stressed parts requiring good ductility and machinability
D4512(e)
F33100
Ferritic/ pearlitic
Moderately stressed parts requiring moderate machinability
D7003(e)
F34800
Pearlitic
Highly stressed parts requiring very good wear resistance and good response to selective hardening
3.20− 4.10
1.80− 3.00
0.10− 1.00
0.015 −0.10
0.005− 0.035
(a) Note: For mechanical properties and typical applications, see Table. (b) TC, total carbon. (c) The silicon limit may be increased by 0.08%, up to 2.75 Si, for each 0.01% reduction in phosphorus content. (d) Carbon equivalent (CE), 3.8−4.5; CE = TC + 0.3 (Si + P). (e) Composition subordinate to mechanical properties; composition range for any element may be specified by agreement between supplier and purchaser.
2.3 Sifat-sifat material 2.3.1
Struktur Mikro
Mikrografi adalah metode yang digunakan untuk memperoleh gambar yang menunjukkan struktur mikro pada hal ini struktur logam dan paduannya. Dengan pengujian mikrografi ini kita dapat mengetahui struktur dari suatu logam dengan memperjelas batas-batas butir logam. Dalam setiap butir, semua sel satuan teratur dalam satu arah dan satu pola tertentu. Batas butir mempunyai lima derajat kebebasan, Pada batas butir antara dua butir yang berdekatan terdapat daerah transisi yang tidak searah dalam kedua butiran tadi. Batas butir dapat kita anggap berdimensi dua, bentuknya mungkin melengkung dan sesungguhnya memiliki ketebalan tertentu yaitu antara dua sampai tiga jarak atom. Ketidakseragaman orientasi antara butiran yang berdekatan menghasilkan tumpukan atom yang kurang efisien sepanjang batas. Struktur mikro sangat penting dalam suatu logam dalam suatu logam yang diperlukan untuk mengetahui sifat-sifat dari logam tersebut. Strukturmikro pada baja
akan mempengaruhi sifat-sifat mekanik dan juga sifat fisik. Struktur matrik pada baja antara lain: a) Ferrite (besi alpha) b) Austenit (besi gamma) c) Besi Delta d) Cementit (Karbida besi) e) Bainit f)
Martensit
g) Perlit Struktur mikro dari baja pada umumnya tergantung dari kecepatan pendinginannya dari suhu daerah austenit sampai suhu kamar. Karena perubahan struktur ini maka dengan sendirinya sifat-sifat mekanik yang dimiliki baja juga akan berubah. Fase – fase berubahnya struktur mikro akibat pemanasan dapat dilihat dalam Gambar 2.5 diagram Kesetimbangan Fe – C.
Gambar 2.5. Kesetimbangan Diagram Fe – C (ASM Hanbook, 1990)
Ferrite batas butir terbentuk pertama kali pada transformasi austenite - ferrite dan biasanya terbentuk di sepanjang batas austenite pada suhu 1000 – 650 0C. Ferrite widmanstatten terbentuk pada suhu 750 – 650 0C di sepanjang batas butir austenite. Ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga akan memenuhi permukaan butirnya. Ferit widmanstatten mempunyai ukuran besar dengan orientasi arah yang hampir sama sehingga memudahkan terjadinya perambatan retak. Ferrite acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan mempunyai orientasi arah yang acak, berbentuk bilah – bilah yang saling bersilangan. Jika terjadi retak hasil las dengan struktur mikro ferit acicular, maka retak tersebut tidak akan cepat merambat karena orientasi arahnya acak, maka struktur ini memiliki ketangguhan yang bagus. Biasanya ferrite acicular ini terbentuk sekitar suhu 650 0C. Bainite merupakan ferrite yang tumbuh dari batas butir austenite dan terbentuk pada suhu 400 -500 0C. Martensite terbentuk pada proses pendinginan yang sangat cepat, mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga kekuatan tarik dan ketangguhannya rendah Besi dan baja merupakan bahan yang paling banyak digunakan dalam dunia industri karena nilai ekonomisnya, tetapi yang paling penting karena sifatnya yang bervariasi. Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainnya. Karbon merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam teknik, dalam bentuk plat, lembaran, pipa, batang, profil dan sebagainya (Amstead dkk, 1995). Sifat dari baja karbon tergantung dari seberapa besar karbon yang dikandungnya. Berdasarkan kadar karbonnya baja dikelompokkan sebagai berikut (Surdia, dkk, 2000) : Baja karbon rendah (Low Cabon Steel), kandungan kadar karbon kurang dari 0,3%. Baja karbon sedang (Medium Carbon Steel), kandungan kadar karbon antara 0,3-0,45%. Baja karbon tinggi (High Carbon Steel), kandungan kadar karbon antara 0,45-1,7%.
Tabel 2.3. Spesifikasi baja lunak (JIS) Standar Jenis
Komposisi kimia (%) Tebal Plat (t) (mm) C Si Mn
SS 41
t≤ 5 5 < t≤ 16 16 < t≤ 40 40 < t
Baja rol untuk ketel & bejana Baja rol panas untuk konstruksi umum tekan temperatur tinggi G3103 – G 3101 – 1976 1977
SS 34
t≤ 5 5 < t≤ 16 16 < t≤ 40 40 < t
SS 50
SS 55
SB 42
SB 46
SB 49
SM 41A
Plat baja u/ bejana Baja rol panas un tekan tempe. sedang G3106 – 1977 G 3115 – 1977
SM 41B
SM 41C
SPV 24
t≤ 5 5 < t≤ 16 16 < t≤ 40 40 < t
-
-
-
t≤ 5 5 < t≤ 16 16 < t≤ 40 ≤ 0,30 40 < t t≤ 25 25 < t≤ 50 50 < t≤ 200 t≤ 25 25 < t≤ 50 50 < t≤ 200 t≤ 25 25 < t≤ 50 50 < t≤ 200 t≤ 5 5 < t≤ 16 16 < t≤ 40 40 < t≤ 50 50 < t≤ 100 t≤ 5 5 < t≤ 16 16 < t≤ 40 40 < t≤ 50 50 < t≤ 100 t≤ 5 5 < t≤ 16 16 < t≤ 40 40 < t≤ 50 T 16 < t 40 < t 50 < t
≤ 16 ≤ 40 ≤ 50 ≤ 100
≤ 0,24 ≤ 0,27 ≤ 0,30 ≤ 0,28 ≤ 0,31 ≤ 0,33 ≤ 0,31 ≤ 0,33 ≤ 0,35 ≤ 0,23 “ “ “ ≤ 0,25 ≤ 0,20 “ “ “ ≤ 0,22
KekuatanKekuatan Perpanjang luluh Tarik an (kg/mm2) (kg/mm2) (%)
P
S
-
≤ 0,05 “ “ “
≤ 0,05 “ “ “
≥ 21 “ ≥ 20 ≥ 18
-
≤ 0,05 “ “ “
≤ 0,05 “ “ “
≥ 25 “ ≥ 24 ≥ 22
-
≤ 0,05 “ “ “
≤ 0,05 “ “ “
≥ 29 “ ≥ 28 ≥ 26
≤ 1,6
≤ 0,04 ≥ 41 “ ≤ 0,40 “ “ ≥ 40 “
34 – 44
≥ 26 ≥ 21 ≥ 26 ≥ 28
41 – 52
≥ 21 ≥ 17 ≥ 21 ≥ 23
50 – 62
≥ 19 ≥ 15 ≥ 19 ≥ 21
≥ 50
≤ 16 ≥ 13 ≥ 27
0,15–0,30 ≤ 0,90
≤ 0,035 ≤ 0,04 ≥ 23
42 – 56
≥ 21 ≥ 25
0,15–0,30 ≤ 0,90
≤ 0,035 ≤ 0,04 ≥ 25
46 – 60
≥ 19 ≥ 25
0,15–0,30 ≤ 0,90
≤ 0,035 ≤ 0,04 ≥ 27
49 – 63
≥ 27 ≥ 21
–
≤ 0,35
≤ 0,18 ≤ 0,35
≤ 0,18 ” 0,15-0,35 “ ≤ 0,20
≥ 25 “ ≤ 2,5C ≤ 0,04 ≤ 0,04 ≥ 24 ≥ 22 ” ≥ 25 “ ≤ 0,6–1,2 ≤ 0,04 ≤ 0,04 ≥ 24 ≥ 22 ” ≥ 25 “ ≤ 1,4 ≤ 0,04 ≤ 0,04 ≥ 24 ≥ 22
≤ 1,4
≥ 24 “ ≤ 0,035 ≤ 0,04 ≥ 22 ”
41 – 52
41 – 52
41 – 52
41 – 52
≥ 23 ≥ 18 ≥ 22 ≥ 24 ” ≥ 23 ≥ 18 ≥ 22 ≥ 24 ” ≥ 23 ≥ 18 ≥ 22 ≥ 24 ≥ 17 21 ≥ 24
(Sumber : Wiryosumarto, 2008).
Baja lunak termasuk baja kadar karbon rendah. Biasanya mempunyai kekuatan tarik antara 40 – 50 Kg/mm2. Baja karbon rendah sangat luas penggunaannya sebagai baja konstruksi, rangka kendaraan, mur, baut, pipa, tangki minyak, ketel, bejana tekan dan penggunaan pada suhu tinggi, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.3. Baja karbon rendah memiliki sifat pengerjaan yang baik seperti sifat keuletan, sifat mampu tempa, kelunakan dan mampu mesin yang baik. Sehingga dengan keadaan tersebut baja karbon rendah sangat baik sekali untuk disambung dengan proses pengelasan. Untuk pemakaian pada suhu tinggi baja sejauh mungkin bebas dari nitrogen dengan jalan menambahkan Al tetapi tidak melebihi 300 gr/ton baja cair (Wiryosumarto, 2008). Komposisi kimia baja tersebut adalah C ≤ 0,23%, S ≤ 0,04% dan P ≤ 0,04%. Baja yang tidak mengandung unsur lain selain Si dan Mn disebut baja lunak (mild steel), yang banyak dipakai untuk konstruksi baja karena mempunyai sifat mampu las dan mampu bentuk yang baik (Surdia, 2005). 1. Ferrite
Ferrite adalah fase larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrite dalam keadaan setimbang dapat ditemukan pada temperatur ruang, yaitu alpha-ferrite atau pada temperatur tinggi, yaitu delta-ferrite. Secara umum fase ini bersifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik (magnetic) hingga temperatur tertentu, yaitu T curie. Kelarutan karbon di dalam fase ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan karbon di dalam fase larutan padat lain di dalam baja, yaitu fase Austenite. Pada temperatur ruang, kelarutan karbon di dalam alpha-ferrite hanyalah sekitar 0,05%. Berbagai jenis baja dan besi tuang dibuat dengan mengeksploitasi sifat-sifat ferrite. Baja lembaran berkadar karbon rendah dengan fase tunggal ferrite misalnya, banyak diproduksi untuk proses pembentukan logam lembaran. Dewasa ini bahkan telah dikembangkan baja berkadar karbon ultra rendah untuk karakteristik mampu bentuk yang lebih baik. Kenaikan kadar karbon secara umum akan meningkatkan sifat-sifat mekanik ferrite sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Untuk paduan baja dengan fase tunggal ferrite, faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap sifat-sifat mekanik adalah ukuran butir. 2. Austenite Fase Austenite memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fase Austenite ditemukan pada temperatur tinggi. Fase ini
bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat Austenite lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fase Ferrite. Secara geometri, dapat dihitung perbandingan besarnya ruang intertisi di dalam fase Austenite (kristal FCC) dan fase Ferrite (kristal BCC). Perbedaan ini dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena transformasi fase pada saat pendinginan Austenite yang berlangsung secara cepat. Selain pada temperatur tinggi, Austenite pada sistem Ferrous dapat pula direkayasa agar stabil pada temperatur ruang. Elemen-elemen seperti Mangan dan Nikel misalnya dapat menurunkan laju transformasi dari gamma-austenite menjadi alpha-ferrite. Dalam jumlah tertentu elemen-elemen tersebut akan menyebabkan Austenite stabil pada temperatur ruang. Contoh baja paduan dengan fase Austenite pada temperatur ruang misalnya adalah Baja Hadfield (12% Mg) dan Baja Stainless 18-8 (8%Ni). 3. Cementite Cementite atau carbide dalam sistem paduan berbasis besi adalah stoichiometric inter metallic compund Fe3C yang keras (hard) dan getas (brittle). Nama cementite berasal dari kata caementum yang berarti stone chip atau lempengan batu. Cementite sebenarnya dapat terurai menjadi bentuk yang lebih stabil yaitu Fe dan C sehingga sering disebut sebagai fase metastabil. Namun, untuk keperluan praktis, fase ini dapat dianggap sebagai fase stabil. Cementite sangat penting perannya di dalam membentuk sifat-sifat mekanik akhir baja. Cementite dapat berada di dalam sistem besi baja dalam berbagai bentuk seperti: bentuk bola (sphere), bentuk lembaran (berselang seling dengan alphaferrite), atau partikel-partikel carbide kecil. Bentuk, ukuran, dan distribusi karbon dapat direkayasa melalui siklus pemanasan dan pendinginan. Jarak rata-rata antar karbida, dikenal sebagai lintasan Ferrite rata-rata (Ferrite Mean Path), adalah parameter penting yang dapat menjelaskan variasi sifatsifat besi baja. Variasi sifat luluh baja diketahui berbanding lurus dengan logaritmik lintasan ferrite rata-rata.
2.3.2 Pengujian Komposisi Kimia Proses pengujian komposisi kimia berlangsung dengan pembakaran bahan menggunakan elektroda dimana terjadi suhu rekristalisasi, dari suhu rekristalisasi terjadi penguraian unsur yang masing-masing beda warnanya. Penentuan kadar berdasar sensor perbedaan warna. Proses pembakaran elektroda ini tidak lebih dari tiga detik. Pengujian komposisi dapat dilakukan untuk menentukan jenis bahan yang digunakan dengan melihat persentase unsur yang ada. Uji komposisi merupakan pengujian yang berfungsi untuk mengetahui seberapa besar atau seberapa banyak jumlah suatu kandungan yang terdapat pada suatu logam, baik logam ferro maupun logam non ferro. Uji komposisi biasanya dilakukan ditempat pabrik-pabrik atau perusahaan logam yang jumlah produksinya besar, ataupun juga terdapat di Instititut pendidikan yang khusus mempelajari tentang logam. Untuk mengetahui komposisi logam cair dilakukan inspeksi logam cair. Alat uji yang digunakan CE meter atau spektrometer. Seperti yang dijelaskan sebelumnya setelah diketahui komposisi logam cair dengan pengujian komposisi dilakukan proses penyesuaian untuk mencapai komposisi yang sesuai dengan standar. Pada Gambar 2.6 ada tiga bagian utama proses pengujian komposisi yaitu (Hendri, 2002). 1. Furnace berisi logam cair yang dilebur dari beberapa raw material 2. Standar material yang menentukan kandungan komposisi masing-masing unsur yang ditetapkan 3. Proses pengujian komposisi yang menggunakan CE meter dan Spectrometer.
Gambar 2.6 Ilustrasi proses pengujian komposisi dan proses penyesuaian (Hendri, 2002) 2.3.3
Pengujian Struktur Mikro
Struktur mikro adalah struktur terkecil yang terdapat dalam suatu bahan yang keberadaannya tidak dapat di lihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat pengamat struktur mikro diantaranya; mikroskop cahaya, mikroskop electron, mikroskop field ion, mikroskop field emission dan mikroskop sinar-X. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya, adapun manfaat dari pengamatan struktur mikro ini adalah: 1. Mempelajari hubungan antara sifat-sifat bahan dengan struktur dan cacat pada bahan. 2. Memperkirakan sifat bahan jika hubungan tersebut sudah diketahui.
Langkah-langkah untuk melakukan pengamatan struktur mikro dapat memakai referensi ASTM E3 dari persiapan sempel dan prosedur pengujian mikroskop sebagai berikut : a. Cutting (Pemotongan) Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada umumnya bahan komersil tidak homogen, Sehingga satu sampel yang diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif. Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis) yang mana ditunjukan pada Gambar 2.7 dengan memperhatikan kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan struktur mikro material yang mengalami kegagalan. Maka sampel diambil sedekat mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil dari daerah yang jauh dari daerah gagal. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu, setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Symbol in diagram A B C D E
Suggested designation Rolled Surface Direction of rolling Rolled edge Plannar edge Longitudinal section perpendicular
F G H
to rolled surface Transverse section Radial longitudinal section Tangential longitudinal section
Gambar 2.7 Metode menentukan lokasi pemotongan untuk menentukan area yang dimikrografi (ASTM Handbook E18, 2002). Ada beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang digunakan,
yaitu
meliputi
proses
pematahan,
pengguntingan,
penggergajian,
pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan EDM (Electric Discharge Machining)yang bisa dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Macam-macam pisau pemotong material (ASTM E18, 2002) Hardness HV
Materials
abrasive
Up to 300 Up to 400 Up to 400 Up to 500 Up to 600
non-ferrous (Al, Cu) non-ferrous (Ti) soft ferrous Medium soft ferrous Medium hard ferrous
SiC SiC Al2O3 Al2O3 Al2O3
Up to 700
hard ferrous
Al2O3
Up to 800 > 800
very hard ferrous extremely hard ferrous more brittle ceramics tougher ceramics R&R - resin and rubber M – Metal
Al2O3 CBN diamond diamond
P – phenolic R – rubber
Bond P or R P or R P or R P or R P or R P or R&R P or R&R P or R P or R M
Bond Hardness Hard med hard Hard med hard Medium med soft Soft Hard very hard ext hard
Berdasarkan tingkat deformasi yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu:
Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan gerinda
b.
Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan diamond saw
Mounting Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak beraturan
akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat, spesimen lembaran logam tipis, potongan yang tipis dan lain-lain. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :
Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
Sifat eksoterimis rendah
Viskositas rendah
Penyusutan linier rendah
Sifat adesif baik
Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting harus kondusif
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam.
c. Grinding (Pengamplasan)
Tabel 2.5. Ukuran grit amplas standart Eropa dan USA (ASTM E18, 2002). FEPA
ANSI/CAMI
125.0
Grit Number 120
Size (m) 116.0
P150
100.0
180
78.0
P220
68.0
220
66.0
P240
58.5
….
….
P280
52.2
240
51.8
P320
46.2
….
….
P360
40.5
280
42,3
P400
35.0
320
34.3
P500
30.2
….
….
P600
25.8
360
27.3
P800
21.8
400
22.1
P1000
18.3
500
18.2
P1200
15.3
600
14.5
P1500
12.6
800
11.5
P2000
10.3
1000
9.5
P2500
8.4
1500
8.0
Grit Number
Size (m)
P120
not found in the FEPA granding system ANSI - Amirican National Standart institute CAMI - Coated abrasives manucfacturers institute FEPA - european federation of abrasive producers
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan mesh. Urutan pengamplasan
harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (2000 mesh) bisa dilihat pada Tabel 2.5. Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan. Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air. Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau 900 terhadap arah sebelumnya. d. Polishing (Pemolesan) Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan. Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai berikut : 1. Pemolesan elektrolit kimia Hubungan rapat arus dan tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan. 2. Pemolesan kimia mekanis Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan. 3. Pemolesan elektro mekanis (Metode Reinacher)
Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan, dan perunggu.
e. Etching (Etsa) Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel, sehingga detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material, struktur mikro baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. 1. Etsa kimia Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia, lihat Tabel 2.6 dimana zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang diamati. 2. Elektro etsa (Etsa Elektrolitik) Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya.
Tabel 2.6 Jenis-jenis Etsa kimia pada uji mikrografi material (ASTM Handbook E18, 2002). 6H HCL plus 2 gl hexametylene tetamine 3 mL HCL 4 mL 2-Butyne-, 4 diol inhibitor 50 mL water 49 mL water 49 mL HCL 2 mL Rodine -50 Inhibitor 6 g sodium cyanide
immerse specimentin solution for 1 to 15 min. good for steels.cleaning action can be enhanced by light brushing or by brief (5 s) periods in an ultrasonic cleaner use a fresh solution at room temperature. Use in an ultrasonic cleaner for about 30 s wash speciment in alcohol for 2 min in ultrasonic cleaner before and after a 2 min ultrasonic cleaning period with the inhibeted acid bath electrolytic rust removal solution. Use under a hood with care.
5 g sodium sulphite 100 mL distiled water 10 g ammonium citrate 100 mL distiled water 70 mL orthophosphoric acid 32 g chromic acid 130 mL water 8 0z endox 214 powder 1000 mL cold water ( add small amount of photo-flo)
Use 100-mA/cm2 current density for up to 15 min
use solution heated to 30oC (86F)
recommended for removin oxides from aluminum alloy fracture ( some sources claim that only organic solvent shoild be used) use electrolytically at 250-mA/cm2current density for 1 min with a Pt cathoda to remove oxidation products. Wash in ultrasonic cleaner with the solution for 1 min. repeat this cycle several times if necessary.use under a hood
f. Pengamatan Struktur Makro dan Mikro Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu : 1.
Metalografi makro yaitu pengamatan struktur pembesaran 10-100 kali
2.
Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 100 kali. Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan Microscope elektron Untuk
Gambar 2.8 menunjukan material piringan cakram yang akan di mikrografi. Mengetahui jenis dan jumlah/ distribusi strukturmikro yang menjadi salah satu alat dalam control kualitas bahan, karena sifat bahan dipengaruhi oleh struktur mikronya.
Gambar 2.8. Piringan cakram sepeda motor Honda, Suzuki, dan Yamaha g. Metode perhitungan besar butir Ada tiga metode yang direkomendasikan ASTM, yaitu : 1. Metode Perbandingan Foto struktur mikro bahan dengan perbesaran 100X dapat dibandingkan dengan grafik ASTM E11 dapat ditentukan besar butir. Nomor besar butir ditentukan dengan rumus :
N–2n-1
(2.1) Dimana N
adalah jumlah butir per inch2 dengan perbesaran 100X. Metode ini cocok untuk sampel dengan butir beraturan. 2. Metode intercept Plastik transparan dengan grid (bergaris kotak-kotak) diletakkan di atas foto atau sampel. Kemudian dihitung semua butir yang berpotongan pada akhir garis dianggap setengah. Perhitungan dilakukan pada tiga daerah agar mewakili. Nilai diameter rata-rata ditentukan dengan membagi jumlah butir yang berpotongan dengan panjang garis. Metode ini cocok untuk butir yang tidak beraturan. 3. Metode Planimetri Metode ini menggunakan lingkaran yang umumnya memiliki 5000 mm2. Perbesaran. Sehingga ada sedikitnya 75 butir yang berada di dalam lingkaran. Kemudian hitung jumlah total semua butir dalam lingkaran ditambah setengah dari jumlah butir yang berpotongan dengan lingkaran.
2.3.4 Pengujian Kekerasan Logam Kekerasan merupakan ketahanan suatu material terhadap penetrasi material lain. Pada umumnya kekerasan menyatakan ketahanan terhadap deformasi, dan untuk logam dengan sifat tersebut merupakan ketahanannya terhadap deformasi plastik atau deformasi permanen. Ada 2 (dua) tipe pengidentasian, yaitu statik dan dinamis. Test identasi statik yang umumnya dipakai merupakan pengidentasian yang dilakukan pada permukaan material dengan beban tertentu. Sedangkan test identasi dinamik meliputi beban bebas yang dijatuhkan yang memberikan impak terhadap material. Berikut ini metode-metode pengujian logam : a) Metode Brinell Penetrator yang digunakan berupa bola baja yang dikeraskan dengan diameter 0,625 s/d 10 mm dan standard beban 0,97 s/d 3000 Kgf. Lama penekanan 10 s/d 30 detik. Bola harus berupa baja yang dikeraskan, ditemper, dan dengan kekerasan minimum 850 VPN. Kekerasan yang diberikan merupakan hasil bagi beban penekan dengan keras permukaan lekukan bekas penekanan dari bola baja yang ditunjukan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Metode Brinell (Callister,2007).
HB
2F
D D D2 - d 2
Dimana : HB =
(2.2)
Nilai kekerasan Brinell
F
=
Beban yang diterapkan (Kg)
D
=
Diameter bola (mm)
d
=
diameter (mm)
Diameter lekukan diukur pada kaca pembesar dengan menggunakan mistar yang sesuai dengan pembesarannya. HB dilihat langsung dalam Tabel 2.7 yang tertera pada body preparat. Bola baja hanya digunakan untuk mengetes baja yang dikeraskan, besi tuang kelabu dan non logam. Tabel 2.7. Standar Uji Brinell (ASTM E-10,1990) Diameter Bola (mm)
Beban ( kg )
Daerah Angka Kekerasan
10 mm
3000
96 s/d 600
10mm
1500
48 s/d 300
10mm
500
16 s/d 100
b) Metode Rockwell Pengujian kekerasan Rockwell didasarkan pada kedalaman masuknya penekan benda uji. Nilai kekerasan dapat langsung dibaca setelah beban utama
dihilangkan. Untuk menghittung nilai kekerasan Rokwell dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : HR = E - e
(2.3)
Dimana: HR= nilai kekerasan Rockwell E = konstanta tergantung pada bentuk identor. e = perbedaan antara dalamnya penembusan, Untuk itulah digunakan Tabel 2.8 Skala Kekerasan Rockwell yang memperlihatkan skala yang digunakan untuk tipe-tipe material tertentu. Tabel 2.8. Skala Kekerasan Rockwell (Callister,2007). Tipe Material Uji
Skala
Beban Mayor (Kg)
Tipe Indentor
A
60
1/16” bola intan kerucut
B
100
1/16” bola
C
150
Intan kerucut
D
100
1/8” bola
E
100
Intan Kerucut
Baja kawakan
F
60
1/16” bola
G
150
1/8” bola
Kuningan yang dianealing dan tembaga Tembaga, berilium, fosfor, perunggu
H
60
1/8” bola
Pelat alumunium, timah
K
150
¼” bola
Besi cor, paduan alumunium, timah
L
60
¼” bola
Plastik, logam lunak
M
100
¼” bola
Plastik, logam lunak
R
60
¼” bola
Plastik, logam lunak
S
100
½” bola
Plastik, logam lunak
V
150
½” bola
Plastik, logam lunak
Sangat keras, tungsten, karbida Kekerasan sedang, baja karbon rendah dan sedang, kuningan, perunggu Baja keras, paduan yang dikeraskan, baja hasil tempering Besi cor, paduan alumunium, magnesium yg dianealing
Kekerasan adalah ukuran resistansi bahan terhadap deformasi plastik lokal (misalnya : penyok kecil atau goresan). Tes kekerasan didasarkan pada mineral alami dengan skala yang dibuat berupa kemampuan dari salah satu bahan untuk menggores material lain yang lebih lembut. Pengukuran kekerasan menggunakan skala Mohs dengan nilai 1 (lunak) untuk bedak sampai 10 (keras) untuk berlian. Teknik kekerasan kuantitatif
telah dikembangkan selama bertahun-tahun dimana indentor kecil ditekan ke permukaan material yang akan diuji, dengan beban terkontrol. Kedalaman atau ukuran yang dihasilkan indentasi diukur dan dikonversikan dengan angka kekerasan semakin besar dan dalam semakin rendah indeks kekerasannya. Tes Kekerasan lebih sering dilakukan daripada uji mekanis lainnya karena beberapa alasan yaitu (Calister, 2007) : 1. Tes kekerasan relatif sederhana dan murah, tidak ada spesimen khusus yang perlu disiapkan. 2. Tes ini tidak merusak spesimen terlalu berlebihan sperti retak atau patah, hanya sebuah cekungan kecil. 3. Sifat
mekanik
lain
sering
dapat
diperkirakan
dari
data
kekerasan,
seperti kekuatan tarik. Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan yang tergantung pada cara melakukan pengujian. Ketiga jenis tersebut adalah kekerasan goresan, kekerasan lekukan dan kekerasan pantulan (rewbound hardness). Akan tetapi pengujian yang sering dilakukan adalah pengujian penekanan. Pada pengujian penekanan terdapat beberapa alat uji yang dapat digunakan, antara lain alat uji Brinell, Vickers, Rockwell dan microhardness.
c) Metode Vickers Banyak masalah metalurgi yang membutuhkan penentuan kekerasan pada permukaan yang sangat kecil misalnya penentuan kekerasan pada permukaan terkarburasi, daerah sambungan, daerah difusi dua material yang berbeda dan penentuan kekerasan pada part jam tangan. Untuk pengujian spesimen-spesimen sangat kecil ini, mengunakan uji Vickers dan untuk prosedur pengujian menggunakan referensi ASTM E 384. Pada metode ini, digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut o
136 , seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.10. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Beban yang digunakan biasanya 1 s/d 120 kg. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Untuk menghitung nilai kekerasan suatu material menggunakan rumus sebagai berikut: D
D1 D2 2
HVN 1,854
F D2
Dimana : F = Beban yang ditetapkan D = Panjang diagonal rata-rata D1 = Panjang diagonal 1 D2 =
Panjang diagonal 2
D =
Panjang diagonal rata-rata
Gambar 2.10 Indentasi dengan metode Vickers (ASM Hand book, 2000)