BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pengertian pajak menurut Waluyo (2007:2) adalah: “Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.” Menurut Erly Suandy (2003:10), yang dimaksud dengan pajak adalah: “Iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan normanorma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum” Pajak menurut Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan Tata Cara Perpajakan adalah: “Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat timbale balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dari definisi-definisi tersebut, ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak sebagai berikut: 1. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
2.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah 4. Pajak diperuntukan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintahan, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investmen. 5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
2.1.1.1 Fungsi Pajak Pajak memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan Negara dan masyarakat (Moh. Zain, 2008:12), yaitu: 1. Fungsi budgeter (Anggaran) Pajak berfungsi mengisi kas Negara/ Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan. 2. Fungsi Mengatur Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial. 2.1.1.2 Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi (Waluyo dan Wirawan B. Ilyas: 1999:8), yaitu: a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. Without System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.1.3 Hambatan Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2003:8), hambatan pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi: 1. Perlawanan Pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: a. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. b. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. c. Sistem control tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik. 2. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditunjukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain: a. Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undangundang.
b. Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undangundang (menggelapkan pajak).
2.1.2 Pemeriksaan Pajak 2.1.2.1 Pengertian, Dasar Hukum dan Tujuan Pemeriksaan Pajak Menurut Pasal 1 ayat 25 UU No. 16 tahun 2009 tentang ketentuan umum perpajakan adalah sebagai berikut: “Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan” Adapun tujuan dari pemeriksaan pajak menurut PMK Nomor 199/PMK.03/2007 yang telah disempurnakan dengan PMK-82/PMK.03/2011 tanggal 3 Mei 2011 pada Pasal 2 adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal: 1. Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. 2. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak harus dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UndangUndang KUP.
2.1.2.2 Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak Dasar hukum pemeriksaan pajak adalah: a. Undang-undang No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No 16 Tahun 2009 b. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 c. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajaka berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2007 d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak e. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-09/PJ/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Standar Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan f. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.04/2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang Kebijaksanaan Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
2.1.2.3 Jenis Pemeriksaan Menurut Erly Suandy (2011:106) jenis pemeriksaan antara lain sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang bersangkutan. 2. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak berkenaan dengan adanya masalah dan/atau keterangan yang secara khusus berkaitan dengan Wajib Pajak yang bersangkutan. 3. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 4. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap cabang, perwakilan, pabrik, atau tempat usaha dari Wajib Pajak Domisili, yang lokasinya berada di luar wilayah kerja Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Wajib Pajak Domisili. 5. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu dan untuk mengumpulkan data atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya.
2.1.2.4 Pedoman Pemeriksaan Pajak Pedoman pemeriksaan Pajak menurut Diana Sari (2013:235) menyatakan bahwa: a. Pedoman Umum Temuan hasil pemeriksaan dituangkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan sebagai bahan untuk menyusun Laporan Pemeriksaan Pajak. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang telah mendapatkan pendidikan teknis yang:
1. Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan sebagai pemeriksa pajak; 2. Bekerja dengan jujur, bertanggung jawa, penuh pengabdian, bersifat terbuka, sopan, dan oyektif, serta menghindari diri dari perbuatan tercela; 3. Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan gambaran yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tentang Wajib Pajak b. Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan 1. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan dengan pengawasan yang seksama. 2. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh, yang harus dikembangkan dengan bukti yang kuat dan berkaitan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab, dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan. 3. Pendapatan dan kesimpulan pemeriksa pajak harus didasarkan pada bukti yang kuat dan berkaitan, dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. c. Pedoman Laporan Pemeriksaan Pajak 1. Laporan Pemeriksaan Pajak disusun secara rinci, ringkas, jelas, memuat ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksa, memuat kesimpulan Pemeriksaan Pajak yang didukung temuan yang kuat tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap
peraturan
perundang-undangan
perpajakan,
dan
memuat
pula
pengungkapan informasi lain yang terkait. 2. Laporan Pemeriksaan Pajak yang berkaitan dengan pengungkapan penyimpangan Surat Pemberitahuan harus memperhatikan Kertas Kerja Pemeriksaan.
2.1.2.5 Laporan Pemeriksaan Pajak Menurut Erly Suandy (2003:102), Laporan Pemeriksa Pajak adalah “Laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara rinci dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.” Berikut adalah proses penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Wajib Pajak melaporkan SPT
Kriteria pemeriksaan menurut Fiskus
Terbit surat perintah pemeriksaan pajak
Pemberitahuan hasil
Perhitungan kembal
Meminjam dokumen data Wajib Pajak
Pembahasan hasil akhir pemeriksaan
Penerbitan surat ketetapan pajak
Gambar 2.1 Proses Penerbitan Surat Ketetapan Pajak 2.1.2.6 Surat Ketetapan Pajak Penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fisik yang tidak dilaporkan Wajib Pajak.
2.1.2.7 Fungsi Ketetapan Pajak Menurut Erly Suandy (2003:149), ketetapan pajak berfungsi sebagai: a. Koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak; b. Sarana untuk mengenakan sanksi; c. Sarana untuk menagih pajak; d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar; e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang. 2.1.2.8 Jenis-jenis Surat Ketetapan Pajak Menurut Diana Sari (2013:242), jenis-jenis surat ketetapan pajak: a. Surat Tagihan Pajak (STP) STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan denda. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pajak pojok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Pasal 1 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan memberi pengetian bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah diterapkan atau dikoreksi atas ketetapan pajak sebelumnya.
d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. e. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah utang pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
2.1.2.9 Pembetulan Ketetapan Pajak Ketetapan pajak yang dapat dibetulkan karena kesalahan atau kekeliruan Diana Sari (2013:245), antara lain: a. Surat Ketetapan Pajak yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); b. Surat Tagihan Pajak (STP); c. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak; d. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga; e. Surat Keputusan Pembetulan; f. Surat Keputusan Keberatan; g. Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi; h. Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar.
2.1.3 Penagihan Pajak 2.1.3.1 Pengertian Penagihan Pajak Penagihan Pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah: “Penagihan Pajak adalah serangkaian tidakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.” Sedangkan menurut Moeljo Hadi yang dikutip dalam buku karangan Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006), mendefinisikan bahwa: “Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jenderal Pajak, berhubung Wajib Pajak tidak melunasi baik sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yang terutang menurut undang-undang perpajakan yang berlaku.” Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rochmat Soemitro (1991), “Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang-undang pajak khususnya mengenai pembayaran pajak.” Apabila dilihat dari pengertian-pengertian penagihan pajak di atas, maka terdapat 4 (empat) unsur yang terbagi antara lain: 1. Serangkaian tindakan Serangkaian tindakan dimaksud bahwa penagihan dilakukan tahan demi tahap dari diterbitkannya Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
dan Permohonan untuk waktu, tempat, tanggal dan bulan pelelangan pada Kantor Lelang Negara. 2. Aparatur Direktorat Jenderal Pajak Aparatur Direktorat Jenderal Pajak yang dimaksud adalah Jurusita Pajak Negara yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan, telah mendapat pendidikan khusus, diangkat serta telah disumpah lebih dahulu sebelum bertugas. 3. Wajib Pajak tidak melunasi sebagian/seluruh kewajiban perpajakan Wajib pajak tidak melunasi sebagian/seluruh kewajiban perpajakan yaitu utang pajak yang terdapat dalam STP (Surat Tagihan Pajak), SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan).
4. Menurut Undang-Undang Perpajakan Menurut Undang-undang Perpajaka ialah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan dengan Surat Paksa. 2.1.3.2 Dasar Penagihan Pajak Dasar penagihan pajak yang dipakai oleh Direktur Jenderal Pajak ada enam, yaitu: 1. Surat Tagihan 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 4. Surat Keputusan Pembetulan 5. Surat Keputusan Keberatan 6. Putusan Banding
2.1.3.3 Jenis-jenis Penagihan Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak dan atau Penanggung Pajak dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara berikut ini: a. Penagihan Pasif Penagihan Pasif yaitu penagihan yang dilakukan oleh fiskus sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran dari surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan atau sejenisnya, surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, putusan banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang dibayar melalui imbauan, baik dengan surat maupun dengan telepon atau media lainnya. b. Penagihan Aktif Penagihan aktif yaitu penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keteapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau sejenisnya, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang bayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sehingga diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui Lelang barang milik Penanggung Pajak.
Adapun beberapa pengertian yang berkaitan dengan penagihan aktiif antara lain: 1. Surat Teguran, Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis yaitu surat yag diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. 2. Surat Paksa yaitu surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan
pajak.
Mengingat
surat
paksa
mempunyai
kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte, yaitu putusan pengadilan perdata yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Pemberitahuan kepada Penanggung Pajak oleh Juru Sita Pajak dengan penyampaian Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa telah diberitahukan. 3. SPMP yaitu surat yang diterbitkan oleh pejabat Negara dan menjadi dasar bagi JSP untuk melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak. Pejabat dapat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan apabila utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak dalam jangka waktu 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang: apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang Negara.
2.1.3.4 Proses Penagihan Aktif Dalam melaksanakan penagihan pajak terdapat alur dan urutan proses pelaksanaannya, dengan alasan dilakukannya penagihan pajak tersebut, dan waktu pelaksanaan. Tahapan serangkaian proses penagihan pajak dalam upaya menekan tunggakan pajak antara lain: 1. Surat Teguran Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) tidak dilunasi sampai melewati 7 hari dari batas waktu jatuh tempo (1 bulan sejak tanggal diterbitkan). 2. Surat Paksa Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 hari dari tanggal surat teguran, maka akan diterbitkan surat paksa yang akan disampaikan oleh Juru Sita Pajak Negara dengan dibiayai biaya penagihan paksa sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). Utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam. 3. Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan penyitaan atas barang-barang wajib pajak, dengan dibebani biaya pelaksanaan sita sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah). 4. Lelang Dalam waktu 14 hari setelah tindakan penyitaan utang pajak belum dilunasi, maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor Lelang Negara dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita belum dibayar, maka akan
dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk pengumuman lelang dan surat kabar dan biaya lelang pada saat pelelangan. Berikut ini merupakan alur dan waktu pelaksaan penagihan pajak.
Tabel 2.1 Alur dan Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak No. 1
Jenis Tindakan Penerbitan
Alasan Penanggung
Surat Teguran melunasi atau
Waktu Pelaksanaan
pajak utang
tidak Setelah
7
pajaknya (tujuh) hari sejak saat
Surat sampai dengan jatuh tempo jatuh tempo pelunasan
Peringatan atau pelunasan. Surat lain yang sejenis. 2
Penerbitan
Penanggung
pajak
tidak Setelah lewat 21 hari
Surat Paksa
melunasi utang pajaknya dan sejak
diterbitkannya
kepadanya setelah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Surat
Teguran
atau
Surat Peringatan, atau surat
Peringatan atau surat lain yang lainnya yang sejenis. sejenisnya. 3
4
Surat Perintah Penanggung
pajak
tidak Setelah lewat 2x24 jam
Melaksanakan
melunasi utang pajaknya dan Surat
Penyitaan
kepadanya telah diberitahukan diberitahukan
(SPMP)
Surat Paksa
Pengumuman
Setelah pelaksanaan penyitaan Setelah lewat waktu 14
Lelang
ternyata
penanggung
Paksa kepada
penanggung pajak
pajak (empat belas) hari sejak
tidak melunasi utang pajaknya
tanggal
pelaksanaan
penyitaan 5
Penjualan/Pelel Setelah
pengumuman
lelang Setelah lewat waktu 14
angan Barang ternyata
penanggung
pajak (empat belas) hari sejak
Sita
tidak melunasi utang pajaknya
Sumber: Pedoman Penagihan Pajak
pengumuman lelang
2.1.4 Utang Pajak Menurut Primandita Fitriandi, Yuda Aryanto, dan Agus Puji P (2011:5), utang pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan menurut Siti Resmi (2008:12), tunggakan pajak adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.1.4.1 Timbulnya Utang Pajak Menurut Siti Resmi (2008:12), ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan adanya utang pajak) yaitu: a. Menurut Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini seseorang akan secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. b. Menurut Ajaran Formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayaran dapat diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut.
2.1.4.2 Hapusnya Utang Pajak Hapusnya utang pajak menurut Diana Sari (2013:48), bisa terjadi atas beberapa cara seperti: 1. Pembayaran oleh Wajib Pajak Hutang pajak akan dihapus apabila telah dibayar lunas sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam perpajakan ataupun sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Utang berakhir karena adanya pelunasan secara tunai dengan penyerahan harta non tunai. Pelunasan utang pajak tidak dilakukan dengan penyerahan harta non tunai kecuali jika terhadap Wajib Pajak yang memiliki tunggakan utang pajak telah dikenakan penyitaan dan pelelangan atas harta bendanya guna melunasi tunggakan pajak. 2. Kompensasi Yaitu cara pelunasan utang pajak dengan memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak terhadap utang pajak lainnya. Kompensasi ini sebenarnya adalah penandingan karena Wajib Pajak memiliki tagihan kelebihan pembayaran suatu jenis pajak, sedangkan Wajib Pajak tersebut juga memiliki utang atas jenis pajak yang lain.
3. Pembebasan Pembebasan yang diberikan pemerintah kepada Wajib Pajak berdasarkan suatu alasan tertentu yang logis, artinya memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh UndangUndang untuk diberikan pembebasan dan dipertegas dengan Surat Keputusan Pembebasan dari Dirjen Pajak. Alasan pembebasan tersebut antara lain karena
musibah bencana alam, wajib pajak meninggal dunia tanpa meninggalkan warisan dan ahli waris. 4. Daluwarsa Yaitu hapusnya suatu perikatan, karena lampaunya jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-undang. Maksud daluwarsa, yaitu untuk mengakhiri suatu keadaan yang tidak menentu.
2.2 Kerangka Pemikiran Tunggakan pajak menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa yaitu: “Tunggakan Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Karena tunggakan pajak yang belum lunas dari tahun ketahun tidak berkurang bahkan cenderung terus mengalami peningkatan, maka perlu dilakukan tindakan antisipasi dengan pemeriksaan pajak dan penagihan aktif agar penunggakan pajak melunasi tunggakan pajaknya. Menurut Siti Resmi (2011:101), pemeriksaan adalah “Serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Menurut Gunadi (2002:33), Surat Ketetapan Pajak adalah “Surat ketetapan yang digunakan untuk menjadi dasar jumlah pajak yang harus dibayar, atau pajak kurang bayar tambahan, atau pajak lebih bayar, dan pajak nihil.” Menurut Erly Suandy (2011) Penagihan Aktif adalah
“Penagihan yang dilakukan oleh fiskus setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dari Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Keteapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) atau sejenisnya, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding yang mengakibatkan jumlah pajak yang kurang bayar tidak dilunasi oleh Wajib Pajak sehingga diterbitkan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan hingga pelaksanaan penjualan barang yang disita melalui Lelang barang milik Penanggung Pajak. Sedangkan menurut Siti Resmi (2008:12), tunggakan pajak adalah “Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau bagian tahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Sehingga dengan kata lain penulis dapat simpulkan pemeriksaan pajak atas surat ketetapan pajak dan tindakan penagihan aktif dilakukan kepada penunggak pajak atas tunggakan pajak yang ada untuk segera melunasi tunggakan pajak. Menurut Primandita Fitriandi, Yuda Aryanto, dan Agus Puji P (2011:5) menyatakan bahwa pemeriksaan pajak atas surat ketetapan pajak mempengaruhi tunggakan pajak, yaitu: “Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Untuk menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayaran dapat diketahui dalam surat ketetapan pajak tersebut.” Menurut Erly Suandi (2002) menyatakan bahwa penagihan aktif mempengaruhi tunggakan pajak, yaitu: “Penagihan pajak sebagaimana yang diatur dalam UU adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak.” Berikut merupakan gambar kerangka pemikiran mengenai Pengaruh Pemeriksaan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif terhadap Tunggakan Pajak.
Pemeriksaan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Indikator: - Surat Ketetapan yang diterbitkan
Pajak Tunggakan Pajak Indikator: - Jumlah Tunggakan Pajak
Tindakan Penagihan Aktif Indikator: - Jumlah surat paksa yang diterbitkan - Jumlah SPMP yang diterbitkan
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka Pemikiran pada gambar 2.1, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H1: pemeriksaan pajak atas surat ketetapan pajak berpengaruh terhadap tunggakan pajak pada KPP Pratama Bandung Karees. H2: tindakan penagihan aktif berpengaruh terhadap tunggakan pajak pada KPP Pratama Bandung Karees. H3: pemeriksaan pajak atas surat ketetapan pajak dan tindakan penagihan aktif secara simultan berpengaruh signifikan terhadap tunggakan pajak pada KPP Pratama Bandung Karees.