BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Energi surya Energi surya merupakan sumber energi yang tak habis-habisnya berpotensi memenuhi sebagian besar energi masa depan dengan konsekuensi minimal yang merugikan lingkungan. Ini mengindikasi bahwa energi surya adalah yang paling menjanjikan sumber energi kon vensional (Kreith,1978).
2.2. Sel Surya Fotovoltaik 2.2.1 Umum Sel surya fotovoltaik merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi sinar matahari secara langsung menjadi energi listrik. Pada asasnya sel tersebut merupakan suatu diode semikonduktor yang bekerja menurut suatu proses khusus yang dinamakan proses tidak seimbang (non-equibilirium process) dan berlandaskan efek fotovoltaik (photovoltaic effects) (Kadir,1995). Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini, sel surya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan efisiensi lab dan komersil berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Prinsip Kerja Sel Surya Konvensional Silikon
Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Pada sel surya terdapat junction antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang masing-masing diketahui sebagai semikonduktor jenis p ( positif ) dan semikonduktor jenis n ( negatif ). Struktur sel surya konvensional silikon p-n junction dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur sel surya Silikon p-n junction (sumber : Halme, 2002) Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n disambungkan maka akan terjadi difusi hole dari tipe-p menuju tipe-n dan difusi elektron dari tipe-n menuju tipe-p. Difusi tersebut akan meninggalkan daerah yang lebih positif pada batas tipe-n dan daerah lebih negatif pada batas tipe-p. Batas tempat terjadinya perbedaan muatan pada p-n junction disebut dengan daerah deplesi. Adanya perbedaan muatan pada daerah deplesi akan mengakibatkan munculnya medan listrik yang mampu menghentikan laju difusi selanjutnya. Medan listrik tersebut mengakibatkan munculnya arus drift. Namun arus ini terimbangi oleh arus
Universitas Sumatera Utara
difusi sehingga secara keseluruhan tidak ada arus listrik yang mengalir pada semikonduktor p-n junction. tersebut. Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan elektronhole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari arean akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Skema Kerja Sel Surya Silikon (sumber : Halme, 2002)
2.2.3 Performansi Sel Surya 2.2.3.1. Karakteristik I-V Fotovoltaik Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh dari kemampuan perangkat sel surya tersebut untuk memproduksi tegangan ketika diberi beban dan arus melalui beban pada waktu yang sama. Kemampuan ini direpresentasikan dalam kurva arus-tegangan (I-V) (Gambar 2.3.).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya (sumber Halme, 2002) Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (I ) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat SC
mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open circuit. (V ). OC
Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP).
2.2.3.2 Fill Factor dan Efisiensi Kuantum Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan, .
=
(2.1)
.
Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat dari persamaan, .
(2.2)
.
Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel (
) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang (
):
Universitas Sumatera Utara
=
(2.3)
Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas performansi suatu sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang lebih penting lagi adalah kualitas illuminasi. Misalnya total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboraturium (Halme, 2002).
2.3. Dye-sensitized Solar Cell 2.3.1. Umum Tingginya efisiensi konversi energi surya menjadi listrik dari DSSC merupakan salah satu daya tarik berkembangnya riset mengenai DSSC di berbagai negara akhir-akhir ini, selain dari proses produksi yang simpel dan biaya produksi yang murah. Beberapa hasil penelitian dari peneliti-peneliti DSSC. .
Di Indonesia sendiri penelitian tentang DSSC telah banyak dilakukan seperti
oleh Septina dkk pada tahun 2007, Penelitian tersebut dilakukan dengan metode nanopori TiO2 yaitu sol-gell dan sebagai bahan dye digunakan buah delima. Hasil yang didapatkan adalah tegangan listrik sebesar 162,4 mV dari prototipe DSSC tersebut dengan intensitas penyinaran pada siang hari. Selain itu ada juga Pangestuti (Universitas Diponegoro) pada tahun 2010 yaitu pembuatan DSSC berbasis TiO2 dengan dye buah buni. Dari penelitian tersebut didapatkan tegangan listrik sebesar 0,223 Volt. Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh Professor Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon.
Universitas Sumatera Utara
Berbeda
dengan
sel
surya
konvensional,
DSSC
adalah
sel
surya
fotoelektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Selain elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanopartikel TiO2, molekul dye yang teradsorpsi di permukaan TiO , larutan elektrolit dan katalis 2
yang semuanya dideposisi diantara dua kaca konduktif, seperti terlihat pada Gambar 2.4.
. Gambar 2.4. Struktur Dye-sensitized Solar Cell (sumber : Sastrawan,2006) Pada bagian atas dan alas sel surya merupakan glass yang sudah dilapisi oleh TCO (Transparent Conducting Oxide) biasanya ITO, yang berfungsi sebagai elektroda dan counter-elektroda. Pada TCO counter-elektroda dilapisi katalis untuk mempercepat reaksi redoks dengan elektrolit. Pasangan redoks yang umumnya - 3-
dipakai yaitu I /I (iodide/triiodide). Pada permukaan elektroda dilapisi oleh lapisan tipis TiO2 yang mana dye teradsorpsi di lapisan TiO2. Dye yang umumnya digunakan yaitu jenis ruthenium complex.
2.3.2. Prinsip kerja DSSC Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan reaksi dari transfer elektron. Proses pertama dimulai dengan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dye akibat absorbsi photon. Dimana ini merupakan salah satu peran dari sifat TiO2 fasa anatase yaitu fotokatalis. TiO2 fasa anatase memiliki aktivitas photocatalisis yang lebih tinggi
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan fasa rutil. Ilustrasi proses fotokatalis pada TiO2 dapat dilihat pada gambar 2,5.
Gambar 2.5. Ilustrasi proses fotokatalis (sumber : Subiyanto,H,dkk.2009) *
Elektron tereksitasi dari ground state (D) ke excited state (D ). -
*
D+e
D
(2.4)
Elektron dari excited state kemudian langsung terinjeksi menuju conduction +
band (ECB) titania sehingga molekul dye teroksidasi (D ). Dengan adanya donor -
elektron oleh elektrolit (I ) maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya (ground state) dan mencegah penangkapan kembali elektron oleh dye yang teroksidasi. +
-
2D + 3e
-
I + 2D 3
(2.5)
Skema kerja dari DSSC dijelaskan pada Gambar 2.6.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.6. Skema Kerja dari DSSC (sumber : Halme, 2002) Setelah mencapai elektroda TCO, elektron mengalir menuju counter-elektroda melalui rangkaian eksternal. Dengan adanya katalis pada counter-elektroda, elektron -
diterima oleh elektrolit sehingga hole yang terbentuk pada elektrolit (I ), akibat donor 3
elektron pada proses sebelumnya, berekombinasi dengan elektron membentuk iodide -
(I ). -
I + 2e 3
-
-
3I
(2.7)
Iodide ini digunakan untuk mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi, sehingga terbentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini terjadi konversi langsung dari cahaya matahari menjadi listrik (Halme,2002).
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Material DSSC 2.3.3.1. Substrat Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. Material substrat itu sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya berfungsi sebagai tempat muatan mengalir. Material yang umumnya digunakan yaitu flourine-doped tin oxide (SnO2:F atau FTO) dan indium tin oxide (In2O3:Sn atau ITO) hal ini dikarenakan dalam proses pelapisan material TiO2 kepada substrat, diperlukan proses sintering pada temperatur o
400-500 C dan kedua material tersebut merupakan pilihan yang cocok karena tidak mengalami defect pada range temperatur tersebut.
2.3.3.2. Elektroda Penggunaan oksida semikonduktor dalam fotoelektrokimia dikarenakan kestabilannya menghadapi fotokorosi. Selain itu lebar pita energinya yang besar (3,2 – 3,8 eV), dibutuhkan dalam DSSC untuk transparansi semikonduktor pada sebagian besar spektrum cahaya matahari. Selain semikonduktor TiO2, yang digunakan dalam penelitian ini, semikonduktor lain yang digunakan yaitu ZnO, CdSe, CdS, WO3, Fe2O3, SnO2, Nb2O5, dan Ta2O5. Namun TiO2 masih menjadi material yang sering digunakan karena efisiensi DSSC menggunakan TiO2 masih belum tertandingi. Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan brookite. Fasa rutile dari TiO2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa yang disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titania pada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel
Universitas Sumatera Utara
kurang dari 11 nm, fasa brookite pada ukuran partikel 11 – 35 nm, dan fasa rutile diatas 35 nm. Untuk aplikasinya pada DSSC, TiO2 yang digunakan umunya berfasa anatase karena mempunyai kemampuan fotoaktif yang tinggi. Selain itu TiO2 dengan struktur nanopori yaitu ukuran pori dalam skala nano akan menaikan kinerja sistem karena struktur nanopori mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi sehingga akan menaikan jumlah dye yang teradsorp yang implikasinya akan menaikan jumlah cahaya yang terabsorbsi ( Zhang,H dan Banfield,J.F,2000).
2.3.3.3. Elektrolit Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I-) dan triiodide (I3-) sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan redoks untuk elektrolit DSSC yaitu, 1. Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengan potensial redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal. 2. Tingginya kelarutan terhadap pelarut untuk mendukung konsentrasi yang tinggi dari muatan pada elektrolit. 3. Pelarut mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa yang efisien. 4. Tidak adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tampak untuk menghindari absorbsi cahaya datang pada elektrolit. 5. Kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi maupun teroksidasi. 6. Mempunyai reversibilitas tinggi. 7. Inert terhadap komponen lain pada DSSC.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3.4. Katalis Counter Elektroda Katalis dibutuhkan untuk merpercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada TCO. Platina, material yang umum digunakan sebagai katalis pada berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya pada DSSC. Platina dideposisikan pada TCO dengan berbagai metoda yaitu elektrokimia, sputtering, spin coating, atau pyrolysis. Walapun mempunyai kemampuan katalitik yang tinggi, platina merupakan material yang mahal. Sebagai alternatif, O’regan dan Gratzel, M. 1996 mengembangkan desain DSSC dengan menggunakan counter-elektroda karbon sebagai lapisan katalis. Karena luas permukaanya yang tinggi, counter-elektroda karbon mempunyai keaktifan reduksi triiodide yang menyerupai elektroda platina.
2.3.3.5. Dye Seperti telah dijelaskan diatas, fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang teradsorpsi pada permukaan TiO2. Dye yang umumnya digunakan dan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex. Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil berharga mahal. Alternatif lain yaitu penggunaan dye dari buahbuahan, khususnya dye antocyanin. Antocyanin ini yang menyebabkan warna merah dan ungu pada banyak buah dan bunga. Salah satu pigmen cyanin yang memegang peranan penting dalam proses absorbsi cahaya yaitu cyanidin 3-O-β-glucoside.
2.3.4. Klorofil sebagai dye Penelitian dalam mencari dye yang murah dan berbasis tumbuhan (natural dye) terus dilakukan. Proses fotosintesis pada tumbuhan telah membuktikan adanya senyawa
Universitas Sumatera Utara
pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai dye. Zat-zat tersebut ditemukan pada daun atau buah, yaitu antosianin, klorofil, dan xantofil. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang muncul sesuai dengan pH tumbuhan. Antosianin merupakan pigmen vacuolar yang larut dalam air pada tumbuhan, terdapat pada buah, bunga, dan daun. Xantofil dan klorofil merupakan pemegang peranan penting dalam proses fotosintesis. Xantofil merupakan pigmen kuning grup karotenoid pada daun. Klorofil merupakan pigmen warna hijau dan paling banyak ditemukan pada tumbuhan hijau dan menjadi penyerap utama cahaya tampak penyinaran. Kesemua zat tersebut menyatu dalam daun untuk melakukan fotosintesis. Penelitian tentang antosianin pada DSSC ini telah lebih dulu dikembangkan. Akan tetapi, penelitian tentang klorofil dan xantofil terus dilakukan. Peneliti telah membuktikan bahwa klorofil dan xantofil dapat tereksitasi dengan adanya penyinaran pada penerapan dye. Sebagai hasil pengembangannya, peneliti telah mendapatkan efisiensi konversi energi yang lebih baik pada turunan dye klorofil tersebut karena memiliki gugus karboksilat. Klorofil adalah pigmen utama yang berfungsi menyerap cahaya dan mengubahnya
menjadi
energi
kimia
yang
dibutuhkan
dalam
mereduksi
karbondioksida menjadi karbohidrat dalam proses fotosintesis. Klorofil merupakan komponen yang menarik sebagai fotosensitizer pada daerah visible (Zat ini terdapat pada kloroplas dalam jumlah banyak serta mudah diekstraksi ke dalam pelarut aseton. Krolofil memiliki struktur klorofil seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7 mengandung satu inti porfirin dengan satu atom Mg yang terikat kuat ditengah, dan satu rantai dihidrokarbon panjang tergabung melalui gugus asam karboksilat (Arrohmah, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Mg terdapat pada struktur molekuler klorofil (Poruka dalam skripsi Arrohmah, 2007)
Gambar 2.8. Spektrum absorbsi klorofil a dan klorofil b (Poruka dalam skripsi Arrohmah, 2007)
2.3.5. Perakitan DSSC 2.3.5.1 Persiapan Substrat Terlebih dahulu substrat kaca dipotong sesuai dengan ukuran sel surya yang diinginkan. Gores kaca dengan glass cutter di bagian kaca yang tidak ada lapisan TCO nya. Jangan potong di bagian kaca yang ada lapisan TCO karena akan merusak sebagian lapisan TCO. Pakai bantuan penggaris untuk membuat goresan di kaca (Martineau,2011).
Universitas Sumatera Utara
Substrat harus ditangani dengan hati-hati seperti halnya perangkat optik untuk menghindari goresan pada permukaan. Sebelum substrat dilapisi dengan TiO2 atau karbon substrat kaca ditempatkan di dalam wadah bersih dan direndam dalam larutan 2-propanol atau ethanol selama 5 menit agar tidak ada penambahan nilai hambatan pada kaca TCO. Setelah pembersihan selesai substrat dikeluarkan dari wadah dan biarkan terlebih dahulu hingga semua pelarut menguap.
2.3.5.2 Persiapan Larutan Tio2 dan deposisi karbon Larutan TiO2 yang digunakan untuk melapisi elektroda dibuat dari campuran bubuk TiO2 (ukuran partikel rata-ratanya adalah 25 nanometer) air suling, 2-propanol sebagai pelarut dan asam asetat glacial. Berbagai pelarut (etanol dan aseton) telah digunakan pada rasio yang berbeda dengan air suling dengan pelarut menunjukkan hasil yang optimal. Asam asetat membantu untuk mengurangi resistansi seri dari lapisan TiO2 dan meningkatkan penyerapan zat pada permukaan partikel TiO2 Mawyin (2009) menyebutkan ada tiga teknik yang berbeda digunakan untuk deposit lapisan counter-elektroda. Pertama, substrat dilapisi dengan jelaga yang dihasilkan oleh lilin. Kedua, grafit dari pensil. Dan yang terbaik adalah counterelektroda dari platina, yang dapat dilihat pada gambar 2.9. .
Gambar 2.9. Beberapa cara mempersiapan counter elektroda (sumber David Martineau,2011)
Universitas Sumatera Utara
2.3.5.3. Deposisi Lapisan Elektroda dan Counter Elektroda Beberapa teknik yang dapat dipakai dan disesuaikan dengan larutan TiO2 yang dibuat agar menghasilkan lapisan yang seragam. Beberapa teknik tersebut sebagai berikut : a. Doctor-blade Teknik ini adalah teknik yang paling sering digunakan. Pertama kali yang harus dilakukan adalah membentuk bingkai area TiO2 yang akan dideposisikan pada substrat dengan menggunakan scocth tape yang berguna mengontrol ketebalan dari TiO2. Kemudian dengan menggunakan rod glass untuk meratakan TiO2 pada substrat, dimulai dari ujung bingkai. Namun, sedikit sulit untuk mengontrol keseragaman ketebalan lapisan TiO2. Karena ketebalan dari lapisan TiO2 bergantung pada banyaknya larutan TiO2 yang dideposisikan pada substrat dan gerakan rod glass. Biasanya lapisan lebih tebal di tempat pertama kali kita mengaplikasikan TiO2.
Gambar 2.10. Doctor blade teknik (sumber David Martineau,2011)
b. Electrospinning Teknik ini berusaha untuk mendeposisikan TiO2 pada permukaan yang lebih lebar menggunakan alat yang disebut electrospinning. Electrospinning terdiri dari jarum suntik yang mengandung bahan yang akan disimpan dan mounting plate yang menjadi target yang akan dilapisi. Target dan jarum suntik yang terhubung ke sumber tegangan yang akan menciptakan electropotential. Perbedaan antara alat suntik dan mounting
Universitas Sumatera Utara
plate di kisaran 1000 volt. Ketika cairan di dalam jarum suntik secara perlahan dipompa keluar, solusi akan mendorong dengan kecepatan tinggi menuju target karena adanya medan listrik.
Gambar 2.11. Electrospinning teknik (sumber http://www.neotherix.com/images/electrospinning.gif) Gambar di atas merupakan skema sederhana dari proses electrospinning. Sebuah larutan polimer (larutan TiO2) diadakan di dalam tabung suntik (A) diumpankan ke jarum logam (B). Sebuah power supply tegangan tinggi (C) terhubung ke jarum dan dari jarum akan mengelurkan semprotan larutan polimer (D). Larutan akan mengering dalam perjalanan, sehingga akan terbentuk lapisan halus pada substrat (E). c. Screen Printing Setelah bekerja dengan teknik sebelumnya masalah yang paling penting yang harus dipecahkan adalah keseragaman ketebalan coating. Catatan beberapa perusahaan komersial telah mengembangkan fabrikasi skala industri untuk sel surya organic, teknik produksi yang digunakan untuk memproduksi sel-sel ini dengan mengekstrusi lapisan TiO2 melalui mesh (saringan) dengan ukuran diameter pori yang sangat kecil, kemudian TiO2 dipaksa melalui mesh (saringan) dengan alat penekan squeegee . Teknik ini tidak hanya digunakan dengan pembuatan sel surya organik tetapi juga telah diuji dengan jenis photovoltaic lain sebagaimana dilakukan oleh perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Matshushita Jepang dengan film tipis sel surya CdTe . Beberapa manfaat dari teknik ini adalah kesederhanaan prosedur, kemampuan untuk deposit lapisan TiO2 pada susunan substrat pada saat yang bersamaan, seperti terlihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.12. Susunan elektroda yang akan dilapisi (sumber http://www.solarnenergy.com/contents_img/326074.jpg)
Gambar 2.13. Screen printing teknik (sumber http://www.solarnenergy.com/contents_img/879099.jpg)
d. Cold spraying Teknik terakhir yang menghasilkan hasil yang paling konsisten adalah variasi dari proses deposisi yang telah digunakan sebelumnya. Teknik ini terdiri dari lukisan permukaan substrat konduktif dengan menggunakan sikat udara. Perangkat cold spraying terdiri dari pistol penyemprotan dengan nozzle yang berfungsi untuk menembakkan TiO2 pada substrat, yang didorong dengan udara terkompresi sehingga jumlah udara yang datang dari nozzle dapat dikontrol sehingga laju aliran dapat stabil.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah faktor penting untuk dipertimbangkan adalah rasio dari pelarut (misalnya 2propanol) dengan TiO2 . Pelarut yang terdapat dalam larutan akan menguap dalam perjalanan menuju target. Oleh karena itu, jumlah pelarut dalam larutan TiO2 harus lebih banyak dibandingkan dengan teknik Doctor-blade, dalam rangka menghindari gumpalan partikel (Mawyin,2009).
2.3.5.4. Annealing dan Sintering Titania Elektroda Elektroda yang telah dideposisikan TiO2 pada permukaannya, kemudian disinter. Proses ini bertujuan membentuk kontak dan adhesi yang baik yang baik antara larutan dengan substrat kaca TCO. Temperatur annealing tidak terlalu tinggi untuk mengubah fase dari TiO2 nano-partikel (anatase) yang digunakan dalam lapisan. Temperatur annealing yang lazim digunakan untuk elektroda adalah ~500 oC dan untuk counterelektroda ~450 oC. Sintering elektroda dapat menggunakan oven, atau kompor listrik dengan pengatur suhu.
2.3.5.5. Ektraksi Dye dan Pewarnaan Titania Elektroda Dye dapat diperoleh dari inorganic dye dan organic dye. Organic dye dapat diperoleh dari tumbuhan atau buah yang mengandung antocyanin yang kemudian diambil ekstraknya dan dicampurkan dengan methanol dan air untuk mendapatkan dye yang murni. Untuk inorganic dye dapat diperoleh dari perusahaan-perusahaan perakitan solar sel. Ketika Titania Elektroda sudah mencapai suhu kamar, proses pewarnaan dapat dilakukan. Biasanya dicelupkan ke dalam dye selama beberapa menit atau setangah jam. Semakin lama elektroda dicelupkan maka akan semakin baik pewarnaan pada elektroda (Martineau,2011).
Universitas Sumatera Utara
2.3.5.6. Menumpuk Elektroda dan Penambahan Elektrolit Langkah terakhir dalam perakitan DSSC adalah menyatukan elektroda yang telah disiapkan terlebih dahulu. Substrat elektroda dan counter-elektroda dilekatkan bersama-sama dengan offset untuk membiarkan daerah yang tidak dilapisi dari sisi konduktif substrat sebagai kontak listrik . Substrat digabungkan bersama-sama menggunakan binder klip, klip diposisikan dekat dengan tepi untuk membiarkan jumlah maksimum cahaya yang dapat diterima sel. Kemudian teteskan elektrolit pada permukaan antara substrat. Tunggu 15 menit agar elektrolit diserap dengan sempurna di dalam substrat.
Universitas Sumatera Utara