BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Teori tentang Pendidikan dan Pelatihan
II.1.1. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Program pendidikan dan pelatihan merupakan sarana pembinaan dan pengembangan karir, melalui keikutsertaan dalam program pendidikan dan pelatihan, pegawai terpilih secara sadar dan berencana dipersiapkan oleh organisasinya untuk menerima tanggung jawab pekerjaan yang berbeda (rotasi) dan atau kedudukan/ jabatan yang lebih tinggi (promosi) pada waktu yang akan datang (future oriented), dan karenanya program pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu investasi sumber daya manusia (human invesment) yang sangat berharga bagi setiap organisasi pemerintah (Lembaga Administrasi Negara, 2002). Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia pada setiap unit kerja juga akan berhubungan dengan hakikat pendidikan dan pelatihan. Menurut Notoatmodjo (2003) Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya
untuk
mengembangkan
sumber
daya
manusia,
terutama
untuk
mengembangkan intelektual dan kepribadian manusia.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut Hasibuan (2003) pendidikan dan pelatihan merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik tekhnis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama dan biasanya menjawab why. Sedangkan pelatihan berorientasi di lapangan, berlangsung singkat dan biasanya menjawab how. Menurut Simamora (2001) “Pendidikan dan pelatihan pegawai adalah suatu persyaratan pekerjaan keterampilan
dan
yang dapat
pengetahuan
ditentukan dalam hubungannya
berdasarkan
aktivitas
yang
dengan
sesungguhnya
dilaksanakan pada pekerjaan”. Program pendidikan dan pelatihan merupakan sarana pembinaan dan pengembangan karir, melalui keikutsertaan dalam program pendidikan dan pelatihan, pegawai terpilih secara sadar dan berencana dipersiapkan oleh organisasinya untuk menerima tanggung jawab pekerjaan yang berbeda (rotasi) dan atau kedudukan/ jabatan yang lebih tinggi (promosi) pada waktu yang akan datang (future oriented), dan karenanya program pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu investasi sumber daya manusia (human invesment) yang sangat berharga bagi setiap organisasi pemerintah (Lembaga Administrasi Negara, 2002). Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia pada setiap unit kerja juga akan berhubungan dengan hakikat pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai merupakan suatu keterampilan, keterampilan dan
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan berdasarkan aktivitas kerja yang sesungguhnya terinci dan rutin agar dapat menjalankan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya. II.1.2. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan Diadakannya pendidikan dan pelatihan tentunya mempunyai tujuan-tujuan tertentu, baik bagi peserta itu sendiri maupun bagi kepentingan organisasi, hal ini perlu diperhatikan karena tujuan-tujuan tersebut sesungguhnya merupakan landasan penetapan metode pendidikan dan pelatihan mana yang akan dipakai, materi yang akan dibahas, pesertanya dan siapa saja tenaga pengajarnya untuk dapat memberi subjek yang bersangkutan. Tujuan pendidikan dan pelatihan menurut Moekijat (2003) antara lain: 1. Untuk mengembangkan keterampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif. 2. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional. 3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dengan teman-teman pegawai dan pimpinan. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2002) tujuan pendidikan dan pelatihan dapat dibuat untuk wilayah apapun dengan menggunakan salah satu dari dimensi berikut: 1. Kuantitas pekerjaan yang dihasilkan dari pelatihan, contohnya jumlah kata yang diketik permenitnya atau jumlah surat aplikasi yang diproses selama satu hari. 2. Kualitas pekerjaan setelah pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
3. Batasan waktu dari pekerjaan setelah pelatihan, contohnya jadwal waktu yang dipenuhi atau laporan anggaran yang diserahkan sesuai waktu. 4. Penghematan biaya sebagai hasil dari pelatihan, contohnya donasi dari anggaran, baiaya penjualan atau penurunan biaya. II.1.3. Pentingnya Pendidikan dan Pelatihan Tidak ada satu perusahaan besar pun yang tidak memiliki lembaga pendidikan dan pelatihan khusus, apalagi perusahaan yang pegawainya mencapai ribuan orang. Hal ini dikarenakan, perusahaan-perusahaan tersebut merasakan pentingnya pendidikan dan pelatihan ini. Pentingnya program pendidikan dan pelatihan bagi suatu perusahaan/ organisasi dapat dijelaskan di bawah ini: 1. Dengan adanya karyawan baru, maka untuk menduduki suatu jabatan tertentu dalam organisasi, karyawan baru tersebut belum tentu mempunyai kemampuan yang sesuai dengan prasyarat yang diperlukan. Oleh karena itu, diperlukan pelatihan untuk memberikan kemampuan kepada karyawan baru tersebut. 2. Dengan adanya kemajuan ilmu dan teknologi, maka suasana kerja dalam suatu organisasi akan berubah. Artinya akan terdapat suatu pekerjaan yang mengharuskan penguasaan teknologi terbaru. 3. Dengan adanya mutasi diperlukan pendidikan dan pelatihan tambahan karena biasanya karyawan yang akan dimutasi, dalam arti dipindahtugaskan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya (bukan hanya pindah tempat) untuk menduduki jabatan baru, belum cukup bekal untuk tugas baru tersebut.
Universitas Sumatera Utara
4. Dengan adanya promosi, diperlukan pendidikan dan pelatihan tambahan karena biasanya kemampuan seseorang yang akan dipromosikan untuk menduduki jabatan tertentu masih belum cukup. II.1.4. Tahap-tahap Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan dirasa penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan dan jabatan sebagai akibat dari perubahan situasi dan kondisi kerja, kemajuan teknologi dan semakin ketatnya persaingan dalam organisasi. Menurut Hasibuan (2003) bahwa: Proses atau langkah-langkah pendidikan dan pelatihan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan: a.) Sasaran, b). Kurikulum, c). Sarana, d). Peserta, e) Pelatihan, f.) Pelaksanaan. Setiap pendidikan dan pelatihan harus terlebih dahulu ditetapkan secara jelas sasaran yang ingin dicapai agar pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan dapat diarahkan ke pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan Siagian (2003) menyatakan berbagai langkah perlu ditempuh dalam pendidikan dan pelatihan yaitu: a). Penentuan Kebutuhan, b). Penentuan Sasaran, c). Penetapan isi program, d). Identifikasi prinsip-prinsip belajar, e). Pelaksanaan program, f). Identifikasi manfaat, g). Penilaian pelaksanaan program. a. Penentuan Kebutuhan Pendidikan dan pelatihan diselenggarakan apabila kebutuhan itu memang ada. Penentuan kebutuhan itu harus didasarkan pada analisis yang tepat karena penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan biasanya membutuhkan dana yang cukup besar.
Universitas Sumatera Utara
b. Penentuan Sasaran Berdasarkan analisis kebutuhan maka sasaran pendidikan dan pelatihan ditetapkan. Sasaran yang ingin dicapai dengan bersifat teknikal akan tetapi dapat pula menyangkut keperilakuan. c. Penetapan Isi Program Pada pendidikan dan pelatihan harus jelas diketahui apa yang ingin dicapai sesuai dengan hasil analisis kebutuhan dan sasaran yang telah dilakukan. d. Identifikasi Prinsip-prinsip Belajar Penerapan prinsip belajar yang baik maka berlangsungnya proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan cepat, pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar pada lima hal yaitu partisipasi, repetisi, relevansi, pengalihan dan umpan balik. e. Pelaksanaan Program Tepat tidaknya teknik mengajar yang digunakan sangat tergantung pada berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan, seperti penghematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi dan kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. f. Identifikasi Manfaat Setelah program pendidikan dan pelatihan dilaksanakan maka dapat diidentifikasi manfaat yang diperoleh pegawai, misalnya peningkatan pengetahuan dan keterampilan pegawai.
Universitas Sumatera Utara
g. Penilaian Pelaksanaan Program Pelaksanaan suatu program pendidikan dan pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta tersebut terjadi transformasi, dengan peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja. II.1.5. Pengukuran/Penilaian Pendidikan dan Pelatihan Rothwell (dalam Munandar, 2001) memperkenalkan empat tingkat penilaian program pendidikan dan pelatihan, yaitu: 1. Reaksi dari peserta pelatihan, yaitu sejauhmana peserta pendidikan dan pelatihan menyukai pengalaman tersebut? 2. Pembelajaran dari peserta pelatihan, seberapa banyaknya peserta pelatihan belajar dari pengalaman pelatihan? 3. Perilaku para peserta pelatihan pada pekerjaan, seberapa banyak peserta pelatihan berubah perilakunya pada pekerjaanya sebagai hasil pengalaman latihan? 4. Hasil dari organisasi, sejauhmana pendidikan dan pelatihan mempengaruhi organisasi? 5. Sebesar apa manfaat/untung dari pendidikan dan pelatihan yang dirasakan oleh organisasi?
Universitas Sumatera Utara
II.2.
Teori tentang Motivasi
II.2.1. Pengertian Motivasi Menurut Nawawi (2008) kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar. Secara lebih khusus Robbins (2000) menyatakan bahwa motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi kearah tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individual. Sedangkan menurut Siagian (2004) motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang atau organisasi mau dan rela untuk mengerahkan kemampuannya dalam bentuk keterampilan atau keterampilan, tenaga dan juga waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
II.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Sutrisno (2009) motivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dibedakan atas faktor internal dan faktor eksternal dari seseorang, yaitu: 1) Faktor internal, meliputi keinginan untuk dapat hidup, keinginan untuk dapat memiliki, keinginan untuk memperoleh penghargaan, keinginan untuk memperoleh pengakuan dan keinginan untuk berkuasa.
Universitas Sumatera Utara
2) Faktor eksternal, meliputi kondisi lingkungan kerja, kompensasi yang memadai,
supervisi
yang baik,
adanya
jaminan
pekerjaan, adanya
penghargaan atas prestasi, peraturan yang fleksibel, status dan tanggung jawab. II.2.3. Teori Kebutuhan Maslow Teori motivasi yang sekarang banyak dirujuk orang adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Seperti teori yang dikemukakan oleh Maslow (2001), bahwa ada lima jenjang kebutuhan pokok manusia, yaitu: 1. Kebutuhan Fisiologi (Physiological Needs) Yaitu kebutuhan dasar untuk menunjang kehidupan manusia. Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhan: sandang, pangan dan papan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer kehidupan. Apabila kebutuhan fisiologi ini belum terpenuhi secukupnya, maka kebutuhan lain tidak akan memotivasi manusia. 2. Kebutuhan Keamanan (Safety Needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain adalah kebutuhan akan keamanan jiwa, di mana manusia berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun dan jaminan hari tua.
Universitas Sumatera Utara
3. Kebutuhan Sosial (Social Needs) Manifestasi kebutuhan ini antara lain tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of belonging), kebutuhan untuk maju dan tidak gagal, kekuatan untuk ikut serta. 4. Kebutuhan akan Penghargaan/Prestise (Esteem needs) Semakin tinggi status, semakin tinggi pula prestisenya. Prestise dan status ini dimanifestasikan dalam banyak cara misalnya mobil mewah, kamar kerja full AC dan lain-lain. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization) Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerja, melalui on the job training, of the job training, seminar, konferensi, pendidikan akademis dan lain-lain. II.2.4. Teori Dua Faktor Herzberg Teori motivasi dua faktor Herzberg berdasarkan atas pembagian hierarki Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg, hanya kondisinya yang memungkinkan pemenuhan kebutuhan atas, yaitu penghargaan dan aktualisasi diri sendiri akan meningkatkan motivasi kerja. Sebuah organisasi harus memungkinkan karyawannya memenuhi kebutuhan tingkat bawah melalui kerja, tetapi ini adalah cara utama untuk mempertahankan karyawan tersebut di organisasi, bukan untuk mempengaruhi motivasi kerjanya. Dari beberapa uraian pengertian motivasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konsep motivasi adalah keseluruhan pemberian dorongan bekerja dari atasan
Universitas Sumatera Utara
kepada bawahan sedemikian rupa sehingga mereka bersedia memberikan yang terbaik dari dirinya dari baik waktu, tenaga dan keterampilannya demi tercapai tujuan organisasi.
II.3.
Teori tentang Prestasi Kerja
II.3.1. Pengertian Prestasi Kerja Menurut Bernardin dan Russel dalam Sutrisno (2009) memberikan definisi tentang prestasi kerja sebagai berikut: “Performance is defined as the record of outcome produced on a specified job function or activity during a specified time period” yaitu prestasi kerja didefenisikan sebagai catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Menurut Sutrisno (2009) prestasi kerja adalah hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku kerjanya dalam melaksanakan aktivitas kerja. Sedangkan menurut Hasibuan (2003) prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan. Kemudian menurut Mangkunegara (2000) prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
II.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja karyawan adalah: a. Pengetahuan, yaitu kemampuan yang dimiliki karyawan yang lebih berorientasi pada intelejensi dan daya pikir serta penguasaan ilmu yang lebih luas yang dimiliki oleh karyawan. b. Keterampilan (skill), yaitu kemampuan dan penguasaan teknis operasional di bidang tertentu yang dimiliki oleh karyawan. c. Kemampuan (abilities), yaitu kemampuan yang terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang karyawan. d. Attitude, yaitu suatu kebiasaan yang terpolakan. e. Behavior, yaitu perilaku kerja seorang karyawan dalam melaksanakan berbagai kegiatan atau aktivitas kerja. f. Kesempatan, yaitu kesempatan untuk bekerja. Sedangkan menurut Supriadi (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja antara lain adalah sebagai berikut: 1. Kualitas Kerja Faktor ini meliputi akurasi ketelitian, kerapian dalam melaksanakan tugas, mempergunakan/memelihara alat kerja dan kecakapan dalam melakukan pekerjaan. 2. Kuantitas Kerja Faktor yang meliputi output/keluaran dan target kerja dalam kuantitas kerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Kemampuan Belajar Merupakan kemampuan seorang karyawan dinilai mengenai sesuatu hal yang berhubungan dengan tugas dan prosedur kerja, penggunaan alat kerja maupun teknis atas pekerjaannya. 4. Kemauan Kerja/Penyesuaian Pekerjaan Merupakan indikator penilaian kerja yang ditinjau dari kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas di luar pekerjaan maupun adanya tugas baru, kecepatan berpikir dan bertindak dalam bekerja. 5. Kerjasama/Hubungan Kerja Hubungan kerja yang penilaiannya berdasarkan sikap karyawan terhadap sesama rekan kerja dan sikap karyawan terhadap atasan, serta kemudian menerima perubahan dalam bekerja. 6. Tanggung Jawab dan Inisiatif Kerja Tanggung jawab dan inisiatif kerja dilaksanakan bila karyawan mempunyai ide dan berani mengemukakan dan bisa mempertanggungjawabkan setiap pekerjaan yang dilakukan. 7. Disiplin Merupakan penilaian dari ketaatan karyawan terhadap peraturan yang telah ditentukan dalam bekerja. Baik disiplin waktu maupun disiplin kerja.
Universitas Sumatera Utara
II.3.3. Indikator-indikator Prestasi Kerja Ruky (2001) menyatakan bahwa indikator prestasi kerja adalah sebagai berikut: 1. Kualitas kerja Kualitas kerja dilihat dari pemahaman tentang lingkup pekerjaan, uraian pekerjaan, tanggung jawab serta wewenang yang diemban. 2. Kuantitas Kerja Kuantitas kerja ditunjukkan melalui hasil dan kecepatan dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Pengetahuan Pekerjaan Yaitu tingkat pengetahuan yang terkait dengan tugas pekerjaan yang berpengaruh langsung pada kuantitas dan kualitas hasil yang dicapai. 4. Konsistensi Konsistensi dilihat dari usaha untuk selalu mengembangkan kemampuan dan aktualisasi diri, memahami dan mengikuti instruksi yang diberikan, mempunyai inisiatif, kejujuran, kecerdasan dan kehati-hatian dalam bekerja. II.3.4. Penilaian Prestasi Kerja Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi dan menilai prestasi kerja pegawai. Apabila penilaian prestasi kerja tersebut dilaksanakan dengan baik, tertib dan benar, dapat membantu meningkatkan motivasi kerja sekaligus juga meningkatkan loyalitas organisasional dari para pegawai.
Universitas Sumatera Utara
Penilaian prestasi kerja pegawai, pada dasarnya merupakan penilaian yang sistematik terhadap penampilan kerja pegawai itu sendiri dan terhadap taraf potensi pegawai dalam upayanya mengembangkan diri untuk kepentingan instansi. Dengan pelaksanaan penilaian yang ada akan menimbulkan suasana kerja yang sehat, bersemangat, saling menghargai bidang-bidang lain dan merasa memiliki instansi sebagai suatu kesatuan. Simamora (2001) mengemukakan tiga hal yang dimasukkan dalam penilaian prestasi kerja yaitu tingkat kedisiplinan, tingkat kemampuan, serta perilaku-perilaku inovatif dan spontan. Sedangkan Werther dan Davis (2004) menyatakan agar penilaian prestasi kerja yang dilakukan dapat lebih dipercaya dan objektif, perlu dirumuskan batasan atau faktor-faktor penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Performance, keberhasilan atau pencapaian tugas dalam jabatan. 2. Competency, kemahiran atau penguasaan pekerjaan sesuai dengan tuntutan jabatan. 3. Job behavior, kesediaan untuk menampilkan perilaku atau mentalisasi yang mendukung peningkatan prestasi kerja. 4. Potency, kemampuan pribadi yang dapat dikembangkan. Wherter dan Davis (2004) mengemukakan kegunaan penilaian prestasi kerja sebagai berikut: 1. Meningkatkan prestasi kerja; umpan balik pretasi kerja akan mendorong para pegawai, manager dan bagian personalia untuk mengambil langkah-langkah guna meningkatkan prestasi kerja.
Universitas Sumatera Utara
2. Penentuan kompensasi; hasil evaluasi prestasi kerja dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan penentuan kenaikan gaji dan penetapan bonus. 3. Keputusan penempatan promosi; pemindahan dan demosi umumnya ditentukan berdasarkan prestasi kerja, promosi yang merupakan ganjaran (reward) hasil prestasi kerja. 4. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan; hasil evaluasi prestasi kerja dapat digunakan untuk menganalisis kebutuhan pendidikan dan pelatihan karyawan yang diperlukan. 5. Pengembangan dan perencanaan karir; umpan balik prestasi kerja merupakan pedoman dalam menentukan keputusan karir sesuai dengan hasil perencanaan kerja. 6. Evaluasi proses penyusunan karyawan (staffing); hasil penilaian prestasi kerja akan memperlihatkan kekuatan atau kelemahan prosedur penyusunan pegawai. 7. Analisis ketidakakuratan informasi personalia; prestasi kerja yang rendah menunjukkan kemungkinan terjadinya kesalahan pada informasi analisis pekerja, perencanaan personalia atau hal lain dalam sistem informasi manajemen
personalia.
Ketidakakuratan
informasi
tersebut
akan
menyebabkan kesalahan dalam keputusan perekrutan atau pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
8. Analisis kesalahan perencanaan pekerja (job design); prestasi kerja yang rendah menunjukkan kemungkinan terjadi kesalahan pada perencanaan pekerjaan. 9. Kesempatan yang sama; penilaian prestasi kerja yang akurat akan menghindari kesalahan pengambilan keputusan personalia terhadap hal-hal diskriminatif. 10. Tantangan eksternal; prestasi kerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, keuangan, kesehatan atau masalah pribadi lainnya. 11. Umpan balik bagi fungsi sumber daya manusia; prestasi kerja dalam suatu organisasi menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan fungsi Sumber Daya Manusia.
II.4.
Teori tentang Pengembangan Karir
II.4.1. Pengertian Pengembangan Karir Menurut Matoyo (2000) yang dimaksud dalam pengembangan karir adalah suatu kondisi yang menunjukkan adanya peningkatan-peningkatan status seseorang dalam suatu organisasi dalam jalur karir yang telah ditetapkan dalam organisasi yang bersangkutan. Menurut Nawawi (2008) pengembangan karir adalah usaha yang dilakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan dan penambahan kemampuan seorang pekerja.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Hasibuan (2003) menyatakan bahwa pengembangan karir adalah aktivitas yang membantu karyawan merencanakan masa depan karir mereka di perusahaan agar karyawan dan perusahaan dapat mengembangkan diri secara maksimum. Menurut Ruky dalam Sutrisno (2009) kemajuan karir seringkali menjadi obsesi banyak orang yang bekerja dan seringkali menjadi pikiran mereka daripada pihak pimpinan perusahaan. Dengan demikian tepat apa yang telah dikemukakan di atas, bahwa karir menunjukkaan perkembangan para pegawai secara individual dalam jenjang jabatan/ kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam suatu organisasi. Bagaimanapun juga pengembangan karir masing-masing anggota dalam organisasi tentunya tidak sama, karena amat tergantung dari berbagai faktor tersebut. Namun demikian secara umum dapatlah dikemukakan suatu bagan kerangka sebagai berikut:
Perencanaan Karir
Jalur-jalur Karir
Sasaransasaran Karir
Pengembangan Karir
Sumber: Matoyo, 2000 Gambar II.1. Kerangka Perencanaan dan Pengembangan Karir
Universitas Sumatera Utara
Berawal dari proses perencanaan karir, pegawai mengidentifikasikan jalur jalur
menuju
sasaran
tersebut.
Kemudian
melalui
kegiatan-kegiatan
atau
pengembangan para pegawai mencari cara-cara untuk meningkatkan dirinya dan mengembangkan sasaran-sasaran karir mereka. II.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Karir Faktor-faktor yang berperan dalam pengembangan karir seperti dikutip oleh Saksono (2003) mengemukakan bahwa pengembangan karir dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Uraian kerja: luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). b. Spesifikasi kerja: keterampilan dalam suatu bidang tertentu dengan gagasangagasan yang muncul dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikannya. c. Promosi: pegawai yang dapat dipromosikan dalam pengembangan bakatbakat internal pegawai untuk memenuhi posisi yang terbuka karena prestasi, ada pegawai yang pensiun, mutasi dan lain-lain. d. Sosialisasi: kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau masyarakat sebagai pelayanan publik, hubungan sesama pegawai dan hubungan dengan atasan yang baik. e. Kesesuaian antara pangkat dengan jabatan: organisasi harus secara teliti menentukan beban pekerjaan, persyaratan jabatan dan pengelompokan pekerjaan
dasar
(natural
cluster)
yang
harus
disesuaikan
dalam
pengembangan karir.
Universitas Sumatera Utara
f. Komunikasi: pegawai bisa secara terbuka dalam menyelesaikan persoalan yang timbul baik secara aktual dan intelektual. II.4.3. Tujuan Pengembangan Karir Tujuan pengembangan karir adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan efektivitas pelaksanaan pekerjaan oleh pegawai di samping akan memberikan harapan dan motivasi kerja yang tinggi sehingga mampu memberikan kontribusi terbaik dalam mewujudkan organisasi perusahaan. Titik awal pengembangan karir dimulai dari diri pegawai, setiap orang harus bertanggung jawab atas pengembangan atau kemajuan karirnya. Pengembangan karir terdiri atas semua pekerjaan yang dipegang seseorang selama kehidupan pekerjaannya. Untuk beberapa orang, pekerjaan-pekerjaan tersebut sebagai bagian dari sebuah perencanaan yang disiapkan secara terarah sedangkan untuk lainnya bisa jadi sebuah karir dikatakan sebagai peristiwa keberuntungan. Karir itu sangat penting bagi karyawan karena dengan adanya peningkatan karir akan mendorong karyawan agar lebih berprestasi.
II.5.
Teori tentang Keterampilan Kerja (Skill)
II.5.1. Pengertian Keterampilan Kerja (Skill) Menurut JS. Badudu (2006) keterampilan kerja adalah kemampuan, kecakapan dalam melaksanakan sesuatu pekerjaan atau tugas-tugas. Selanjutnya Menurut Hayes-Roth (dalam Sutrisno, 2009) mendefinisikan keterampilan sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu,
Universitas Sumatera Utara
pemahaman terhadap masalah yang timbul dari lingkungan tersebut dan keterampilan untuk memecahkan masalah tersebut. Keterampilan merupakan sesuatu minat atau bakat yang harus dimiliki oleh seseorang, dengan keterampilan yang dimilikinya memungkinkan untuk dapat menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas secara baik dengan hasil yang maksimal. Keterampilan yang dimiliki seseorang dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal yang nantinya harus terus menerus ditingkatkan. Salah satu sumber peningkatan keterampilan dapat berasal dari pengalaman-pengalaman dalam bidang tertentu. Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui proses yang bertahap, seperti pelaksanaan tugas-tugas, pelatihan ataupun kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan keterampilan seseorang. Hasibuan (2003) menyatakan bahwa keterampilan kerja harus mendapat perhatian utama kualifikasi seleksi. Hal ini yang akan menentukan mampu tidaknya seseorang menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya. Keterampilan ini mencakup technical skill, human skill, conceptual skill, kecakapan untuk memanfaatkan kesempatan serta kecermatan penggunaan peralatan yang dimiliki organisasi dalam mencapai tujuan. Lebih lanjut Hasibuan (2003) menyatakan bahwa pertimbangan promosi adalah kecakapan, orang yang cakap atau ahli mendapat prioritas pertama dalam promosi. Kecakapan adalah total dari semua keterampilan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang bisa dipertanggungjawabkan.
Universitas Sumatera Utara
II.6.
Teori tentang Kemampuan (Abilities)
II.6.1. Pengertian Kemampuan (Abilities) Menurut Chaplin dalam Robbins (2000) ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. “Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. Menurut Spencer dalam Sutrisno (2009) menyatakan bahwa istilah kemampuan atau kompetensi adalah suatu yang mendasari karakteristik dari suatu individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan. Karakteristik dasar kompetensi berarti kemampuan adalah sesuatu yang kronis dan dalam bagian dari kepribadian seseorang dan dapat diramalkan perilaku di dalam suatu tugas pekerjaan. Kemampuan hendaknya dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapannya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu pada persyaratan kerja yang ditetapkan. Ruky (2003) menyatakan konsep kompetensi lebih populer daripada istilah kemampuan (abilities) dan sudah banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan berbagai alasan, yaitu: 1. Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai. 2. Dalam hal ini model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang dibutuhkan
Universitas Sumatera Utara
dalam pekerjaan dan perilaku apa saja yang berpengaruh langsung dengan prestasi kerja. 3. Alat seleksi karyawan. 4. Penggunaan kompetensi dasar sebagai alat seleksi dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik. 5. Memaksimalkan produktivitas. 6. Tuntutan untuk menjadikan organisasi “ramping” mengharuskan kita untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dan keterampilannya sehingga mampu untuk dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal. 7. Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi. 8. Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem remunerasi (imbalan) yang akan dianggap lebih adil. 9. Memudahkan adaptasi terhadap perubahan. 10. Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus akan meningkat. 11. Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi. 12. Model
kompetensi
merupakan
cara
yang
paling
mudah
untuk
mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus dalam unjuk kerja karyawan.
Universitas Sumatera Utara
Robbins (2000) menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor, yaitu 1. Kemampuan intelektual (intelectual ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas secara mental 2. Kemampuan fisik (physical ability) Merupakan kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik. Menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2000) secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge+skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
Universitas Sumatera Utara