BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka Di dalam keluarga inti, khususnya orang tua berperan penuh dalam proses tumbuh kembang anak melalui pemberian hak pengasuhan secara optimal. Hak-hak tersebut antara lain memperoleh pendidikan, kesehatan dan pengetahuan tentang norma-norma yang ada. Ariswandha (2013) dalam skripsinya “Pola Asuh Orang Tua Pada Keluarga Nelayan Tradisional di dusun Karanganom Kelurahan Karangrejo Kabupaten Banyuwangi”, pola asuh orang tua yang diterapkan pada anak nelayan tradisional di Dusun Karanganom Kabupaten Banyuwangi adalah pola asuh otoriter atau bersifat keras dan pola asuh permisif atau acuh tak acuh. Tingkat pendidikan, ekonomi, letak geografis serta mata pencaharian masyarakat mempengaruhi hal tersebut. Pola pengasuhan masyarakat nelayan cenderung mengekang dan acuh terhadap anak, sehingga anak menjadi berperilaku keras dan kurang patuh pada orang tua. Nisak (2013) dalam skripsinya “Pola Asuh Orang Tua dalam Menanamkan Kedisiplinan (Studi Kasus Pada Keluarga Buruh Pabrik di Kelurahan Patemon Kecamatan Gunungpati Kota Semarang)” mendapatkan hasil yang hampir serupa dengan penelitian dari Ariswandha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menanamkan kedisiplinan anak, orang tua pada keluarga buruh pabrik di Kelurahan Patemon menerapkan pola asuh otoriter (keras dan mengekang) dan demokratis
8
9
(bebas dan bertanggung jawab). Otoriter dalam batasan- batasan tertentu yaitu dalam melatih kedisiplinan anak belajar, beribadah, bermain, disiplin dalam mengerjakan pekerjaan rumah dan disiplin mentaati peraturan dalam keluarga. Orang tua tidak selamanya otoriter dan mengekang segala aktivitas anak, namun anak dalam beraktivitas mendapatkan batasan-batasan dan pengawasan dari orang tua. Penelitian mengenai pola pengasuhan anak juga disampaikan dalam skripsi Widiastiti (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak pada Panti Asuhan Dharma Jati II di Desa Penatih, Denpasar” yang membedakan adalah orangorang yang bekerja pada institusi panti asuhan bertindak sebagai orang tua atau keluarga asuh bagi anak-anak, namun tetap memberikan pola pengasuhan yang sama layaknya didalam keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan di Panti Asuhan Dharma Jati II menunjukan pola pengasuhan anak secara demokratis, sehingga dapat membangun karakteristik anak yang mandiri, bersahabat, sopan dan mampu mengendalikan diri. Penelitian dari Ariswandha dan Nisak lebih bertumpu pada pola pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua dan memunculkan pola pengasuhan yang berbeda terkait dengan latar belakang pekerjaan orang tua serta letak geografis penelitian. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widiastiti memunculkan pola pengasuhan yang diberlakukan suatu lembaga yakni Panti Asuhan dimana hal ini terkait dengan peraturan-peraturan yang harus dipatuhi oleh anak-anak penghuni panti asuhan.
10
Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian mengenai Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Buruh Wanita di PT. Blambangan FoodPackers Indonesia lebih menekankan pada pola pengasuhan anak oleh orang tua dan dengan pelibatan keluarga besar. Bentuk-bentuk keluarga tidak hanya terdapat pada keluarga inti atau batih saja, akan tetapi lebih dari itu keluarga inti bisa merujuk pada keluarga besar. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya juga muncul pada letak geografis dan sejauh yang diketahui peneliti, belum pernah terdapat penelitian yang serupa dengan penelitian ini. Penelitian ini akan lebih berfokus pada keterbukaan pola asuh yang tidak hanya dilakukan oleh ayah dan ibu, namun lebih membuka struktur-struktur baru dalam peluang pengasuhan anak yang dilakukan oleh keluarga luas yang tinggal dalam satu rumah dan tinggal secara berdekatan. 2.2 Kerangka Konseptual 2.2.1 Pola Pengasuhan Anak Pola merupakan mekanisme cara dari proses interaksi sosial yang berlangsung di dalam kehidupan sosial, sehingga pola lebih menekankan pada aspek kebiasaan dalam keteraturan sosial yang biasa dilakukan dalam masyarakat (Setiadi dan Kolip, 2011:101). Pengasuhan adalah bagian terpenting dari proses sosialisasi, proses dimana anak belajar untuk bertingkah laku sesuai harapan dan standar sosial. Sedangkan pola asuh merupakan aktivitas kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individual dan serentak dalam memengaruhi tingkah laku anak.
11
Pengasuhan anak adalah kegiatan yang mengacu pada cara-cara ideal keluarga mengenalkan hal-hal baik pada anak sesuai dengan norma dan moral yang berlaku dimasyarakat. Mengasuh anak merupakan sebuah proses yang menunjukkan bahwa hal ini merupakan suatu interaksi antara orangtua dan anak yang berkelanjutan dan proses tersebut memberikan suatu perubahan, baik pada orang tua maupun pada anak. Menurut Baumrind pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu otoritarian, autoritatif, permisif, dan uninvolved parenting style (pola pengasuhan tidak terlibat). 1. Pola pengasuhan otoriter lebih menunjukkan tingkah laku memaksa atau kurang menyayangi anak, cenderung bertindak keras dan hal ini bukan contoh yang baik pada anak sehingga anak menjadi moody, murung, ketakutan, sedih dan tidak spontan. 2. Pola pengasuhan autoritatif memberikan model yang bertanggung jawab secara sosial, tingkah laku menyayangi anak, yang mendorong anak untuk berbuat hal yang sama, sehingga anak lebih ceria, energik, bersahabat dan cenderung kompeten secara sosial. 3. Pola pengasuhan permisif pola pengasuhan ini terlihat dengan adanya kebebasan yang berlebihan tidak sesuai untuk perkembangan anak, yang dapat mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang lebih agresif dan impulsif 4. Uninvolved Parenting Style (pola pengasuhan tidak terlibat), pola pengasuhan ini orang tua tidak terlibat secara langsung dalam pengasuhan anak sehingga anak dengan pola pengasuhan seperti ini lebih cenderung bertindak anti sosial dan pemarah. (Silalahi dan Meinarno, 2010: para 163-164). Pola pengasuhan anak akan terkait juga dengan pemberian pendidikan didalam rumah. Pendidikan yang dimaksud merupakan pendidikan yang didapat anak dari orang tua melalui: 1. Pendidikan melalui pembiasaan: pendidikan ini lebih cenderung pada penanaman nilai moral dan keagamaan seperti membiasakan untuk beribadah bersama-sama.
12
2. Pendidikan dengan keteladanan: orang tua memberikan contoh yang baik pada anak, karena seorang anak memiliki sifat menirukan apa yang dilihat dan melakukan tindakan yang dilakukan orang disekitar terutama orang tua anak itu sendiri. 3. Pendidikan melalui nasihat dan dialog: orang tua memberikan perhatian melalui dialog dan berusaha memahami persoalan yang dihadapi anak, khususnya anak yang tengah memasuki fase kanak-kanak akhir dengan usia 6-12 tahun. Anak dengan usia tersebut mulai berfikir kritis, logis dan membandingkan apa yang ada didalam rumah dengan yang mereka lihat diluar rumah. 4. Pendidikan melalui pemberian penghargaan dan hukuman: metode pendidikan ini secara tidak langsung menanamkan etika perlunya menghargai orang lain. Penghargaan perlu diberikan kepada anak yang memang harus diberi penghargaan, seperti mengucapkan terimakasih pada anak yang telah membantu orang tua dirumah. (Anshar dan Alshodiq, 2005: para 39-46)
2.2.2 Anak Konsep Anak menurut Kementrian Sosial, berikut ini beberapa pengertian yang menjadi bagian dari konsep pokok yang digunakan dalam Pedoman Operasional Program Kesejahteraan Sosial Anak. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2. Kesejahteraan Sosial Anak adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial anak agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 3. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
13
Sedangkan menurut BPS (Biro Pusat Statistik), Jakarta tahun 1994 angka ketergantungan anak kepada ibu adalah persentase anak umur kurang dari 15 tahun. Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 18 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI Tahun 2010, batas usia remaja adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah.
2.2.3 Keluarga Dalam mencapai tujuan keluarga, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 (BKKBN, 1996) menyebutkan adanya delapan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga meliputi fungsi-fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan nonfisik yang terdiri atas fungsi: (a) Keagamaan, (b) Sosial, (c) Budaya, (d) Cinta kasih, (e) Perlindungan, (f) Reproduksi, (g) Sosialisasi dan pendidikan, (h) Ekonomi, dan (1) Pembinaan lingkungan. (Puspitawati, 2012: 3) Terdapat dua bentuk keluarga, (1) keluarga batih atau inti yang terlihat dari komposisinya yang paling dasar yakni ada ayah, ibu dan anak yang kesemuanya sedarah, (2) keluarga besar atau merujuk pada keluarga inti dengan penambahan anggota keluarga selain anak, semisal paman, bibi, serta orangtua dari pasangan suami istri (Silalahi dan Meinarno, 2010: para 4-5)
14
2.2.4 Buruh Wanita Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah (http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_13_03.htm). Wanita (orang) perempuan. Sehingga pengertian buruh wanita adalah wanita yang bekerja pada pengusaha dan mendapatkan upah. Menurut Peck (dalam Sara, 1994 :14) kaum buruh yaitu kaum pria, kaum wanita dari golongan bawah dan banyak memiliki anak, meninggalkan rumah dan setiap hari pergi bekerja di tempat lain, dilingkungan yang sangat berbeda dengan tempat tinggal mereka, sehingga kehidupan para buruh terbagi antara pekerjaan dan keluarga. GBHN 1988 menetapkan bahwa wanita sebagai warga Negara maupun sebagai sumber daya insani bagi pembangunan mempunyai hati, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria disegala bidang kehidupan bangsa dan segenap kegiatan pembangunan (Amin, 1992:165). Secara jelas tertulis melalui GBHN 1988 membuka jalan bagi perempuan untuk bekerja dan ikut serta dalam pengambilan keputusan tanpa adanya pembatasan hak melalui gender didalam pembangunan. Merujuk pada Undang-undang ratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita dan UndangUndang hak asasi manusia terkait dengan kesempatan kerja yang sama berlaku sejak tahun 1987 secara internasional (Hartono, 2000:23)
15
2.3 Kerangka Teoritis 2.3.1 Teori Struktural Fungsional Dalam penelitian Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Buruh Wanita di PT. Blambangan FoodPackers Indonesia, peneliti menggunakan teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons sebagai kerangka teoritis guna menjelaskan buruh wanita dalam pola pengasuhan anak pada keluarga wanita buruh pabrik PT. Blambangan FoodPackers Indonesia serta melihat perbedaan pola pengasuhan anak yang diterapkan oleh keluarga buruh wanita di PT. Blambangan FoodPackers Indonesia dalam mengasuh anak. Tokoh utama aliran ini adalah Talcott Parsons. Ia berpandangan bahwa setiap masyarakat hanya bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya apabila keteraturan sosial bisa dipertahankan. Dalam Ritzer & Goodman (2010:121) suatu sistem harus memiliki empat fungsi yang disebut AGIL: 1. Adaptation (Adaptasi) : sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. buruh wanita akan mengalami sebuah penyesuaian dimana selain bekerja juga dituntut untuk mengasuh anak sehingga dibutuhkan keseimbangan dalam menjalankan peran-peran tersebut. Akan tetapi laki-laki atau suami tetap menjadi yang utama dalam pengelolaan pemenuhan kebutuhan nafkah. Kondisi adaptasi juga akan dirasakan oleh anak pada saat ibu bekerja, dimana dan dengan siapa anak akan diasuh maupun diawasi. 2. Goal attainment (Pencapaian Tujuan) : tujuan yang ingin dicapai dalam keluarga adalah kesejahteraan bersama terutama bagi anak dalam pemenuhan kebutuhan untuk
16
kesehatan, sekolah serta kasih sayang penuh dari kedua orang tua. Kebutuhan tidak hanya harus dipenuhi melalui kebutuhan jasmani anak, akan tetapi pemenuhan kebutuhan secara rohani harus pula terpenuhi 3. Integration (Integrasi) : sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagianbagian yang menjadi komponennya. Pola pengasuhan anak tetap menjadi hal utama yang diprioritaskan didalam keluarga sesuai dengan kesepakatan laki-laki maupun perempuan disamping kegiatan bekerja demi pemenuhan kebutuhan seluruh keluarga. 4. Latency (Pemeliharaan pola) : sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Anak harus diperkenalkan dengan bentuk hubungan sosial melalui aturan dan nilai yang berlaku dimasyarakat. Buruh wanita harus bisa melihat hubungan yang harus dijaga, oleh sebab itu pola seperti memberikan waktu seperti berkumpul dan jalan-jalan bersama keluarga merupakan bentuk penjagaan hubungan yang harmonis antara buruh wanita dan keluarga. Keluarga bagi Parsons memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas masyarakat (fungsi keempat) karena dalam konsep keluarga proses sosialisasi berlangsung, dan peran dan nilai sosial yang berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan sistem sosial diajarkan pada anggotanya (Saptari, 1997:65). Meskipun teori struktural fungsional dianggap terlalu mementingkan norma, aturan, power (kekuatan), strata sosial dan gender akan tetapi Parsons tidak menganggap keluarga adalah statis atau tidak dapat berubah.
17
2.3.2 Bagan Kerangka Teoritis
Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons Adaptasi
Pencapaian Tujuan
Integrasi
Istri
Kakek-Nenek
Suami
Paman-Bibi
Pemeliharaan Pola
Bekerja
Ekonomi
Pendidikan
Pola Pengasuhan Anak
Peluang Kerja
Pendidikan, Kesehatan & Kesejahteraan seluruh
Keterangan Garis : : Tidak Langsung : Langsung
Pengembangan Moral dalam Keluarga dan Lingkungan Sosial-Budaya Masyarakat
18
Penjelasan Bagan Teori Struktural Fungsional Kerangka penelitian tersebut menjelaskan mengenai terjadinya hubungan pernikahan antara wanita dengan laki-laki sehingga muncul peran Ayah, Ibu dan menghasilkan pula peran Anak di dalam keluarga. Terdapat tiga faktor yang melatarbelakangi ibu bekerja sebagai buruh wanita antara lain faktor ekonomi, pendidikan dan peluang kerja. Wanita bekerja tersebut bukan berarti menggantikan peran ayah yang bekerja, akan tetapi wanita bekerja tersebut hanya berpartisipasi dalam menambah pemasukan bagi keluarga. Dengan demikian antara wanita dan lakilaki tersebut terjalin kerjamasama dalam pemenuhan kebutuhan, namun bukan untuk bersaing satu sama lain. Dari kegiatan bekerja tersebut memimbulkan permasalahan mengenai pola pengasuhan anak. Wanita bekerja dan laki-laki bekerja, pola pengasuhan anak menjadi kurang optimal sehingga kegiatan pengasuhan anak juga melibatkan peran keluarga. Keluarga yang dimaksud adalah keluarga luas dalam satu rumah atau bahkan keluarga yang tinggal berdekatan dengan kediaman buruh wanita. Munculnya permasalahan tersebut membuat buruh wanita mengatur strategi mengenai Pola Pengasuhan Anak pada Keluarga Pekerja Wanita Buruh Pabrik PT. Blambangan FoodPackers Indonesia. Pengaturan strategi tersebut adalah bagian upaya untuk mencapai tujuan bersama yakni kesejahteraan bagi seluruh keluarga buruh wanita, terutama bagi anak.