BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1
Cost of Equity Capital Utami (2005) menjelaskan bahwa biaya modal dihitung atas dasar
sumber dana jangka panjang yang tersedia bagi perusahaan. Empat sumber dana jangka panjang yaitu: hutang jangka panjang, saham preferen, saham biasa, dan laba ditahan. Biaya hutang jangka panjang adalah biaya hutang sesudah pajak saat ini untuk mendapatkan dana jangka panjang melalui pinjaman. Biaya saham preferen adalah deviden saham preferen tahunan dibagi dengan hasil penjualan saham preferen. Biaya modal saham biasa adalah besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan deviden yang diharapkan diterima di masa yang akan datang. Biaya modal saham biasa inilah yang sering disebut dengan biaya modal ekuitas atau cost of equity capital. Lebih lanjut Utami (2005) memaparkan beberapa model penilaian perusahaan yang mempengaruhi pengukuran cost of equity capital, antara lain: 1)
Model penilaian pertumbuhan konstan (constan growth valuation model) Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa nilai saham sama dengan nilai tunai (present value) dari semua deviden yang akan diterima di masa yang akan datang (diasumsikan pada tingkat pertumbuhan konstan) dalam waktu yang tidak terbatas. Model ini dikenal dengan sebutan Gordon Model.
7
2)
Asset Pricing Model (CAPM) Menurut model CAPM, biaya modal saham biasa adalah tingkat return yang diharapkan oleh investor sebagai kompensasi atas risiko yang tidak dapat didiversifikasi yang diukur dengan beta. 3) Model Ohslon Model ini digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai tunai dari laba abnormal. 2.1.1.1
Pengukuran Cost of Equity Capital Metode Ohlson Model Ohlson tergolong dalam model valuasi berdasarkan
laba residual yang telah dikenal lama sebelumnya Model valuasi tersebut merupakan penjabaran konsep nilai dalam teori ekonomi neoklasik, yang menyatakan bahwa nilai perusahaan adalah sebesar nilai sekarang aliran kas bersih yang diterima pemilik. Untuk dapat merumuskan sebuah model valuasi maka harus diasumsi bahwa investor memiliki keyakinan dan preferensi yang homogen.Asumsi kedua dalam pendekatan laba residual adalah adanya hubungan surplus bersih antara neraca dan laporan laba rugi. Model Ohlson memakai tingkat diskonto yang digunakan oleh para investor untuk menilai tunaikan future cash flow. Model Ohlson digunakan untuk mengestimasi nilai perusahaan dengan mendasarkan pada nilai buku ekuitas ditambah dengan nilai tunai dari laba abnormal. Perusahaan memiliki beberapa sumber dana agar memiliki struktur biaya modal yang optimal. Biaya modal dihitung atas beberapa sumber dana yang tersedia bagi perusahaan. Menurut Brigham dan Gapenski (1993, p. 179) ada empat sumber dana dalam perhitungan biaya modal yaitu :
8
1. Hutang jangka panjang Biaya hutang jangka panjang didapat dari pembagian antara beban bunga hutangjangka panjang yang ditanggung dengan total hutang jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan pada periode tertentu. 2. Saham preferen Pembayaran biaya saham preferen dilakukan dengan pemberian dividen dalam jumlah tertentu. Besarnya biaya saham preferen sama dengan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh investor pemegang saham preferen. 3. Saham biasa Biaya modal saham biasa adalah besarnya rate yang digunakan oleh investor untuk mendiskontokan deviden yang diharapkan diterima di masa yang akan datang. 4. Laba ditahan Laba ditahan adalah bagian dari laba tahunan yang diinvestasikan kembali dalam usaha selain dibayarkan dalam kas sebagai deviden dan bukan merupakan akumulasi surplus suatu neraca. Perhitungan cost of equity capital dalam penelitian ini menggunakan persamaan dari Model Ohlson, yaitu sebagai berikut: r = ( Bt +Xt +1 – Pt ) / Pt Keterangan: r
= cost of equity capital
Bt
= Nilai buku per lembar saham periode t
Pt
= Harga saham pada periode t
Xt+1
= Laba per lembar saham periode t+1
2.1.2
Intellectual Capital Ada banyak definisi berbeda mengenai intellectual capital.
Intellectual
capital
adalah
informasi
dan
pengetahuan
yang
diaplikasikandalam pekerjaan untuk menciptakan nilai (Williams dalam
9
Purnomosidhi,2006).
Intellectual capital
dapat
dipandang sebagai
pengetahuan, dalampembentukan, kekayaan intelektual dan pengalaman yang dapat digunakanuntuk menciptakan kekayaan (Stewart dalam Mangena et al., 2010). Intellectual capital mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan.Intellectual capital telah diidentifikasi yang menggerakkan kinerja organisasi dan penciptaan nilai (Bontis, 2000). Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa intelellectual capital merupakan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang nantinya akan memberikan keuntungan di masa depan yang dilihat dari kinerja perusahaan tersebut. Beberapa peneliti telah mengemukakan elemen-elemen apa saja yang terdapat dalam intellectual capital. Namun, dari semuanya, tidak ada ketetapan pasti mengenai elemen-elemen dalam intellectual capital. Sehingga secara umum, elemen-elemen dalam intellectual capital terdiri dari modal manusia (human capital), Structural Capital (SC), dan CustomerCapital (CC) (Bontis et al., 2000). Definisi dari masing-masing komponen intellectual capital yaitu: 1)
Human Capital (HC) adalah keahlian dan kompetensi yang dimiliki karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuannya untuk dapat berhubungan baik dengan pelanggan. Termasuk dalam human capital yaitu pendidikan, pengalaman, keterampilan, kreativitas dan attitude. Menurut Bontis, human capital adalah kombinasi dari pengetahuan, skill, kemampuan melakukan inovasi dan kemampuan menyelesaikan tugas, meliputi nilai perusahaan, kultur dan filsafatnya. Jika perusahaan berhasil
10
2)
3)
dalam mengelola pengetahuan karyawannya, maka hal itu dapat meningkatkan human capital. Sehingga human capital merupakan kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang terdapat dalam tiap individu yang ada di dalamnya. Human capital ini yang nantinya akan mendukung structural capital dan customer capital. Structural Capital (SC) adalah infrastruktur yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk dalam structural capital yaitu sistem teknologi, sistem operasional perusahaan, paten, merk dagang dan kursus pelatihan. Menurut Nashih (dikutip oleh Wahdikorin, 2010), structural capital atau organizational capital adalah kekayaan potensial perusahaan yang tersimpan dalam organisasi dan manajemen perusahaan. Structural capital merupakan infrastruktur pendukung dari human capital sebagai sarana dan prasarana pendukung kinerja karyawan. Sehingga walaupun karyawan memiliki pengetahuan yang tinggi namun bila tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, maka kemampuan karyawan tersebut tidak akan menghasilkan intellectualcapital. Customer Capital (CC) adalah orang-orang yang berhubungan dengan perusahaan, yang menerima pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Menurut Sawarjuwono dan Agustine (2003) elemen customer capital merupakan komponen intellectual capital yang memberikan nilai secara nyata. Customer capital membahas mengenai hubungan perusahaan dengan pihak di luar perusahaan seperti pemerintah, pasar, pemasok dan pelanggan, bagaimana loyalitas pelanggan terhadap perusahaan. Customer capital juga dapat diartikan kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pasar sehingga menghasilkan hubungan baik dengan pihak luar.
2.1.2.1 Intellectual Capital Disclosure Penelitian mengenai intellectual capital lebih cenderung terhadap cara pengukurannya daripada pelaporan. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan yang baku mengenai kewajban perusahaan dalam melaporkan modal intelektual yang dimilikinya. Di Indonesia praktik pengungkapan modal intelektual masih bersifat sukarela.
11
Canibano, et al (dalam Suhardjanto dan Wardhani, 2010) menyebutkan bahwa pendekatan yang pantas digunakan untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan adalah dengan mendorong peningkatan
informasi
Pengungkapan
intellectual
merupakan
suatu
capital
cara
disclosure.
perusahaan
untuk
menyampaikan informasi dalam bentuk annual report. Hendriksen (dalam Suhardjanto dan Wardhani, 2010) menyatakan informasi yang diberikan biasanya berupa pernyataan, catatan mengenai pernyataan, dan tambahan pengungkapan informasi yang terkait dengan
catatan.Tiga
konsep
disclosure
yang
umumnya
dikemukakan yaitu adequate (cukup), fair (wajar), dan full disclosure (pengungkapan yang lengkap). Laporan Jenkins (dalam Bozzolan, et al 2003) mengusulkan kerangka
kerja
untuk
pengungkapan
sukarela
berdasarkan
kebutuhan informasi dari investor dan kreditur. Laporan ini menyajikan lebih luas jenis informasi yang diurutkan ke dalam lima kategori: 1. Data keuangan dan non keuangan 2. Analisis manajemen mengenai data keuangan dan non keuangan 3. Informasi yang berorientasi pada masa depan (forward looking information) 4. Informasi tentang manajer dan pihak - pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan (stakeholder), dan 5. Latar belakang perusahaan Sebuah analis empiris mengenai praktik pengungkapan laporan keuangan (FASB, 2001), menambah dimensi intellectual
12
capital ke dalam lima kategori jenis informasi di atas sehingga akan menambah nilai informasi yang disampaikan kepada pihak eksternal perusahaan (Purnomosidhi, 2006). Pricewaterhouse Coopers (PWC) melakukan survei atas jenis – jenis informasi yang dibutuhkan investor.Diantara 10 jenis informasi yang dianggap paling penting bagi investor, hanya tiga yang berupa informasi keuangan (cash flow, earning, dan gross margin). Sedangkan 7 jenis sisanya, dua diantaranya berasal dari data internal perusahaan (strategic direction dan competitive landscape) dan lima lainnya dapat dianggap sebagai intangibles (pertumbuhan pasar, kualitas/pengalaman dari tim manajemen, ukuran pasar dan pangsa pasar, kecepatan melayani pasar). Pricewaterhouse Coopers juga mengungkapkan 14 jenis informasi yang dianggap cukup penting yang dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu pelanggan (saluran distribusi, brand equity/visibility, dan tingkat perputaran pelanggan), karyawan (modal intelektual, tingkat retensi pegawai, dan pendapatan per karyawan) dan inovasi (pendapatan dari produk baru, tingkat keberhasilan
produk
baru,
pengeluaran
R&D,
dan
siklus
pengembangan produk).Sebagian besar informasi yang dianggap penting oleh investor tersebut dapat diklasifikasikan sebagai modal intelektual.
Penelitian
menunjukkan
bahwa
mayoritas
dari
informasi yang dibutuhkan investor tidak diungkapkan dalam
13
laporan keuangan sehingga menimbulkan information gap ( Eccles, et al dalam Bozzolan, et al 2003) 2.1.2.2 Pengukuran Metode VAIC™ Metode VAIC™, dikembangkan oleh Pulic (1998; 1999; 2000), didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). VA adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Ulum et al., 2008). Metode VAIC™ ini mengukur intellectual capital (IC) dengan cara menghitung value added yang dihasilkan dari tiga kombinasi rasio yaitu: a. Value Added Capital Coefficient (VACA) VACA adalah perbandingan antara value added (VA) dengan modal fisik yang bekerja (CA). Dalam hal ini Value Added (VA) adalah merupakan Selisih antara Output dan Input. Output (Total penjualan dan pendapatan lain) dikurangi Input (Beban dan biaya-biaya selain beban karyawan). Sedangkan CA merupakan CapitalEmployed
yaitu
Dana
yang tersedia (ekuitas, laba
14
bersih).Rasio VACA ini adalah sebuah indikator untuk VA yang dibuat oleh satu unit modal fisik dengan formula sebagai berikut: VACA = VA/CE Dimana : VACA
: Value Added Capital Employed
VA
: Value added
CE
: Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas) Pulic (1998; 1999; 2000) mengasumsikan bahwa jika
sebuah unit CA menghasilkan return yang lebih besar di sebuah perusahaan daripada perusahaan yang lain, maka perusahaan pertama lebih baik pemanfaatan CAnya. Jadi pemanfaatan lebih CA adalah bagian dari IC perusahaan.Ketika membandingkan lebih dari sebuah kelompok perusahaan, VACA menjadi sebuah indikator kemampuan intelektual perusahaan untuk memanfaatkan modal fisik lebih baik. b. The Human Capital Coefficient (VAHU) VAHU
adalah
seberapa
besar
VA
dibentuk
oleh
pengeluaran rupiah pekerja atau karyawan, karena HC merupakan keseluruhan
jumlah
karyawan.Hubungan
beban antaraVA
yang dan
dikeluarkan HC
untuk
mengindikasikan
kemampuan HC membuat nilai pada sebuah perusahaan. Jadi hubungan antaraVA dan HC mengindikasikankemampuan HC
15
membentuk nilai dalam sebuah perusahaan dengan formula sebagai berikut: VAHU = VA/HC Dimana : VAHU
: Value Added Human Capital
VA
: Value Added
HC
: Human Capital (beban karyawan terdiri dari gaji dan tunjangan) Ketika VAHU dibandingkan lebih dari sebuah kelompok
perusahaan, VAHU menjadi sebuah indikator kualitas sumber daya manusia perusahaan.VAHU juga sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan VA setiap rupiah dikeluarkan pada HC. c. Structural Capital Coefficient (STVA) STVA menunjukkan kontribusi modal struktural (SC) dalam pembentukan nilai. Dalam model Pulic, SC merupakan VA dikurangi HC. Kontribusi HC pada pembentukan nilai lebih besar kontribusi SC dengan formula sebagai berikut:
STVA = SC/VA Dimana : STVA
: Structural Capital Value Added
SC
: Structural Capital (VA – HC)
VA
: Value Added
16
Rasio-rasio tersebut merupakan kalkulasi kemampuan intelektual sebuah perusahaan.Formulasi ini merupakan jumlah koefisien yang disebutkan sebelumnya. Hasilnya sebuah indikator baru dan unik yaitu the VAIC™, yaitu sebagai berikut: VAIC™ = VACA + VAHU + STVA
2.1.3 Asimetri Informasi Menurut Komalasari dan Baridwan (2001) dalam Marliana (2003) perspektif informasi asimetri mengimplikasikan bahwa manajer berupaya untuk mengurangi informasi guna memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara yang dikehendakinya (opportunistic). Ketika terdapat informasi asimetri, keputusan pengungkapan yangdibuat manajer dapat mempengaruhi harga saham. Karena informasi asimetri antara investor yang lebih informed dan kurang informed akan menimbulkan kos transaksi dan mengurangi likuiditas dalam pasar untuk saham suatu perusahaan. Pengukuran terhadap informasi asimetri seringkali diproksikan dengan bid-ask spread. Hal ini dikarenakan informasi asimetri tidak dapat diobservasi secara langsung. Ditinjau dari proksi informasi asimetri, yaitu bid-ask spread, komponen yang terkait langsung dengan signaling adalah adverse selection. Dimana dalam signaling theory berasumsi bahwa ada informasi asimetri diantara berbagai partisipan pasar modal. Selain itu juga menyatakan bahwa pasar akan bereaksi secara negatif karena adanya
17
pengumuman penambahan saham baru yang mengindikasikan adanya informasi yang tidak menguntungkan (bad news) tentang kondisi laba di masa yang akan datang. Jika investor dan manajer tidak sepakat terhadap distribusi probabilitas return, maka dealer sekuritas akan terekspose terhadap risiko berdagang dengan investor yang mempunyai informasi superior. Dealer melindungi dirinya dari perdagangan yang termotivasi oleh informasi tersebut dengan memperlebar spread. Asimetri informasi adalah ketimpangan informasi antara manajer dengan pemegang saham, di mana manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospekperusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham atau stakeholder lainnya. Asimetri informasi diukur dengan teori bid-ask spread. Dalam menghitung besarnya bid–ask spread dalam penelitian ini menggunakan model yang dipakai Komalasari dan Baridwan (2001), yaitu : SPREADi,t = (aski,t – bidi,t) / {(aski,t + bidi,t) / 2} x 100 Keterangan : Aski,t
: harga ask tertinggi saham perusahaan i yang terjadi pada hari t (pada tanggal publikasi annual report)
Bidi,t
: harga bid terendah saham perusahaan i yang terjadi pada hari t (pada tanggal publikasi annual report)
2.1.4 Nilai Pasar Ekuitas
18
Menurut PSAK (2002) pasal 49 dalam Suwardjono (2005), ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban.Ekuitas didefinisi sebagai hak residual untuk menunjukkan bahwa ekuitas bukan kewajiban.Ini berarti ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (1999) dalam Anggraeni (2007)ekuitas perusahaan biasanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1) Modal saham (capital stock) ialahjumlah rupiah perkalian antara cacahsaham beredar dengan ni lai nimonal per saham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor/dibayarkan melebihi modal yuridis tersebut. 2) Tambahan modal disetor /agio saham (additional paid in capital) ialah kelebihan jumlah yang dibayarkan atas nilai pari atau yang ditetapkan. 3) Laba ditahan (retained earnings) ialah laba perusahaan yang tidak dibagikan. Laba ditahan menunjukkan sejumlah hak atas seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu dan dapat digunakan untuk pembagian deviden. Nilai pasar ekuitas menggambarkan ukuran suatu perusahaan.Semakin besar nilai pasar ekuitas maka akan menunjukkan semakin besar ukuranperusahaan tersebut dimata pelaku pasar. Pada dasarnya perusahaan dapat dibagidalam dua kategori yaitu perusahaan besar (large firm) dan perusahaan kecil (smallfirm).Nilai pasar ekuitas (market value ofequity) di ukur dengan menggunakan nilai kapitalisasi pasar pada satu bulan sebelum pengumuman laporan tahunan perusahaan. Nilai pasar ekuitas = jumlah saham beredar x harga penutupan
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
19
Penelitian mengenai cost of equity capital telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti terdahulu yang menghasilkan temuan yang bermacammacam dengan berbagai variabel. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 : Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No 1
Judul Peneliti Penelitian Intellectual Mangena Capital et al. Disclosure (2010) Practices and Effects on The Cost of Equity Capital
2
Disclosure Level and the Cost of Equity Capital
Botosan (1997)
3
Reexaminatio n of Disclosure Level and the Expected
Botosan and Plumlee (2001
Variabel Penelitian Dependen : Cost of equity capital Independen : − Intellectual capital disclosure − Voluntary disclosure Kontrol : − Firm Size − Beta − Leverage − Market-tobook value Dependen : Cost of equity capital Independen : Disclosure Level Kontrol : − Market Beta − Firm Size
Dependen : Cost of equity capital Independen : Disclosure
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini menemukan bahwa perusahaan yang mengungkapkan informasi tentang intellectual capital yang lebih banyak memiliki cost of equity capital yang lebih rendah. Ukuran perusahaan berpengaruh negatif, sedangkan beta berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital. Penelitian ini menemukan hubungan antara tingkat pengungkapan dan cost of equity capital. Tingkat pengungkapan yang semakin tinggi dapat menurunkan cost of equity capital. Beta dan ukuran perusahaan menunjukkan pengaruh masing-masing positif dan negatif terhadap cost of equity capital Penelitian ini menemukan bahwa tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dalam laporan tahunan berdampak pada
20
Cost of Equity Capital
Level Kontrol : − Market Beta − Firm
4
Pengaruh Tingkat Disclosure Terhadap Biaya Ekuitas
5
Pengaruh Murni Luas (2004) Pengungkapa n Sukarela dan Asimetri Informasi terhadap Cost of Equity Capital pada Perusahaan Publik di Indonesia
Dependen : Cost of equity capital Independen : − Luas Pengungkapan Sukarela − Bid-ask Spread − Beta Saham
Pengaruh Luas Pengungkapa n Sukarela, Beta Pasar, dan Nilai Pasar Ekuitas Perusahaan Terhadap Cost of
Dependen : Cost of equity capital Independen : − Luas Pengungkapan Sukarela − Beta Pasar − Nilai Pasar Ekuitas
6
Juniarti dan Yunita (2003)
Meythi et al. (2012)
Dependen : Biaya Modal Ekuitas Independen : Tingkat Pengungkapan Kontrol : − Beta − Nilai Pasar Ekuitas
penurunan cost of equity capital. Temuan lainnya adalah adanya pengaruh yang positif antara market beta terhadap cost of equity capital. Sedangkan firm size berpengaruh negatif terhadap cost of equity capital. Penelitian ini menemukan bahwa tingkat disclosure berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas. Tingkat disclosure yang tinggi menurunkan biaya modal ekuitas perusahaan. Nilai pasar ekuitas tidak berpengaruh terhadap biaya modal ekuitas Penelitian ini menemukan bahwa informasi yang diungkapkan secara sukarela dalam laporan tahunan oleh perusahaan menurunkan cost of equity capital perusahaan. Temuan lainnya adalah adanya hubungan positif bid-ask spread dan beta saham terhadap cost of equity capital Penelitian ini menemukan bahwa pengungkapan sukarela tidak berpengaruh terhadap cost of equity capital. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitianpenelitian sebelumnya yang menemukan adanya pengaruh. Nilai pasar ekuitas juga menunjukkan hasil tidak berpengaruh
21
7.
Equity Capital pada Perusahaan Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Intellectual Capital Disclosure, Cost of Finance and Firm Value
terhadap cost of equity capital, sedangkan beta pasar menunjukkan hasil yang berpengaruh terhadap cost of equity capital.
Orens et al., (2009)
Dependen : − Firm Value − Trading volume − Bid-ask spread − Cost of equity capital − Cost of debt capital Independen : Web-based Intellectual capital disclosure Kontrol : −Analyst following −Analyst’s forecast dispersion − Size − Leverage −Ownership structure −Profitability − Stock price volatility −Negative earnings − Earnings variability − Systematic risk
Pengungkapan intellectual capital dalam website perusahaan berpengaruh positif terhadap firm value, trading volume dan berpengaruh negatif terhadap bid-ask spread, implied cost of equity dan cost of debt capital. Profitability dan analyst following berpengaruh positif terhadap firm value. Firm size berpengaruh negatif terhadapfirm value. Stock price volatility berpengaruh positif terhadap trading volume danbid-ask spread. 6. Mangena et al. (2010) Intellectual Capital Disclosure Practices and Effects on The Cost of Equity Capital Dependen :
Sumber : Olahan Peneliti
22
2.3
Kerangka konseptual Pengungkapan merupakan salah satu mekanisme untuk memitigasi biaya
keagenan yang muncul karena adanya kemungkinan bahwa manajer mungkin tidak berlaku menurut kepentingan pemegang saham. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Botosan (1997); Botosan dan Plumlee (2001); Juniarti dan Yunita (2003); dan Murni (2004) ditemukan bahwa tingkat pengungkapan yang lebih tinggi berdampak pada penurunan cost of equity capital. Sumber daya intellectual capital dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atauteknologi
yang dapat digunakan oleh perusahaan merupakan kunci
penggerakproses penciptaan nilai perusahaan. Pengungkapan informasi-informasi tentanginvestasi perusahaan pada intellectual capital memberikan pandangan yang berorientasi pada masa depan kepada investor.
Asimetri informasi yang terjadi akan berkurang seiring dengan bertambahnya informasi yang diungkapkan pada laporan tahunan. Ketika asimetri informasi berkurang maka akan meningkatkan likuiditas pasar, yang selanjutnya juga akan menurunkan tingkat pengembalian yang diisyaratkan oleh investor. Pada saat tingkat pengembalian yang diisyaratkan oleh investor menurun,cost of equity capital yang harus ditanggung perusahaan juga menurun. Nilai pasar ekuitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi cost of equity capital yang menunjukkan gambaran ukuran suatu perusahaan. Hal ini
23
tentunya mengakibatkan nilai pasar ekuitas menjadi salah satu tolak ukur yang diperhatikan oleh para investor dalam berinvestasi.
Adapun kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 Intellectual capital (X1) Asetri informasi (X2)
H2 Cost of equity capital H3
(Y)
Nilai pasar ekuitas (X3)
H4 Gambar 2.1 kerangka konseptual Sumber : Olahan Peneliti 1. Pengaruh Intellectual Capital terhadap Cost of Equity Capital Tingkat pengungkapan intellectual capital yang lebih tinggi dapat menurunkan cost ofequity capital. Kurangnya informasi intellectual capital membuat persepsi investor tentang risiko perusahaan meningkat. Meningkatnya persepsi risiko oleh investor akan mengakibatkan undervaluation saham perusahaan, sehingga dari sudut pandang teoritis pengungkapan informasi ini dapat mengurangi tingkat pengembalian yang diisyaratkan oleh investor dan menurunkan cost of equity capital.
24
Berdasarkan kajian tersebut, diharapkan adanya pengaruh negatif pengungkapan intellectual capital terhadap cost of equitycapital.
2. Pengaruh Asetri Informasi terhadap Cost of Equity Capital Dalam teori keagenan dikatakan bahwa asimetri informasi timbul ketika manajer (agent) lebih mengetahui informasi intenal dan prospek perusahaan dimasa depan dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya (principal). Ketika timbul asimetri informasi, keputusan
pengungkapan
yang
dibuat
oleh
manajer
dapat
mempengaruhi harga saham sebab asimetri informasi antara investor yang lebih terinformasi dan investor yang kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin kecil asimetri informasi yang terjadi diantara partisipan pasar modal maka akan semakin kecil kos modal sendiri (cost of equity capital) yang ditanggung oleh perusahaan. 3. Pengaruh Nilai Pasar Ekuitas terhadap Cost of Equity Capital Nilai pasar ekuitas yang besar mempunyai kemampuan untuk menghasilkan laba yang lebih besar karena luasnya kesempatan untuk mendapatkan dana dari pihak internal maupun eksternal. Perusahaan dengan nilai pasar ekuitas yang besar juga dinilai mempunyai risiko yang lebih kecil karena banyaknya informasi-informasi mengenai perusahaan berskala besar daripada perusahaan berskala kecil. Karena investor berasumsi perusahaan dengan nilai pasar ekuitas yang lebih
25
besar mempunyai risiko yang lebih kecil sehingga dapat mengurangi ketidakpastian hasil yang akan diperolehnya dimasa yang akan datang maka investor akan mengisyaratkan rate of return minimum yang lebih rendah sehingga cost ofequity capital yang dikeluarkan perusahaan juga akan rendah. 2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan maka hipotesis penelitian ini adalah ; Intellectual Capital, Astetri Informasi dan Nilai Pasar Ekuitas berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap Cost of Equity Capital.
26