1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Berdarah Dengue (DBD) 1. Pengertian DBD a. Demam berdarah adalah penyakit demam yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang kemudian menimbulkan bintik-bintik merah di kulit serta perdarahan yang keluar melalui lubang hidung, telinga dan lain-lain. b. DBD/Dengue Haemorrhagir Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong Arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina), terutama menyerang anak remaja dan dewasa yang seringkali menyebabkan kematian (Effendy, 1995). c. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan
masyarakat
di
Indonesia
yang
jumlah
penderitanya cenderung meningkat danm penyebaranya semakin luas dan penyakit ini merupakan penyakit menular yang terutama menyerang anak-anak (Widiyono, 2008). 2. Tanda dan Gejala Tanda dan gejala penyakit DBD adalah sebagai berikut dibawah ini : a. Penderita mendadak panas tinggi selama 2 hingga 7 hari yang sering di ikuti dengan rasa sakit pada uluhati dan biasanya tanpa sebab yang jelas. b. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit. c. Kadang disertai perdarahan pada hidung. d. Bisa jadi sipenderita muntah darah dan berak. e. Jika telah parah, penderita merasa gelisah, tangan dan kakinya dingin serta berkeringat.
1
2
3. Etiologi Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus flavivirus dari famili flaviviridae. Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat menghisap darah dari seseorang yang sedang berada pada tahap demam akut (viraemia). Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik selama 8 sampai 10 hari, kelenjar ludah Aedes akan menjadi terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk menggigit dan mengeluarkan cairan ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa inkubasi instrinsik selama 3-14 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai dengan demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala non spesifik seperti nausea (mual-mual), muntah dan rash (ruam pada kulit). Viraemia biasanya muncul pada saat atau persis sebelum gejala awal penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih 5 hari setelah dimulainya penyakit. Saat-saat tersebut merupakan masa kritis dimana penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam siklus penularan (Widoyono, 2008; Sitio, 2008). 4. Manifestasi a. Demam Penyakit DBD di awali dengan demam mendadak dan terusmenerus selama 2-7 hari dan disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti : lemah, nyeri pada punggung, tulang, sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis (Effendy, 1995). b. Manifestasi perdarahan Manifestasi perdarahan umumnya muncul pada hari ke 2-3, termasuk setidak-tidaknya uji turniket positif dan salah satu
3
bentuk lain (petekei, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan atau melena (Effendy, 1995). c. Pembesaran hati / Hepatomegali Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi juga sudah teraba. Gejala pembesaran hati ini kurang khas dan derajatnya tidak sesuai dengan beratnya penyakit (Purwanto dkk, 2000). d. Renjatan / Shock Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah, cepat sampai takteraba disertai tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan diastolik 20 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama padaujung hidung, jari dan kaki, penderita timbul gelisah dan sianosis disekitar mulut (Effendy, 1995). 5. Faktor yang berhubungan dengan penyakit DBD a. Faktor nyamuk Aedes Aegypti Adapun ciri-cari dari nyamuk Aedes Aegypti sebagai berikut : 1) Berwarna hitam dengan loreng putih pada tubuhnya, dengan bercak-bercak putih di sayap dan kakinya. 2) Berkembang biak di tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah separti bak mandi/WC, tempayan, drum dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain. 3) Biasanya menggigit pada siang hari. 4) Nyamuk
betina
membutuhkan
darah
manusia
untuk
mematangkan telurnya agar dapat meneruskan keturunanya. 5) Kemampuan terbangnya 100 meter.
4
b. Faktor nyamuk Aedes Albopictus Ciri-ciri nyamuk ini menurut Rampengan (1993), sebagai berikut : 1) Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya di sekitar rumah atau pohon-pohon, di mana tertampung air hujan yang bersih yaitu pohon pisang, pandan, kaleng bekas dan lain-lain. 2) Menggigit pada waktu siang hari. 3) Jarak terbang 50 meter. c. Faktor manusia Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap orang dapat terkena DBD. Perbedaab pravalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan erat dengan perbedaan derajat kekebalan tubuhnya. Infeksi dengue tidak jarang menimbulkan kasus ringan pada anak. d. Faktor lingkungan Lingkungan adalah sesuatu yang ada diluar host, baik benda mati, benda hidup atau abstrak seperti suasana yang berbentuk akibat dari interaksi semua elemen-elemen tersebut termasuk host yang lain. Lingkungan mencangkup subfaktor yang sangat luas diantaranya yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya. 1) Lingkungan Fisik Aedes Aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis di Asia Tenggara dan terutama tersebar di sebagian besar wilayah perkotaan, pedesaan. Penyebaran Aedes Aegypti relatif sering terjadi dan dikaitkan dengan pembangunan sistim persediaan air di pedesaan dan sistem transportasi. Di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 cm pertahun ternyata nyamuk Aedea Aegypti ini lebih stabil dan ditemukan didaerah perkotaan, pinggiran kota dan di daerah pedesaan.
5
2) Lingkungan Biologik Di Asia Tenggara penggunaan preparat biologik untuk mengendalikan
populasi
nyamuk
Aedes
Aegypti
yang
merupakan salah satu vektor penyebab dengue terutama pada tahap larvanya, hanya menjadi kegiatan lapang yang berskala kecil. Penggunaan ikan sebagai pencegahan biologik sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk Aedes Aegypti di kumpulan air yang banyak (TPA) atau air di kontainer yang besar di negara-negara Asia Tenggara. Kegunaan dan keefesian alat pengendali ini bergantung pada jenis penampung yang dipakai. 3) Lingkungan Sosial budaya Masyarakat dan lembaga pemerintah harus menunjukkan perhatian yang tulus terhadap penderitaan manusia, misalnya angka kesakitan dan angka kematian penderita DBD di negara tersebut, kerugian ekonomi bagi keluarga dan negara dan bagaimana
mamfaat
program
tersebut
bisa
memenuhi
kebutuhan dan harapan masyarakat. Penggunaan sumberdaya harus
terus
pengendalian peralatan pemerintah
didorong dengue
yang
kapanpun dapat
dibutuhkan
perbaikan
koordinator
memanfaatkan masyarakat
penyediaan
air
program pembuatan
lokal, atau
tenaga
kelompok
masyarakat dan pemuda untuk tidak membuang ban bekas, wadah tak terpakai lainnya dilingkungan. 6. Faktor yang berperan dalam penularan penyakit DBD Faktor yang berperan dalam penularan penyakit DBD yang dibuat oleh Jhon Gordon, penularan penyakit DBD ini juga dipengaruhi oleh interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut : a. Faktor penjamu (Target penyakit, inang), dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit DBD.
6
b. Faktor penyebar (vektor) dan penyebab penyakit (agen), dalam hal ini adalah virus DEN tipe 1-4
sebagai agen penyebab
penyakit, sedangkan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus yang berperan sebagai vektor penyebar penyakit DBD. c. Faktor lingkungan yaitu lingkungan yang memudahkan terjadinya kontak penularan penyakit DBD. Berbagai upaya untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD dapat dilakukan dengan cara memodifikasikan faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Perbaikan kualitas kebersihan saniatsi lingkungan, dapat menekan jumlah populasi nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor penyebab penyakit DBD, sedangkan pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi penderita penyakit DBD adalah beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan ini. Hal yang harus diperhatikan adalah peningkatan pemahaman, kesadaran, sikap, dan perubahan perilaku masyarakat terhadap penyakit
DBD,
akan
sangat
mendukung
percepatan
upaya
memutuskan mata rantai penularan penyakit DBD. Sehingga pada akhirnya dapat menekan laju penularan penyakit memetikan ini di masyarakat (Ginanjar, 2008). B. Perilaku 1. Pengertian Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi
melalui proses adanya stimulus terhadap individu, dan
kemudian individu tersebut merespon, maka teori skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respons. Skiner membedakan adanya 2 respon yaitu : a. Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan
(stimulus)
tertentu.
Stimulus
7
semacam ini disebut eliciling stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap. Misalnya : cahaya terang menyebabkan mata tertutup, minuman yang segar dan dingin menimbulkan
keinginan
untuk
minum
dan
sebagainya.
Respondent respons ini juga menckup perilaku emosional, misalnya
mendengarkan
penyuluhan terkait dengan perilaku
pencegahan DBD sehingga semangat untuk melakukannya. b. Operant respons atau instrumental respons, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan
tetentu.
Perangsang
ini
disebut
reinforcing
stimulation atau reinforcer, karena mendapat respon. Misalnya apabila masyarakat melaksanakan pencegahan DBD dengan baik maka memperoleh penghargaan dari pihak masyarakat
tersebut
melaksanakannya. Maka
akan
lebih
perilaku
terkait
baik
sehingga
lagi
dalam
dapat dibedakan
menjadi
dua: 1) Perilaku tertutup (covert behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas
pada
perhatian,
persepsi,
pengetahuan/
kesadaran,dan sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. 2) Perilaku terbuka (over behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).
8
Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), sebelum seseorang menghadapi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri seseoarang tersebut terjadi proses yang berurutan yaitu : a. Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dan mengetahui adanya stimulus. b. Interest, mulai tertarik pada stimulus. c. Evaluation,
menimbang-nimbang/mengevaluasi
baik
tidaknya
stimulus tersebut terhadap dirinya. d. Trial, orang mencoba perilaku baru. e. Adoption, telah terjadi perilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. 2. Hubungan Pengetahuan dengan perilaku Perilaku merupakan aktivitas atau kegiatan individu yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah suatu aktifitas dari individu itu sendiri atau yang bersangkutan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon individu terhadap rangsangan yang terkait dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Blum mengatakan derajat kesehatan manusia dipengaruhi 4 faktor yaitu genetik (hereditas), lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku. Pengetahuan seseorang sangat berpengaruh dalam perilaku pencegahan demam berdarah dengue karena pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), yaitu sebagai berikut : a. Latar Belakang Latar belakang yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam bidang
kesehatan
dibedakan
atas:
pendidikan,
pekerjaan,
penghasilan, norma-norma yang dimiliki dan nilai-nilai yang ada pada dirinya, serta keadaan sosial budaya yang berlaku.
9
b. Kepercayaan dan Kesiapan Mental Perilaku seseorang dalam bidang kesehatan dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dipunyai. Kepercayaan tersebut setidak-tidaknya menjadi manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang didapat, hambatan yang diterima serta kepercayaan bahwa dirinya dapat diserang penyakit. c. Sarana Tersedia atau tidaknya sarana yang dimanfaatkan adalah hal yang penting dalam munculnya perilaku seseorang di bidang kesehatan, betapapun positifnya latar belakang, kepercayaannya dan kesiapan mental yang dimiliki tetapi jika sarana kesehatan tidak tersedia tentu perilaku kesehatan tidak akan muncul. d. Faktor Pencetus Dalam bidang kesehatan peranan faktor pencetus cukup besar untuk memunculkan perilaku kesehatan yang diinginkan. Seringkali dijumpai seseorang baru berperilaku kesehatan tertentu bila sudah ada masalah kesehatan sebagai pencetus. 4. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku Menurut teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007), ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku seseorang atau kelompok yaitu : a. Faktor yang mempermudah (Presdisposing Factor) yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, norma, sosial dan unsur lain yang terdapat dalam diri seseorang maupun masyarakat. b. Faktor pendukung (Enabling Factor) antara lain yaitu umur, status sosial, ekonomi, pendidikan dan sumberdaya manusia. c. Faktor Pendorong (Reinforcing Factor) yaitu faktor yang memperkuat perubahan perilaku sesorang yang dikarenakan adanya sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat ataupun petugas kesehatan.
10
Dapat
disimpulkan
bahwa
perilaku
seseorang
atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, norma dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Sedang
menurut
Purwanto
(1999)
faktor
yang
mempengaruhi perilaku seseorang adalah keturunan yang berarti sebagai pembawaan atau heredity dan lingkungan yang berarti segala apa yang berpengaruh pada diri individu dalam berperilaku, lingkungan turut berpengaruh dalam perkembangan bawaan atau kehidupan seseorang. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat dalam pencegahan DBD ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, norma, keturunan dan lingkungan dari atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku pencegahan DBD. 5. Praktik atau tindakan Praktik atau tindakan merupakan suatu bentuk sikap yang belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk mewujudkannya menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung yang memungkinkan, antara lain fasilitas praktik. Ada 4 macam menurut (Notoatmodjo, 2007) yaitu : a. Persepsi (Perception), mengenal dan memilih berbagai object sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. b. Respon terpimpin (Guided response), melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. c. Mekanisme
(Mechanism),
apabila
seseorang
telah
dapat
melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan
11
d. Adopsi (adoption), suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan.
C. Perilaku Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Pemberantasan DBD seperti juga penyakit menular lain didasarkan atas pemutusan rantai penularan, terdiri dari virus, aedes dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terdapat virus itu maka pemberantasan ditujukan pada manusia terutama pada vektornya (Soemarmo, 1998). a. Prinsip tepat dalam pencegahan DHF/DBD (Soemarmo, 1998). 1) Manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan
pemberantasan
pada
saat
sedikit
terdapatnya DHF / DSS. 2) Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia. 3) Mengusahakan
pemberantasan
vektor
di
pusat
daerah
pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya. 4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi. b. Cara pencegahan Demam Berdarah Dengue Cara untuk menurunkan populasi nyamuk Aedes Aegypti dengan cara yang telah dikenalkan oleh masyarakat yaitu melalui 3M menurut Handrawan Nadesul (2007), dalam buku Triyani (2010), sebagai berikut : 1) Menguras Tempat Penampungan Air (TPA) untuk keperluan sehari-hari dilakukan seminggu sekali dan terus-menerus. Hal ini dilakukan untuk memotong siklus perkembangan nyamuk yaitu dengan membunuh jentik-jentik yang ada di tempat penampungan
12
air dengan cara menguras seminggu sekali, sehingga jentik-jentik nyamuk tidak dapat berkembang. 2) Menutup rapat-rapat TPA, sehingga nyamuk tidak dapat masuk dan berkembangbiak. Upaya ini dilakukan dengan menutup semua tempat-tempat yang menampung air sebagai tempat perkembangan vector nyamuk. 3) Mengubur barang-barang bekas yang menjadi TPA. Barang-barang bekas yang tidak terpakai dan dapat menampung air sebaiknya dikubur saja, karena dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Akhir-akhir ini pencegahan dan pemberantasan DBD tidak hanya dapat ditempuh melalui 3M, namun cara yang paling efektif adalah melalui pemberantasan sarang jentik nyamuk (PSJN) untuk menekan angka kasus DBD. Selain karena tempat jentiknya yang jelas, yaitu di tempat tempat penampungan air (TPA),
juga di karenakan jentik
merupakan awal fase hidup nyamuk. Menurut
Genis Ginanjar (2008), modifikasi habitat larva yang
dibuat manusia dalam menerapkan
pemberantasan sarang
jentik
nyamuk (PSJN) dengan beberapa cara yaitu : a. Larvasida Biologis Suatu organisme yang dapat digunakan sebagai pemangsa larva (larvasida), di antaranya bakteri Bacillus thuringiensis H-14 (BTI) dan ikan-ikan pemangsa larva, seperti ikan kepala timah dan ikan cupang. b. Abatisasi Abatisasi adalah tindakan menabur bubuk Abate atau Altosid ke dalam tempat penampungan air. Abate merupakan salah satu larvasida kimia yang efektif, mudah dan aman serta praktis digunakan. Air yang telah dibubuhi bubuk Abate dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman jika air tersebut diminum.
13
c. Pengasapan (fogging) Upaya untuk menekan laju penularan penyakit DBD, salah satunya ditujukan untuk mengurangi kepadatan vektor DBD secara kimiawi yang dikenal dengan istilah pengasapan (fogging).
D. Karakteristik kepala keluarga dalam perilaku pencegahan DBD Karakteristik kepala keluarga yaitu meliputi, umur, pendidikan, pekerjaan, ekonomi/pendapatan. Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi keikutsertaan masyarakat dalam perilaku pencegahan DBD antara lain sebagai berikut : 1. Umur Umur adalah bilang tahun terhitung sejak lahir sampai dengan tahun terakhir seseorang melakukan aktifitas. Demikian besarnya umur seseorang dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral dan lebih berbakti daripada usia muda dan menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap penambilan keputusan untuk melakukan sesuatu yang mengacu pada setiap pengalaman, sehingga umur seseorang memiliki pengaruh terhadap perilaku pencegahan demam berdarah dengue dengan keberhasilan pencegahan DBD. 2. Pendidikan UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Baik itu pendidikan formal maupun non formal yang diinginkan adalah adanya perubahan kemampuan, penampilan ataupun perilakunya. Selanjutnya perubahan perilaku didasari adanya perubahan atau penambahan pengatahuan, sikap atau ketrampilan (Notoatmodjo, 2003). Faktor ekonomi juga
14
sangat mempengruhi tingkat pendidikan seseorang, sedangkan faktor lingkungan juga memberikan andil berupa dukungan seperti lingkungan keluarga
mendukung
atau
tidak
mendukung
seseorang
untuk
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. 3. Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang untuk tujuan tertentu. Pekerjaan merupakan sesuatu yang dilakukan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan (Dhimas, 2008). UUD 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dari sini pekerjaan merupakan hak dasar setiap orang, karena adanya pekerjaan pada dasarnya bukan semata-mata untuk menndapatkan penghasilan, tetapi lebih dari itu hargadiri dan martabat manusia juga dari aktivitas bekerja yang bersangkutan. 4. Pendapatan / Ekonomi Pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan kuantitas maupun kualitas dalam memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan yang ada, sehingga menuntut pengetahuan yang dimiliki harus dipergunakan semaksimal mungkin. Begitu pula dalam mencari bantuan ke sarana kesehatan yang ada, mereka sesuaikan dengan pendapatan keluarga. Kesadaran dan kepedulian masyarakat merupakan kunci awal dari menurunnnya angka DBD di suatu daerah atau wilayah. Sehingga DBD dapat terjadi di wilayah manapun, termasuk di wilayah elit. Cara yang paling efekif adalah menghindari gigitan nyamuk dengan cara menurunkan populasi. Melalui kesadaran akan pentingnya kebersihan lingkungan, secara otomatis akan menghambat perkembangan jentik, dengan adanya kepedulian maka aplikasi dari upaya-upaya memberantas DBD akan
15
terealisasi, dengan begitu tidak akan memberikan kesempatan bagi nyamuk untuk berkembang.
E. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, indera pendengaran, indera penciuman, indera perasa dan indera peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan seseorang sangat berpengaruh dalam perilaku pencegahan demam berdarah dengue karena pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan observasi sementara diketahui bahwa pengetahuan kepala keluarga tentang penyakit demam berdarah dengue dalam katogori kurang ditandai dengan pengetahuan yang dimiliki oleh kepala keluraga kurang dalam menyebutkan tanda dan gejala demam berdarah dengue, sehingga pencegahan penyakit DBD belum dilaksanakan dengan optimal dilingkungan masyarakat. 2. Tingkat pengetahuan Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif
meliputi 6 hal
menurut (Notoatmodjo, 2003) sebagai berikut : a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat pengetahuan ini yaitu mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
16
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterimanya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan seterusnya. Contoh : dapat menyebutkan arti kata pencegahan Demam Berdarah Dengue melalui PSN dan 3M (menguras, menutup, mengubur) tempat penampungan air. b. Memahami (Comprehension) Memahami
diartikan
sebagai
suatu
kemampuan
untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahuinya, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Contoh : meramalkan dan menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajarinya. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus melaksanakan 3M dilingkungan sekitar tempat tinggal kita. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebanarnya). d. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (Evaluation) Evaliasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penelitian-penilitian
didasarkan
pada
suatu
kriteria
yang
17
ditentukan sendiri, atau menggunakan keriteria-keriteria yang telah ada. Misalnya dapat membedakan antara lingkungan yang bersih,
kotor
dan
(Notoatmodjo, 2003).
dapat
menimbulkan
bibit
penyakit
18
F. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan teori di atas maka dapatlah disusun kerangka teori penelitian sebagai berikut : Skema 1 : Kerangka Teori Penelitian
Faktor predisposisi 1. Pengetahuan 2. Kepercayaan 3. Norma 4. Sosial 5. Karakteristik
Faktor pendukung 1. Lingkungan fisik
Perilaku
2. Status sosial
pencegahan DBD
3. Ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan 4. Ketersediaan SDM pelayanan
Faktor pendorong 1. Perilaku masyarakat 2. Perilaku tokoh masyarakat 3. Perilaku petugas kesehatan
Sumber : Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007).
19
G. Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan penelitian dan kerangka teori tersebut, maka disusun kerangka konsep sebagai berikut : Skema 2 : Kerangka Konsep Penelitian Variabel bebas
Variabel terikat
Faktor karakteristik
Perilaku pencegahan DBD
Pengetahuan
H. Variabel Penelitian Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independent (bebas) Dalam
penelitian
ini
sebagai
variabel
independent
adalah
karakteristik dan pengetahuan kepala keluarga tentang pencegahan demam berdarah dengue (DBD). 2. Variabel Dependent (terikat) Dalam penelitian ini sebagai variabel dependent adalah perilaku pencegahan demam berdarah dengue (DBD). I. Hipotesa 1. Ada hubungan karakteristik dengan perilaku pencegahan DBD. 2. Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku pencegahan DBD.