BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mekanisme Pupuk dapat Terserap ke Tanaman Pupuk dapat terabsorbsi ke dalam tanaman melalui dua cara, yakni melalui daun dan melalui akar. Unsur hara yang terdapat pada media tanam akan diserap melalui akar, penyerapan air beserta hara dilakukan oleh ujung-ujung akar dan bulu-bulu akar, dengan demikian pembentukan akar sebagai awal pertanaman harus memperhatikan faktor-faktor yang dapat mendorong perkembangan akar. Dengan perkembangan akar beserta bulu-bulu akar yang banyak, serapan air dan hara bisa menjadi lebih besar dan akan terjadi keseimbangan volume akar dengan pertumbuhan tanaman. Penyerapan elemen-elemen oleh akar dipengaruhi oleh faktor di dalam lingkungan akar dan faktor di luar akar. Faktor di lingkungan akar misalnya jenis media tanam, kualitas air, dan pH tanah. Sedangkan faktor luar misalnya temperatur, angin, kelembaban, dan cahaya. Elemen-elemen diserap oleh akar dalam bentuk ion-ion, yaitu anion yang bermuatan negatif dan kation yang bermuatan positif. Adanya perbedaan muatan antara ion-ion di dalam larutan hara dengan ion-ion dalam akar, menyebabkan terjadinya proses tukar-menukar ion. Contoh, ion K+ dari garam KNO3 akan masuk ke dalam akar karena tarikan ion OH- dari H2O,
sedangkan
ion
NO3-
akan
tetap
diluar
karena
terjadi
ikatan
dengan
ion H+. (Sugiyanto, 2008) 2.2 Nutrisi pada Tanaman Pemilihan nutrisi yang tepat sangat penting bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penggunaan soil test dapat membantu menunjukkan status nutrisi yang tersedia pada
B.67.3.32
4
tanaman untuk selanjutnya dapat merekomendasikan pupuk yang tepat bagi pertumbuhan optimum tanaman itu sendiri. Setidaknya ada 16 elemen yang penting bagi pertumbuhan tanaman (McKenzie,1998). Karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) yang berasal dari karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Nitrogen (N), phosphorus (P), potassium (K), sulphur (S), calcium (Ca), magnesium (Mg), boron (B), chlorine(Cl), copper (Cu), iron (Fe), manganese (Mn), molybdenum (Mo) dan zinc (Zn) yang diambil dari tanah dalam bentuk garam anorganik. Sebanyak 94 – 99.5 % tanaman menyerap nutrisi dari karbon, hidrogen dan oksigen. Nutrisi lainnya hanya diserap sebanyak 0.5 – 6 %. Macronutrient merupakan elemen yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, sementara micronutrient merupakan elemen yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (kurang dari 100 ppm). Bentuk nutrisi diserap tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Bentuk nutrisi yang dapat diserap oleh tanaman (Calpas, 2003) Elemen Simbol Tersedia sebagai Nutrisi Makro Nitrogen N Nitrate ion Ammonium ion Phosphorus P Monovalent phosphate ion Divalent phosphate ion Potassium K Potassium Calcium Ca Calcium ion Magnesium Mg Magnesium ion Sulfur S Divalent sulfate ion Chlorine Cl Chloride ion
B.67.3.32
Nutrisi Mikro Iron
Fe
Manganese Boron Copper
Mn B Cu
Zinc Molybdenum
Zn Mo
Ferrous ion Ferric ion Manganous ion Boric acid Cupric ion chelate Cuprous ion chelate Zinc ion Molybdate ion
5
Simbol NO3NH4+ H2PO4HPO4-2 K+ Ca+2 Mg+2 SO4-2 ClFe-2 Fe-3 Mn+2 H3BO4 Cu+2 Cu+ Zn+2 MoO4-
2.2.1 Nutrisi Makro M a. Nitrogen N (N N) Perrtumbuhan setiap orgaanisme tergaantung darii tersedianyya nutrisi mineral, m nitrrogen merrupakan nuttrisi yang paaling pentingg karena di dalam d nitroggen terkanduung protein, asam nuccleic, dan un nsur pentingg lainnya. Nitrogen N dappat membuaat tanaman lebih l hijau segar, s bannyak mengaandung butiir hijau dauun yang peenting dalaam proses fotosintesis f serta mem mpercepat pertumbuhan p n tanaman daan menambaah kandungann protein tannaman. Kanndungan nittrogen di atm mosfer menccapai 79 % dalam bentuuk N2 (g).Jum mlah ini satuu juta kalii lebih banyaak dibandinggkan dengann jumlah nitrrogen yang terkandung t d dalam makkhluk di hiddup. Nitrogen n seringkalii menjadi peembatas dalaam pertumbbuhan tanam man karena ikatan i ranngkap tiga yaang terdapatt pada nitroggen menyebbabkan senyaawa ini berssifat hampirr inert dann tanaman haanya dapat menyerap m niitrogen dalam m dua bentuuk ion, yaitu ion ammonnium ( NH H4+) dan ion nitrat (NO3--) . Kebanyyakan tanam man memperroleh nitroggen dalam bentuk nitrrat yang beerasal dari tanah dibaandingkan dengan d amm monium karrena penyerrapan amm monium dallam jumlah yang besar , ammonium m menjadi sangat beracuun bagi tanaaman. Sikklus Nitrogen n dapat dilihhat pada Gam mbar 2.1.
Gambar 2.1 2 Siklus Niitrogen (Phyysical Geograaphy, 2007)
B.667.3.32
6
Untuk mendapatkan nitrogen dalam bentuk ion ammonium dan ion nitrat sehingga nitrogen dapat diserap oleh tanaman, nitrogen harus melewati proses tertentu dengan menggunakan bantuan bakteri. •
Fiksasi Nitrogen Ammonia dalam jumlah yang relatif kecil dihasilkan melalui proses lightning dan Haber-Bosch. Sedangkan ammonia dalam jumlah yang besar dihasilkan oleh organisme melalui proses fiksasi nitrogen atau fiksasi.dinitrogen. Hal ini ditampilkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Fiksasi Nitrogen (Deacon). Tipe fiksasi
N2 yang terfiksasi ( 1012 g per tahun)
Non-Biological Industri Pembakaran Lightning Jumlah
50 20 10 80
Biological Lahan pertanian Hutan dan bukan lahan pertanian Laut Jumlah
90 50 35 175
Mekanisme fiksasi nitrogen Persamaan reaksi yang terjadi di dalam proses nitrogen fixation yaitu N2 + 8H+ + 8e- + 16 ATP = 2NH3 + H2 + 16 ADP Reaksi ini dilakukan oleh prokariotik (bakteri dan organism lainnya), menggunakan enzim komplek nitrogenase. Enzim ini terdiri dari dua protein, yaitu Fe protein dan Mo-Fe protein
B.67.3.32
7
Reaksi ini terjadi ketika N2 berikatan dengan enzim kompeks nitrogenase. Pertama, Fe protein mengalami reduksi oleh elektron yang dinamakan ferredoxin. Kemudian Fe protein yang telah tereduksi akan mengikat ATP dan mereduksi Fe-Mo protein yang menyumbangkan dua elektron bagi N2 sehingga N2 membentuk
HN=NH.
Pada proses selanjutnya HN=NH akan berubah menjadi H2N-NH2, dan pada akhirnya tereduksi menjadi 2NH3 , setiap proses reduksi HN=NH menjadi 2NH3 memerlukan elekton dari ferredoxin. Ferredoxin dibentuk dari proses fotosintesis, respirasi, atau fermentasi. Siklus fiksasi Nitrogen ditampilkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Siklus Fiksasi Nitrogen (Deacon) Nitrogen-fixing organism Sumber utama dari soil nitrogen berasal dari nitrogen fixation. Semua organisme nitrogen-fixing adalah prokariotik (bakteri). Beberapa dari bakteri tersebut hidup secara bebas dari organisme lainnya. Sedangkan bakteri lainnya bersimbiosis dengan tanaman atau dengan organisme lainnya. Penggolongan bakteri berdasarkan cara hidupnya dapat dilihat pada Tabel 2.3.
B.67.3.32
8
Tabel 2.3 Penggolongan bakteri terhadap cara hidupnya (Deacon). Hidup bebas aerobic
anaerobic
Azotobacter Beijerinckia Klebsiella
Clostridium Desulfovibrio Purple sulphur bacteria Cyanobacteria Purple nonsulphur bacteria Green sulphur bacteria •
Hidup bersimbiosis dengan tanaman kacangTanaman kacangan lainnya Rhizobium Frankia Azospirillum
Nitrifikasi
Nitrifikasi merupakan konversi ammonium menjadi nitrat dengan menggunakan bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Bakteri tersebut dapat menghasilkan energi dengan mengoksidasi ammonium dengan menggunakan CO2 sebagai sumber karbon untuk menyintesis bahan organik. Nitrosomonas
digunakan untuk mengubah ammonium
menjadi nitrit (NO2-), sedangkan Nitrobacter digunakan untuk mengubah nitrit menjadi nitrat (NO3-). Reaksi yang terjadi adalah: NH4+ + O2 2NO2- + O2
NO2- + 2H+ + H2O +energi 2NO3- + energi
b. Fosfor (P) Fosfor dapat memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran yang baik sehingga dapat mengambil unsur hara lebih banyak dan pertumbuhan tanaman menjadi sehat serta kuat. Selain itu, fosfor dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit serta menggiatkan pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titk tumbuh tanaman. Siklus Fosfor dapat dilihat pada Gambar 2.3. Fosfat dikonsumsi oleh tanaman yang berasal dari dalam tanah, kemudian diolah oleh hewan yang mengonsumsi daun-daunan, dan dkembalikan ke dalam tanah sebagai seyawa B.67.3.32
9
organik . Kebanyakan fosfat yang digunakan oleh makhluk hidup diubah menjadi senyawa organik. Ketika material tanaman dikembalikan ke dalam tanah, senyawa organic fosfat akan dilepas perlahan-lahan sebagai senyawa fosfat inorganik. Proses pelepasan fosfat organik menjadi fosfat yang organik disebut proses mineralisasi yang disebabkan pemutusan senyawa organik oleh mikroorganisme.
Gambar 2.3 Siklus Fosfor (Busman,1998) Fosfat merupakan senyawa yang sulit larut di dalam air sehingga jumlah fosfat cenderung tetap dan tidak tersedia. Pada grafik di bawah, ditampilkan perbandingan antara ketersediaan fosfor dengan kadar pH di dalam tanah. Di dalam tanah yang basa (pH tanah lebih besar daripada 7), kation yang dominan yaitu Ca yang akan bereaksi dengan fosfat. Reaksi yang terbentuk yaitu fosfat dihidrat, octocalsium fosfat, dan hydroxyapatite Pembentukan senyawa tersebut akan menyebabkan ketersediaan fosfat dalam tanah akan berkurang.Pada tanah yang asam (pH tanah lebih kecil daripada 5,5), Al merupakan anion yang dominan yang akan bereaksi dengan fosfat.. Reaksi yang terbentuk yaitu Al fosfat dan Fe fosfat. Pembentukan senyawa tersebut akan menyebabkan fosfat menjadi senyawa yang tidak larut dan tidak dapat diserap oleh tanaman. Pada Gambar 2.4 dapat diambil kesimpulan bahwa untuk memperoleh kadar fosfor yang maksimum, maka pH dalam tanah dipertahankan antara 6 dan 7.
B.67.3.32
10
Gambar 2.4 Perbandingan ketersediaan Fosfor dengan pH tanah (Busman,1998) Pada Tabel 2.4 ditampilkan jumlah fosfat yang terkandung pada kacang-kacangan gandum, dan kentang. Jumlah fosfat terbanyak terdapat pada gandum, yaitu sebesar 46 Kg P2O5 / ha Tabel 2.4 Jumlah Fosfat yang terkandung pada tanaman (Johnston). Tanaman
Perolehan Ton/ ha
Konsentrasi Kg P2O5 / ton
Kacang-kacangan Gandum kentang
3,07 5,95 33,7
9,8 7,8 1,1
Fosfat yang terambil Kg P2O5 / ha 30 46 37
c. Kalium (K) Kalium sebagai macronutrient dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak, hampir sebanyak nitrogen. Walaupun dibutuhkan dalam jumlah banyak, respon tanaman terhadap pupuk kalium sangat jarang tergantung banyaknya tanah kekurangan kalium dan kekuatan tanaman menyerap kalium. Kalium dapat membantu dalam proses pembentukan protein dan memperlancar proses fotosintes serta dapat memperbaiki mutu hasil yang berupa bunga dan buah. Selain itu, kalium dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan hama, penyakit dan kekeringan.
B.67.3.32
11
Sikklus kalium hampir seluuruhnya inorrganik. Peraan utama kaalium pada organisme hidup h adaalah regulasii osmosis tannaman. Hal itu berkisar antara 1.6 sampai 2.5% % dari daun kering k padda daun yang g sehat. Kalium yang diaambil, ditahaan dan dikeluuarkan dalam m bentuk ionn K+. Jum mlah kalium yang terdappat dalam tannah relatif seedikit tetapi dekat kesetiimbangan deengan bannyaknya kaliium ditukar dengan kallium yang dilengkapi d laagi. Tanah juuga menganndung kaliium dalam bentuk b yangg dapat ditukkar dengan bertindak b sebbagai sumbeer untuk tanaaman. Kallium yang ditunjukkan d dengan clayy minerals (lattice-K) menjadi m benntuk yang mudah m dalam penukaraan. Siklus kaalium dapat dilihat dalam m Gambar 2.5.
Gambaar 2.5 Sikluss Kalium (Intternational Plant P Nutritioon Institution, 2002). mber utama kalium adaalah pupuk dan d garam sulfat. s Tidakk seperti nitrrogen dan fosfat, f Sum padda pupuk kandang, kallium tidak tetap ke koomponen laain, dan siapp tersedia untuk u tanaman. Pupuk k kandang dan d pupuk kaalium berkonntribusi banyyak pada kettersediaan kaalium di tanah. t Kaliu um dalam larrutan tersediia pada tanaaman. Jumlaahnya terganntung pada pupuk p yanng ditambah hkan ke tanaah, iklim daan sejarah peenanaman. Oleh O karenaa itu, pengukkuran laruutan kalium m pada tanaah akan meengindikasikkan jumlah kalium yanng tersedia pada tanaman atau laaju kalium yang y terlengkkapi lagi darri bentuk lainn dari kalium m yang terseddia di m di tanah. t tanah. Kalium tergantikann oleh ion negatif darii bahan orgganik dan mineral
B.667.3.32
12
Kemudian kalium diserap oleh tanah dalam bentuk K+, dimana ekstraksi asam dapat mengukur jumlah total kalium yang terkandung di tanah. Kalium ditemukan di sekitar jaringan stuktur clay material dan terlepas perlahan menjadi bentuk yang dapat tergantikan. Ketika sejumlah kalium dalam pupuk ditambahkan ke tanah, kalium tersebut dapat hilang karena leaching yang merupakan resiko bagi tanah tersebut. Pupuk kalium yang paling umum digunakan adalah potassium chloride yang memiliki analisis 0-0-60 atau 0-0-62 (Tabel 2.5). Potassium chloride dapat juga dicampur dengan pupuk nitrogen dan fosfat untuk memproduksi pupuk dengan formulasi 10-30-10, 6-24-24 dan sebagainya. Tabel 2.5 Persentase nutrisi dalam pupuk Kalium (McKenzie, 2000). Nutrisi - % berat Nama Potassium chloride
N P205 K20 S Penjelasan 0 0 60 0 Pupuk Kalium yang paling umum dan biasanya paling murah 0 0 62 0
Potassium sulphate Potassium nitrate Sul-PoMagTM
0
0
50 18 Mengandung sulfur sebaik kalium
13
0
0
0
37 0 Biasa digunakan untuk tanaman buah dan sayuran 23 16 Pupuk khusus, mengandung magnesium
Berdasarkan soil test Kalium, direkomendasikan banyaknya pupuk Kalium yang perlu ditambahkan pada tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.6.
B.67.3.32
13
Tabel 2.6 Pupuk Kalium yang direkomendasikan berdasarkan soil test Kalium (McKenzie, 2001). Soil Test Potassium (K) (kedalaman 0-15 cm) (lb/ac) ppm
Pupuk Kalium (K2O) yang direkomendasikan (lb/ac)
0 - 50
240 - 260
50 - 100
165 - 180
100 - 150
115 - 125
150 - 175
75
175 - 200
50
200 - 225
25
di atas 225
0
d. Sulfur (S) Sulfur merupakan nutrisi makro yang keempat, tetapi merupakan nutrisi ketiga tersedikit ditemukan di padang rumput. Walaupun demikian, tanah jarang mengalami kekurangan sulfur karena air irigasi mengandung sulphate sulphur. Rata – rata sebanyak 30 lb/ac dari sulfur yang tersedia pada tanaman ditambahkan ke tanah dalam 12 in air irigasi (Lee, 2006). Sulfur penting untuk pembentukan protein, enzim dan vitamin. Selain itu, sulfur membantu atau merangsang pembentukan klorofil sehingga daun lebih hijau, pertumbuhan akar dan produksi biji serta meningkatkan ketahanan terhadap dingin.
B.67.3.32
14
2.2.2 Nutrisi Mikro Nutrisi mikro diantara adalah boron, tembaga, klorida, besi, mangan, molibdenum, dan seng. Boron membantu penggunaan nutrisi tanaman dan mengatur nutrisi lainya. Selain itu, boron juga berperan dalam produksi gula dan karbohidrat serta penting bagi pertumbuhan buah dan biji. Tembaga penting dalam proses reproduksi tanaman serta membantu dalam metabolisme akar dan utilitas protein. Penambahan tembaga sebaiknya dilakukan bila cereal tumbuh di tanah dengan tekstur ringan (sands, loamy sands dan sandy loams) dengan kandungan bahan organik rendah. Tembaga juga dapat menaikkan pH sampai pH >7.8. Selain itu, tembaga ditambahkan ketika soil test menunjukkan angka kurang dari 0.4 ppm (0.8 lb/acre pada kedalaman 0-6” atau1.2 lb/acre pada kedalaman 0-12”). Klorida membantu dalam metabolisme tanaman. Klorida biasa ditemukan di tanah. Besi penting bagi pembentukan klorofil. Biasanya ditemukan di tanah atau dalam bentuk iron sulfate atau iron chelate Sementara itu, bersama dengan sistem enzim, mangan mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan nitrogen. Sumber mangan ialah dari tanah. Molybdenum membantu dalam penggunaan nitrogen dengan sumbernya dari tanah. Seng penting bagi transformasi karbohidrat dan pengaturan konsumsi gula. Selain itu, seng merupakan bagian dari sistem enzim yang mengatur pertumbuhan tanaman. Sumbernya berasal dari tanah dan dalam bentuk zinc oxide, zinc sulfate, zinc chelate. Penambahan seng dilakukan pada tanaman khususnya bayam dan jagung yang sistem irigasinya kurang dan tumbuh di tanah dengan tekstur ringan (sands, loamy sands dan sandy loams) dengan kandungan bahan organik rendah. Seng dapat menaikkan pH sampai dengan pH >7.8. Selain itu, seng ditambahkan ketika soil test menunjukkan angka kurang dari 0.5 dan 0.25 ppm (1 lb/acre pada kedalaman 0-6” atau 2 lb/acre pada kedalaman 0-12”)
B.67.3.32
15
2.3 Kekurangan Nutrisi pada Tanaman Tanaman yang kekurangan nutrisi, baik nutrisi makro atau nutrisi mikro dapat mengalami gejala – gejala kekurangan. Tabel 2.7 menunjukkan gejala – gejala kekurangan pada tanaman. Tabel 2.7 Gejala – gejala kekurangan nutrisi pada tanaman (Calpas, 2003) Element
B.67.3.32
Symbol
Type
Nitrogen
N
macronutrient
.Phosphorus
P
macronutrient
Potassium
K
macronutrient
Magnesium
Mg
macronutrient
Calcium
Ca
macronutrient
Sulfur Iron
S Fe
macronutrient micronutrient
Manganese
Mn
micronutrient
Boron
B
micronutrient
Copper
Cu
micronutrient
Zinc
Zn
micronutrient
Molybdenum
Mo
micronutrient
16
Symptoms of Deficiency Plant light green, lower (older) leaves yellow. Plant dark green turning to purple. Yellowish green margins on older leaves. Chlorosis between the veins on older leaves first, turning to necrotic spots, flecked appearance at first. Young leaves of terminal bud dying back at tips and margins. Blossom end rot of fruit (tomato and pepper). Leaves light green in color. Yellowing between veins on young leaves (interveinal chlorosis), netted pattern. interveinal chlorosis, netted pattern Leaves of terminal bud becoming light green at bases, eventually dying. Plants "brittle." Young leaves dropping, wilted appearance. interveinal chlorosis of older leaves. Lower leaves pale, developing a scorched appearance
2.4 Pupuk Berpelepasan Lambat Pupuk berpelepasan lambat (slow release) didefinisikan sebagai pupuk yang pelepasan komponen – komponennnya ke dalam tanah berlangsung dalam waktu relative lama sehingga memungkinkan penyerapan dan pemanfaatan optimal zat – zat akifnya oleh tanaman. Dengan demikian efisiensi pemanfaatan pupuk dapat ditingkatkan kerena kehilangan komponen – komponen melalui berbagai peristiwa seperti runoff, volatilisasi, denitrifikasi dan leaching dapat dikurangi. Selain itu, frekuensi pemberian pupuk mungkin bisa berkurang. Di dalam proses pelapisan, pupuk dilapisi oleh resin, membran polimer, dll. Ketika pupuk tersebut dikontakkan dengan air, air akan melewati membran dan dan melarutkan sejumlah pupuk. Pupuk yang dilapisi akan membesar dan bentuk pupuk tersebut menjadi elips. Pupuk yang telah larut tersebut akan berdifusi melalui membran menuju larutan yang berada di luar. Laju difusi ditentukan oleh ketebalan membran dan laju difusi akan relatif tetap ketika pupuk tersebut telah lepas sebanyak 2/3 bagian. Laju pelepasan pupuk dapat dikategorikan dalam konsep berpelepasan lambat jika memenuhi criteria sebagai berikut (Trenkel, 1997): 1. Tidak lebih dari 15% komponen dilepaskan dalam 24 jam. 2. Tidak lebih dari 75% komponen dilepaskan dalam 28 hari. 3. Paling sedikit 75% komponen dilepaskan pada stated release time. Kriteria – kriteria tersebut berlaku pada temperatur 25oC.
B.67.3.32
17
2.5 Jenis Coating untuk Pupuk Tablet Di dalam proses pelapisan pada pupuk, terdapat beberapa jenis pelapis yang digunakan untuk mengatur proses pelepasan nutrisi ke dalam tanah. Pelapis tersebut diantaranya: 1.
Sulfur
2.
Polimer (seperti polyolefin, resin urea - formaldehid, polyethilen, polyester, dll)
3.
Garam asam-lemak (seperti Ca-stearate)
4.
Lateks, karet, lilin
5.
Ca+Mg Phosphate, Mg-oxide, Mg-ammonium phosphate+ Mg potassium phosphate
6.
Phophogypsum
7.
Peat
8.
Tanah liat.
Jenis pelapis yang banyak digunakan untuk melapisi pupuk yaitu sulfur dan polymer. Faktor utama yang dijadikan pertimbangan untuk pemilihan sulfur dan polymer karena lebih ekonomis dibandingkan dengan jenis coating yang lainnya. Tanah liat juga dapat dijadikan coating karena tanah liat yang memiliki sifat semi permeabel dan mudah didapatkan di Indonesia.
2.5.1
Sulfur sebagai pelapis
Sulfur dapat dijadikan sebagai pelapis karena sulfur merupakan membran yang impermeable sehingga sulfur akan tereduksi secara bertahap. Konsentrasi NPK dalam lapisan sulfur dan kecepatan pelepasannya akan bervariasi tergantung tebal pelapis yang digunakan dan kemurnian masing-masing komponen yang digunakan. Keunggulan menggunakan sulfur sebagai pelapis yaitu sulfur merupakan produk dengan harga yang murah, sulfur merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman, dan pelapis yang paling banyak digunakan sekarang ini adalah sulfur (Trenkel, 1997).
B.67.3.32
18
2.5.2
Polimer sebagai pelapis
Pelapis yang digunakan di dalam pelapisan pupuk yaitu senyawa organik seperti polimer. Sistem polimer dapat diartikan sebagai sistem matriks inert, yaitu pupuk diperangkap di dalam inert, sebuah matriks polimer non-degradable, dan laju pelepasannya dikontrol melalui difusi melalui celah-celah jaringan. Pelapis jenis polimer dapat dikategorikan menjadi membran semipermeabel atau membran impermeable dengan pori yang sangat kecil. Nutrisi yang dilepas dengan pelapis polymer tidak bergantung pada kondisi tanah, seperti pH tanah, salinitas tanah, tekstur, dan redoks potensial, tetapi bergantung pada temperatur dan kelembapan permeabilitas dari pelapis tersebut. Dengan demikian, jumlah nutrisi yang dilepas per satuan waktu dapat diketahui dengan tepat (Trenkel, 1997).
2.5.3
Zeolite, pillared montmorillonite, dan lignin sebagai pelapis
Zeolite dan montmorillonite merupakan senyawa anorganik dan mempunyai kemampuan penukar ion yang dapat menyebabkan ikatan kimia yang baik antara NH4+ dengan H2PO4di dalam ammonium phosphate . Lignin merupakan senyawa organik dan mempunyai struktur kimia kompleks tiga dimensi dan mempunyai gugus fungsional yang banyak, seperti hidroxyl, carboxyl, dan amine. Gugus fungsional tersebut menyebabkan ikatan kimia yang kuat antara NH4+ dengan H2PO4- di dalam ammonium phosphate. Interaksi kimia-fisik antara antara material pelapis dengan ammonium phosphate mengurangi kristalinitas ammonium phosphate untuk menaikkan kapabilitas anti-fixation dan antileaching sehingga mengakibatkan efek pemupukan yang lama dan penggunaan nutrisi dengan efisiensi yang lebih tinggi.
B.67.3.32
19
2.5.4
Asam Lemak sebagai pelapis
Controlled-released fertilizer terdiri dari nutrisi inti dan pelapis yang dibuat dari molekul amphiphilic yang mempunyai bagian hydrophilic dan bagian hydrophobic. Molekulmolekul amphiphilic dirancang sehingga bagian hydrophilic dapat dengan kuat berinteraksidengan nutrisi inti untuk meningkatkan adhesi dari pelapis itu terhadap partikel nutrisi. Bagian hydrophobic berinteraksi dengan bagian permukaan pupuk atau dirinya sendirin dengan ikatan hydrogen atau afinitas hydrophilic. Selanjutnya molekul-molekul memiliki bagian hydrophobic yang besar sehingga pelapisnya akan bersifat hydrophobic untuk menahan uap air dan air jauh dari kontak dengan pupuk. Molekul amphiphlic yang disiapkan dalam pembuatan pelapis yang memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan permukaan inti nutrisi pupuk, yang menyediakan lapisan pelindung terhadap usaha air untuk menembus inti nutrisi. Molekul-molekul amphiphilic dibuat dari molekul rantai karbon panjang yang terdiri dari 5 hingga 30 karbon, lebih baik jika terdiri dari 8-22 karbon. Molekul-molekul amphiphilic ini harus memiliki kemampuan untuk setidaknya berinteraksi dengan inti nutrisi atau satu karbon atau lebih dapat diubah menjadi gugus fungsional yang dapat berinteraksi dengan inti nutrisi. Molekul-molekul amphiphilic yang tepat dan murah yaitu terbuat dari asam lemak. Glyserol ester merupakan salah satu turuan dari asam lemak yang murah sehingga dianjurkan untuk menjadi pelapis pupuk NPK. 2.5.5
Tanah liat sebagai pelapis
Karakteristik tanah liat bergantung pada kondisi dan komposisi tanah liat tersebut. Komposisi tersebut bergantung pada keberadaan mineral tanah liat dan keadaan garam terlarut di dalam tanah liat. Partikel tanah liatt lebih kecil dari 2 micron (2 x 10-3 mm), beberapa partikel hanya dapat dilihat melalui mikroskop elektron. Tanah liat berlaku seperti koloid. Tanah liat merupakan material yang secara alami terdiri dari sebagian besar mineralmineral jaringan halus. Jaringan tersebut secara umum berupa plastik dengan komposisi air
B.67.3.32
20
tertentu dan tanah liat akan mengeras jika dikeringkan atau dibakar. Walaupun tanah liat biasanya mengandung phyllosilicates, tanah liat juga terdiri dari material-material lainnya yang memperngaruhi plasticity dan mengeras ketika dikeringkan atau dibakar. Di dalam tanah liat juga dapat mengandung material-material yang tidak mempengaruhi plasticity dan bahan-bahan organik. Plasticity mengacu pada kemampuan material tersebut untuk dapat dibentuk ke dalam bentuk lainnya. Plasticity dipengaruhi oleh komposisi kimia dari material tersebut. Tanah liat dapat dijadikan sebagai pelapis pada pupuk NPK karena tanah liat memiliki sifat semi-permeabel, sehingga menahan laju absorbsi air menuju NPK. Keunggulan menggunakan tanah liat sebagai pelapis yaitu tanah liat merupakan salah satu jenis tanah yang mengandung mineral-mineral, sehingga selain berfungsi sebagai pelapis, tanah liat juga memberikan kontribusi sebagai pemasok mineral yang dibutuhkan oleh tanah. Tanah liat tidak membahayakan lingkungan aplikasi pupuk di dalam tanah, tanah liat merupakan salah satu jenis tanah yang memiliki komposisi mineral, garam, dan memiliki sifat plasticity
sehingga penggunaan tanah liat sebagai pelapis tidak merusak lingkungan
terutama tanah. 2.6 Metode Pelapisan pada Pupuk Berpelepasan lambat Sebuah metode diperkenalkan dalam US Patent 6048378 untuk mempersiapkan pupuk nitrogen berpelepasan lambat dengan ketersedian tanah terhadap nitrogen adalah 80% atau lebih. Metodenya adalah sebagai berikut: 1. Direaksikan larutan formaldehid, urea dan amonia dengan perbandingan mol 1 : 1,65 : 0,03 dan 1 : 1,85 : 0,3 dengan temperatur 85 – 95oC, tekanan 40 – 1000 mmHg, pH 8 – 9, selama 15 – 45 menit. 2. Ke dalam larutan tersebut ditambahkan acid dehydrating catalyst untuk mengurangi pH hingga 3 – 4. Katalis harus dicampurkan segera dalam selang waktu 10 – 60 detik. Pada saat reaksi dehidrasi berlangsung pada temperatur tinggi antara 110 – 130 oC sebaiknya waktu reaksi 1 – 10 menit agar 70% nitrogen terkonversi sebagai
B.67.3.32
21
nitrogen berpelepasan lambat dan penguapan air untuk menghasilkan partikulat padat. 3. Dinetralisasikan partikulat padat hingga pH 6 – 7 untuk menghentikan dehidrasi sebelum 20% nitrogen berpelepasan lambat bereaksi lebih lanjut membentuk polimer yang tak larut dalam air panas dan tidak cocok untuk tanaman pada masa tanamnya. Salah satu kunci untuk konversi nitrogen berpelepasan lambat yang tinggi adalah perbandingan mol urea dan amonia yang rendah dibandingkan dengan formaldehid. Kombinasi yang bagus diberikan oleh perbandingan mol formaldehid, urea dan amonia dalam rentang 1 : 1,70 : 0,03 dan 1 : 1,80 : 0,10 Sementara itu, menurut US Patent 6663686, metode untuk melapisi material pupuk berpelepasan lambat dimana nutrisi tanaman dalam bentuk partikulat yang dilapisi coating dengan reaksi antara campuran polyol, isocyanate dan organic wax diperkenalkan. Coating melapisi nutrisi tanaman pada rentang 2 – 4 % berat, tergantung berat nutrisi tanaman tersebut. Polyol yang digunakan memiliki 2 – 6 gugus hidroksil atau C10 – C22 gugus alifatik. Sementara yang paling bagus adalah castor oil. Isocyanate yang dipilih berasal dari group yang mengandung diphenylmethane diisocyanate, toluen diisocyanate, aliphatic isocyantes, derivatives thereof, polymers thereof dan mixtures thereof. Isocyanate yang memiliki 1,5 – 3,0 group isocyanate per molekul atau mengandung 10 – 50 % NCO maupun polymeric diphenylmethane diisocyanate juga dapat dipilih. Sementara itu, organix wax dengan titik leleh 50 – 120 oC dan mengandung C30+ alpha olefin dapat digunakan. Pada campuran, organic wax memiliki 50% berat, 1 – 25% berat atau 2 – 10% berat berdasarkan kombinasi berat organic wax dan polyol.Kondisi ini berlangsung pada temperatur 70 – 80oC. Metode yang tercantum dalam US Patent 6284278 digunakan untuk produksi encapsulated water-soluble granulated chemicals (pupuk, garam, pestisida, dan sebagainya) dengan pelepasan yang lambat dalam air dan tanah dengan distribusi seragam dari bahan kimia
B.67.3.32
22
yang termoplastik, biodegradable, dan komposisi polimer inert dalam bentuk granul atau yang lainnya. Metodenya pembentukan kapsul dengan 15 – 35% termoplastik, biodegradable, dan komposisi polimer inert adalah sebagai berikut: 1. Dicampurkan komposisi polimer inert 2. Digerus campuran bahan kimia dan polimer inert 3. Dicetak membentuk granul atau tablet Polimer inert dipersiapkan dengan cara: 1. Polimerisasi dari netralisasi asam karboksilat atau minyak dengan kehadiran agen penetral, gugus amina, dan plasticizer 2. Proses polikondensasi thiourea dan formaldehid dengan kehadiran gugus amina dan plasticizer 3. Crosslink ikatan makromolekul dengan gugus yang mengandung sulfur Metode ini memungkinkan mendapatkan encapsulated chemical dengan 85% target produk dengan pelepasan sampai 180 hari atau lebih.
B.67.3.32
23