BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIJIH BESI
2.1.1 Hematit (Fe2O3) Hematit merupakan salah satu bijih besi yang paling banyak digunakan dalam industri pembuatan besi baja. Hematit mempunyai kristal rhombohedral dan termasuk dalam sistem hexagonal. Batuan hematit berwarna hitam, terkadang mineral dan batuannya berwarna merah sampai coklat kemerahan. Pada umumnya masif, kompak, terkadang memiliki permukaan yang berwarna-warni, halus, dan merah kekuningan.
Mineral ini memiliki kekerasan 5,5 – 5,6 skala Mohs, berat jenisnya (specific gravity) berkisar dari 5,2 – 5,3, mudah pecah, dan tidak mempunyai cleavage. Hematit mempunyai kilauan metallic, mineral ini tidak tembus cahaya. Sayatan tipis hematit berwarna merah darah. Apabila hematit digoreskan, maka akan timbul goresan berwarna merah kehitaman.
Gambar 2.1 Kristal hematit dengan permukaan yang berwarna-warni (Mottana,1988)
6
Gambar 2.2 Kristal hematit (Mottana,1988) 2.1.2 Magnetit (Fe3O4) Sama halnya dengan hematit, magnetit juga banyak digunakan dalam industri pembuatan besi baja. Salah satu ciri khas magnetit adalah mineral ini mempunyai sifat magnet yang kuat. Bahkan terkadang dapat berperan sebagai magnet alam. Pada umumnya, magnetit berwarna hitam mengkilat dan kompak. Kristal magnetit dapat berbentuk oktahedron atau dodecahedron, keduanya termasuk dalam sistem isometrik.
Magnetit mempunyai kekerasan 5,5 – 6,5 skala mohs, mempunyai berat jenis sebesar 5,2, tidak mempunyai cleavage, tidak tembus cahaya, dan mempunyai kilauan metallic. Apabila digoreskan, magnetit akan memberikan goresan berwarna hitam.
7
Gambar 2.3 Kristal magnetit yang berbentuk oktahedron (Mottana,1988)
Gambar 2.4 Kristal magnetit yang berbentuk dodecahedron (Mottana,1988) 2.1.3 Geothit (FeO(OH))
Geothit merupakan salah satu bentuk mineral besi oksida yang terhidrasi. Kadar besi dalam mineral ini kurang lebih sebesar 63%. Terkadang dalam geothit terdapat mangan dengan kandungan sebesar 5%. Geothit merupakan hasil pelapukan dari bijih besi lainnya. Geothit mempunyai bentuk kristal yang termasuk dalam sistem rhombic.
8
Mineral ini berwarna kuning kecoklatan sampai coklat gelap, mempunyai kekerasan 5 - 5,5 skala Mohs, berat jenis 4,3, dan cleavage sempurna. Permukaannya akan memberikan kilauan seperti sutra dan apabila dipegang akan terasa berminyak. Apabila digoreskan, mineral ini akan memberikan goresan berwarna kuning kecoklatan. Geothit lebih sering digunakan sebagai pigmen daripada sebagai bahan baku industri pembuatan besi baja.
Gambar 2.5 Mineral geothit (Mottana,1988) 2.1.4 Limonit
Limonit merupakan nama yang diberikan pada besi oksida yang terhidrasi. Limonit bukanlah suatu bentuk mineral sesungguhnya, tetapi merupakan suatu kumpulan mineral-mineral besi oksida yang telah terhidrasi. Limonit merupakan produk oksidasi dan hidrasi dari mineral-mineral primer yang mengandung besi. Tidak seperti geothit yang mempunyai sistem kristal rhombik, limonit tidak memiliki kristal (amorphous).
9
Limonit berwarna coklat karat, mempunyai kekerasan 5 - 5,5 skala Mohs, berat jenis 3,8, dan mudah pecah. Permukaannya akan memberikan kilauan seperti tanah. Apabila digoreskan, akan memberikan goresan berwarna coklat muda. Sama halnya dengan geothit, limonit lebih sering digunakan sebagai pigmen.
Gambar 2.6 Limonit dengan permukaan yang berwarna-warni (Mottana,1988)
Gambar 2.7 Limonit (Mottana,1988)
10
2.2 PROSES FLOTASI
Flotasi adalah metode fisika kimia untuk memisahkan suatu mineral dengan mineral lainnya, dengan memanfaatkan sifat permukaan mineral yang berbeda satu dengan yang lainnya. Mekanisme flotasi didasarkan pada fenomena permukaan mineral. Ada mineral yang mudah dibasahi air dan ada mineral yang sukar dibasahi air. Partikel mineral yang mudah dibasahi air akan tetap berada dalam pulp. Sedangkan partikel mineral yang sukar dibasahi air akan menempel pada gelembung udara dan naik ke permukaan bersamaan dengan gelembung yang tercipta melalui penginjeksian udara ke dalam pulp.
Pelekatan mineral pada gelembung udara dalam medium air tergantung pada laju penipisan lapisan air antara gelembung dan permukaan partikel. Proses pelekatan ini dibagi dalam tiga tahapan, yaitu: 1. Partikel mineral dan gelembung saling mendekati, sehingga diantara keduanya terbentuk suatu lapisan tipis air. 2. Penipisan lapisan tipis air. Daerah ini disebut lapisan diffusio boundary di mana partikel-partikel mineral mengalami gaya diffusiophoretic. 3. Hilangnya lapisan tipis air. Gerakan partikel dikendalikan oleh gaya interaksi lapis rangkap dan gaya interaksi molekul. Pelekatan diawali dengan terbentuknya kontak tiga fasa yang dengan cepat meluas.
2.3 TERMODINAMIKA FLOTASI
2.3.1 Lapis Ganda Elektrik pada Antarmuka Mineral-Air
Gambar 2.8 memperlihatkan gambaran skematik lapis ganda elektrik. Jarak terdekat antara pusat counter ion dengan permukaan ( δ ) disebut dengan bidang Stern. Dapat
11
terjadi bidang Stern dalam dan luar, tergantung pada apakah ion tetap terhidrasi atau terdehidrasi selama adsorbsi. Potensial permukaan adalah
ψ 0,
sedangkan potensial
pada bidang Stern adalah ψ δ . Dari bidang Stern menuju ke fasa bulk, potensial akan terus turun sampai mencapai nilai nol.
Gambar 2.8 Gambaran skematik lapis ganda elektrik (Wills, 1997 dalam Pyke, 2004) Muatan permukaan, σ s , pada solid yang berada dalam air, ditentukan oleh densitas adsorbsi dari ion-ion penentu potensial pada permukaan solid. Muatan permukaan didefinisikan sebagai berikut:
σ s = F( ΓM - ΓA )....................................................(2.1) +
dengan F adalah bilangan Faraday ΓM + adalah densitas adsorbsi kation penentu potensial
ΓA adalah densitas adsorbsi anion penentu potensial Untuk mineral oksida, M+ dan A- dapat dipastikan sebagai H+ dan OH-.
12
Pada saat muatan permukaan mencapai nilai nol, aktivitas ion-ion penentu potensial pada kondisi ini, disebut dengan PZC (Point of zero charge). Total potensial lapis ganda atau potensial permukaan, ψ 0 , adalah nol pada saat PZC. Maka nilai potensial permukaan pada berbagai aktivitas elektrolit penentu potensial uni-univalen adalah
ψ0 =
aM + RT ............................................(2.2) ln F (a M + ) PZC
dengan ( a M + ) PZC adalah aktivitas kation penentu potensial pada PZC
R adalah konstanta gas T adalah temperatur dalam Kelvin Tabel 2.1 memperlihatkan PZC beberapa mineral.
Tabel 2.1. PZC beberapa oksida (King,1982) Material
PZC
SiO2, gel silika
pH 1-2
SiO2, α - quartz
pH 2-3
TiO2, rutil
pH 5,8-6,7
Fe2O3, hematit (alam)
pH 4,8-6,7
Fe2O3, hematit (sintetik) pH 8,6 FeOOH, goethit
pH 6,8
PZC penting untuk diketahui karena tanda muatan permukaan berpengaruh besar pada adsorbsi ion-ion. Pada kondisi diatas PZC, maka permukaan mineral akan bermuatan negatif, sedangkan pada kondisi dibawah PZC, permukaan mineral akan bermuatan positif. Secara umum, pemisahan mineral dapat dicapai dengan menemukan kondisi dimana mineral mempunyai muatan yang berlawanan sehingga kolektor kationik ataupun kolektor anionik diadsorb oleh mineral yang dikehendaki.
13
2.3.2 Termodinamika Permukaan
Enthalpi permukaan, Hs, didefinisikan sebagai Hs = Es + PV = Gs + TSs…………………….…….(2.3) dengan T adalah temperatur Es adalah total energi permukaan Gs adalah energi bebas permukaan Ss adalah entropi permukaan per meter persegi Dari persamaan di atas, karena permukaan adalah suatu bentuk dua dimensi, maka mempunyai volume nol. Dengan kata lain, energi permukaan (Es) equivalent dengan enthalpi permukaan (Hs). Energi bebas permukaan, Gs, dan tegangan permukaan, γ , didefinisikan sebagai ⎛ ∂G ⎞ ...............................................(2.4) Gs = γ = ⎜ ⎟ ⎝ ∂A ⎠ T , P ,n dengan n adalah jumlah mol yang berada dalam sistem A adalah luas antarmuka Entropi permukaan pada tekanan konstant mengikuti persamaan sebagai berikut.
dγ ⎛ ∂G ⎞ S s = −⎜ s ⎟ = − .........................................(2.5) dT ⎝ ∂T ⎠ P Dari persamaan tersebut, maka didapatkan hubungan antara total energi permukaan dengan tegangan permukaan. Es = γ − T
dγ ......................................................(2.6) dT
14
Pada kebanyakan liquid, tegangan permukaan menurun secara linear terhadap temperatur. Pada padatan, energi permukaan dipengaruhi oleh jenis ikatan kimia antar kristal. Tegangan pada antarmuka mineral-air pada umumnya lebih kecil daripada energi permukaan, khususnya pada mineral-mineral oksida.
2.3.3 Termodinamika Pembasahan
Gambar 2.9 menunjukkan skematik antara kontak yang terjadi antara padatan dan gas di dalam liquid. Secara umum, kesetimbangan tiga fasa dalam sistem padat-cair-gas didefinisikan oleh persamaan Young:
γ SG = γ SL + γ LG cos θ ............................................(2.7) dengan γ SG , γ SL , dan γ LG berturut-turut adalah tegangan padatan-gas, tegangan padatan-air, dan tegangan air-gas, sedangkan θ adalah sudut kontak.
Gambar 2.9 Gambaran skematik kontak yang terjadi antara padatan dan gas di dalam liquid (King, 1982)
Perubahan energi bebas yang terjadi sebagai akibat penggantian area antarmuka padatan-air oleh antarmuka padatan-gas didefinisikan oleh persamaan Dupre: ∆G = γ SG − (γ SL + γ LG ) .........................................(2.8) Dengan mensubtitusikan persamaan Young ke dalam persamaan Dupre, maka akan didapatkan hubungan sebagai berikut: ∆G S = γ LG (cos θ − 1) ............................................(2.9)
15
Dari persamaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembasahan akan terjadi bila ∆G S < 0 . Maka untuk sistem padatan-air dengan sudut kontak >0, memungkinkan terjadinya pelekatan gelembung udara dengan partikel.
2.3.4 Energi Bebas Adsorpsi Kolektor
Kesetimbangan pada sistem heterogen tercapai bila potensial kimia suatu spesies adalah sama pada semua fasa. Untuk suatu kolektor i, potensial kimianya pada ruah mengikuti persamaan berikut.
µ i = µ i0 + RT ln ai ..............................................(2.10) dengan
µ i0 adalah potensial kimia standard ai adalah aktivitas i dalam larutan Maka potensial kimia kolektor i pada permukaan, µ is , adalah
µ is = (µ i0 ) + RT ln ais .........................................(2.11) s
dengan
(µ )
0 s i
adalah potensial kimia standard i pada permukaan
a is adalah aktivitas permukaan
Pada kesetimbangan, µ i = µ is , maka akan didapatkan persamaan:
( )
ais µ 0 − µ i0 = exp i ai RT
s
= K i ..................................(2.12)
Dengan asumsi, a i = C (konsentrasi ruah)
ais =
Γδ 2r
16
dimana Γδ adalah densitas adsorbsi pada bidang Stern r adalah jari-jari efektif ion yang diadsorbs 0 , didefinisikan sebagai: Energi bebas standard adsorbsi, ∆G ads
( )
0 ∆G ads = µ i0
s
− µ i0 .............................................(2.11)
Substitusi ketiga persamaan tersebut akan menghasilkan persamaan Stern-Grahame sebagai berikut, 0 ⎛ − ∆Gads Γδ = 2rC exp⎜⎜ ⎝ RT
⎞ ⎟⎟ .....................................(2.12) ⎠
2.4 Reagen-Reagen yang Digunakan Dalam Flotasi
Sifat keterapungan suatu mineral ditentukan oleh kemampuannya untuk menempel pada permukaan gelembung udara. Hal ini terutama dipengaruhi oleh sifat permukaan mineral. Untuk menghasilkan sifat permukaan yang sesuai dengan yang diinginkan, maka dalam proses flotasi perlu ditambahkan reagen-reagen tertentu. Penambahan reagen tidak dimaksudkan untuk mengubah sifat kimia mineral, tetapi hanya mengubah sifat fisika permukaan dengan menyerap reagen pada permukaannya.
Reagen-reagen yang digunakan dalam flotasi buih dapat digolongkan menjadi tiga jenis: 1. Kolektor Kolektor digunakan untuk menyelimuti permukaan partikel yang akan diapungkan secara selektif, mengubah sifatnya menjadi hidrofobik serta melekat pada gelembung udara bila terjadi benturan.
17
Kolektor adalah senyawa heteropolar, yaitu senyawa kimia yang molekulnya terdiri dari grup polar (anorganik) dan grup non polar (organik). Bagian polar akan berinteraksi dengan permukaan mineral, sedangkan bagian non polar akan menempel pada gelembung udara. 2. Frother Frother adalah senyawa organik heteropolar dan bersifat surface active. Frother selanjutnya akan diadsorb pada antar muka udara-air dengan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan yang ada dalam air. Hal inilah yang menyebabkan frother dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga dapat menyediakan suatu antarmuka air-udara yang besar dan cukup stabil untuk mengapungkan mineral yang dikehendaki. Selain itu, frother juga mempunyai pengaruh pada kinetika pelekatan partikel ke gelembung udara. 3. Regulator atau Modifier Modifier dapat dikelompokkan menjadi: -
pH regulator Berfungsi untuk mengatur pH atau tingkat keasaman pulp. Pengaturan pH pulp perlu dilakukan karena mineral mengapung dengan baik pada pH tertentu dan reagen flotasi lebih stabil pada pH tertentu. pH regulator dibedakan menjadi dua, yaitu pH regulator asam dan pH regulator basa. Yang termasuk dalam pH regulator asam antara lain: H2SO4. Sedangkan yang termasuk dalam pH regulator basa antara lain: CaO, Na2CO3, NaOH.
-
Depressant Depresant digunakan apabila floatability mineral yang tidak diinginkan untuk mengapung sama dengan floatability mineral yang akan diapungkan pada penggunaan kolektor tertentu.
18
-
Activator Activator digunakan untuk meningkatkan adsorbsi kolektor pada permukaan mineral tertentu sehingga mineral tersebut dapat mengadsorb kolektor dengan lebih baik.
-
Dispersant Dispersant digunakan untuk melepaskan penempelan-penempelan slime pada permukaan mineral yang akan diapungkan.
2.5 PROSES HIDRODINAMIKA DALAM FLOTASI
Salah satu hal yang mempengaruhi efisiensi proses flotasi adalah hidrodinamika sel flotasi. Penelitian-penelitian terdahulu menyebutkan bahwa proses flotasi ditentukan oleh interaksi yang terjadi antara partikel-gelembung udara, termasuk di dalamnya adalah tumbukan antara partikel-gelembung udara dan mekanisme adhesi (Ahmed dan Jameson, 1989). Mekanisme-mekanisme tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat dispersi gas, seperti gas hold up, superficial gas velocity, dan ukuran gelembung udara.
Menurut Schubert (1984), pada saat flotasi berlangsung, terdapat beberapa sub-proses yang terjadi. Sub-proses tersebut adalah: 1. Pembentukan suspensi partikel dalam pulp. 2. Penginjeksian udara ke dalam pulp, diikuti dispersi udara menjadi gelembunggelembung udara. 3. Conditioning dan pencampuran pulp yang telah teraerasi dengan reagen-reagen, diikuti dengan terjadinya tumbukan antara partikel-gelembung udara. 4. Terangkatnya gelembung-gelembung udara yang telah dilekati partikel-partikel mineral yang selanjutnya ditampung.
19
Sub-proses di atas dipercaya sebagai dasar proses dinamik pada proses flotasi buih dan lebih jauh akan menentukan metallurgical performance proses flotasi tersebut.
Flotasi terjadi pada kondisi turbulen. Menurut Schubert dan Bischofberger (Pyke, 2004) mempelajari tentang aliran turbulen yang terjadi di sekitar impeler, dan menyimpulkan terjadinya tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Pada keadaan tanpa udara, pusaran terbentuk di belakang bilah impeler. 2. Jika udara dialirkan dengan flow rate rendah, maka gelembung-gelembung udara akan terbentuk pada zona tekanan rendah, sebagai akibat dari perbedaan tekanan yang terjadi antara aliran yang berlawanan dengan impeler dan fluktuasi tekanan turbulen. 3. Jika flow rate udara ditingkatkan, akan terbentuk cavity. Selanjutnya, gelembunggelembung udara berpisah dari pusaran. 4. Gelembung-gelembung udara terbentuk di sekitar impeler. 5. Terjadi tumbukan dengan permukaan partikel mineral.
2.5.1 MEKANISME TUMBUKAN PARTIKEL-GELEMBUNG UDARA
Secara umum, mekanisme tumbukan merupakan faktor paling dominan yang menentukan recovery proses flotasi. Hanya partikel-partikel yang bersifat hidrofobik saja yang melekat pada gelembung udara. Probabilitas adhesi akan menentukan selektivitas proses. Probabilitas tersebut merupakan fungsi dari tingkat hidrofobisitas partikel dan gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya pemisahan partikel-gelembung udara.
Pada flotasi partikel kasar, sebagian partikel yang telah melekat pada gelembung udara akan terlepas lagi akibat adanya gaya inersia dan kondisi turbulen dalam sel flotasi. Hal inilah yang menyebabkan turunnya recovery proses. Sedangkan pada
20
flotasi partikel halus, kemungkinan terjadinya tumbukan antara partikel-gelembung udara dapat dikatakan kecil karena gelembung udara dan partikel halus mengikuti pola stream lines yang sama (Yoon, 2000; Nguyen dkk, 1997; Rubinstein dan Samygin, 1998 dalam Pyke, 2004). Keterbatasan kondisi hidrodinamik flotasi buih ini, menyebabkan adanya ukuran partikel optimum. Ukuran partikel tersebut adalah 10 sampai dengan 100 µm .
Ahmed dan Jameson (1989) mengemukakan hubungan beberapa variabel flotasi dengan kemungkinan terjadinya pelekatan partikel-gelembung udara sebagai berikut. 1. Peningkatan kecepatan pengadukan akan meningkatkan kemungkinan terjadinya tumbukan partikel-gelembung udara. Pada kecepatan pengadukan dan flow rate gas yang sama, peningkatan tumbukan terjadi seiring dengan penurunan ukuran gelembung udara. Hal tersebut dikarenakan dengan semakin kecilnya ukuran gelembung udara, maka jumlah gelembung udara semakin meningkat. 2. Kemungkinan
terjadinya
tumbukan
antara
partikel-gelembung
udara
berbanding terbalik dengan diameter gelembung udara, tetapi berbanding lurus dengan densitas partikel, ukuran partikel, dan kecepatan pengadukan. 3. Kemungkinan lepasnya kembali partikel yang telah melekat pada gelembung udara berbanding terbalik dengan diameter gelembung udara, tetapi berbanding lurus dengan densitas partikel, ukuran partikel, dan kecepatan pengadukan. Oleh karena itu, pada proses flotasi harus diperhatikan kesetimbangan antara ukuran gelembung udara, ukuran partikel, dan kecepatan pengadukan.
21
2.5.2 DISPERSI GAS
Dispersi gas tercipta karena faktor mesin. Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor mesin antara lain: tipe impeler yang digunakan, kecepatan putar impeler, dan aerasi. Pada mesin flotasi, impeler melakukan tiga fungsi, yaitu: sirkulasi pulp, menjaga suspensi padatan, dan melakukan aerasi.
Aerasi yang efektif tercapai bila gelembung-gelembung udara terdispersi ke seluruh bagian sel flotasi sehingga selalu tersedia cukup gelembung udara untuk melakukan tumbukan dengan partikel mineral. Faktor utama yang menentukan keefektifan dispersi gas dalam sel flotasi adalah kecepatan putar impeler dan flow rate gas. Secara umum, kecepatan putar impeler yang digunakan adalah kecepatan putar impeler dimana dapat secara efektif mengubah udara yang dialirkan menjadi gelembung-gelembung udara dan selanjutnya mendispersikan gelembung-gelembung udara tersebut. Dibutuhkan kecepatan putar impeler yang cukup tinggi untuk memecahkan gelembung-gelembung udara berukuran besar menjadi gelembunggelembung udara berukuran kecil (Gorain dkk, 1995 dalam Pyke, 2004).
2.6 FLOTASI BIJIH BESI
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memisahkan mineral-mineral oksida menggunakan flotasi. Untuk flotasi bijih besi dari kuarsa, ada beberapa metode yang dapat digunakan (King, 1982): 1. Flotasi hematit dengan menggunakan sulphonat sebagai kolektor pada pH 2-4. Pada rentang pH 2-4, hematit bermuatan positif, sedangkan kuarsa bermuatan negatif. Sulphonat, yang termasuk dalam kolektor anionik, diadsorbs oleh hematit yang bermuatan positif.
22
2. Flotasi hematit dengan menggunakan asam lemak sebagai kolektor pada pH 6-8. Asam lemak akan mengalami chemisorbsi pada permukaan hematit. Tetapi tidak mengalami chemisorbsi pada permukaan kuarsa. 3. Flotasi kuarsa dengan menggunakan amina sebagai kolektor pada pH 6-7. Amina, yang termasuk dalam kolektor kationik, akan diadsorbs oleh kuarsa yang bermuatan sangat negatif. Pada pH ini, muatan permukaan hematit adalah nol. Sehingga amina tidak akan diadsorbs oleh hematit. 4. Flotasi kuarsa yang telah diaktifkan dengan ion kalsium pada pH 11-12, dengan menggunakan sabun sebagai kolektor dan kanji untuk mendepres hematit. Kanji yang ditambahkan berfungsi untuk mencegah flotasi hematit. Kanji , yang bersifat hidrofil, akan mengalami chemisorbsi pada permukaan hematit. Pada rentang pH ini, tanpa penambahan kanji, hematit akan ikut terapung. Selektivitas pada sistem amina-mineral tidak sebesar pada sistem chemisorbsi karena amina diadsorbs oleh partikel secara elektrostatik. Maka, perlu ditambahkan kanji. Kanji digunakan sebagai depressant karena sifatnya yang dapat diadsorbs mineral dan menciptakan permukaan yang bersifat hidrofil. Ada beberapa macam kanji yang dapat digunakan sebagai depressant, antara lain: corn starch, pearl starch, a fraction starch, Gum 3502, dan Dextrin 156. 5. Flotasi hematit dengan menggunakan amina sebagai kolektor pada pH 1,5 dan penambahan asam sulfat. 6. Flotasi hematit dengan menggunakan hidroxamat sebagai kolektor pada pH 8,5 dan MIBC sebagai frother.
23