BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Hemostasis Faal hemostasis adalah suatu fungsi tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan keenceran darah sehingga darah tetap mengalir dalam pembuluh darah dan menutup kerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga mengurangi kehilangan darah pada saat terjadinya kerusakan pembuluh darah. Faal hemostasis melibatkan sistem berikut: 1. Sistem vaskular. 2. Sistem trombosit 3. Sistem koagulasi 4. Sistem fibrinolisis Untuk mendapatkan faal hemostasis yang baik maka keempat sistem tersebut harus bekerja sama dalam suatu proses yang berkeseimbangan dan saling mengontrol. Kelebihan atau kekurangan suatu komponen akan menyebabkan kelainan. Kelebihan fungsi hemostasis akan menyebabkan trombosis, sedangkan kekurangan faal hemostasis akan menyebabkan pendarahan.12 Faal hemostasis untuk dapat berjalan normal memerlukan 3 langkah yaitu : 1.
Langkah I : hemostasis primer, yaitu pembentukan “primary platelet plug”
2.
Langkah II : hemostasis sekunder,yaitu pembentukan stable hemostatic plug (platelet+fibrin plug)
Universitas Sumatera Utara
3.
Langkah III : fibrinolisis yang menyebabkan lisis dan fibrin setelah dinding vaskuler mengalami reparasi sempurna sehingga pembuluh darah kembali paten
Faal hemostasis terdiri atas 2 komponen yaitu : 1.
Faal koagulasi : yang berakhir dengan pembentukan fibrin stabil
2.
Faal fibrinolisis : yang berakhir dengan pembentukan plasmin
Faal koagulasi melibatkan 3 komponen, yaitu : 1. Komponen vaskuler 2. Komponen trombosit 3. Komponen koagulasi 2.1.1. Sistem Vaskular13 Pembuluh darah memiliki peran penting dalam menjaga hemostasis. Sel endotel menghasilkan : 1. Prostasiklin, yang menyebabkan vasodilatasi dan mencegah terjadinya agregasi dari trombosit 2. Anti trombin (AT) dan protein C activator (thrombomodulin), dimana keduanya mencegah terjadinya koagulasi 3. Tissue plasminogen activator (t-PA), yang berperan mengaktifkan fibrinolisis Perlukaan yang terjadi pada dinding pembuluh darah menyebabkan aktifnya membran yang mengikat tissue factor (TF) yang mengaktfkan koagulasi dan membentuk jaringan subendothelial yang memungkinkan pengikatan platelet ke faktor von Willebrand (vWF), protein multimerik dibuat oleh sel-sel endotel,
Universitas Sumatera Utara
yang memediasi adhesi platelet pada endotel dan membawa faktor pembekuan VII dalam plasma. 2.1.2. Sistem trombosit Trombosit diaktifkan pada lokasi cedera vaskular untuk membentuk sebuah plug trombosit yang memberikan respon hemostatik awal untuk menghentikan pendarahan.14 Respon fungsional trombosit diaktifkan melibatkan empat proses yang berbeda: 2.1.2.1.Adhesi trombosit Setelah aktivasi, trombosit mengalami perubahan bentuk yang signifikan, menghasilkan pseudopods yang membuat trombosit sangat gampang melekat. Adhesi trombosit terutama dimediasi oleh pengikatan platelet pada permukaan reseptor kompleks GP Ib /IX /V dengan vWF dalam matriks subendothelial.15 Defisiensi komponen dari kompleks GP Ib/IX/V atau vWF menyebabkan gangguan pendarahan kongenital seperti penyakit Bernard-Soulier dan penyakit von Willebrand.16 Selain itu, ada interaksi perekat lainnya yang berkontribusi terhadap adhesi platelet. Salah satu contoh adalah pengikatan reseptor platelet kolagen GPIA / IIa dengan kolagen fibril dalam matriks.17 2.1.2.2.Agregasi trombosit Hasil aktivasi trombosit pada reseptor GP IIb/IIIa pada permukaan platelet, menyebabkan pengikatan pada vWF dan fibrinogen.18 GP IIb/IIIa adalah anggota superfamili dari reseptor protein yang disebut integrin perekat yang
Universitas Sumatera Utara
ditemukan di banyak jenis sel yang berbeda. Kompleks GP IIb/IIIa (integrin alpha IIb beta 3) adalah reseptor yang paling banyak di permukaan platelet, dengan sekitar 80.000 kompleks per platelet. GP IIb/IIIa tidak mengikat fibrinogen, suatu divalen molekul simetris yang menjembatani yang menyebabkan trombosit diaktifkan, pada trombosit yang belum distimulasi. Namun, setelah trombosit distimulasi, GP IIb/IIIa mengalami perubahan afinitas dan dikonversi dari afinitas rendah ke afinitas tinggi dari reseptor fibrinogen, sebuah proses yang disebut sebagai sinyal "inside-out". Selain memediasi agregasi platelet, bagian dari sitosol diaktifkan kompleks GP IIb /IIIa yang mengikat sitoskeleton platelet dan dapat memediasi trombosit menjadi menyebar dan membentuk retraksi bekuan, yang telah disebut sebagai
sinyal
"outside-in".
Dengan
demikian,
kompleks
GP
IIb/IIIa
mengintegrasikan interaksi reseptor-ligan yang terjadi pada bagian eksternal dari membran dengan peristiwa sitosol yang terjadi secara dua arah19; hal ini merupakan jalur akhir yang umum untuk agregasi platelet, terlepas dari modus stimulasi trombosit. 2.1.2.3.Sekresi trombosit Trombosit mengandung dua jenis butiran: butiran alpha dan butiran padat. Granul alpha mengandung banyak protein
termasuk fibrinogen,
vWF,
thrombospondin, platelet derived growth factor (PDGF), faktor trombosit 4, dan P-selektin. Butiran padat mengandung ADP, ATP, kalsium terionisasi, histamin, dan serotonin. Trombosit mengeluarkan berbagai zat dari butiran mereka pada stimulasi sel antara lain :
Universitas Sumatera Utara
1. ADP dan serotonin merangsang dan merekrut tambahan trombosit.20 Platelet yang merilis serotonin biasanya menyebabkan vasodilatasi, Namun dapat menyebabkan vasokonstriksi pada endotelium yang rusak atau abnormal. Trombosit ADP yang aktif meningkatkan ekspresi permukaan antar molekul adhesi (ICAM) -1 pada sel endotel.21 2. Fibronektin dan trombospondin adalah protein adhesi yang dapat memperkuat dan menstabilkan agregat trombosit. 3. Fibrinogen dilepaskan dari butiran alpha trombosit, menyediakan sumber fibrinogen pada daerah endotel yang cedera selain itu fibirnogen juga dijumpai pada plasma.22 4. Tromboksan
A2,
merupakan
metabolit
prostaglandin
yang
menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi platelet. 5. Faktor pertumbuhan, seperti PDGF, memiliki efek mitogenik yang kuat pada sel-sel otot polos. Pelepasan PDGF dari trombosit pada lokasi vaskular yang vaskular mungkin mempengaruhi perbaikan jaringan fisiologis dan pada tempat yang mengalami cedera berulang, dapat berkontribusi untuk terjadinya aterosklerosis dan oklusi koroner setelah angioplasti. Pelepasan dari thiol isomerase, protein disulfida isomerase (PDI), oleh trombosit mengganggu sel-sel dinding pembuluh dan dapat berfungsi untuk mengaktifkan TF dan meningkatkan pembentukan fibrin dan pembentukan trombus pada daerah vaskular yang luka.23
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.4.Aktifitas prokoagulan Aktivitas platelet prokoagulan merupakan aspek penting dari aktivasi platelet
dan
melibatkan
paparan
fosfolipid
prokoagulan,
terutama
phosphatidylserine, dan pembentukan berikutnya dari kompleks enzim dalam kaskade pembekuan pada permukaan platelet 24. Kompleks ini merupakan contoh penting dari keterkaitan erat antara aktivasi trombosit dan aktivasi kaskade pembekuan. 2.1.3. Sistem Koagulasi 12 Faktor koagulasi atau faktor pembekuan darah adalah protein yang terdapat dalam plasma (darah) yang berfungsi dalam proses koagulasi. Jika terjadi aktivasi protein ini dalam keadaan tidak aktif (proenzim atau zymogen), protein aktif ini (enzim) akan mengaktifkan rangkaian aktivasi berikutnya secara beruntun, seperti sebuah tangga (kaskade) atau seperti air terjun (water fall).
Gambar 2. Sistem koagulasi
Universitas Sumatera Utara
Proses pembentukan fibrin jika digambarkan secara skematik mirip seperti fenomena air terjun (waterfall) atau seperti tangga (cascade). Artinya aktivasi faktor awal akan mengaktifkan faktor berikutnya disertai dengan proses amplifikasi sehingga molekul yang dihasilkan akan bertambah banyak. Gambaran kaskade koagulasi dapat dilihat pada gambar 2. Proses pembekuan darah bertujuan untuk mengatasi vascular injury sehingga tidak terjadi pendarahan berlebihan, tetapi proses pembekuan darah ini harus dilokalisir hanya pada daerah injury, tidak boleh menyebar ke tempat lain karena akan membahayakan peredaran darah. Untuk itu, tubuh membuat mekanisme kontrol dimana endotil yang intak memegang peranan penting. 1. Adanya AT
III (anti-thrombin III) yang terikat pada permukaan
endotil dengan perantaraan heparan sulfat. AT III akan menginaktifkan thrombin dan faktor Xa. 2. Molekul trombomodulin pada permukaan endotil akan mengikat trombin. Kompleks trombin-trombomodulin akan mengaktifkan protein-C
(dengan bantuan protein-S
sebagai
kofaktor) akan
menginaktifkan faktor Va dan faktor VIIIa, dengan demikian pembentukan trombin akan berkurang. Adanya proses pengendali (natural anticoagulant) serta pengenceran faktor aktif di luar tempat injury dapat mengendalikan proses koagulasi sehingga tidak menyebar ke tempat lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Sistem Fibrinolisis13 Proses fibrinolitik bertujuan untuk membentuk plasmin yang berguna untuk menghancurkan bekuan fibrin yang berlebihan atau menghancurkan fibrin setelah proses reparasi dinding pembuluh darah selesai sehingga pembuluh darah tersebut kembali paten. Fibrinolosis merupakan proses dimana fibrin di degradasi oleh plasmin. Sirkulasi pro-enzim, plasminogen, diaktifkan oleh plasmin : 1. Pada saat terjadi perlukaan, oleh t-PA dan urokinase-like plasminogen activator (UPA) yang dilepaskan oleh sel yang rusak atau oleh sel yang aktif 2. Bahan eksogen seperti streptokinase, atau oleh t-PA atau UPA terapetik Plasmin mengubah fibrin atau fibrinogen
menjadi fibrin degradation
product (FDPs) dan juga mendegradasi faktor V dan VII. Plasmin yang bebas di nonaktifkan oleh plasma α2 antiplasmin dan α2 makroglobulin
Gambar 3. Sistem fibrinolisis
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Pemeriksaan Fungsi Hemostais25 Sejumlah pemeriksaan sederhana dapat dilakukan untuk menilai fungsi
trombosit, pembuluh darah, serta komponen koagulasi dalam hemostasis. Pemeriksaan penyaring ini meliputi : pemeriksaan darah lengkap, evaluasi darah apus, waktu pendarahan, waktu protrombin (PT), aPTT, agregasi trombosit. 2.2.1. Pemeriksaan darah lengkap dan evaluasi hapusan darah tepi. Trombositopenia
merupakan
penyebab
tersering
dari
terjadinya
pendarahan yang abnormal, oleh karena itu pada pasien yang diduga menderita kelainan darah, pertama kali harus dilakukan pemeriksaan hitung darah lengkap dan pemeriksaan hapusan darah tepi. Selain untuk memastikan adanya trombositopenia, dari pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menyingkirkan kemungkinan lain seperti leukemia. 2.2.2. Pemeriksaan penyaring sistem koagulasi Pemeriksaan meliputi penilaian jalur intrinsik dan ekstirnsik dari sistem koagulasi dan perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin : 2.2.2.1.Waktu protormbin (PT) PT digunakan untuk menilai jalur ekstrinsik pembekuan, yang terdiri dari faktor jaringan dan faktor VII, dan faktor koagulasi pada jalur umum (faktor II (protrombin), V, X, dan fibrinogen). Nilai normal 10-14 detik. Rasio waktu protorombin : PT pasien dinyatakan sebagai rasio, di mana hasil nya adalah = (PT pasien kontrol : PT). Sebagai contoh, PTR> 1,2 dikaitkan dengan peningkatan risiko yang signifikan dari koagulopati trauma akut dalam studi retrospektif multicenter26. Dalam penelitian ini, reagen yang digunakan
Universitas Sumatera Utara
memiliki kepekaan yang sama (indeks sensitivitas internasional [ISI] berkisar 1,03-1,09). Keterbatasan metode ini adalah bahwa variabilitas pereaksi atau instrumen dapat mempengaruhi hasil. 2.2.2.2.aPTT Digunakan untuk menilai integritas koagulasi jalur intrinsik (prekallikrein, tinggi kininogen berat molekul, faktor XII, XI, IX, VIII) dan jalur akhir yang umum (faktor II, V, X, dan fibrinogen), dan untuk memantau respon terapi pemakaian heparin.Nilai normal aPTT antara 30-40 detik. 2.2.2.3.Waktu trombin (thrombin time, TT) Cukup sensitif untuk menilai defisiensi fibrinogen atau adanya hambatan terhadap trombin. TT digunakan untuk mengukur langkah terakhir dari jalur pembekuan, konversi fibrinogen menjadi fibrin27. Nilai normal antara 14-16 detik. 2.2.3. Pemeriksaan faktor koagulasi khusus Termasuk disini adalah fibrinogen, faktor vW, dan faktor VII. Pemeriksaan bisa secara kuantitatif atau dengan cara membandingkan efek koreksi dari plasma yang mengandung kekurangan substrat tertentu yang mempunyai perpanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT) dengan efek koreksi terhadap plasma normal, yang hasilnya dinyatakan dengan presentase aktivitas normal. 2.2.4. Waktu pendarahan Waktu pendarahan berguna untuk pemeriksaan fungsi trombosit. Pada keadaan trombositopenia dengan gangguan fungsi trombosit waktu pendarahan akan memanjang, namun trombositopeni tanpa gangguan fungsi trombosi, waktu
Universitas Sumatera Utara
pendarahan biasanya normal. Pada keadaan normal, pendarahan akan berhenti dalam waktu 3-8 detik. 2.2.5. Pemeriksaan fungsi trombosit Tes agregasi trombosit merupakan pemeriksaan yang mempunyai nilai penting. Tes ini mengukur penurunan penyerapan sinar pada plasma kaya trombosit sebagai agregat trombosit. Agregasi primer berasal dari rangsangan agen eksternal, sedangkan respon sekunder berasal dari agen yang dilepas dari dalam trombosit sendiri. Agen agregasi yang sering digunakan misalnya : ADP, kolagen, ristosetin, asam arakidonat dan adrenalin. 2.2.6. Pemeriksaan Fibrinolisis Peningkatan aktivator plasminogen dalam sirkulasi dapat dideteksi dengan memendeknya euglobulin clot lysis time. Beberapa teknik imunologik digunakan untuk mendeteksi produk degradasi dari fibrin maupun fibrinogen (D-Dimer)
2.3.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK)11
2.3.1. Definisi PGK adalah kelainan dari struktur ginjal atau fungsi, yang terjadi lebih dari 3 bulan dengan adanya gambaran : 1. Kelainan struktur histopatologi ginjal. 2. Petanda kerusakan ginjal meliputi kelainan komposisi darah dan urin, atau uji pencitraan ginjal. 3. Penurunan dari laju filtrasi glomerolus (LFG) < 60 mL/menit/1,73 m2 lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Klasifikasi PGK Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-gault sebagai berikut : *
pada
perempuan dikalikan 0.82
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit Stadium
Penjelasan
LFG (ml/mt/1,73m2)
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
≥ 90
meningkat 2
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
60-80
ringan 3
Kerusakan ginjal dengan LFG menurun
30-59
sedang 4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
5
Gagal Ginjal
15-29 < 15 atau dialisis
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Klasifikasi PGK atas dasar Diagnosis Etiologi Penyakit
Tipe mayor
Penyakit ginjal diabetes
Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non diabetes
Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia) Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati) Penyakit
tubulointerstitial
(pielonefritis
kronik, batu, obstruksi, keracunan obat) Penyakit kistik (ginjal polikistik) Penyakit pada transplantasi
Rejeksi
kronik,
keracunan
(siklosporin/takrolimus), reccurent
(glomerular)
obat Penyakit
Transpalnt
glomerulopathy
2.3.3. Patofisiologi PGK Patofisiologi PGK pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi pada struktur dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
Universitas Sumatera Utara
peningkatan
aktivitas
memberikan
kontribusi
aksis
renin-angiotensin-aldosteron
terhadap
terjadinya
hiperfiltrasi,
intrarenal,
ikut
sklerosis
dan
progressifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas PGK adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dilipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus dan maupun tubulointerstitial. Pada stadium paling dini dari PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal ( renal reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Ketika LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
Universitas Sumatera Utara
kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau trasplantasi ginjal. Pada keadaan ini pastilah dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
2.4.
Gangguan hemostasis pada PGK Dalam
berbagai
penyakit
ginjal
progresif
yang
lambat
seperti
glomerulonefritis kronis, nefropati diabetik, dan penyakit ginjal, sangat sulit untuk memperbaiki penyakit yang mendasari terjadinya PGK. Progresifitas gagal ginjal pada pasien dengan berbagai penyakit ginjal adalah dengan melihat nilai serum kreatinin yang melebihi 1,5 hingga 2,0 mg / dL. Hal ini bahkan dapat terjadi jika gangguan yang mendasarinya sudah teratasi. Gagal ginjal dapat dikaitkan dengan berbagai tanda dan gejala yang secara kolektif disebut sebagai keadaan uremik. Kehilangan dari fungsi ginjal dilihat dengan akumulasi dari produk sisa metabolisme dan mengubah mekanisme homeostatis normal. Potensi dari kelainan ini adalah tanda-tanda dan gejala uremia. Dengan terapi pengganti ginjal dalam bentuk dialisis atau transplantasi ginjal , dokter dapat mengobati gangguan ini dan meningkatkan kualitas hidup pada pasien dengan PGK stadium terminal.28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3. Gangguan hemostasis pada PGK Gangguan hemostasis pada PGK 1. Peningkatan dari tissue factor (TF) 2. Peningkatan dari faktor von Willebrand 3. Peningkatan faktor XIIa 4. Peningkatan faktor VIIa 5. Peningkatan aktivasi protein C 6. Peningkatan dari fibrinogen 7. Penurunan dari tissue plasminogen activator 8. Peningkatan dari plasminogen activator inhibitor 1
2.4.1. Meningkatnya resiko pendarahan Resiko pendarahan meningkat 2 kali lipat pada pasien dengan gagal ginjal31 Pendarahan telah dilaporkan pada 40-50% pasien dengan PGK atau hemodialisis (HD)29. Studi lain melaporkan 24% kejadian pendarahan pada pasien HD30. Sebuah studi berbasis rumah sakit menunjukkan bahwa. Secara klinis, kecenderungan pendarahan meningkat pada pasien dengan gagal ginjal dapat dijumpai keadaan seperti
pendarahan gastrointestinal, pendarahan dari
daerah kanulasi, pendarahan retina, hematoma subdural, epistaksis, hematuria, ecchymosis, purpura, pendarahan
dari gusi, pendarahan gingiva, pendarahan
genital, hemoptisis, telangiectasia, hemarthrosis dan petechiae (Tabel 3).29
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4. Gambaran klinis dari gangguan ginjal PENDARAHAN
TROMBOSIS
Pendarahan saluran cerna
Deep venous thrombosis (DVT)
Pendarahan retina
Pulmonal Emboli (PE)
Subdural haematoma
Trombosis pada daerah vaskular pada pasien
Epikstasis
dengan hemodialisa
Haematuria
Central venous catheter thrombosis
Ecchymosis
Central vein thrombosis
Purpura
Right atrial thrombus
Pendarahan pada gusi
Acute coronary syndrome (ACS)
Pendarahan ginggiva
Cerebrovascular event
Pendarahan genital
Peripheral artery occlusion
Haemoptysis
Telangiectasia
Haemarthrosis
Petechiae
2.4.1.1.Gangguan trombosit karena uremia Telah terbukti bahwa fungsi trombosit terganggu pada pasien dengan gangguan ginjal yang berat30. Dimana kelainan fisiologi pada trombosit berkontribusi terhadap disfungsi platelet dengan masalah pendarahan pada pasien dengan gangguan ginjal yang disebabkan karena gangguan granule platelet α32. Platelet α mengandung faktor trombosit 4, transforming growth factor-β1, platelet yang berasal dari faktor pertumbuhan, fibronektin, B thromboglobulin, vWF, fibrinogen, serotonin dan faktor koagulasi V dan XIII. Pada pasien uremik, granule α meningkatkan rasio ATP / ADP dan mengurangi jumlah dari serotonin. Selanjutnya, trombin memicu pelepasan ATP secara bersama-sama dengan
Universitas Sumatera Utara
peningkatan kandungan kalsium dan terganggunya aliran kalsium, telah memiliki hubungan dengan terjadinya disfungsi trombosit dan pendarahan pada pasien uremik. Trombosit pada pasien uremik juga menunjukkan deregulasi asam arakidonat dan metabolisme prostaglandin dengan gangguan sintesis dan atau pelepasan tromboksan A2 yang mengakibatkan berkurangnya adhesi dan agregasi trombosit pada gangguan pendarahan32, yang dapat diperbaiki dengan dialisis , sehingga menunjukkan bahwa toksin uremik terkait dengan efek ini33. Selain itu, ultrafiltrasi uremik menghambat platelet-activating factor synthesis yang dapat menjelaskan mengapa aktivitas platelet menurun.34 Sirkulasi dari fragmen fibrinogen juga dapat mengganggu homeostasis karena mengikat dengan reseptor glikoprotein (GP) IIb / IIIa pada trombosit yang mengakibatkan adhesi dan potensi agregasi trombosit menurun.35 Peningkatan kandungan kalsium bersama dengan mobilisasi abnormal kalsium pada rangsangan yang berbeda juga dapat memberikan kontribusi dengan aktivitas penurunan trombosit pada pasien uremik. Karena gangguan pada metabolisme kalsium, hormon paratiroid, yang diasumsikan terlibat dalam gangguan ini. Meskipun hormon paratiroid telah terbukti dapat menghambat agregasi platelet in vitro, penyelidikan klinis menunjukkan tidak ada efek hormon paratiroid pada waktu pendarahan pada pasien dengan gagal ginjal36. Selain itu dapat terjadi stres oksidatif serta peradangan, kedua kondisi ini muncul pada pasien dengan gagal ginjal, memiliki efek yang besar pada fungsi platelet.37
Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2.Interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah Pengikatan trombosit ke dinding pembuluh dimediasi oleh adhesi dari protein fibrinogen dan vWF dan reseptor GP Ib serta kompleks GP IIb / IIIa30. Penurunan dari jumlah GP Ib pada trombosit telah diamati pada pasien uremik, yang kemungkinan disebabkan oleh proteolisis tinggi dari GP Ib38. Gangguan pengikatan vWF dan fibrinogen untuk mengaktifkan trombosit pada pasien uremik dapat disebabkan dari fungsi kompleks GP IIb / IIIa yang menurun.39 Selain itu, kerusakan fungsional dalam interaksi vWF dengan trombosit dapat berhubungan dengan meningkatnya resiko pendarahan.40 Selain itu, zat vasoaktif seperti oksida nitrat (NO) juga menghambat agregasi platelet melalui pembentukan cGMP, atau prostasiklin, yang memodulasi tonus pembuluh darah, dapat juga berperan dalam gangguan hemostasis pada gagal ginjal. Kadar plasma dari prostasiklin, NO generasi trombosit dan konsentrasi metabolit NO meningkat dalam plasma pasien uremik, sehingga memberikan kontribusi untuk terganggunya hemostasis dengan risiko pendarahan yang meningkat41. Semua perubahan ini dapat berhubungan dengan faktor yang muncul dalam plasma uremik. 2.4.1.3.Anemia Salah satu faktor penting dalam terjadinya gangguan pendarahan pada pasien uremik adalah anemia pada gangguan ginjal itu sendiri42. Pada pasien dengan gagal ginjal, anemia secara langsung mempengaruhi waktu pendarahan.43 Eritrosit mempengaruhi konsentrasi trombosit pada dinding pembuluh dalam aliran darah bersama-sama dengan stimulasi dari pelepasan ADP trombosit
Universitas Sumatera Utara
dan inaktivasi PGI2, sehingga menstimulasi fungsi trombosit44. Selain itu, hemoglobin mengikat NO45. Dengan demikian, anemia mengurangi fungsi trombosit oleh karena berkurangnya interaksi dinding platelet dengan dinding pembuluh darah, mengurangi pelepasan ADP atau inaktivasi PGI2 serta mengurangi pengikatan NO. Temuan ini didukung oleh pengamatan pada pasien uremik dimana aktivitas dari eritrosit atau erythropoietin mengurangi waktu pendarahan. Namun, hematokrit yang normal dikaitkan dengan peningkatan insiden infark miokard dan angka kematian yang lebih tinggi. Jadi sejauh ini, hematokrit optimal pada pasien dialisis perlu ditentukan untuk menghindari gangguan pendarahan di satu sisi dan peristiwa trombotik di sisi lain.46
Gambar 4. Faktor penyebab meningkatnya pendarahan pada gangguan ginjal
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Peningkatan resiko trombosis Risiko tromboemboli vena meningkat pada pasien dengan gagal ginjal31. Angka kematian yang berhubungan dengan emboli paru (PE) adalah lebih besar pada pasien dengan gagal ginjal bila dibandingkan dengan tanpa penyakit ginjal47. Resiko terjadinya tromboemboli meningkat 2 kali lipat pada pasien dengan penyakit ginjal lanjut, sementara risiko yang lebih tinggi memiliki telah ditunjukkan pada pasien rawat inap dengan gangguan ginjal48. Resiko mulai meningkat ketika LFG <75 mL/min/1.73 m2. Selama tahap awal dari PGK, resiko trombosis tampaknya berhubungan dengan albuminuria.49 Klinis trombosis relevan pada pasien dengan gagal ginjal dapat muncul dengan trombosis vena dalam dengan atau tanpa PE, trombosis vaskular akses pada hemodialisis termasuk trombosis pemasangan arteriovenous serta trombosis AV fistula, sentral trombosis vena kateter dengan atau tanpa trombosis vena sentral, trombus atrium kanan. Selain itu, pembentukan trombus juga dapat terjadi pada arteri yang sering mengalami aterosklerosis, dan bisa dijumpai sebagai sindrom koroner akut, kejadian serebrovaskular atau oklusi arteri perifer (Tabel 3).47 2.4.2.1.Kaskade koagulasi Pasien dengan PGK menyebabkan tingginya kadar fibrinogen yang secara langsung berkonstribusi terhadap keadaan hiperkoagulasi. Hal ini terkait dengan peningkatan tanda pro inflamasi seperti protein C-reaktif dan interleukin-650. Selain itu, peningkatan kadar plasma TF telah diamati pada pasien dengan gagal ginjal51. Koagulasi dapat berkontribusi juga untuk peradangan karena dapat
Universitas Sumatera Utara
menginduksi faktor transkripsi proinflamasi Nf-kB serta protease-activated receptor-152. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi faktor koagulasi XIIa dan VIIA serta diaktifkannya kompleks protein C dan kompleks trombin-antitrombin yang meningkat pada pasien dengan gagal ginjal53. Sehingga menyebabkan aktivitas antitrombin berkurang.54 Sebuah sistem klinis penting yang mungkin terlibat dalam keadaan hiperkoagulasi pasien dengan gagal ginjal adalah kemungkinan dari sistem reninangiotensin-aldosteron sebagai aktivasi telah dikaitkan dengan peningkatan tingkat fibrinogen plasma, D-dimer dan PAI-155. PAI-1 telah dikaitkan dengan penghambatan dari perubahan matriks ekstraseluler, stimulasi makrofag dan infiltrasi myofibroblast serta regulasi TGF-β, sehingga menyebabkan fibrosis jaringan dengan progresifitas dari PGK56. Selain itu, PAI-1 menghambat aktivasi sistem fibrinolitik melalui penghambatan t-PA dan urokinase. 2.4.2.2.Trombosit Pada pasien dengan gagal ginjal, peningkatan kadar phosphatidylserine dapat diamati pada permukaan trombosit yang terkait dengan aktivasi dari caspase - 3. Phosphatidylserine terikat pada faktor V yang menyebabkan pengikatan faktor X yang menyebabkan pembentukan trombin dengan pembentukan trombus. Trombosit pada pasien uremik mengandung peningkatan kadar dari p - selectin serta reseptor fibrinogen PAC – 1 yang menghasilkan platelet atau pengumpulan leukosit, diikuti oleh peningkatan reaktivitas trombosit. Selain itu, trombosit juga menengahi pembentukan platelet atau pengumpulan leukosit, terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
pembentukan oksigen radikal bebas oleh granulosit neutrofil yang menyebabkan pembentukan trombus pada pasien dengan gagal ginjal .57 2.4.2.3.Endothelium Endotelium penting untuk hemostasis. Endotelium bertanggung jawab untuk sekresi faktor modulasi kaskade koagulasi seperti PAI - 1 dan vWF, berperan dalam pengaturan vaskular, mengatur stres oksidan dan respon inflamasi dan menghasilkan
endotel
mikropartikel (MPs)58.
Selanjutnya,
hal
ini
mempengaruhi hemostasis melalui proses proliferasi atau perbaikan yang juga termasuk sel-sel progenitor endotel ( EPC )59. Endotelium mungkin kehilangan sifat anti trombogeniknya jika dirangsang oleh trombin, hipoksia, oksidan, interleukin-1, tumor necrosis factor, γ-interferon, desmopressin asetat dan endotoksin58. Pada pasien dengan gagal ginjal stadium akhir, kerusakan sel endotel dapat menyebabkan gangguan koagulasi bersama dengan trombofilia. Homosistein dapat memainkan peran sebagai mediator antara disfungsi ginjal dan kerusakan sel endotel . Hal ini dapat menghambat trombomodulin dependen mengaktifkan sistem protein C yang menghasilkan aktivasi trombin yang permanen dengan pembentukan selanjutnya adalah fibrin. Keadaan ini mengganggu pelepasan endothelial dari t - PA menjadi hipofibrinolisis. Hal ini juga dapat disebabkan oleh gangguan dari pelepasan t - PA dari endotelium dengan vasodilatasi endothelium dependen. Hiperhomosisteinemia juga mengganggu proliferasi sel sub endotel melalui gen metalloproteinase-inducible yang menyebabkan aktivasi matriks metaloproteinase-9. Dalam pengaturan ini juga, peningkatan kadar PAI-1
Universitas Sumatera Utara
diketahui sebagai penanda aktivasi sel endotel. Namun, konsentrasi tinggi dari plasma fibrinogen, D-dimer, kompleks trombin-antitrombin, koagulasi faktor VII, vWF, trombomodulin dan PAI-1 semua dapat menunjukkan kerusakan sel endotel dan keadaan trombofilik pada pasien uremik.58 Aterosklerosis sendiri tampaknya dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya trombosis vena pada pasien dengan gagal ginjal60. Alasan dari fenomena ini bisa tumpang tindih yang berhubungan dengan faktor risiko seperti obesitas, hipertensi, merokok, diabetes dan dislipidemia. Selain itu, pada pasien dengan gagal ginjal, trombosit dan sistem koagulasi dapat diaktifkan dalam pembuluh darah yang aterosklerotik yang berkontribusi terhadap pembentukan trombosis vena pada pembuluh darah yang berbeda. Dalam sebuah studi berbasis populasi baru-baru ini, 26% dari pasien dengan trombosis vena juga memiliki riwayat gejala aterosklerosis61. Menariknya, mikroalbuminuria juga terkait dengan terjadinya trombosis vena. Hal ini dapat dikaitkan dengan fakta bahwa mikroalbuminuria mencerminkan keparahan kerusakan endotel yang pada gilirannya dapat menyebabkan trombosis.62 2.4.2.4.Mikropartikel Mikropartikel (MPs) baru-baru ini ditemukan memiliki kemampuan prokoagulasi sehingga dapat memainkan peran penting dalam koagulasi. MPs terbentuk dari membran plasma dari banyak sel termasuk sel endotel , trombosit serta monosit atau makrofag. Merupakan hasil dari aktivasi sel selama proses inflamasi tetapi juga terjadi selama proses fisiologis seperti diferensiasi sel dan penuaan. Peningkatan kadar MPs telah dijelaskan pada penyakit dengan keadaan
Universitas Sumatera Utara
prokoagulan yang meningkat pada PGK serta kanker63. Efek prokuagulasi yang berasal dari phosphatidylserine memfasilitasi konversi dari protrombin menjadi trombin oleh karena adanya TF64. Selain dari membran yang terikat dengan TF ,MPs juga melepaskan TF yang larut sehingga menyebabkan koagulasi yang mengakibatkan pembentukan trombus yang berlebihan. Selain itu, MPs dapat mempengaruhi koagulasi oleh mekanisme lain, yaitu melalui penemuan baru dari microRNAs ( miRNAs )63. miRNAs adalah RNA rantai tunggal yang kecil yang memodulasi sasaran ekspresi gen dengan modulasi paska transkripsi dan dinyatakan dalam sebagian besar sel . Hubungan antara miRNAs dan sistem koagulasi tidak jelas sejauh ini. Namun, beberapa data yang ada menghubungkan miRNAs dengan fungsi trombosit melalui tranlasi dari trombosit mRNA. Ekspresi dari reseptor P2Y12 , yang penting bagi ADP dirangsang oleh aktivasi reseptor GP IIb / IIIa sehingga menyebabkan pemanjangan dari agregasi platelet , diatur melalui miRNAs
65
penting
proses
untuk
. Vesicle associated membran protein 8 (VAMP8 ) adalah sekresi
trombosit
dengan
hiperreaktif
trombosit
menunjukkan peningkatan kadar VAMP8 , sementara hiporeaktif menunjukkan penurunan kadar trombosit66. Dengan demikian bisa ditunjukkan bahwa konsentrasi miRNA adalah 2,6 kali lebih tinggi dalam trombosit hiporeaktif . Bagaimana proses peraturan tersebut dipengaruhi pada gagal ginjal sejauh ini belum diketahui.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Faktor yang meningkatkan keadaan trombosis pada gangguan ginjal
Universitas Sumatera Utara
2.5.
Kerangka Teori
PGK Interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah Fungsi kompleks GP IIb/IIIa
Gangguan pengikatan vWF dan Fibrinogen
Trombosit
Kadar prostatiklin, NO trombosit, konsentrasi NO Kerusakan fungsional interaksi vWF dengan trombosit
Resiko pendarahan
Granule platelet α terganggu - rasio ATP/ADP - jumlah seretonin
Anemia
Aktivitas eritrosit atau eritropoitin
Koagulasi
-Protein C -Interleukin-6
Fibrinogen - p-selectin -reseptor fibrinogen PAC-1
Hiperkoagulas i
Reaktivitas trombosit
Endothel
Mikro partikel
-Anti thrombogenik
Prokoagulan
Gangguan sekresi faktor modulasi kaskade koagulasi (PA-1, vWF, pengaturan vaskular, mengatur stres oksidan, respon inflamasi, menghaslikan endotel MPs)
Prokoagulasi
Kerusakan sel endotel
Pembentukan trombus Resiko trombosis
Universitas Sumatera Utara
47
2.6.
Kerangka konsep
PGK stadium III,IV,V pre dialisis
LFG aPTT, PT, D-Dimer, Waktu pendarahan, trombosit
Resiko pendarahan
Resiko trombosis
Universitas Sumatera Utara