Bab II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep Peranan Peranan berasal dari kata peran, yaitu harapan tentang perilaku yang
patut bagi pemegang jabatan tertentu dalam organisasi, khususnya menyangkut fungsi yang dilaksanakan (role). Di mana fungsi itu merupakan bagian utama dari cabang kerja yang selanjutnya terbagi menjadi aktivitas. Konsep tentang peranan menurut Komaruddin (1994:328) adalah sebagai berikut: 1. Bagian dari tugas yang harus dilaksanakan seseorang dalam manajemen. 2. Pola perilaku yang utama diharapkan dapat menyertai suatu status. 3. Bagian atau fungsi sesorang dalam kelompok atau pranata. 4. Fungsi yang diharapkan dari sesorang atau menjadi karakteristik yang ada padanya. 5. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat. Secara harfiah (etimologi), kata peranan berasal dari kata peran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000:667) peran memiliki arti: “Seperangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.” Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kata peranan dapat diartikan sebagai pola perilaku seseorang dalam suatu kelompok dan menjadi karakteristik yang ditentukan berdasarkan status dalam kelompok tersebut. 2.2
Anggaran
2.2.1
Pengertian Anggaran Anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan
dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang
meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi di masa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang. Pengertian anggaran dikemukakan oleh Revrisond Baswir (1998:78) “Anggaran Negara/Daerah adalah suatu pernyataan tentang pemikiran pengeluaran dan penerimaan yang diharapkan akan terjadi dalam suatu periode di masa depan, data dari pengeluaran dan penerimaan yang sungguh-sungguh terjadi di masa lalu”. Sedangkan pengertian anggaran menurut Ghazali (1997:45): “Anggaran adalah suatu rencana pemerintah yang menggambarkan rangkaian tindakan/kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angkaangka rupiah untuk jangka waktu tertentu”. Anggaran Pemerintah Daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan demikian anggaran harus benar-benar mencerminkan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran negara/daerah adalah suatu rencana dalam jangka waktu tertentu, yang terdiri dari pengeluaran serta penerimaan yang sesungguhnya terjadi yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah. 2.2.2
Siklus Anggaran di Pemerintah Daerah Anggaran digunakan untuk tujuan perencanaan, pengendalian dan
evaluasi. Pada penggunaannya terdapat perbedaan pada pendekatan atau sistem di tiap pemerintahan. Bahkan sangat jarang terdapat dua pemerintahan yang menggunakan sistem anggaran yang benar-benar sama. Suatu siklus anggaran yang dikembangkan pada suatu organisasi pemerintahan sebaiknya harus di dasarkan pada faktor-faktor lingkungan dimana anggaran itu digunakan dan
dapat digunakan untuk tujuan perencanaan, pengendalian, dan evaluasi yang sesuai keadaan. Penyusunan
APBD
bukan
hanya
untuk
memenuhi
ketentuan
konstitusional yang dimaksud dalam undang-undang 1945 akan tetapi dimaksudkan pula sebagai rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. APBD dapat berubah dalam tahun anggaran yang berjalan namun harus sesuai dengan prinsip-prinsip anggaran berimbang yang dinamis, yaitu adanya keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan daerah yang merupakan suatu kestuan yaitu seimbang antara jumlah pendapatan rutin dan pendapatan pembangunan dengan belanja rutin dan belanja pembangunan. Yang dimaksud dengan perubahan anggaran yaitu tindakan yang dilakukan Pemerintah Daerah yang membawa akibat perubahan/pengurangan anggaran. Tindakan tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan daearah yang disahkan oleh kepala daerah yang paling banyak dilakukan sebanyak dua kali dalam satu tahun anggaran. Menurut Mardiasmo (2002:70) siklus anggaran daerah mempunyai 4 tahap yaitu: 1. Tahap persiapan anggaran 2. Tahap Ratifikasi 3. Tahap Pelaksanaan Anggaran 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Aggaran Siklus – siklus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Tahap Persiapan Anggaran Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran,
hendaknya
terlebih
dahulu
dilakukan
penaksiran
pendapatan secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang anggaran pengeluaran.
Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya faktor “uncertainty” (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, manajer keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu mata anggaran. Besarnya suatu mata anggaran sangat tergantung pada sistem angggaran yang digunakan. Besarnya mata anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan “lineitem budgeting,” akan berbeda pada “input-output budgeting,” “program budgeting,” atau “zero based budgeting”. Proses perencanaan APBD dengan paradigma baru menekankan pada pendekatan bottom-up planning dengan tetap mengacu pada arah kebijakan
pembangunan
pemerintah
pusat.
Arahan
kebijakan
pembangunan pemerintah pusat tertuang dalam dokumen perencanaan berupa GBHN, Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), Rencana Strategis (RENSTRA), dan Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA). Sinkronisasi perencanaan pembangunan yang digariskan oleh pemerintah pusat dengan perencanaan pembangunan daerah secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 105 dan 108 Tahun 2000. Pada pemerintah pusat, perencanaan pembangunan dimulai dari penyusunan PROPENAS yang merupakan operasionalisasi GBHN. PROPENAS tersebut kemudian dijabarkan dalam bentuk RENSTRA. Berdasarkan PROPENAS dan RENSTRA serta analisis fiskal dan makro ekonomi, kemudian dibuat persiapan APBN dan REPETA. Sementara itu, di tingkat daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 108 Tahun 2000 pemerintah daerah disyaratkan untuk membuat dokumen perencanaan daerah yang terdiri atas PROPEDA (RENSTRADA). Dokumen perencanaan daerah tersebut diupayakan tidak menyimpang jauh dari PROPENAS dan RENSTRA yang dibuat pemerintah pusat.
Dalam PROPEDA dimungkinkan adanya penekanan prioritas program pembangunan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah. PROPEDA (RENSTRADA) dibuat oleh pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD dalam kerangka waktu lima (5) tahun yang kemudian dijabarkan pelaksanaannya dalam kerangka tahunan. Rincian RENSTRADA untuk setiap tahunnya akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan REPETADA dan APBD. Berdasarkan RENSTRADA yang telah dibuat serta analisis fiskal dan ekonomi daerah, menurut ketentuan PP No. 105 Tahun 2000 pemerintah daerah bersama-sama dengan DPRD menetapkan Arah dan Kebijakan Umum APBD, setelah itu pemerintah daerah menetapkan Strategi
dan
Prioritas
APBD.
REPETADA
memuat
program
pembangunan daerah secara menyeluruh dalam satu tahun. REPETADA juga memuat indikator kinerja yang terukur untuk jangka waktu satu tahun. Pendekatan ini diharapkan akan lebih memperjelas program kerja tahunan pemerintah daerah, termasuk sasaran yang ingin dicapai dan kebijakan yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran tersebut. Proses perencanaan arah dan kebijakan pembangunan daerah tahunan (REPETADA) dan rencana anggaran tahunan (APBD) pada hakekatnya merupakan perencanaan instrumen kebijakan publik sebagai upaya
meningkatkan
pelayanan
kepada
masyarakat.
APBD
menunjukkan implikasi anggaran dari REPETADA yang telah dibuat. Dengan demikian, REPETADA merupakan kerangka kebijakan (policy framework) bagi penyediaan dana dalam APBD. 2. Tahap Ratifikasi Tahap berikutnya adalah budget ratification. Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki “managerial skill”
namun juga harus mempunyai “political skill,” “salesmanship,” dan “coalition building” yang memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif. 3. Tahap Pelaksanaan Anggaran Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer keuangan daerah adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan daerah dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem
akuntansi
yang
baik
meliputi
pula
dibuatnya
sistem
pengendalian intern yang memadai. 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran Tahap persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi terkait dengan aspek akuntabilitas. Jika tahap implemetasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap budget reporting and evaluation tidak akan menemui banyak masalah. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi informasi rinci kepada DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai. Penyusunan
dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Proses penyusunan anggaran mempunyai empat tujuan, yaitu: 1.
Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antarbagian dalam lingkungan pemerintah. 2. Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan. 3. Memungkinkan bagi pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja. 4. Meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPR/DPRD dan masyarakat luas. Penjelasan Siklus Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 1. Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait, antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha. 2. DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya. 3. Berdasarkan
Kebijakan
Umum
APBD
yang
telah
disepakati dengan DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.
4. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD. 5. RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD. 6. Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat
pengelola
keuangan
daerah
sebagai
bahan
penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya. 7. Pemerintah daerah mengajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. 8. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan
sebelum
dilaksanakan.
tahun
anggaran
Selanjutnya
Draft
yang
bersangkutan
Standar
Akuntansi
Pemerintahan telah menyusun bentuk Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (LRA) yang membandingkan antara anggaran dan realisasi APBD. 2.2.3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dalam melaksanakan pengurusan keuangan negara ini pemerintah
menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebagaimana dijelaskan dalam undang-undang nomor 25 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dinyatakan dalam pasal 1 butir (13):
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan daerah tahunan yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”. Rancangan APBD terbagi dalam dua sisi yaitu sebelah kiri adalah pendapatan dan sebelah kanan pengeluaran. Pendapatan dapat diperoleh dari pendapatan
asli
daerah,
pendapatan
yang
berasal
dari
pemberian
pemerintah/instansi yang lebih tinggi yang sekarang dikenal dengan dana perimbangan dan dana pinjaman daerah, pengeluaran dana dalam APBD ini secara garis besar dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, salah satu pengeluaran dalam APBD yang dianggarkan yaitu Anggaran Belanja Pembangunan. Anggaran Belanja Pembangunan disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat sesuai dengan tuntutan dan dinamika yang berkembang untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Menurut Abdul Halim(2004:140) definisi APBD adalah : “Rencana operasional Pemerintah Daerah yang dituangkan dalam rupiah, yang menunjukan estimasi belanja (pengeluaran) guna membiayai kegiatan Pemerintah Daerah tersebut dan estimasi pendapatan guna memenuhi belanja (Pengeluaran) tersebut, untuk satu peiode tertentu umumnya adalah 1 tahun”. 2.2.4 Prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah, maka dalam APBD tergambar semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kurun waktu satu tahun. Selain sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah, APBD merupakan instrumen dalam rangka
mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Sehubungan dengan hal tersebut agar APBD dapat berfungsi sebagai instrument untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan pemborosan sumberdaya, maka seluruh unsur penyelenggara pemerintahan daerah supaya mengambil langkah-langkah untuk mempercepat proses penyusunan dan pembahasan APBD agar persetujuan bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD atas rancangan peraturan daerah tentang APBD tahun 2007 dapat dicapai paling lambat satu bulan sebelum APBD dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam kaitan itu. maka penyusunan APBD agar memperhatikan prinsip sebagai berikut : a) Partisipasi Masyarakat Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD. b) Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap pengguna anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan. c) Disiplin Anggaran Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. 2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau
tidak
mencukupi
kredit
anggarannya
dalam
APBD/Perubahan APBD. 3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas urnurn daerah. d) Keadilan Anggaran Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan untuk membayar. Masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain daripada
itu
dalam
mengalokasikan
belanja
daerah,
harus
mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan. e) Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai. 2)
penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.
f) Taat Azas APBD sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
didalam
penyusunannya
harus
tidak
boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengandung arti bahwa apabila pendapatan, belanja dan pembiayaan yang dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tersebut telah sesuai dengan ketentuan undang-undang. peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, atau peraturan menteri/keputusan menteri/surat
edaran
menteri
yang
diakui
keberadaannya
dan
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundangundangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-undangan yang Iebih tinggi dimaksud mencakup kebijakan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum mengandung arti bahwa rancangan peraturan daerah tentang APBD Iebih diarahkau agar mencerminkan keberpihakan kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan membebani masyarakat. Peraturan daerah
tidak
boleh
menimbulkan
diskriminasi
yang
dapat
mengakibatkan ketidak adilan, menghambat kelancaran arus barang dan pertumbuhan
ekonomi
masyarakat,
pemborosan
negara/daerah,
memicu
ketidakpercayaan
masyarakat
keuangan kepada
pemerintah, dan mengganggu stabilitas keamanan serta ketertiban masyarakat
yang
secara
keseluruhan
mengganggu
jalannya
penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Tidak bertentangan dengan
peraturan daerah lainnya mengandung arti bahwa apabila kebijakan yang dituangkan dalam peraturan daerah tentang APBD tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan
ciri
khas
masing-masing
daerah.
Sebagai
konsekuensinya bahwa rancangan peraturan daerah tersebut harus sejalan dengan pengaturannya tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah dan menghindari adanya tumpang tindih dengan peraturan daerah lainnya, seperti: Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dsb. Dalam penyusunan APBD Tahun Anggaran 2007 tetap berorientasi pada anggaran berbasis kinerja/prestasi kerja yaitu suatu pendekatan penganggaran yang mengutamakan keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Dalam hal ini, setiap dana yang dianggarkan untuk melaksanakan program/kegiatan harus terukur secara jelas indikator kinerjanya yang direpresentasikan kedalam tolok ukur kinerja serta target/sasaran yang diharapkan. Selain dari pada itu, dalam APBD Tahun Anggaran 2007 tidak lagi dikenal adanya anggaran belanja publik dan belanja aparatur sebagaimana yang telah dilakukan selama ini. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, dalam menyusun APBD Tahun Anggaran 2007 ditekankan pada penyusunan anggaran yang terpadu (unified budgeting) dimana dalam penyusunan rencana keuangan tahunan dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. Penyusunan APBD secara terpadu selaras dengan penyusunan anggaran yang berorientasi pada anggaran berbasis kinerja/prestasi kerja.
Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menyusun APBD pada tahun anggaran 2007 yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA). Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai KUA antara pemerintah daerah dengan DPRD. Penyusunan prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai Prioritas Plafon Anggaran (PPA) antara pemerintah daerah dengan DPRD. Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD. Pembahasan RKA-SKPD oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan SKPD. Penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD. Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Berdasarkan kepada surat Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No.903/2735/SJ perihal” pedoman umum penyusunan dan pelaksanaan APBD tahun anggaran 2001, penyusunan APBD
hendaknya
mengacu pada norma dan prinsip anggaran sebagai berikut: 1.
Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran Transparansi tentang anggaran daerah merupakan salah satu persyaratan paling utama untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggungjawab mengingat anggaran daerah merupakan salah satu sarana evaluasi pencapaian kinerja dan tanggungjawab pemerintah mensejahterakan masyarakat, maka APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan/proyek yang dianggarkan.
2.
Disiplin Anggaran Anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan atas asas efisien,
tepat
guna,
dipertanggungjawabkan.
tepat
waktu,
dan
dapat
3.
Keadilan Anggaran Pembiayaan pemerintah daerah dilakukan melalui mekanisme pajak dan retribusi yang dipikul oleh segenap lapisan masyarakat untuk itu pemerintah wajib mengalokasikan penggunannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dan pemberian pelayanan.
4.
Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk
dapat
menghasilkan
peningkatan
pelayanan
dan
kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan perlu ditetapkan secara jelas tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang akan diperoleh
masyarakat
dari
suatu
kegiatan/proyek
yang
diprogramkan. 5.
Format Anggaran Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan Format Anggaran Defisit (Defisit Budget Format). Selisih antara pendapatan dan belanja mengakibatkan terjadinya surplus dan defisit anggaran, apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedangkan bila terjadi defisit, dapat ditutupi melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi melalui sumber
pembiayaan
pinjaman
perundang-undangan
yang
berlaku. Atas dasar asas umum pengelolaan keuangan daerah menurut Indra Bastian (2001:18) penyusunan APBD hendaknya mengacu pada norma dan prinsip anggaran sebagai berikut : 1. Asas alokasi dan distribusi yang adil. 2. Asas partisipasi (keterbatasan masyarakat) secara simultan. 3. Transparansi dan akuntabilitas anggaran.
4. 5. 6. 7. 8.
Disiplin dan tertib anggaran. Keadilan anggaran. Efisiensi dan efektivitas anggaran Format anggaran. Anggaran disusun dengan pendekatan pertanggungjawaban sementara analisis pelaksanaan dengan pendekatan hasil.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD) yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, member informasi rinci kepada DPR/DPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direnanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat, dan bagaimana program-program tersebut dibiayai. Penyusunan dan pelaksanaan anggaran tahunan merupakan rangkaian proses anggaran. Secara umum keterbatasan dari anggaran daerah yang ada selama ini adalah keterbatasan daerah dalam mengembangkan teknis perencanaan anggaran yang berorientasi pada pertanggungjawaban dan pengukuran atas kinerja. Oleh karenanya, dalam penyusunannya harus diperhatikan masalah yang menyangkut efesiensi alokasi (prioritas pembangunan) dan efektivitas distribusi (pembagian hasil pembangunan yang adil) untuk mencapai tujuan dan sasaran yang jelas. 2.2.5
Fungsi Anggaran Menurut Mardiasmo (2004:63) Fungsi Anggaran Sektor Publik adalah
sebagai berikut: 1.
Anggaran sebagai alat perencanaan (Planning Tool) Anggaran merupakan alat perencanaan manajemen untuk mencapai tujuan organisasi. Anggaran sektor publik dibuat untuk merencanakan tindakan apa yang akan dilakukan oleh pemerintah, berapa biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah tersebut. Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:
a.
Merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan.
b.
Merencanakan berbagai program dan kegiatan untuk mencapai
tujuan
organisasi
serta
merencanakan
alternative sumber pembiayaan. c.
Mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah disusun.
d.
Menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
2.
Anggaran sebagai alat pengendalian (Control Tool) Sebagai alat pengendalian, anggaran memberikan rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran pemerintah agar pembelanjaan yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa anggaran, pemerintah tidak dapat mengendalikan pemborosan-pemborosan pengeluaran. Anggaran sebagai instrument pengendalian digunakan untuk menghindari adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation) dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas. Anggaran merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau kegiatan pemerintah.
3.
Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal (fiscal Tool) Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Melalui anggaran publik tersebut dapat diketahui arah kebijakan fiscal pemerintah, sehingga dapat dilakukan prediksiprediksi dan estimasi ekonomi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, memfasilitasi, dan mengkoordinasikan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
4.
Anggaran sebagai alat politik (Political Tool) Anggaran digunakan untuk memutuskan prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas tersebut. Pada sektor publik, anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan tertentu. Anggaran bukan sekedar masalah teknis akan tetapi lebih merupakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, pembuatan anggaran publik membutuhkan
political
skill,coalition
building,
keahlian
bernegosiasi, dan pemahaman tentangt prinsip manajemen keuanagan publik oleh para manajer publik. Manajer publik harus sadar sepenuhnya bahwa kegagalan dalam melksanakan anggaran
yang
telah
disetujui
dapat
menjatuhkan
kepemimpinannya, atau paling tidak menurunkan kredibilitas pemerintah. 5.
Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi (Coordination and Communication Tool) Setiap unit kerja pemerintahan terlibat dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran publik merupakan alat koordinasi antar bagian dalam pemerintahan. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi. Disamping itu, anggaran publik juga berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja dalam lingkungan eksekutif. Anggaran harus dikomunikasikan
ke
seluruh
bagian
organisasi
untuk
dilaksanakan. 6.
Anggaran sebagai alat penilaian kinerja Anggaran merupakan wujud komitmen dari budget holder (eksekutif) kepada pemberi wewenang (legislatif). Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran
dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Kinerja manajer publik dinilai berdasarkan berapa yang berhasil ia capai dikaitkan dengan anggaran yang telah ditetapkan. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja. 7.
Anggaran sebagai alat motivasi (Motivation Tool) Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Agar
dapat
memotivasi
pegawai,
anggaran
hendaknya bersifat challenging but attainable atau demanding but achieveable. Maksudnya adalah target anggaran hendaknya jangan terlalu tinggi sehingga tidak dapat dipenuhi, namun juga jangan terlalu rendah sehingga terlalu mudah untuk dicapai. 8.
Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang publik Anggaran publik tidak boleh diabaikan oleh kabinet, birokrat, dan DPR/DPRD. Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi, dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran publik. Kelompok masyarakat yang terorganisir akan mencoba mempengaruhi anggaran pemerintah untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayakan aspirasinya melalui proses politik yang ada. Pengangguran, tuna wisma dan kelompok lain yang tak terorganisir akan dengan mudah dan tidak berdaya mengikuti tindakan pemerintah. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan suara mereka, maka mereka akan mengambil tindakan dengan jalan lain seperti dengan tindakan massa, melakukan boikot, vandalism, dan sebagainya.
2.3
Pendapatan Daerah Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening
kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Seluruh pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD dianggarkan secara bruto, yang mempunyai makna bahwa jumlah pendapatan yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan APBD sumber pendapatan daerah berasal dari: 1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari: a) Penetapan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah agar berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Undangundang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah. b) Dalam upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, agar tidak
menetapkan
kebijakan
pemerintahan
daerah
yang
memberatkan dunia usaha dan masyarakat. Upaya peningkatan pendapatan asli daerah dapat ditempuh melalui penyederhanaan sistem dan prosedur administrasi pemungutan pajak dan retribusi daerah, law enforcement dalam upaya membangun ketaatan wajib pajak dan wajib retribusi daerah serta peningkatan pengendalian dan pengawasan atas pemungutan pendapatan asli daerah untuk
terciptanya efektivitas dan efisiensi yang dibarengi dengan peningkatan
kualitas,
kemudahan,
ketepatan
dan
kecepatan
pelayanan dengan biaya murah. c) Dalam rangka pemungutan pajak daerah dapat diberikan biaya pemungutan paling tinggi sebesar 5% (lima persen) dari realisasi penerimaan pajak daerah yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan Pasal 76 Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Sedangkan khusus untuk alokasi biaya pemungutan PKB dan BBNKB agar berpedoman pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2004. d) Melakukan upaya peningkatan penerimaan bagian laba/deviden atas penyertaan modal atau investasi daerah lainnya yang dapat ditempuh melalui inventarisasi dan menata serta mengevaluasi nilai kekayaan daerah yang dipisahkan baik dalam bentuk uang maupun barang sebagai penyertaan modal (investasi daerah). Jumlah rencana penerimaan yang dianggarkan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, hendaknya mencerminkan rasionalitas dibandingkan dengan nilai kekayaan daerah yang dipisahkan yang ditetapkan sebagai penyertaan modal (telah diinvestasikan). Dalam upaya
peningkatan
PAD
pemerintah
daerah
supaya
mendayagunakan kekayaan daerah yang belum dipisahkan dan belum dimanfaatkan untuk dikelola atau dikeijasamakan pihak ketiga sehingga menghasilkan pendapatan. Penyertaan modal pada pihak ketiga ditetapkan dengan peraturan daerah. e) Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat dari penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan
barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil penggunaan kekayaaan daerah merupakan pendapatan daerah. 2. Dana Perimbangan Sambil menunggu penetapan pagu dana perimbangan tahun anggaran 2007, pemerintah daerah dapat menggunakan pagu definitif Dana Perimbangan Tahun Anggaran 2006. Untuk penyesuaian pagu definitif Dana Perimbangan Tahun Anggaran 2007 yang meliputi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH) ditampung di dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2007. 3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah a) Dana darurat yang diterima dari pemerintah dan bantuan uang dan barang dari badan/lembaga tertentu untuk penanggulangan bencana alam yang disalurkan melalui pemerintah daerah dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah. b) Hibah yang diterima baik berupa uang maupun barang dan/atau jasa yang dianggarkan dalam APBD harus didasarkan atas naskah perjanjian hibah daerah dan mendapat persetujuan DPRD. Penerimaan hibah yang berupa barang agar mempertimbangkan nilai manfaatnya sehingga dapat memberi manfaat yang optimal dan tidak membebani belanja daerah di kemudian hari. c) Sumbangan yang diterima dari organisasl/ lembaga tertentu/ perorangan atau pihak ketiga, yang tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran maupun pengurangan kewajiban pihak ketiga/pemberi sumbangan diatur dalam peraturan daerah. d)
Lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah termasuk dana penyesuaian dan dana otonomi khusus dianggarkan pada lain-lain pendapatan daerah yang sah.
2.4
Pengendalian
2.4.1
Pengertian Pengendalian Menurut Supriyono (2000:19) pengendalian adalah: “Proses mengarahkan kegiatan yang menggunakan berbagai sumber ekonomis agar sesuai dengan rencana sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.” pengertian pengendalian menurut Welsch dan kawan-kawan (2000:3)
adalah: “Suatu proses untuk menjamin terciptanya kinerja yang efisien yang memungkinkan tercapainya tujuan perusahaan. Kegiatan ini mencakup; a) menetapkan tujuan dan standar, b)membandingkan kinerja yang diukur dengan tujuan standar yang telah ditetapkan, dan c) menekankan pencapaian sukses dan upaya untuk memperbaiki kesalahan.” Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengendalian merupakan suatu aktivitas untuk mengetahui dan mengoreksi adanya penyimpangan atas hasil yang direncanakan. 2.4.2
Proses Pengendalian Manajemen di Pemerintah Daerah Proses pengendalian manajemen di pemerintah daerah dapat dilakukan
dengan menggunakan saluran komunikasi formal maupun informal. Menurut Mardiasmo (2004:50) Saluran komunikasi formal terdiri dari aktivitas formal dalam organisasi yang meliputi: 1.
Perumusan Strategi Perumusan strategi merupakan proses penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, target, arah dan kebijakan, serta strategi organisasi. Perumusan strategi merupakan tugas dan tanggung jawab manjemen puncak. Dalam organisasi pemerintahan, perumusan strategi dilakukan oleh dewan legislatif yang hasilnya berupa Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang akan menjadi acuan bagi eksekutif dalam bertindak.
2.
Perencanaan Strategik Perencanaan strategik adalah proses penentuan program-program, aktivitas, atau proyek yang akan dilaksanakan oleh suatu organisasi dan penentuan jumlah alokasi sumber daya yang akan dibutuhkan. Perbedaannya dengan perumusan strategi adalah perumusan strategi merupakan proses untuk menentukan strategi, sedangkan perencanaan strategik adalah proses menentukan bagaimana mengimplementasikan strategi tersebut. Hasil perencanaan strategik berupa rencana-rencana strategik. Dalam proses perumusan strategi, manajemen memutuskan visi, misi, dan tujuan organisasi serta strategi untuk mencapai tujuan organisasi. Perencanaan strategik merupakan proses menurunkan strategi dalam bentuk program-program.
3.
Penganggaran Tahap penganggaran dalam proses pengendalian manajemen merupakan tahap yang dominan. Proses penganggaran di dalam pemerintah daerah memiliki karakteristik yang agak berbeda dengan penganggaran pada sektor swasta. Perbedaan tersebut terutama adalah adanya pengaruh politik dalam proses penganggaran.
4.
Penilaian Kinerja Penilaian manajemen
kinerja yang
merupakan dapat
bagian
digunakan
dari
proses
pengendalian
sebagai
alat
pengendalian.
Pengendalian manajemen melalui sistem penilaian kinerja dilakukan dengan cara menciptakan mekanisme reward & punishment. Sistem pemberian
penghargaan
(rewards)
dan
hukuman
(punishment)
digunakan sebagai pendorong bagi pencapaian strategi. Sistem penilaian kinerja dan mekanisme reward & punishment harus didukung dengan manajemen kompensasi yang memadai. Manajemen kompensasi merupakan mekanisme penting untuk mendorong dan memotivasi manajer untuk mencapai tujuan organisasi. Insesntif positif bagi pencapaian tujuan disebut penghargaan (reward), sedangkan insentif
negatif jika tujuan tidak tercapai disebut hukuman (punishment). Peran penting adanya penghargaan (rewards) dalam sebuah organisasi adalah untuk mendorong tercapainya tujuan organisasi dan untuk menciptakan kepuasan bagi setiap individu. Pemberian imbalan (reward) dapat berupa finansial dan nonfinansial seperti pshycological rewad dan social reward. Imbalan atau penghargaan yang sifatnya finansial misalnya berupa kenaikan gaji, bonus, dan tunjangan. Imbalan yang bersifat psikologis dan sosial misalnya berupa promosi jabatan, penambahan tanggung jawab dan kepercayaan, otonomi yang lebih besar, penempatan kerja di lokasi yang lebih baik, dan pengakuan. Mekanisme pemberian sanksi dan hukuman untuk kondisi tertentu diperlukan. Namun, orientasi penilaian kinerja hendaknya lebih diarahkan pada pemberian penghargaan (reward oriented). 2.5
Pengertian Efektivitas Sektor publik sering dinilai sebagai sarang inefisiensi, pemborosan,
sumber kebocoran dana, dan institusi yang selalu merugi. Tuntutan baru muncul agar organisasi di Pemerintah Daerah memperhatikan value for money dalam menjalankan aktivitasnya. Salah satu elemen utama value for money adalah efektivitas. Pengertian efektivitas menurut Mardiasmo (2004:4) adalah: “Tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.” “Outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu, outcome seringkali dikaitkan dengan tujuan atau target yang hendak dicapai.”
“Sedangakan output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijakan.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa efektivitas menitik beratkan pada tingkat keberhasilan organisasi dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini berarti penilaian efektivitas didasarkan pada sejauh mana tujuan organisasi dapat dicapai. 2.6
Peranan
Anggaran
Pendapatan
Daerah
dalam
Menunjang
Efektivitas Pengendalian Pendapatan Asli Daerah Anggaran
pendapatan
daerah
adalah
salah
satu
alat
untuk
mengendalikan pendapatan asli daerah tanpa adanya anggaran pendapatan tersebut maka pendapatan asli daerah tidak akan berjalan dengan efektif karena anggaran pendapatan daerah merupakan rencana kegiatan tahunan daerah yang dinyatakan dalam ukuran finansial untuk jangka waktu tertentu dalam memperoleh pendapatan serta dalam rangka belanja pembangunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendapatan asli daerah harus direncanakan secara matang karena merupakan salah satu penerimaan yang sangat diandalkan oleh suatu daerah oleh karena itu anggaran pendapatan daerah harus disusun secara memadai karena dapat menunjang efektivitas pendapatan asli daerah, memadai disini maksudnya adalah segala kegiatan atau aktivitas yang diperlukan dan penting harus dicantumkan di dalam anggaran serta mencantumkan juga jumalah nominalnya.
Efektivitas pendapatan asli daerah sangat tergantung pada penyusunan anggaran pendapatan daerah yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat, apabila anggaran pendapatan daerah disusun berdasarkan prinsip-prinsip yang ada maka pengendalian pendapatan asli daerah akan berjalan dengan efektif.