Bab II Tinjauan Pustaka
II. 1
Bahan Bakar Diesel
Bahan bakar diesel adalah bahan bakar hasil dari destilasi bertingkat dari minyak bumi, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel. Akan tetapi pengertian ini bergeser dengan adanya perkembangan energi alternatif seperti biodiesel atau biomass to liquid (BTL) atau gas to liquid (GTL). Mesin diesel pertama kali ditemkan oleh Rudolf Diesel pada tahun 1890 menggunakan minyak biji kacang sebagai bahan bakar. Namun penggunaan diesel berbahan bakar dari minyak fosil lebih marak, karena selain lebih ekonomis, juga tidak mengganggu ketersediaan bahan pangan. berkurangnya
cadangan
minyak
fosil,
Akan tetapi dewasa ini dengan maka
diperlukan
upaya
untuk
memanfaatkan sumber daya yang bersifat dapat diperbaharui seperti minyak nabati dan minyak hewani.6 II.1.1 Petrodiesel Minyak diesel atau solar adalah hasil destilasi dari minyak fosil yang kadangkadang disebut sebagai petrodiesel.
Petrodiesel adalah suatu campuran
hidrokarbon dari crude oil pada suhu antara 200 oC hingga 350 oC pada tekanan atmosfir.7 Massa jenis minyak diesel ini adalah 850 g/liter dan ketika dibakar akan menghasilkan energi sebesar 0,9 MJ/liter. Petrodiesel ini umumnya lebih mudah disuling dari pada minyak tanah, sehingga mestinya harganya lebih murah dari minyak tanah, tetapi tenaga diesel lebih besar 40 % dari minyak tanah.6 II.1.2 Biodiesel Biodiesel adalah suatu alkil ester yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati atau minyak hewani yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel tanpa memerlukan modifikasi
5
mesin atau menggunakan converter kit terlebih dahulu. Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi penggantian gugus alkohol dari ester dengan menggunakan alkohol lain dalam proses yang mirip dengan reaksi hidrolisis. Hanya bedanya dengan hidrolisis adalah proses ini menggunakan alkohol. Reaksi transesterifikasi ini dapat berlangsung bila menggunakan suatu katalis.
Dewasa ini berbagai
katalis sudah banyak ditemukan dan dicoba, antara lain katalis asam atau basa; katalis biologis dan katalis menggunakan gula.
Gambar 2. 1 Biodiesel Biodiesel harus mempunyai karakteristik yang serupa dengan petrodiesel atau solar, karena akan digunakan sebagai bahan bakar pada mesin solar. Bahkan biodisel harus mempunyai beberapa keunggulan dari petrodisel, agar cukup alasan untuk beralih menggunakan bahan bakar biodiel.
Dari berbagai penelitian
ternyata ditemukan berbagai keunggulan biodiesel dari petrodiesel, antara lain memiliki bilangan asap (smoke number) yang rendah, bebas sulfur, memiliki sifat pelumasan terhadap mesin, memiliki bilangan setana (cetana number) yang tinggi dan secara alami dapat terbiodegardasi sehingga mempunyai tingkat pencemaran yang rendah.
II.2
Minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel
Bila kita coba telusuri dari berbagai sumber, tahulah kita bahwa kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari kawasan tropis Afrika, yang tersebar di hutan hujan Sierra Leone hingga Republik Demokratis Kongo. Pertama kali dibawa ke
6
Bogor pada tahun 1948 dan sampai awal tahun 1970-an, penanamannya didominasi oleh perusahaan besar.8 Saat ini, Indonesia dikenal sebagai produsen terbesar produk kelapa sawit, nomor dua setelah Malaysia. Banyak kalangan memperkirakan bahwa di masa depan, Indonesia akan menjadi produsen produk kelapa sawit terbesar di dunia. Alasan utamanya, masih tersedianya lahan yang sangat luas dibanding ketersediaan lahan di negeri jiran, Malaysia, dan tingkat produktivitas yang semakin meningkat. Pertumbuhan luas area kebun sawit sejak tahun 1994-2006 mencapai rata-rata 200 ribu hektar/tahun. Saat ini produsen kelapa sawit di Tanah Air terbagi menjadi tiga golongan: Perkebunan Rakyat (Smallholder) sekitar 34% dari total area, Perkebunan Pemerintah (Public Plantation) sekitar 12%, dan Perkebunan Swasta Besar (Private Plantation) sekitar 54%. Perkebunan Rakyat mulai masuk ke bisnis ini pada tahun 1975 dan dilaksanakan dalam skema Perkebunan Inti Rakyat (PIR).7 Minyak nabati merupakan trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan metanol akan menghasilkan, gliserin, metil stearat, metil oleat. Metil oleat atau biodiesel dan gliserin harus dipisahkan melalui suatu tangki-pengendap. Setelah gliserin dipisahkan larutan dicuci dengan air dan selanjutnya didistilasi sehingga menghasilkan biodiesel sesuai standard yang diinginkan. Lebih dari 50 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak nabati dan dapat dipergunakan sebagai bahan baku bahan bakar nabati, sebagian dari tanaman tersebut dapat dikonsumsi manusia dan sebagian lainnya tidak dapat dikonsumsi manusia sebagai makanan seperti jarak pagar, minyak kastor dan lain-lain. Dari seluruh jenis tanaman tersebut yang mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai biofuel dan saat ini telah mulai dibudidayakan ialah kelapa sawit, dan jarak pagar.4 Berdasarkan pengamatan industri minyak kelapa sawit di seluruh Indonesia diperkirakan seluruh jenis kelapa sawit di Indonesia diharapkan dapat dipakai sebagai bahan baku industri biodisel. Mengingat CPO saat ini telah mempunyai pasar sendiri yaitu untuk pembuatan minyak goreng, maka CPO sebagai bahan baku biofuel harus dari hasil areal kelapa sawit baru. Luas areal Kelapa Sawit di Indonesia tahun 2004 menunjukkan angka 5,24 Juta Hektar, dimana Sumatera sebesar 4,19 juta Hektare dan Kalimantan seluas 1,050 Juta Hektare. Berbagai
7
pihak mengharapkan pembukaan areal kelapa sawit adalah dengan memanfaatkan lahan kritis yang cukup luas di Indonesia, misalnya di Kalimantan Timur luas lahan kritis mencapai 6,4 juta hektar.3 Tabel 2. 1 Komposisi asam lemak kelapa sawit
Asam Lemak
jumlah (%)
Kaprilat
-
Kaproat
-
Miristat
1,0
Palmitat
42,8
Stearat
4,5
Oleat
40,5
Laurat
0,1
Linoleat
10,1
Linolenik
0,2 Sumber : Kincs, 1985
Dilihat dari segi harga biodiesel kelapa sawit masih belum dapat bersaing, yaitu sekitar Rp. 6.000 per liter dengan harga CPO per liter Rp. 3.500, sedangkan harga keekonomisan minyak solar masih lebih rendah yaitu Rp. 5.750 per liter. Masalah yang timbul pada proses transestrifikasi dengan metoda relatif mahal, disamping itu hasil samping gliserin harus diproses lagi agar dapat dimanfaatkan lagi untuk industri terkait lainnya. Produk akhir yaitu biodiesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel menghasilkan emisi NOx sedikit lebih tinggi dari minyak diesel, tetapi emisi CO yang lebih rendah dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan dalam pemanfaatan BBM.3 II.3
Proses Pembuatan Minyak Nabati Menjadi Biodiesel
Biodiesel adalah suatu bahan bakar yang tidak berbasis pada minyak fosil yang berisi ester-ester alkil yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi dari trigliserida-
8
trigliserida atau esterifikasi asam lemak bebas dengan alkohol-alkohol dengan bobot molekul yang rendah. Besarnya arus dan pembakaran dari biodiesel setara dengan diesel yang berbasis minyak fosil, oleh karena itu dapat digunakan juga sebagai pengganti minyak diesel. Sebagai perbandingan, biodiesel murni (B100) dapat menghasilkan 90% energi, diesel normal kinerja mesinnya hampir menggunakan istilah tenaga putaran mesin dan daya kuda. Biodiesel, adalah sumber bahan bakar alternatif terbuat dari sumber daya yang dapat diperbaharui, tidak beracun dan biodegradabel, dan alam mempunyai titik nyala yang lebih tinggi dibanding bahan bakar diesel normal.
H2C
katalis HC H2C
OCOR''
+
3 ROH
OCOR'''
Trigliserida
H2C
ROCOR'
OCOR'
alkohol
ROCOR''
+
HC
ROCOR'''
H2C
campuran alkil ester
gliserol
OH OH OH
Gambar 2. 2 Reaksi transesterifikasi dari trigliserida
Biodiesel sebagai suatu minyak nabati, tidak beracun dan dapat terbiodegradasi, mempunyai emisi rendah, sehingga ramah lingkungan. Karena mempunyai sifat dan daur karbon yang struktural dengan alam, biodiesel adalah bahan bakar yang tidak berperan pada efek rumah kaca. Sayangnya, biodiesel tidak memiliki senyawa aromatik dan mengandung oksigen 10–11%, menyebabkan kekentalan bahan bakar dari minyak nabati ini beberapa kali lebih tinggi dibandingkan dengan minyak diesel, dan kekentalan yang lebih tinggi ini mempengaruhi besarnya arus dari bahan bakar, seperti percikan pengabutan, penguapan, dan meningkatkan pencampuran uap bahan bakar di dalam ruang pembakaran. Oleh karena itu, perlu perlakuan untuk mengurangi kekentalan bahan bakar minyak nabati, seperti pemanasan, mencampur dengan minyak diesel, perengkahan termal, dan melakukan reaksi transesterifikasi. Dengan mengurangi kekentalan biodiesel, mesin-mesin injeksi menjadi lebih bersih. Disamping itu, karena tidak ada perubahan karbondioxida pada silinder dan piston, biodiesel bisa digunakan
9
secara langsung pada mesin diesel tanpa adanya modifikasi substansial pada mesin. Biodiesel juga tidak mengandung unsur belerang, sehingga menjadi sangat menguntungkan bila peraturan lingkungan di masa depan diberlakukan. Akan tetapi biodiesel mempunyai kira-kira 12% penurunan nilai kalor dibandingkan dengan minyak diesel fosil, dan ini berdampak cukup penting pada kemampuan kerja mesin, karenanya perlu studi lebih gigih untuk meningkatkan mutu biodiesel.7 Adapun sifat fisika dari produk reaksi transesterifiikasi terlihat seperti Tabel 2.2 Tabel 2. 2 Sifat fisika dari produk reaksi transesterifikasi
Nama
Berat jenis
Titik
Titik didih
Kelarutan (>10%)
g/mL
lebur (oC)
(oC)
Metil miristat
0,875
18,8
-
-
Metil
0,825
30,6
196,0
Asam,benzena,EtOH
Metil stearat
0,850
38,0
215,0
Et2O, cloroform
Metil oleat
0,875
-19,8
190,0
EtOH,Et2O
Metanol
0,792
-97,0
64,7
H2O,eter, EtOH
Etanol
0,789
-112,0
78,4
H2O(∞),eter(∞)
Gliserol
1,260
17,9
290,0
H2O,EtOH
palmitat
Sumber : Zhang, 1994 Produksi biodiesel dari minyak nabati yang umum dilaksanakan yaitu melalui proses yang disebut dengan transesterifikasi. Transesterifikasi adalah proses kimiawi yang mempertukarkan grup alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol. Untuk mempercepat reaksi ini diperlukan bantuan katalisator berupa biasanya oleh suatu asam atau basa. Senyawa ini dapat digunakan sebagai katalis pada reaksi transesterifikasi, karena dapat bertindak sebagai asam lewis sehingga dapat mendonorkan proton yang dimilikinya kepada grup alkoksi sehingga lebih reaktif. Pada minyak nabati, cukup banyak terkandung asam lemak. Secara kimiawi, asam lemak ini merupakan senyawa gliserida. Pada proses transesterifikasi senyawa gliserida ini dipecah menjadi monomer senyawa ester dan gliserol, dengan
10
penambahan alkohol dalam jumlah yang banyak dan bantuan katalisator. Senyawa ester, pada tingkat tertentu inilah yang menjadi biodiesel.8 Pada reaksi transesterifikasi untuk memproduksi biodiesel, suhu dijaga sedikit di atas titik didih alkohol untuk mempercepat reaksi, tetapi demi pertimbangan keamanan disarankan pada suhu kamar hingga suhu 55 °C, selama 1 sampai dengan 8 jam. Digunakan alkohol berlebihan untuk memastikan semua lemak atau minyak menjadi ester.
Hasil samping yang berupa gliserin, katalisator dan
sabun-sabun dinetralkan dengan asam. Biodiesel yang diperoleh dicuci dengan air hangat untuk menghilangkan katalisator atau sabun yang tersisa.
Secara
kimiawi, produksi biodiesel melibatkan reaksi transesterifikasi meliputi suatu campuran dari ester-ester alkil mono dari zat asam yang mengandung lemak rantai panjang. Bahan yang paling umum digunakan adalah metanol untuk menghasilkan metil ester dari alkohol yang termurah, meskipun etanol dapat digunakan untuk menghasilkan etil ester biodiesel, dan alkohol-alkohol yang lebih tinggi seperti isopropanol dan butanol. Penggunakan alkohol-alkohol dengan massa molekul yang lebih tinggi akan memperbesar cold-flow dari ester yang dihasilkan, tetapi mengorbankan reaksi transesterifikasi yang kurang efisien. Setiap asam lemak bebas di dalam minyak akan menjadi sabun dan keluar dari proses. Produk samping proses transesterifikasi ini adalah gliserol. Pada setiap produksi 1 ton biodiesel akan dihasilkan 100 kg dari gliserol. Banyak riset sedang marak diselenggarakan untuk menggunakan gliserol ini sebagai polimer dan bahan kimia.10 Secara umum tahap-tahap pembuatan biodiesel dari minyak nabati diperlihatkan seperti Gambar 2.3.
11
Minyak nabati
katalis
Pemanasan
metanol
pencampuran
TRANSESTERIFIKASI
PEMISAHAN
gliserol
Biodiesel kasar RECOVERY METANOL pemurnian
BIODIESEL Gambar 2. 3 Tahapan pembuatan biodiesel
Begitu reaksi ini lengkap, akan diperoleh dua produk utama yakni gliserin dan biodiesel. Masing-masing mengandung jumlah yang substansial dari kelebihan metanol yang digunakan dalam reaksi. Tahap pemisahan gliserin jauh lebih rumit dibanding tahap pemisahan biodiesel. Begitu gliserin dan biodiesel telah terpisah, kelebihan alkohol pada setiap tahap dipisahkan dengan penyulingan. Hasil samping yang berisi gliserin, katalisator dan sabun-sabun yang tak terpakai dinetralkan dengan asam. Biodiesel yang diperoleh segera dicuci dengan air hangat untuk menghilangkan katalisator atau sabun yang tersisa, lalu dikeringkan dan dialirkan ke ruang simpan. Hasil sampingan gliserin menghasilkan 80-88% kemurnian yang siap untuk dijual sebagai gliserin yang kasar. Di dalam teknik pengolahan yang lebih canggih, gliserin itu disaring dan dimurnikan sampai 99% dan dijual untuk industri farmasi dan kosmetika.
12
Sebelum digunakan sebagai suatu bahan bakar komersil, produk biodiesel ini harus dianalisa dengan peralatan analitis yang canggih untuk memastikan spesifikasi yang diperlukan telah memenuhi standar. Adapun aspek yang penting dari produksi biodiesel untuk memastikan bebas gangguan di dalam mesin diesel adalah: reaksinya sudah lengkap, bebas gliserin, bebas katalisator, bebas alkohol dan tidak mengandung asam lemak bebas.2
II.4
Senyawa Organotimah sebagai Katalis Produksi Biodiesel
Senyawa komplek organotimah, Sn(C6H5O3)22H2O dapat mengkatalisis untuk reaksi-reaksi poliesterifikasi dalam asam tereftalat dan poliol, seperti neopentil gligol dan trimetilol propan. Komplek ini sangat aktif untuk bobot molekular yang rendah pada pembentukan polimer. Pengkelat logam transisi yang menggunakan ligan OˆO, seperti karboksilat, di-keton dan quinon, telah lama dikenal penggunaanya baik secara kimiawi dan biologi. Sebagai contoh, quinon dan turunanya digunakan sebagai zat anti tuberkulosa dan anti bakteria. Sedangkan diketon dan karboksilat-karboksilat digunakan untuk pendimeran, telomerisasi, oksidasi dan oligomerisasi olefin dan diena. Suatu ligan quinon digunakan sebagai precursor katalisator untuk polimerisasi diena, yang menunjukkan selektifitas yang tinggi karena dapat mendelokalisasi electron π. Pada kelompok katalisatorkatalisator potensial untuk esterifikasi, Sn2+menunjukkan sifat sebagai suatu katalisator yang baik untuk reaksi poliesterifikasi.
Senyawa-senyawa timah
dilaporkan memiliki aktivitas yang baik pada reaksi-reaksi esterifikasi, antara lain timah (II) oksida dan timah (IV) oksida, timah oksalat, timah karboksilat dan senyawa-senyawa alkil.9 Reaksi sintesis senyawa organo timah seperti pada Gambar 2.4, sebagai berikut : O O
+
2
O O
+ NaOH
OH
SnCl2
Sn - NaCl
O O
O
Gambar 2.4: Reaksi sintesis senyawa organo timah
13
O
Bahan-bahan yang digunakan untuk mensintesis senyawa organotimah adalah timah (II) klorida, 3-hidroksi-2-metil-4-piron dan NaOH komersil tanpa pemurnian. Cara pembuatan senyawa ini adalah sebanyak 50 mmol dari ligan (3hidroksi-2-metil-4-piron) dan 50 mmol NaOH dilarutkan dalam 200 mL aqua DM. Kepada larutan ini, sebanyak 25 mmol timah (II) klorida dilarutkan dalam 200 mL aqua ditambahkan perlahan-lahan sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Campuran ini dipanaskan pada 50o C selama 30 menit lalu disimpan dalam lemari es selama semalam. Zat hasil dipisahkan dengan filtrasi, lalu dicuci beberapa kali dengan air suling dan dikeringkan dalam desikator vakum yang berisi silica gel. Sebanyak 7,93 gram (0,43 mmol atau 43%) dari senyawa komplek Sn(C6H5O3)2.2H2O akan diperoleh. Senyawa komplek ini berwarna putih mutiara yang dapat larut dalam dimetilsulfoksida (DMSO) dan dimetilformamida (DMF).9
II.5
Uji Kromatografi Gas pada Biodiesel
Kromatografi gas adalah metoda yang digunakan untuk analisa dari biodiesel yang menghendaki ketelitian tinggi di dalam mengukur komponen-komponen kecil. Ketelitian dari analisis GC dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti gerak base-line, overlap signal, dan lain-lain. Pemakaian kapiler digunakan untuk menentukan kuantitas triasilglicerol.
Sampel
diperlakukan
kromatografi gas
ester-ester mono–, di–, dan
dengan
N,O–bis(trimetilsilil)
trifluorasetamida (BSTFA) untuk merespon turunan trimetilsilil (TMS)
dari
golongan hidroksi. Derivatisasi pada turunan TMS ini penting karena akan memperbaiki
keragaman kromatografik dari bahan yang hidroksilat dan
penggabungan spektrometer massa dan memudahkan
penafsiran spektra
massanya. Pemakaian GC untuk analisa biodiesel lebih jauh dilakukan oleh detektor
flame–ionisasi
(FID),
meskipun
pemakaian
detektor
massa
spektrometrik (MSD) akan mengurangi kerancuan sifat alami bahan-bahan eluen karena spectra massa unik senyawa individu akan diperoleh. Analisa GC juga dapat menentukan zat pencemar potensial lain, seperti bebas metanol.10
14
gliserol atau
Reaksi transesterifikasi minyak menghasilkan suatu bahan bakar dengan suatu kekentalan yang rendah, titik nyala rendah, titik didih rendah dan konsentrasi trigliserida rendah pula.
Ukuran bebas gliserol dihubungkan dengan
sistem
bahan bakar menyimpan injektor, jumlah gliserol yang bebas dan yang terikat mencerminkan mutu bahan bakar.11 Di dalam suatu penelitian, teknik kromatografi bisa digunakan untuk:
menetapkan kemurnian dan keaslian bahan dasar dan pereaksi
untuk memonitor reaksi, terutama dalam reaksi-reaksi baru, atau di dalam kondisi optimisasi dari suatu percobaan untuk mencapai
%hasil yang
mungkin paling tinggi
untuk memeriksa prosedur-prosedur isolasi dan pemurnian
untuk pemisahan campuran-campuran produk dari proses penyulingan, rekristalisasi, atau sublimasi
untuk memeriksa lebih lanjut kemurnian produk dengan tetapan fisika misalnya titik leleh, titik didih, dan lain-lain. 12
15