BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Persediaan (Inventory) Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan atau digunakan untuk dijual pada periode mendatang, yang dapat berbentuk bahan baku yang disimpan untuk diproses, barang dalam proses manufaktur dan barang jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses. Persediaan diterjemahkan dari kata “inventory” yang merupakan timbunan barang (bahan baku, komponen, produk setengah jadi, atau produk akhir, dll) yang secara sengaja disimpan sebagai cadangan (safety atau buffer-stock) untuk manghadapi kelangkaan pada saat proses produksi sedang berlangsung. Untuk lebih jelasnya mengenai persediaan, maka akan dipaparkan pengertian persediaan. Pengertian persediaan akan dijelaskan dari beberapa defenisi berikut. 1. Starr dan Miller (1997:3) menjelaskan bahwa inventory is theory hardly enquires education and inventory immediately brings to minds a stock of some kind of physical commodity. 2.
Rangkuti (2007:2) menyatakan bahwa persediaan adalah bahan-bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu.
3. Baroto (dalam Riggs, 1976) menyatakan bahwa persediaan adalah bahan mentah, barang dalam proses (work in process), barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah material yang berupa bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi yang disimpan dalam suatu tempat atau gudang dimana barang tersebut menunggu untuk diproses atau diproduksi lebih lanjut.
6
7
2.2 Penyebab Persediaan Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Menurut Baroto (2002:53) mengatakan bahwa penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut. 1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelummya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan. 2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian Ketidakpastian terjadi akibat: permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan. 3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang. 2.3 Jenis-Jenis Persediaan Setiap jenis persediaan memiliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Rangkuti (2007:15) memaparkan persediaan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis. 1. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang digunakan dalam proses produksi. 2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri
dari komponen-komponen yang
diperoleh dari perusahaan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
8
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi. 5. Persediaaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirim kepada pelanggan. 2.4 Fungsi-Fungsi Persediaan Pada prinsipnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya operasi perusahaan/pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk memproduksi barang-barang serta menyampaikannya pada para pelanggan atau konsumen. Rangkuti (2007:15) menjelaskan adapun fungsi-fungsi persediaan oleh suatu perusahaan/pabrik adalah sebagai berikut. 1. Fungsi Decoupling Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock. 2. Fungsi Economic Lot Sizing Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau potongan pembeliaan, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih
9
besar dibandingkan biaya- biaya yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi, resiko, dan sebagainya). 3. Fungsi Antisipasi Apabila perusahan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman (seasional inventories). 2.5 Pengertian Pengendalian Persediaan Pengendalian persediaan (Inventory Control) adalah penentuan suatu kebijakan pemesanan dalam antrian, kapan bahan itu dipesan dan berapa banyak yang dipesan secara optimal untuk dapat memenuhi permintaan, atau dengan kata lain, pengendalian persediaan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk menentukan tingkat optimal dengan biaya persediaan yang minimum sehingga perusahaan dapat berjalan lancar. Masalah penentuan besarnya persediaan merupakan masalah yang penting bagi perusahaan. Karena persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan perusahaan. Adanya persediaan bahan baku yang terlalu besar dibandingkan kebutuhan perusahaan akan menambah beban bunga, biaya penyimpanan dan pemeliharaan dalam gudang, serta kemungkinan penyusutan dan kualitas yang tidak bisa dipertahankan, sehingga akan mengurangi keuntungan perusahaan. Sebaliknya persediaan bahan yang terlalu kecil akan mengakibatkan kemacetan dalam produksi, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian juga. Apabila persediaan bahan terlalu besar atau penentuan tingkat persediaan yang salah dapat berakibat buruk dan menimbulkan perusahaan antara lain disebabkan oleh: 1. penimbunan persediaan mengakibatkan modal tertanam terlalu besar, 2. keputusan memesan atau membeli barang berulang-ulang dalam jumlah kecil mengakibatkan biaya pemesanan menjadi besar, 3. kekurangan persediaan yang mengakibatkan terhambatnya kegiatan produksi,
10
1. ongkos persediaan, 2. resiko kerusakan bahan. Sebaliknya, apabila persediaan bahan yang terlalu kecil maka akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan antara lain disebabkan oleh: 1. kemacetan dalam produksi, 2. ongkos pemesanan, 3. ongkos kekurangan persediaan. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku adalah: 1. perkiraan pemakaian, 2. harga bahan baku, 3. biaya-biaya dari persediaan, yang meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, 4. pemakaian senyatanya, artinya pemakaian yang real yang sesuai dengan data perusahaan, 5. waktu tunggu (lead time), yaitu waktu yang diperlukan untuk memesan barang sampai barang tersebut tiba.Waktu tunggu ini tidak selamanya konstan, cenderung bervariasi karena tergantung dari jumlah barang yang dipesan dan waktu pemesanan. 2.6 Tujuan Pengendalian Persediaan Divisi yang berbeda dalam industri manufaktur akan memiliki tujuan pengendalian persediaan yang berbeda. Menurut Ginting (2007:125) menjelaskan bahwa tujuan dari pengendalian persediaan adalah: a. pemasaran
ingin
melayani
konsumen
secepat
mungkin
sehingga
menginginkan persediaan dalam jumlah yang banyak, b. produksi ingin beroperasi secara efisien. Hal ini mengimplikasikan order produksi yang tinggi akan menghasilkan persediaan yang besar (untuk mengurangi setup mesin). Di samping itu juga produk menginginkan persediaan bahan baku, setengah jadi atau komponen yang cukup sehingga proses produksi tidak terganggu karena kekurangan bahan,
11
c. personalia (personel and industrial relationship) menginginkan adanya persediaan untuk mengantisipasi fluktuasi kebutuhan tenaga kerja dan PHK tidak perlu dilakukan. 2.7 Komponen Biaya Persediaan Salah satu tujuan persediaan adalah mendapatkan biaya yang minimum. Oleh karena itu, menurut Nasution dan Prasetyawan (2008:121) dalam menentukan biaya persediaaan perlu diketahui bahwa biaya-biaya yang mencakup dalam persediaan sebagai berikut. 1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata- rata persediaan semakin tinggi. Biayabiaya yang termassuk sebagai biaya penyimpanan adalah: a. biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya), b. biaya modal (opportunity costs of capital), yaitu alternative pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan, c. biaya keusangan, d. biaya penghitungan fisik, e. biaya asuransi persediaan, f. biaya pajak persediaan, g. biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan, h. biaya penanganan persediaan dan sebagainya. Biaya-biaya tersebut di atas merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat persediaan. Apabila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak variabel, tetapi tetap, maka tidak dimasukkan dalam biaya penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan berkisar antara 12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaaan manufakturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen.
12
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs). Biaya-biaya ini meliputi: a. pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, b. upah, c. biaya telepon, d. pengeluaran surat menyurat, e. biaya pengepakan dan penimbangan, f. biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, g. biaya pengiriman ke gudang, h. biaya utang lancar dan sebagainya. Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan. 3. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) Adalah biaya yang timbul apabila persiapan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut: a. kehilangan penjualan, b. kehilangan pelanggan, c. biaya pemesanan khusus, d. biaya ekspedisi, e. selisih harga, f. terganggunya operasi, g. tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya. Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktik, terutama karena kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara objektif.
13
2.8 Sistem Pengendalian Persediaan Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang berhubungan dengan persediaan menjadi output, dimana untuk ini diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam proses, komponen dan bahan baku secara optimal, dan pada waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimasi biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan dan biaya kekurangan persediaan. Variabel keputusan dalam pengendalian persediaan tradisional dapat diklasifikasikan ke dalam variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Secara kuantitatif, variabel keputusan pada pengendalian sistem persediaan adalah sebagai berikut: 1. berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan atau dibuat, 2. kapan pemesanan atau pembuatan harus dilakukan, 3. berapa jumlah persediaan pengaman, 4. bagaimana mengendalikan persediaan. Secara
kualitatif,
masalah
persediaan
berkaitan
dengan
sistem
pengoperasian persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan persediaan adalah sebagai berikut: 1. jenis barang apa yang dimiliki, 2. dimana barang tersebut berada, 3. berapa jumlah barang yang harus dipesan, 4. siapa saja yang menjadi pemasok masing-masing item. Secara luas, tujuan dari sistem persediaan adalah menemukan solusi optimal terhadap seluruh masalah yang berkaitan dengan persediaan. Dikaitkan dengan tujuan umum perusahaan, maka optimalitas pengendalian persediaan sering kali diukur dengan keuntungan maksimum yang dicapai. Karena perusahaan memiliki banyak subitem lain selain persediaan, maka mengukur
14
kontribusi pengendalian persediaan dalam mencapai total keuntungan bukan hal mudah. Optimalisasi pengendalian persediaan biasanya diukur dengan total biaya minimum pada suatu periode tertentu (Baroto, 2002:54). 2.8.1 Pengendalian Persediaan dengan Sistem Q Satu model stokastik sediaan yang paling banyak dilakukan adalah sistem Q yang juga disebut sistem pemeriksaan terus-menerus, sistem titik pemesanan kembali dan sistem jumlah pemesanan tetap. Pada sistem Q, permintaan berubah-ubah dan tidak dapat dipastikan sebelumnya. Permintaan ini berubah-ubah secara sembarang sehingga yang dapat ditentukan adalah permintaan rata-rata. Ini berarti bahwa selama masa tunggu pun permintaan tersebut berubah-ubah. Dikatakan sistem Q karena persediaan dengan jumlah pemesanan tetap. Pada sistem ini pemesanan kembali dilakukan pada saat dimana persediaan mencapai suatu titik pemesanan kembali (reorder point) dengan memperhitungkan kebutuhan yang berfluktuasi selama waktu ancang-ancang (lead time), Persediaan untuk meredam fluktuasi selama lead time disebut persediaan keamanan (safety stock). Menurut Baroto (2002:77) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian persediaan dengan sistem Q adalah sebagai berikut: 1. persediaan keamanan (safety stock) adalah sejumlah bahan sebagai persediaan cadangan jika perusahaan berproduksi melebihi rencana yang telah ditetapkan, 2. waktu ancang-ancang (lead time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk memesan bahan sampai bahan tersebut tiba, 3. jumlah barang yang dipesan untuk setiap pemesanan adalah tetap, 4. pemesanan kembali dilakukan, apabila persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali (reorder point), 5. besarnya reorder point sama dengan jumlah permintaan rata-rata selama waktu ancang-ancang ditambah dengan besarnya persediaan keamanan.
15
Tipe sistem Q dapat digambarkan (Yamit, 1999:48) sebagai berikut: penerimaan pesanan Persediaan yang ada
Permintaan (unit)
Menentukan posisi persediaan (on hand + on order – back order)
tidak Posisi persediaan ≤ ROP
ya Pergantian pemesanan
GAMBAR 2.1: Sistem Q 2.9 Distribusi Normal Distribusi normal adalah distribusi berkesinambungan (kontinu) yang memiliki kurva berbentuk lonceng dan simetris yang sering dipakai karena mempunyai karakteristik matematika sehingga membuat perhitungan menjadi lebih mudah dan merupakan pendekatan yang layak untuk distribusi probabilitas berkesinambungan dari sejumlah fenomena alam. Pusat distribusi normal berkaitan dengan rata-rata (𝜇). Kedua akhir atau ekor dalam distribusi normal terus berlanjut sampai dengan tidak terhingga dari -∞ sampai dengan +∞ (Taylor Bernard W, 2005:112). Uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data yang berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita. Beberapa karakteristik distribusi normal adalah sebagai berikut: 1. Distribusi normal memiliki dua parameter yaitu 𝜇 dan σ yang masingmasing menentukan lokasi dan bentuk distribusi.
2. Titik tertinggi kurva normal berada pada rata-rata. 3. Distribusi normal adalah distribusi yang simetris.
16
4. Simpangan baku (standar deviasi) σ, menentukan lebarnya kurva. Makin kecil σ, bentuk kurva semakin runcing. 5. Total luas daerah di bawah kurva normal adalah 1. (Hal ini berlaku untuk seluruh distribusi probabilitas kontinu. 6. Jika jarak dari masing-masing nilai X diukur dengan simpangan baku σ, maka kira-kira 68% berjarak 1σ, 95% berjarak 2σ dan 99% berjarak 3σ. Suatu peubah acak y berdistribusi normal mempunyai persamaan umum sebagai berikut:
f (y) =
1
σ√2π
1 𝑦−𝜇 2
− 𝑒 2� 𝜎 �
σ = simpangan baku (standar deviasi)
dimana: 𝜇 = rata-rata,
π = 3,14159….. е = 2,71828…..
Distribusi normal dengan parameter 𝜇 dan σ2 , biasanya ditulis dengan 𝑁(𝜇, σ2 ).
Suatu distribusi normal Z yang mempunyai rata-rata 𝜇 = 0 dan simpangan
baku σ = 1 atau ditulis 𝑁(0,1). Distribusi normal Z seperti ini disebut distribusi normal baku. Dengan demikian fungsi distribusi f (Z), yaitu:
f (Z) =
1
√2π
𝑒
1
−2[𝑍]2
, dengan -∞ < Z < +∞
2.10 Distribusi Probabilitas dan Fungsi Probabilitas Kumulatif Peubah Acak Kontinu 1. Distribusi Probabilitas variabel acak kontinu Distribusi probabilitas variabel acak kontinu dinotasikan dengan fungsi f(x) dan sering disebut sebagai fungsi kepadatan (dencity function) atau fungsi kepadatan probabilitas dan bukan fungsi probabilitas. Nilai f(x) bisa lebih dari 1. Fungsi dikatakan fungsi peluang atau distribusi peluang peubah acak kontinu , bila memenuhi persamaan: f(x) ≥ 0 ∞
∫−∞ 𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = 1 (integral fungsi kepadatan probabilitas f(x) = 1)
17
𝑐𝑎𝑡𝑎𝑡𝑎𝑛 ∶
𝑓(𝑥)𝑑𝑥 = 𝑃{𝑥 ≤ 𝑋 ≤ (𝑥 + 𝑑𝑥)},
yaitu
probabilitas
bahwa nilai X terletak pada interval 𝑥 + 𝑑𝑥.
2. Distribusi Probabilitas variabel acak kontinu
Distibusi peluang kumulatif peubah acak kontinu X dihitung dengan mengintegralkan nilai distribusi peluangnya. Secara matematis, distribusi kumulatif peubah acak kontinu atau fungsi padat f(x) dinyatakan sebagai berikut: 𝑥
F(x) = 𝑃(𝑋 ≤ 𝑥) = ∫−∞ 𝑓 (𝑥)𝑑𝑥
Nilai-nilai x dalam rumus ini harus kontinu atau dalam suatu interval (Supranto, 2001:7)
2.11 Persamaan Differensial Parsial Persamaan
differensial
parsial
adalah
persamaan-persamaan
yang
mengandung satu atau lebih turunan-turunan parsial. Persamaan ini haruslah melibatkan paling sedikit dua variabel bebas. Misalkan 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) adalah fungsi variabel bebas 𝑥 dan 𝑦. Karena
𝑥 dan 𝑦 bebas, (i) dapat dimungkinkan 𝑥 yang berubah-ubah, sementara 𝑦
dianggap tetap, (ii) dapat dimungkinkan 𝑦 yang berubah-ubah, sementara 𝑥
dianggap tetap (iii) dapat dibolehkan 𝑥 dan 𝑦 keduanya berubah bersama-sama.
Pada dua keadaaan yang pertama, 𝑧 merupakan fungsi variabel tunggal dan dapat diturunkan menurut aturan-aturan yang biasa. Contoh: 𝑧 = 2𝑥 2 + 3𝑦 2 𝜕(𝑧)
𝜕(𝑥)
𝜕(𝑧)
𝜕(𝑦)
= 4𝑥
= 6𝑦
Jika terdapat variabel bebas yang tunggal, turunannya merupakan turunan biasa. Contoh: 𝑥 = 𝑓(𝑦)
𝑥 = 𝑦5 + 4 maka,
𝑑𝑦 𝑑𝑥
= 5𝑦 4
Menurut Pudjiastuti (2006:67) bahwa suatu fungsi
𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) akan
bernilai maksimum dan bernilai minimum dengan syarat sebagai berikut.
18
1. Turunan pertama parsial 𝑧 terhadap 𝑥 dan 𝑧 terhadap 𝑦 disamakan dengan nol. 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦)
𝜕(𝑧)
𝜕(𝑥)
=0
𝜕(𝑧)
𝜕(𝑦)
=0
2. Turunan kedua parsial 𝑧 terhadap 𝑥 dan 𝑧 terhadap 𝑦 lebih kecil dari (<) nol maka bernilai maksimum dan turunan kedua parsial 𝑧 terhadap 𝑥 dan 𝑧 terhadap 𝑦 lebih besar dari (>) nol maka bernilai minimum. 𝜕2 (𝑧) 𝜕𝑥 2
𝜕2 (𝑧)
2.12
𝜕𝑥 2
< 0, > 0,
𝜕2 (𝑧) 𝜕𝑦 2
𝜕2 (𝑧) 𝜕𝑦 2
<0
>0
maksimum minimum
Model Persediaan Dengan Sistem Q Menurut Starr dan Miller (1977:112) menjelaskan model persediaan pada
sistem Q dibedakan menjadi 2 bagian yaitu model persediaan dinamis mengandung resiko dan model persediaan dinamis mengandung ketidakpastian. Untuk lebih memahami model persediaan yang digunakan pada produksi karet alam (crumb rubber) maka akan dibahas
model persediaan tersebut sebagai
berikut: 2.12.1 Model Persediaan Dinamis Mengandung Resiko Masalah persediaan yang cukup banyak ditemukan dalam praktiknya adalah model persediaan dinamis mengandung resiko yaitu model persediaan dengan jumlah frekuensi pemesanan bahan dilakukan lebih dari satu kali dan hanya diketahui distribusi kemungkinan kebutuhannya (Starr, 1977:112). Pada umumnya, model ini digunakan jika permintaan bervariasi untuk setiap periode, sehingga timbul kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan. Parreto adalah seorang peneliti mengenai persediaan menemukan bahwa penggunaan suatu item tertentu kadang kala dalam jumlah sedikit, kadang kala dalam jumlah besar, dan kadang kala dalam jumlah sangat besar. Bila dibuat grafik peluangnya, dimana garis mendatar menunjukkan jumlah penggunaan dan garis vertikal menunjukkan peluang, maka akan didapatkan kurva yang berbentuk seperti lonceng. Pola data seperti inilah yang dimaksud dengan distribusi (pola)
19
normal (Baroto, 2002:86). Hal ini terjadi apabila kebutuhan menyimpang dari data yang diperkirakan. Untuk meredam fluktuasi kebutuhan selama lead time maka diadakan persediaan cadangan sebesar w satuan. Agar lebih mudah dipahami, berikut akan digunakan beberapa asumsi dengan menyesuaikan terhadap kebiasaan yang ditempuh oleh perusahaan yaitu dengan menentukan jumlah produksi tiap bulan. Dalam sistem Q banyak digunakan rumusan dalam perhitungan persediaan, sehingga untuk menurunkan rumus-rumus dalam metode ini diasumsikan bahwa kebutuhan dianggap diketahui dan distribusi kemungkinan kebutuhan adalah berdistribusi normal. Sesuai dengan sistem yang berlaku bahwa; 1 tahun = 12 bulan, 1 bulan = 30 hari. Selanjutnya produksi rata-rata per bulan = � unit, standar deviasi = S unit dan lead time = T bulan maka dapat dihitung 𝑋
besarnya produksi rata-rata selama 1 tahun yaitu 𝐷 = 12𝑋�.
Adapun total biaya persediaan per tahun untuk menentukan sistem Q
optimal diperoleh dari persamaan dengan pemesanan rata-rata untuk periode t bulan yaitu dengan menjumlahkan komponen-komponen biaya persediaan (Starr dan Miller, 1977:123) sebagai berikut: Total Biaya Persediaan = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan untuk permintaan rata-rata + Biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan + Biaya kekurangan persediaan Komponen total biaya persediaan tersebut dapat dijabarkan satu persatu secara tepat sebagai berikut. 1. Biaya pemesanan per tahun (BP) Menurut Starr dan Miller (1977:122) bahwa biaya pemesanan sesuai dengan rencana kebutuhan bahan selama 1 tahun dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan bahan per tahun. Jika dalam satu tahun dilakukan pemesanan per tahun adalah:
12 𝑡
× Cr
BP = keterangan: biaya pemesanan
12 𝑡
kali pemesanan, maka biaya
12𝐶𝑟 𝑡
= Cr (setiap kali pesan)
(1)
20
= t bulan
periode pemesanan
jumlah kebutuhan rata-rata b ahan per tahun = 𝐷 = 12𝑋� jumlah pemesanan optimal = Q = t 𝑋� frekuensi pemesanan
= =
12𝑋� 𝑡𝑋� 12 𝑡
2. Biaya Penyimpanan untuk permintaan rata-rata per tahun (BS) . Menurut Starr dan Miller (1977:122) bahwa biaya penyimpanan untuk permintaan rata-rata per tahun adalah: 𝑄
BS = 2 .C.Cc BS =
𝑡.𝑋�
.C.Cc
BS =
𝑡.
.C.Cc
BS =
𝑡.𝐷.𝐶.𝐶𝑐
keterangan:
2
𝐷 12
2
24
biaya penyimpanan
= Cc
periode pemesanan
= t bulan
(2)
jumlah kebutuhan rata-rata bahan per tahun = D harga bahan per satuan
=C
jumlah pemesanan optimal = Q = t 𝑋�
jumlah persediaan rata-rata =
𝑄 2
3. Biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan (BC) Untuk meredam fluktuasi permintaan selama lead time, maka diadakan jumlah persediaan cadangan (buffer stock) sebesar w satuan. Menurut Starr dan Miller (1977:123) bahwa biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan yaitu: BC = w.C.Cc
(3)
21
keterangan: w = jumlah persediaan cadangan selama lead time C = harga bahan per satuan Cc = biaya penyimpanan 4. Biaya kekurangan persediaan per tahun (BK) Kekurangan persediaan terjadi ketika permintaan pelanggan tidak dapat dipenuhi karena kurangnya persediaan di tangan. Biaya kekurangan persediaan biasanya merupakan estimasi yang subjektif dan sering kali hanya berupa dugaan. Dan kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan adalah ∞
∫𝑅+𝑤 𝑓(𝑦)𝑑𝑦
keterangan:
𝑦 = kebutuhan bahan selama lead time
𝑓(𝑦) = fungsi dari kebutuhan bahan selama lead time w = persediaan cadangan selama lead time
R = permintaan rata – rata selama lead time Bila
diketahui
kemungkinan
terjadinya
kekurangan
persediaan
adalah
∞
∫𝑅+𝑤 𝑓(𝑦)𝑑𝑦 dan distribusi f(y) mengikuti pola distribusi normal maka harga ∞
∫𝑅+𝑤 𝑓(𝑦)𝑑𝑦 dapat diperoleh dari tabel luas daerah di bawah kurva normal. Pada
distribusi normal, area atau probabilitas diukur berdasarkan jumlah deviasi
standar variabel acak 𝑥 nilai terhadap rata-rata. Untuk mengubah distribusi
normal menjadi distribusi normal baku (standar) adalah dengan cara mengurangi nilai variabel 𝑥 dengan rata-rata µ dan membaginya dengan standar deviasi 𝜎 sehingga diperoleh variabel baru 𝑍.
𝑍=
𝑥−µ 𝜎
Jumlah deviasi standar variabel acak 𝑥 nilai adalah dari rata-rata memberikan
pengukuran standar yang konsisten untuk semua distribusi normal. Bentuk standar dari distribusi normal mempunyai rata-rata sebesar nol (µ = 0) dan deviasi standar sebesar satu (𝜎 = 1).
22
∞
∫𝑅+𝑤 𝑓(𝑦)𝑑𝑦
𝑅
𝑅+𝑤
0
x 𝑍
Gambar 2.2: Hubungan kurva normal dan kurva normal standar kebutuhan selama lead time Jika selama lead time terjadi kekurangan persediaan, maka akan timbul biaya kekurangan persediaan sebesar𝐾. Menurut Starr dan Miller (1977:123) bahwa jika dalam 1 tahun dilakukan
12
12
pemesanan dan terjadi 𝑡 lead time, sehingga biaya 𝑡
kekurangan persediaan menjadi sebesar
12𝐾 ∞ 𝑓(𝑦)𝑑𝑦 ∫ 𝑡 𝑅+𝑤
BK =
(4)
sehingga total biaya persediaan per tahun diperoleh dari hasil penjumlahan komponen biaya – biaya di atas menurut Starr dan Miller (1977:123) adalah:
𝑇𝐶 =
12𝐶𝑟 𝑡
+
𝑡.𝐷.𝐶.𝐶𝑐 24
+ 𝑤. 𝐶. 𝐶𝑐 +
12𝐾 𝑡
∞
∫𝑅+𝑤 𝑓(𝑦)𝑑𝑦
(5)
persamaan (5) ini akan diturunkan secara parsial terhadap dua variabel bebas yaitu variabel t dan w dimana fungsi akan minimum dengan syarat turunan pertama = 0 sehingga harga t dan w dapat dihitung sebagai berikut: 𝜕(𝑇𝐶) 𝜕(𝑡)
𝜕(𝑇𝐶) 𝜕(𝑡)
= 0 dan =
−12𝐶𝑟 𝑡2
𝜕(𝑇𝐶) 𝜕(𝑤)
+
=0
𝐷.𝐶.𝐶𝑐 24
−
12𝐾[1−F(R+𝑤)]
𝑡2 = 24 {𝐶𝑟 +K [1-F(R+w)]}
𝜕(𝑇𝐶) 𝜕(𝑤)
= 𝐶. 𝐶𝑐 −
12𝐾 𝑓(R + 𝑤) 𝑡
𝑡2
12
𝐷.𝐶.𝐶𝑐
(6)
23
𝑡2 =
122 .𝐾 2 .[𝑓(𝑅+𝑤)]2
(7)
𝐶 2 .𝐶𝑐 2
dari persamaan (6) dan persamaan (7) diperoleh:
[𝑓(𝑅 + 𝑤)]2 =
keterangan:
2𝐶.𝐶𝑐 {𝐶𝑟 +𝐾[1−𝐹(𝑅+𝑤)]}
(8)
𝐷.𝐾 2
𝑓(𝑅 + 𝑤) = fungsi distribusi kemungkinan kebutuhan selama lead time, yang merupakan distribusi normal 𝑁(R,𝜎2 ).
Ordinat 𝑓(𝑅 + 𝑤) dapat dicari dengan menggunakan tabel normal statistik dengan dimisalkan ordinat tersebut adalah 𝑔(𝑤) dalam distribusi normal baku 𝑁(0,1). 1 ( 𝑤) 2
g(w) = √2𝜋 꺄2 1
g (w)
0
f (x) =
1
σ√2π
1 𝑥−𝑅 2
− � � 𝑒 2 σ
f(R+w)
R
R+w
Gambar 2.3: Hubungan ordinat antara distribusi normal 𝑵(R,𝜎 dengan distribusi normal baku 𝑵(0,1)
𝑓(𝑅 + 𝑤) diketahui sama dengan
1
𝑆√𝑇
atau 𝑔(𝑤) = 𝑆√𝑇. 𝑓(𝑅 + 𝑤) untuk T
S
𝑔(𝑤)
= lead time = standar deviasi per tahun
𝑆√𝑇 = standar deviasi selama lead time
𝟐
)
(9)
24
maka harus dipenuhi persamaan: 2
[𝑔(𝑤)]2 = �𝑆√𝑇� . [𝑓(𝑅 + 𝑤)]2
(10)
Karena diasumsikan bahwa F(R+w) = 1 maka persamaan tersebut menjadi: 2
maka diperoleh:
2 [𝑔(𝑤)] = �𝑆√𝑇� .
2. 𝐶. 𝐶𝑐 . 𝐶𝑟
𝑔(𝑤) = 𝑆√𝑇 . �
𝐷. 𝐾2
2.𝐶.𝐶𝑐 .𝐶𝑟 𝐷.𝐾2
Setelah diperoleh nilai g(w), maka dengan menggunakan tabel ordinat kurva distribusi normal baku diperoleh nilai W. Dan juga dapat ditentukan jumlah persediaan cadangan yaitu 𝑤 = �𝑆√𝑇 �𝑊 dan titik pemesanan kembali = 𝑇𝑋� +
�𝑆√𝑇 �𝑊. Selanjutnya f(R+w) diperoleh dengan menggunakan pers (8) atau pers (9). Harga t diperoleh dengan mendistribusikan harga f(R+w) ke dalam pers (7). 2.12.2 Model Persediaan Dinamis Mengandung Ketidakpastian Pada umumnya model ini digunakan bila model persediaan dengan jumlah frekuensi pemesanan barang dilakukan lebih dari satu kali dan pola distribusi kemungkinan kebutuhan tidak diketahui (Starr, 1977:152). Adapun total biaya persediaan per tahun untuk menentukan sistem Q optimal diperoleh dari persamaan dengan pemesanan rata-rata untuk periode t bulan yaitu dengan menjumlahkan komponen-komponen biaya persediaan (Starr dan Miller, 1977:158) sebagai berikut: Total Biaya Persediaan = Biaya pemesanan + Biaya penyimpanan untuk permintaan rata-rata + Biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan + Biaya kekurangan persediaan Komponen total biaya persediaan tersebut dapat dijabarkan satu persatu secara tepat sebagai berikut: 1. Biaya pemesanan per tahun (BP) Menurut Starr dan Miller (1977:155) bahwa biaya pemesanan sesuai dengan rencana kebutuhan bahan selama 1 tahun dihitung berdasarkan jumlah kebutuhan per tahun.
25
Jika dalam satu tahun dilakukan per tahun adalah:
12 𝑡
12
× Cr BP =
kali pemesanan, maka biaya pemesanan
𝑡
12𝐶𝑟
(11)
𝑡
keterangan: biaya pemesanan
= Cr (setiap kali pesan)
periode pemesanan
= t bulan
jumlah kebutuhan rata-rata bahan per tahun = 𝑋� = 12𝐷 jumlah kebutuhan rata-rata bahan per bulan = 𝐷 jumlah pemesanan optimal = 𝑧 = t 𝐷 frekuensi pemesanan
= =
[[
12𝐷 𝑡𝐷
12 𝑡
2. Biaya Penyimpanan untuk permintaan rata-rata per tahun (BS) Menurut Starr dan Miller (1977:155) bahwa biaya penyimpanan untuk permintaan rata-rata per tahun adalah: 𝑧
BS = .C.Cc 2
BS = BS = BS = keterangan:
� 𝑡.𝑋 12
2
.C.Cc
𝑡.𝑋� 24
.C.Cc
𝑡.𝑋�.𝐶.𝐶𝑐 24
biaya penyimpanan
= Cc
periode pemesanan
= t bulan
� jumlah kebutuhan rata-rata per tahun = 𝑋
harga bahan per satuan
=C
jumlah pemesanan optimal = z jumlah persediaan rata-rata =
𝑧
2
(12)
26
z=
𝑡.𝑋� 12
3. Biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan (BC) Untuk meredam fluktuasi permintaan selama lead time, maka diadakan jumlah persediaan cadangan (buffer stock) sebesar 𝑘𝑆 ′ satuan.
Menurut Starr dan Miller (1977:124) bahwa biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan yaitu:
keterangan:
BC = 𝑘𝑆′ .C.Cc
(13)
𝑆′ = standar deviasi kebutuhan/persediaan selama lead time
𝑆 ′ = 𝑆√𝑇
S = standar deviasi kebutuhan bahan T = waktu ancang-ancang (lead time)
𝑘𝑆 ′ = besarnya kemungkinan persediaan cadangan selama lead time
4. Biaya kekurangan persediaan per tahun (BK)
Kekurangan persediaan terjadi ketika permintaan pelanggan tidak dapat dipenuhi karena kurangnya persediaan di tangan. Karakteristik model persediaan ini merupakan informasi tentang distribusi kemungkinan per satuan waktu tidak diketahui. Maka menurut Starr dan Miller (1977:156) untuk menentukan besarnya kemungkinan kekurangan persediaan selama waktu ancang-ancang digunakan suatu ketidaksamaan yaitu “Ketidaksamaaan Chebyshev”, yaitu:
keterangan: 1
𝑘2
� � ≥ 𝑘𝑆′� ≤ P��𝑌 − 𝑋
1
𝑘2
untuk k > 0
= besarnya kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
k = besarnya kemungkinan persediaan cadangan
𝑘𝑆′ = besarnya kemungkinan persediaan cadangan selama lead time 𝑌 = variabel acak dari persediaan karet alam
� = jumlah kebutuhan rata-rata per tahun 𝑋
(14)
27
Jika selama lead time terjadi kekurangan persediaan, maka akan timbul biaya kekurangan persediaan sebesar 𝐾. Menurut Starr dan Miller (1977:156) bahwa jika dalam 1 tahun dilakukan
12
12
pemesanan dan terjadi 𝑡 lead time,
𝑡
sehingga biaya kekurangan persediaan menjadi sebesar 12𝐾 1
BK =
(15)
𝑘2
𝑡
sehingga total biaya persediaan per tahun diperoleh dari hasil penjumlahan komponen biaya – biaya di atas menurut Starr dan Miller (1977:157) adalah:
𝑇𝐶 ≤
12𝐶𝑟 𝑡
+
𝑡.𝑋�.𝐶.𝐶𝑐
+ 𝑘𝑆 ′ . 𝐶. 𝐶𝑐 +
24
12𝐾 1 𝑡
𝑘2
(16)
persamaan (16) ini akan diturunkan secara parsial terhadap dua variabel bebas yaitu variabel t dan 𝑘 dimana fungsi akan minimum dengan syarat turunan pertama = 0 sehingga harga t dan 𝑘 dapat dihitung sebagai berikut: 𝜕(𝑇𝐶) 𝜕(𝑡)
= 0 dan
𝜕(𝑇𝐶)
turunan terhadap t 𝜕(𝑇𝐶) 𝜕(𝑡)
=−
� . 𝐶. 𝐶𝑐 = 𝑋
𝑡2
=
turunan terhadap k 𝜕(𝑇𝐶) 𝜕(𝑘)
𝜕(𝑘)
12𝐶𝑟 𝑡2
288𝐶𝑟 𝑡2
+
+
t =
𝑡2 =
𝑋�.𝐶.𝐶𝑐 24
288𝐾 𝑡 2𝑘2
−
12𝐾
𝑡 2𝑘2
288(Cr 𝑘 2 +K) 𝑘 2 .𝑋�.𝐶.𝐶𝑐
= 𝑆′. 𝐶. 𝐶𝑐 −
𝑆′. 𝐶. 𝐶𝑐 =
=0
24𝐾 𝑡𝑘 3
(17)
24𝐾 𝑡𝑘3
24𝐾
𝑘 3 .𝑆′.𝐶.𝐶𝑐 576𝐾 2
(18)
𝑘 6 (𝑆 ′ .𝐶.𝐶𝑐 )2
dari persamaan (17) dan persamaan (18) dapat diperoleh: 288(Cr 𝑘 2 +K) 𝑘 2 .𝑋�.𝐶.𝐶𝑐
=
576𝐾 2
𝑘 6 (𝑆 ′ .𝐶.𝐶𝑐 )2
28
2𝐾 2
=
(𝑆 ′ )2 .𝐶.𝐶𝑐
2𝐾 2 𝑋�
Cr 𝑘 2 +K 𝑋�
= 𝑘6 𝐶𝑟 + 𝑘4 𝐾
(𝑆 ′ )2 .𝐶.𝐶𝑐
Secara umum langkah-langkah penyelesaian dengan sistem Q untuk masalah pengendalian persediaan adalah sebagai berikut: 1) menguji normalitas sebaran data, dengan uji Liliefors, 2) menentukan model persediaan yang tepat apakah model persediaan mengandung resiko atau model pesediaan mengandung ketidakpastian dengan menggunakan tes kecocokan hipotesa hipotesa, 3) menganalisis model persediaan tersebut, kemudian menentukan biaya pemesanan per tahun, biaya penyimpanan untuk permintaan rata-rata per tahun, biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan dan biaya kekurangan persediaan per tahun, 4) menentukan Q (kuantitas) yang akan dipesan, 5) menentukan jumlah persediaan pengaman yang optimal, 6) menentukan jadwal pengorderan yang optimal, 7) menentukan total biaya persediaan dengan menjumlahkan keempat komponen biaya persediaan yaitu biaya pemesanan per tahun, biaya penyimpanan untuk permintaan rata-rata per tahun, biaya penyimpanan untuk persediaan cadangan dan biaya kekurangan persediaan per tahun, sehingga didapat total biaya persediaan yang minimal. [[
2.13
UJI LILIEFORS Kecocokan terhadap distribusi teoritis yang akan didekati diperlukan suatu
pengujian yaitu dengan Uji Liliefors. Uji Liliefors bertujuan untuk mengetahui apakah penyebaran data produksi karet alam (crumb rubber) memiliki sebaran data yang berdistribusi normal atau tidak. Pada pengujian ini terdapat 2 jenis hipotesa. 1. Hipotesa H0 untuk sebaran data yang berdistribusi normal. 2. Hipotesa H1 untuk sebaran data yang tidak berdistribusi normal
29
Adapun langkah-langkah Uji Liliefors menurut (Sudjana, 2005:466) adalah sebagai berikut: 1. menghitung angka standar Zi pada setiap Xi dengan rumus Zi =
Xi− 𝑋�
Xi adalah rata-rata dan S adalah standar deviasi, 2. menghitung
peluang
kumulatif
(fungsi
distribusi)
𝑆
normal
dimana
dengan
menggunakan tabel distribusi normal, 3. menghitung proporsi Z yang lebih kecil atau sama dengan Zi yaitu: S (Zi) =
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑍1, 𝑍2, 𝑍3……, 𝑍 ≤ 𝑍𝑖 𝑛
4. menghitung selisih antara F(Zi) – S(Zi) dengan harga mutlak, 5. tentukan nilai maksimum di antara: L = max F(Zi) – S(Zi) untuk i = 1,2,3,….,n 6.
kriteria pengambilan keputusan: jika: L ≤ Lα(n) maka Ho diterima, sebaliknya jika: L > Lα(n) maka Ho ditolak.
2.14
Analisis Distribusi Kemungkinan Kebutuhan Bahan Distribusi yang terbentuk dari data yang dikumpulkan untuk mengetahui
pola distribusi kemungkinan kebutuhan dapat dilakukan dengan analisis statistik. Dan tes kecocokan hipotesa akan menghasilkan 2 alternatif yaitu: 1. Lhitung ≤ Ltabel maka Ho diterima berarti sebaran data berdistribusi normal, 2. Lhitung >Ltabel maka Ho ditolak berarti sebaran data tidak berdistribusi normal. Selanjutnya hasil tes kecocokan hipotesa dapat digunakan untuk menentukan pengendalian persediaan sistem Q ke dalam suatu model persediaan yaitu: 1. jika sebaran data berdistribusi normal, maka pengendalian persediaan sistem Q digolongkan ke dalam model persediaan dinamis mengandung resiko dengan distribusi kemungkinan kebutuhan diketahui, 2. jika sebaran data tidak berdistribusi normal, maka pengendalian persediaan sistem Q digolongkan ke dalam model persediaan dinamis mengandung ketidakpastian dengan distribusi kemungkinan kebutuhan tidak diketahui.