BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi 2.1.1 Definisi dan Konsep Evaluasi Evaluasi merupakan suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak kegiatan program atau proyek yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai serta sistematis dan objektif. Soekartawi (1999) dalam Fauziah (2007) mengemukakan bahwa dalam menilai keefektifan suatu program atau proyek maka harus melihat pencapaian hasil kegiatan program atau proyek yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Evaluasi adalh suatu proses kontinyu didalam memperoleh dan menginterpretasikan informasi untuk menentukan kualitas dan kuantitas kemajuan peserta didik mencapai tujuan pendidikan yaitu perubahan perilaku Klausmeier dan Goodwin dalam Pangkaurian (2008). Evaluasi juga diartikan sebagai pengukuran dari konsekuensi yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu tindakan yang telah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yang akan dinilai. Nilai (value) dapat diartikan sebagai setiap aspek situasi, peristiwa/kejadian, atau objek yang dikategorikan oleh suatu preferensi minat ke dalam kriteria: “baik”, “buruk”, “dikehendaki” dan “tidak dikehendaki” . Evaluasi dapat divisualisasikan ke dalam suatu proses siklikal, bermula dari dan kembali ke pembentukan nilai-nilai, sebagaimana disajikan pada Gambar
1.
Pembentukan Nilai
Penentuan Tujuan (Tujuan-Tujuan)
Penilaian Pengaruh Pelaksanaan Tujuan (Program Evaluasi)
Pengukuran Tujuan (Kriteria)
Menempatkan Aktivitas Tujuan ke dalam Pelaksanaan (Pelaksanaan Program)
Mengidentifikasi Aktivitas Tujuan (Perencanaan Program)
Gambar 1: Proses Evaluasi (Maunder, 1972) dalam Mugnesyiah (2006)
Deskripsi dan proses siklikal dalam Gambar 1, menunjukkan adanya kesalingterhubungan yang erat antara evaluasi perencanaan program dan pelaksanaan program. Nilai-nilai (values) memainkan peranan penting dalam tujuan-tujuan pendidikan publik dan program pelayanan serta setiap evaluasi terhadap konsekuensi program yang dikehendaki dan tidak dikehendaki senantiasa memperhitungkan nilai-nilai sosial. 2.1.2 Jenis-Jenis Evaluasi Departemen Pertanian (1990) mengemukakan jenis evaluasi untuk mengevaluasi suatu program, yaitu: 1. Evaluasi Input Evaluasi input adalah penilaian terhadap kesesuaian antara input-input program dengan tujuan program. Input adalah semua jenis barang, jasa, dana, tenaga manusia, teknologi dan sumberdaya lainnya, yang
perlu tersedia untuk terlaksananya suatu kegiatan dalam rangka menghasilkan Output dan tujuan suatu proyek atau program. 2. Evaluasi Output Evaluasi Output adalah penilaian terhadap Output-Output yang dihasilkan oleh program. Output adalah produk atau jasa tertentu yang diharapkan dapat dihasilkan oleh suatu kegiatan dari input yang tersedia, untuk mencapai tujuan proyek atau program. Contoh Output adalah perubahan pengetahuan (aras kognitif), perubahan sikap (aras afektif), kesediaan berprilaku (aras konatif) dan perubahan berprilaku (aras psikomotorik). Aras kognitif adalah tingkat pengetahuan seseorang. Aras afektif adalah kecenderungan sikap seseorang yang dipengaruhi oleh perasaanya terhadap suatu hal. Aras konatif adalah kesediaan seseorang berprilaku tertentu yang dipengaruhi oleh sikapnya terhadap suatu hal. Aras tindakan adalah perilaku seseorang yang secara nyata diwujudkan dalam perbuatan sehari-hari sehingga dapat diwujudkan menjadi suatu pola. 3. Evaluasi Effect (Efek) Evaluasi efek adalah penilaian terhadap hasil yang di peroleh dari penggunaan Output-Output program. Sebagai contoh adalah efek yang dihasilkan dari perubahan perilaku peserta suatu penyuluhan. Efek biasanya sudah mulai muncul pada waktu pelaksanaan program namun efek penuhnya baru tampak setelah program selesai. 4. Evaluasi Impact (Dampak) Evaluasi Impact adalah penilaian terhadap hasil yang diperoleh dari efek proyek yang merupakan kenyataan sesungguhnya yang dihasilkan oleh proyek pada tingkat yang lebih luas dan menjadikan proyek jangka panjang. Evaluasi dapat dipergunakan dengan penggunaan penilaian yang kualitatif.
2.1.3 Manfaat Evaluasi Program Menurut Kelsey dan Hearne (1955) dalam Mugniesyah (2006), evaluasi program bermanfaat antara lain untuk: 1) Menguji secara berkala pelaksanaan program, yang mengarahkan perbaikan kegiatan yang berkelanjutan, 2) Membantu memperjelas manfaat yang penting dan tujuan-tujuan khusus program serta memperjelas dan mengukur sampai seberapa jauh tujuan-tujuan tertentu tercapai, 3) Menjadi pengukur keefektifan metode pelatihan, 4) Menyediakan data dan informasi tentang situasi pedesaan yang penting untuk perencanaan program selanjutnya, dan 5) Menyediakan bukti tentang nilai atau pentingnya program. Evaluasi suatu program dilaksanakan secara konvensional atau partisipatif. Keduanya memiliki perbedaan satu sama lain. Penggunaan evaluasi partisipatif dan konvensional juga berbeda. Perbandingan evaluasi pertisipatif dan konvensional dapat dilihat pada tabel 1: Tabel 1: Perbandingan Evaluasi Konvensional dan Evaluasi Partisipatif Aspek
Evaluasi Konvensional
Evaluasi Partisipatif
Siapa
Ahli dari luar
Anggota kelompok, komunitas, staf proyek, fasilitator.
Apa
Bagaimana
Indikator keberhasilan, efisiensi biaya,
Masyarakat mengidentifikasi
dan keluaran hasil produk yang telah
sendiri indikator keberhasilan,
ditentukan.
termasuk hasil yang dicapai
Fokus pada ”objektivitas ilmiah” ada
Evaluasi sendiri, metode
jarak antara evaluator dan partisipan,
sederhana yang di adaptasi dengan
ada pola seragam, prosedur kompleks,
budaya lokal, terbuka, ada diskusi
akses terbatas pada hasil
hasil dengan melibatkan partisipan dalam proses evaluasi
Kapan
Biasanya tergantung jadwal,
Bergantung pada proses
kadangkala juga ada evaluasi midterm
perkembangan masyarakat dan intensitas relatif sering
Mengapa
Pertanggungjawaban, biasanya sumatif,
Pemberdayaan masyarakat lokal
menetukan biaya selanjutnya
untuk inisiasi, mengontrol,
Sumber: Narayan, Deepa (1993) dalam Hikmat (2006)
2.2 Corporate Sosial Responsibility 2.2.1 Definisi Corporate Social Responsibility Tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility ) adalah bentuk kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal Schermehon (1993) dalam Suharto (2006). Secara konseptual, Corporate Social Responsibility adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan pemangku kepentingan (Stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana dalam Suharto, 2007). The World Business Council for Sustainable
Development
(WBCSD)
mendefinisikan
Corporate
Social
Responsibility sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas-komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan (Fox, et al, 2002 dalam Pangkaurian 2008). Corporate Social Responsibility dapat dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan komunitas secara lebih luas. World Bank dalam Pangkaurian (2008) mendefinisikan Corporate Social Responsibility sebagai “The commitment of business to contribute to sustainable economis development working with employees and their representative the local community and society at large to improve quality of life, in ways there are both good for bussines and good for development”
Magnan dan Ferrel (2004) dalam Aprilianti (2008), memberi definisi Corporate Social Responsibility sebagai “ A business acts in sosially responsible manner when its decision and account for and balance diverse stakheolder interest”. Dalam definisi tersebut, ditekankan bahwa perlunya memberikan perhatian secara seimbang terhadap kepentingan Stakeholders yang beragam dalam setiap
keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis, melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab. Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dipahami bahwa Corporate Social Responsibility merupakan komitmen dari bisnis atau usaha untuk mengakomodasi
kepentingan
internal
dan
eksternal
perusahaan,
yang
memperhatikan aspek kepentingan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh Stakeholders perusahaan untuk memenuhi kebutuhan bersama dan meningkatkan kualitas kehidupan melalui hubungan kemitraan. 2.2.2 Konsep Corporate Social Responsibility Konsep Corporate Social Responsibility merupakan konsep yang berkembang dan dinamis. Beberapa istilah atau penamaan lain Corporate Social Responsibility adalah Corporate Sosial Responsiveness, Corporate Sosial Performance, Public Policy, Business Ethics, Stakeholders Management, dan yang terkahir adalah Corporate Citizenship dan Corporate Sustainability (Sihaloho, 2007). Masing-masing istilah tersebut mempunyai pemaknaan yang berbeda-beda, namun apabila ditarik benang merah hal tersebut berhubungan dan mendukung konsep Corporate Social Responsibility. Keragaman pemaknaan istilah tersebut merupakan akibat dari kompleksitas konsep tanggung jawab sosial perusahaan itu sendiri. Konsep Corporate Social Responsibility meliputi strategi dan program pengembangan masyarakat. Corporate Social Responsibility tidak hanya dipahami sebagai filantropi perusahaan, namun juga sebagai bagian dari rekayasa sosial dan strategi perusahaan yang rasional, terencana, dan berorientasi pada pencapaian keuntungan sosial jangka panjang bagi perusahaan dan masyarakat. Berdasarkan konsep yang telah disebutkan di atas, Corporate Social Responsibility tidak hanya bersifat eksternal, namun juga internal. Hal tersebut dinyatakan dengan pemaknaan Corporate Social Responsibility yang berupaya untuk mengakomodasi kepentingan internal dan eksternal perusahaan serta perlunya pengintegrasian keseluruhan Stakeholders. Stakeholders didefinisikan sebagai seseorang atau organisasi yang mempunyai bagian dari kepentingan perusahaan ataupun
memiliki
hubungan saling
mempengaruhi aktivitas
perusahaan. Pihak-pihak tersebut bisa saja bagian internal maupun eksternal perusahaan yang biasanya diasumsikan komunitas lokal (Zainal dalam Pangkaurian, 2008). Stakeholders yang dimaksud adalah stakeholders internal dan stakeholders eksternal perusahaan. Archie B.Carrol dalam Sihaloho (2007), menyatakan secara konseptual bahwa Corporate Social Responsibility dipahami sebagai bentuk kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah Triple Bottom Lines yang dicetuskan John Elkington. Konsep tersebut menekankan Economic Prosperity, Enviromental Quality, dan Social Justice. Perusahaan tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi harus terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan. Triple Bottom Lines dikenal dengan istilah 3P, yang meliputi: a. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. b. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia, khususnya bagi warga sekitar perusahaan. c. Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Pada dasarnya, ketiga hal tersebut saling terkait dan tidak dapat berdiri sendiri. Pendefenisisan ketiga hal tersebut dilakukan secara keseluruhan (holistic), perusahaan tidak hanya memperhatikan aspek people, namun juga pada aspek lainnya, dan berlaku sebaliknya. 2.2.3 Paradigma Corporate Social Responsibility Menurut Saidi (2004), motivasi perusahaan dalam melakukan Corporate Social Responsibility dapat dijelaskan dalam tiga tahapan atau paradigma yang berbeda, yaitu: a. Corporate Charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan. b. Corporate Philantrophy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya berasal dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.
c. Corporate Citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan sosial. Untuk lebih memahami perbedaan paradigma Corporate Social Responsibility tersebut, dapat dijelaskan dalam tabel 2. Tabel 2: Paradigma Kedermawanan Sosial Perusahaan Tahapan
Charity
Philantropy
Corporate Citizenship
Motivasi
Agama, tradisi, adat
Norma etika dan hukum universal: redistribusi kekayaan
Pencerahan dari rekonsiliasi dengan ketertiban sosial
Misi
Mengatasi masalah sesaat
Mencari dan mengatasi akar masalah
Memberikan kontribusi kepada masyarakat
Pengelolaan
Jangka pendek, menyelesaikan masalah sesaat
Terencana, terorganisir dan terprogram
Terinternalisasi dalam kebikajan perusahaan
Pengorganisasian
Kepanitiaan
Yayasan/ dana abadi: profesionalisasi
Keterlibatan baik dana maupun sumber daya lain
Penerima Manfaat
Orang miskin
Masyarakat luas
Masyarakat luas dan perusahaan
Kontribusi
Hibah sosial
Hibah Pembangunan
Hibah (sosial maupun pembangunan) dan keterliabtan sosial.
Inspirasi
Kewajiban
Kepentingan Bersama
Sumber: Saidi (2004) Archie B. Carrol dalam Pangkaurian (2008) menyatakan bahwa cara pandang perusahaan dalam menerapkan CSR diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu: a. Sekedar basa-basi atau keterpaksaan. Artinya CSR hanya dipraktikan lebih karena faktor eksternal (eksternal driven). Berikutnya adalah Reputation
Driven,
motivasi pelaksanaan
CSR adalah untuk
mendongkrak citra perusahaan b. Sebagai
upaya
memenuhi
kewajiban
(compliance).
CSR
diimplementasikan karena memang ada regulasi hukum dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena ada market driven. Selain itu, terdapat motivasi untuk meraih penghargaan atau award.
c. Compliance plus and beyond compliance. CSR diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam. Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya tidak hanya sekedar ekonomi untuk mengejar profit, namun juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya menggantungkan semata-mata pada kesehatan financial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan. Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi dan keberlanjutan (sustainability) usaha. 2.2.4 Implementasi dan Tahapan Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility dapat diterapkan apabila kondisi perusahaan secara internal sehat serta memungkinkan terwujudnya tanggung jawab tersebut (The Essence of Good Corporate Governance 2002) dalam (Sihaloho, 2007). Corporate Social Responsibility dipengaruhi oleh biografi perusahaan seperti status modal, sektor usaha, tenaga kerja, orientasi produksi, Faktor komitmen dari CEO (Chief Excecutive Officer), kematangan perusahaan dan regulasi dan sistem perpajakan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan. Faktor implementasi juga terkait pada adanya “paksaan”untuk melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan. Unsur “paksaan” disebut dengan market driven (Wibisono, 2007) Perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan Corporate Social Responsibility menggunakan pertahapan sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu awareness building, CSR assessement, dan CSR manual building. awarenes building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran mengenai arti penting Corporate Social Responsibility dan komitmen manajemen. Upaya ini dapat dilakukan antara lain melalui seminar, lokakarya, diskusi kelompok dan lain-lain. CSR Assessement merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan Corporate Social Responsibility secara efektif.
Langkah selanjutnya adalah membangun CSR Manual. Hasil assessement merupakan langkah untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi Corporate Social Responsibility Upaya yang harus dilakukan antara lain, melalui Benchmarking, menggali dari referensi atau bagi perusahaan yang menginginkan langkah instan, penyusunan manual ini merupakan inti dari perencanaan, yang memberikan petunjuk pelaksanaan Corporate
Social
Responsibility bagi komponen perusahaan. 2. Tahap Implementasi Tahap implementasi ini terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi, pelaksanaan, dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi Corporate Social Responsibility khususnya mengenai pedoman penerapan Corporate Social Responsibility . Tujuan sosialisasi ini adalah agar program Corporate Social Responsibility akan diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius yang dapat dialami oleh unit penyelenggara. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan pedoman Corporate Social Responsibility yang ada, berdasar roadmap yang telah disusun. Sedang internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan Corporate Social Responsibility dalam seluruh proses bisnis perusahaan misalnya melalui sistem manajemen kerja, prosedur pengadaan, proses produksi, pemasaran dan proses bisnis lainnya, dengan demikian Corporate Social Responsibility telah menjadi strategi perusahaan. 3. Tahap Evaluasi Setelah program Corporate Social Responsibility diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauhamana efektivitas penerapan Corporate Social Responsibility. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan keputusan, misalnya keputusan untuk menghentikan, memperbaiki atau melanjutkan dan mengembangkan aspekaspek tertentu dari program yang sudah diimplementasikan. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit
implementasi atas praktik Corporate Social Responsibility yang telah ditentukan. Evaluasi dalam bentuk assessment audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatori misalnya seperti yang diterapkan dilingkungan BUMN, untuk beberapa aspek penerapan Corporate Social Responsibility. Evaluasi tersebut dapat membantu perusahaan untuk memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi Corporate Social Responsibility sehingga dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan. 4. Pelaporan Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk proses pengambilan keputusan maupun keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Jadi, selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholders lainnya yang memerlukan. 2.2.5 Manfaat Corporate Social Responsibility Pelaksanaan Corporate Social Responsibility memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal, yaitu profit, lingkungan dan masyarakat. Dengan diperolehnya laba,
perusahaan
dapat
memberikan
dividen
bagi
pemegang
saham,
mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh guna membiayai pertumbuhan dan pengembangan usaha masa depan, serta membayar pajak kepada pemerintah (Ibrahim, 2005) Perusahaan
dengan
lebih
banyak
memberikan
perhatian
kepada
lingkungan sekitar, dapat ikut berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam jangka panjang. Perusahaan juga ikut mengambil bagian dari aktivitas manajemen bencana. Manajemen bencana dini bukan hanya memberikan bantuan semata kepada korban bencana, namun juga berpartisipasi dalam usaha-usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana melalui usaha-usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir bencana (Ibrahim, 2005)
2.3 Konsep Pemberdayaan Strategi
pemberdayaan
masyarakat
digunakan
dalam
pendekatan
pembangunan yang berpusat pada rakyat. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan non materi yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan (Hikmat, 2006) Notoatmodjo
dalam
Hikmat
(2006)
mengartikan
pemberdayaan
masyarakat sebagai suatu upaya atau proses untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali, mengatasi, memelihara, melindungi dan meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya menumbuhkan kemampuan masyarakat dari dalam masyarakat itu sendiri. Pemberdayaan bukan sesuatu yang ditanamkan dari luar masyarakat yang bersangkutan melainkan suatu upaya dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri berdasarkan kemampuan sendiri. Pemberdayaan masyarakat memiliki dua elemen pokok, yaitu kemandirian dan partisipasi (Nasdian, 2003). Dalam konteks ini, yang berorientasi memperkuat kelembagaan komunitas, maka pemberdayaan warga komunitas merupakan tahap awal untuk menuju kepada partisipasi warga komunitas (empowerment is road to participation)
khususnya
dalam
proses
pengambilan
keputusan
untuk
menumbuhkan kemandirian komunitas, dengan kata lain, pemberdayaan dilakukan agar warga komunitas mampu berpartisipasi untuk mencapai kemandirian. Selain itu, pemberdayaan masyarakat memiliki dua dimensi pokok, yaitu dimensi kultural dan dimensi struktral (Nasdian, 2003). Dimensi kultural meliputi upaya untuk melakukan perubahan perilaku ekonomi, peningkatan pendidikan, sikap terhadap pengembangan teknologi, serta kebiasaan masyarakat setempat. Dimensi struktural meliputi upaya perbaikan strukur sosial yang memungkinkan terjadinya mobilisasi sosial vertikal. 2.4 Konsep Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah keterlibatan emosi dan mental seseorang dalam situasi kelompok yaitu adanya ketersediaan untuk mengambil bagian dalam menetapkan tujuan bersama, serta kesediaan memikul tanggung jawab bagi pencapaian tujuan bersama (Davis dalam Kurniawan, 2008). Partisipasi masyarakat merupakan
proses dimana masyarakat ikut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Ditinjau dari segi kualitas, partisipasi sebagai masukan kebijaksanaan, strategis, komunikasi, media pemecahan publik dan terapi sosial. Sedangkan menurut Suratmo dalam Farid (2005) tujuan dasar dari partisipasi masyarakat indonsia adalah: 1) mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, 2) mengikutsertakan masyarakat dalam pembangunan negara, 3) membantu pemerintah untuk dapat mengambil kebijaksanaan dan keputusan yang baik dan tepat. Stephen (1998) serta Cohen dan Uphoff (1977) dalam Farid (2005) membedakan tipe partisipasi berdasarkan atas tahap partisipasi dalam proses pembangunan yaitu: Partisipasi pada tahap perencanaan, partisipasi pada tahap pelaksanaan, partisipasi pada tahap pemanfaatan, partisipasi pada tahap penilaian hasil pembangunan. 2.5 Perilaku 2.5.1 Definisi Perilaku Manusia Perilaku adalah segala tindak tanduk seseorang manusia yang bisa diamati oleh orang lain. Diamati memungkinkan untuk dilihat, didengar atau dirasakan orang lain (Slamet dalam Sepdianti, 2007). Perubahan perilaku sebagai akibat dari proses pelatihan haruslah tersimpul di dalam perilaku mengetahui (knowing behavior) sebagai perwujudan dari kemampuan berfikir dan keterampilan berfikir. perilaku ini dapat dilihat dengan tingkat penguasaan seseorang terhadap informasi dan keterangan. Perubahan sikap mental tercermin dalam perilaku bersikap sebagai perwujudan dari rasa yakin/percaya, rasa tertarik/senang dan kecenderungan bertindak. (Oppenheim dalam Sepdianti, 2007). Untuk mengukur sikap mental pada dasarnya dapat dilakukan dengan melihat rasa yakin atau percaya, rasa ketertarikan atau senang dan sifat penolakan atau penerimaan seseorang terhadap suatu hal atau obyek. Perubahan keterampilan tercermin dari perilaku
berbuat
sebagai
perwujudan dari keterampilan bergerak, fungsi fisik dan bergerak terkendali. (Elly dalam Sepdianti, 2007). Pada dasarnya perilaku berbuat diukur dari ketepatan
tindakan-tindakan nyata yang sedang dilakukan seseorang, dengan kata lain kesesuaian antara perbuatan nyata dengan tujuan yang diharapkan. 2.5.2 Komponen- Komponen Perilaku Komponen-komponen perilaku dalam penelitian ini meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan merupakan informasi yang diketahui seseorang, yang akan diperoleh melalui proses belajar atau pengalaman, dimana proses belajar dan pengalaman ini dapat terjadi dimana saja, baik melalui jalur formal, informal atau dari kejadian sehari-hari (Hutabarat, 1991 dalam Thirtawati, 2002). Sikap adalah berkenan tidaknya seseorang, percaya atau tidaknya seseorang terhadap suatu hal yang baru bagi dirinya (Hidayat, 1993 dalam Thirtawati (2002). Sikap adalah sebuah perubahan dalam pemikiran dan perasaan seseorang setelah menerima informasi atau pengetahuan dengan meresponnya secara positif atau negatif terhadap obyeknya. Apabila individu memiliki sikap positif terhadap obyeknya, maka individu tersebut akan siap membantu, memperhatikan atau berbuat sesuatu yang menguntungkan. Sebaliknya, apabila individu tersebut memiliki sikap negatif, maka individu tersebut dapat merusak atau tidak mendukung obyeknya (Ahmadi dalam Sepdianti, 2007). Terbentuknya suatu sikap juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sosial dan budaya yang ada disekitarnya. Tindakan adalah tahapan dimana pengetahuan atau informasi mulai dilaksanakan seseorang dalam suatu tingkah laku individu yang disesuaikan dengan kebutuhan dan motivasinya. Dorongan untuk menggerakan manuasia untuk bertingkah laku akan dapat membentuk sebuah motivasi (Ahmadi dalam Sepdianti, 2007). 2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku Proses terbentuknya perilaku manusia baik yang berupa pengetahuan, sikap maupun tindakan seringkali dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah karakteristik individu, baik secara internal maupun eksternal individu tersebut. Karakteristik individu adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seseorang individu yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola
tindak terhadap lingkungan hidupnya (Nelly dalam Sepdianti, 2007). Sementara menurut Newcomb, Turner dan Converse dalam Kusmiati (2001) karakteristik individu adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupannya. Beberapa hal yang termasuk kaarkteristik individu yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, bangsa, dan agama. 2.6 Evaluasi Program Corporate Social Responsibility Evaluasi dapat dilakukan harian, bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan, tergantung dari kebutuhan perusahaan. Evaluasi biasanya memotret apa kekurangan pada penyelenggaraan kegiatan dan apa masalah yang muncul serta apa solusi yang akan diambil. Evaluasi dilakukan dengan tujuan: 1) Memberi masukan pada perencana program atau kegiatan, 2) Sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan, 3) Memberi masukan untuk memodifikasi program, 4) Mendapatkan informasi tentang pendukung dan penghambat program, 5) Sebagai upaya untuk melakukan tindakan perbaikan. (Wibisono, 2007) menjabarkan aspek-aspek yang perlu dinilai dalam evaluasi antara lain: 1) Persiapan Program, 2) Kemungkinan tindak lanjut, perluasan atau penghentian program, 3) Kemungkinan melakukan modifikasi program, 4) Temuan tentang dukungan masyarakat, kekuatan politik, atau kelompok profesi terhadap program, 5) Temuan tentang hambatan program yang berasal dari masyarakat, kelompok politik atau profesi, 6) Hasil atau tujuan program. Hal yang harus diperhatikan dari implementasi program Corporate Social Responsibility adalah kemungkinan terjadinya kegagalan atau rencana yang tidak sepenuhnya terlaksana. Untuk melihat sejauhmana efektifitas program Corporate Social Responsibility , diperlukan parameter atau indikator untuk mengukurnya, setidaknya ada dua indikator yaitu indikator internal dan indikator eksternal. 2.7 Hasil Penelitian terdahulu yang Berkaitan Dengan Corporate Social Responsibility Penelitian Setianingrum (2007) yang berjudul Analisis Community Development sebagai Bentuk Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di PT.ISM Bogasari Four Mills, Jakarta, menyatakan bahwa program Corporate Social Responsibility yang dilaksanakan Bogasari lebih bersifat charity. Bogasari juga
telah
mengarahkan
program
Corporate
Social
Responsibility
ke
arah
pengembangan masyarakat dengan menggunakan prinsip partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian Purba (2006) yang berjudul Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat PT.Astra International tbk. Kasus Kelompok Kerja Daur Ulang Kertas, membahas mengenai program pengembangan masyarakat PT.Astra dengan pembentukan kelompok kerja daur ulang kertas melalui pelatihan. Pelatihan diselenggarakan oleh PT.Astra telah memberi tambahan pengetahuan sikap, dan keterampilan kepada peserta pelatihan. Para peserta baru mengetahui cara mendaur ulang kertas setelah mengikuti pelatihan. Faktor karakteristik individu yang berhubungan dengan pengetahuan adalah jenis kelamin, latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan motivasi mengikuti pelatihan. Usia tidak ada hubungan dengan perubahan pengetahuan peserta. Usia, latar belakang pendidikan, latar belakang pekerjaan, dan motivasi mengikuti pelatihan berhubungan dengan sikap peserta. Faktor keragaman pelatihan
yang
berhubungan
dengan
perubahan
perilaku
(pengetahuan,
keterampilan dan sikap) adalah kelengkapan fasilitas, relevansi materi pelatihan, kemampuan pelatih dan relevansi metode pelatihan. Penelitian Pangakurian (2008) dengan judul Evaluasi Program Tanggung Jawab Sosial PT. Jamsostek dengan Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT.Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah. Pelatihan tersebut dalam sudut pandang perusahaan bersifat philantrophy, namun dalam pelaksanaannya justru bersifat charity. Output pelatihan berupa perubahan perilaku peserta pelatihan menurut persepsi responden sesudah pelatihan dipengaruhi oleh status perkawinan dan pengalaman bekerja. Keragaan pelatihan (pelatih, fasilitas pelatihan, metode pelatihan). Outcome pelatihan berupa perubahan perilaku peserta pelatihan menurut persepsi responden setelah bekerja, tidak dipengaruhi oleh output pelatihan. Effect pelatihan adalah kepuasan kerja dan produktivitas kerja. Produktivitas kerja tidak dipengaruhi oleh Outcome pelatihan, namun dipengaruhi oleh variabel kepuasan kerja yaitu pekerjaan dan hubungan antar pribadi.
2.8 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Corporate Social Responsibility di PT. Unilever Indonesia Tbk di kelola oleh Yayasan Unilever Peduli. Perusahaan berkomitmen untuk mengelola melalui dampak sosial dan lingkungan secara bertanggung jawab, bekerja dalam kemitraan dengan para pengambil keputusan, menangani tantangan sosial dan lingkungan dan memberikan sumbangsih pada pembangunan yang berwawasan lingkungan. Program Jakarta Green and Clean (JGC) adalah salah satu wujud kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, terutama yang berkaitan dengan permasalahan sampah. Perusahaan menyadari pengaruh pasca penggunaan produk perusahaan terhadap lingkungan.. Program Jakarta Green and Clean penting untuk di evaluasi untuk melihat sejauhmana tujuan-tujuan yang ingin di capai melalui program tersebut terlaksana. serta melihat hubungan input, proses dan output program tersebut baik dilihat dari perusahaan sebagai penyelenggara atau masyarakat sebagai sasaran program. Dalam penelitian ini yang menjadi input program yang akan di kaji adalah input dari perusahaan dan masyarakat. Input perusahaan berupa kebijakan dan wujud pelaksanaan Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan. Input masyarakat berupa karaktersitik personal atau faktor internal. Dalam penelitian ini, faktor internal yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kependudukan, motivasi mengikuti program dan tingkat pengetahuan responden terhadap program Jakarta Green and Clean. Tahap evaluasi proses, yaitu mengevaluasi efektivitas semua data-data yang menyangkut pelaksanaan program. Dalam penelitian ini, yang termasuk kedalam proses program Jakarta Green and Clean adalah faktor eksternal yaitu regulasi atau peraturan pemerintah setempat, hadiah atau penghargaan yang akan diterima, manajemen program Jakarta Green and Clean dimulai dari sosialisasi program, pelaksanaan program sampai pada tahap evaluasi program yang dilakukan oleh perusahaan. Serta proses partisipasi masyarakat penerima program disaat program itu disosilalisasikan sampai program tersebut berlangsung. Tahap Evaluasi Output yaitu mengevaluasi tujuan besar dari program apakah tercapai atau tidak. Khususnya program Corporate Social Responsibility yang memiliki tujuan yang lebih biss dilaksanakan dalam jangka panjang. Output
program Jakarta Green and Clean ini adalah perubahan perilaku masyarakat peserta program yang dikategorikan menjadi perubahan tingkat pegetahuan, perubahan sikap dan perubahan tindakan dalam pengelolaan lingkungan sekitar. Setelah input, proses dan output tersebut dievaluasi, akan dilihat faktorfaktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan tersebut. Serta melihat hubungan antara input, proses dan output dalam program Jakarta Green and Clean. Untuk lebih memahami kerangka pemikiran penelitian, dijelaskan dalam Gambar 2. Kebijakan dan Wujud Pelaksanaan CSR PT.Unilever Indonesia Tbk
Faktor Internal 1. Usia 2.
Jenis Kelamin
3.
Status Kependudukan
4.
Tingkat Pendidikan
5.
Motivasi mengikuti program
6.
Tingkat Pengetahuan terhadap program
Perubahan perilaku masyarakat meliputi: 1. Pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah 2.
Sikap masyarakat dalam pengelolaan sampah
3. Tindakan masyarakat dalam pengelolaan sampah. Faktor Eksternal 1. Regulasi Pemerintah Setempat 2.
Penghargaan /hadiah yang diterima
3.
Manajemen program: Sosialisasi Pelaksanaan Evaluasi
4.
Partisipasi masyarakat dalam program.
Keterangan:
Hubungan yang di hipotesiskan Mempengaruhi, Secara Kualitatif Gambar 2: Hubungan antara Pengaruh Kebijakan dan Wujud Pelaksanaan CSR terhadap Input, Proses, Output dalam Program Jakarta Green and Clean PT.Unilever Indonesia Tbk. 2.9 Hipotesis Uji Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis uji sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang nyata / signifikan antara faktor internal (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kependudukan, motivasi mengikuti program, dan tingkat pengetahuan terhadap program) dengan perubahan perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) masyarakat peserta program Jakarta Green and Clean. 2. Terdapat hubungan yang nyata / signifikan antara faktor eksternal ( Regulasi pemerintah, hadiah yang diterima, manajemen program dan partisipasi masyarakat dalam program) dengan perubahan perilaku ( pengetahuan, sikap dan tindakan) masyarakat peserta program Jakarta Green and Clean. 2.10 Definisi Operasional 1. Faktor internal adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden yang dapat menggambarkan keadaan masyarakat penerima program dan mempengaruhi efektivitas pencapaian program. Faktor internal meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, status kependudukan, motivasi mengikuti program dan tingkat pengetahuan responden terhadap progra. 2. Usia adalah lama waktu hidup responden sejak dilahirkan sampai pada saat diwawancarai, dan diukur dalam tahun. Dikategorikan menjadi: Muda :≤ 20 tahun diberi skor 1 Dewasa: 21-30 tahun diberi skor 2 Tua: > 30 tahun diberi skor 3
3. Jenis Kelamin adalah struktur biologis responden yang terbagi menjadi dua kategori: Laki-laki
: diberi skor 1
Perempuan
: Diberi skor 2
4. Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang diikuti responden.
Diukur
berdasarkan
jenjang
pendidikan
formal
terakhir.
Dikategorikan menjadi: Rendah
: SD diberi skor 1
Menengah
: SMP s/d SMA diberi skor 2
Tinggi
: D3/ S1/ S2 diberi skor 3
5. Status Kependudukan adalah status tempat tinggal masyarakat di daerah yang di tempatinya. Di bagi kedalam dua dimensi yaitu warga sementara dan warga tetap. Dikategorikan menjadi: Warga tetap diberi nilai 1 Warga Sementara diberi nilai 2 6. Motivasi mengikuti program adalah kebutuhan yang dirasakan seseorang yang mendorongnya mengikuti program. Dikategorikan menjadi: Memperbaiki lingkungan tempat tinggal diberi skor 1 Menambah Pengetahuan diberi skor 2 Hanya ikut-ikutan warga lain diberi skor 3. 7. Tingkat pengetahuan terhadap program adalah seberapa besar pengetahuan responden terhadap program Jakarta Green and Clean beserta aspek-aspek yang terkait. Responden akan diberikan pertanyaan seputar program, dan dilihat apakah skor yang di dapat tinggi atau rendah. Benar bernilai 1 dan
salah bernilai 0. Terdapat sepuluh pertanyaan untuk menguji tingkat pengetahuan responden dikategorikan: Rendah yaitu skor 0-5 diberi skor 1 Tinggi yaitu skor 6-10 diberi skor 2 8. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terdapat diluar responden yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku masyarakat peserta program. Faktor eksternal meliputi regulasi pemerintah setempat, hadiah/penghargaan yang diterima, dan manajemen program yang dapat dilihat dari sosialisasi program, perencanaan program dan pelaksanaan program. 9. Regulasi pemerintah setempat adalah pandangan responden terhadap peraturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat, terutama yang terkait dengan program dan pengelolaan lingkungan. Apabila jawaban „ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak” diberi skor 0. Responden akan diberikan lima pertanyaan terkait cara pandang terhadap aturan yang dibuat pemerintah setempat. Dikategorikan: Buruk yaitu nilai 0-2 diberi skor 1 Baik yaitu bilai 3-5 diberi skor 2 10. Hadiah atau penghargaan yang diterima yaitu pandangan responden mengenai seberapa besar hadiah yang akan diterima berpengaruh terhadap keterlibatan responden dalam program. Skor dengan jawaban “ya” tiap pertanyaan diberi nilai 1 dan jawaban “tidak” bernilai 0. Terdapat lima pertanyaan yang terkait dan dikategorikan: Tidak Mempengaruhi yaitu nilai 0-2 diberi skor 1 Mempengaruhi yaitu nilai 3-5 diberi skor 2 11. Manajemen program adalah pandangan responden terhadap komponenkomponen yang terdapat dalam program Jakarta Green and Clean yaitu dalam tahap sosialisasi program, pelaksanaan program dan evaluasi program
tersebut. Terdapat sembilan belas pertanyaan yang terkait dengan manajemen program dan dikategorikan: Buruk yaitu nilai 0-8 diberi skor 1 Baik yaitu nilai 9-19 diberi skor 2 12. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan responden mengenai keterlibatan mereka dalam program baik ketika sosialisasi, perencanaan dan pelaksanaan program. Skor dengan jawaban ”ya” diberi nilai 1, dan jawaban ”tidak” diberi nilai 0. Terdapat sembilan pertanyaan yang terkait, dengan pengkategorian: Rendah yaitu nilai 0-4 diberi skor 1 Tinggi yaitu nilai 5-9 diberi skor 2 13. Perubahan perilaku adalah perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat menurut persepsi responden setelah adanya program. Merupakan tujuan atau output dari program. 14. Perubahan Pengetahuan responden adalah perubahan tingkat pengetahuan sesudah adanya program menurut persepsi responden terkait dengan pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan terutama sampah dan pengelolaanya. Responden akan di berikan pertanyaan seputar sampah dan pengelolaan lingkungannya. Apabila jawaban responden benar diberi skor 1, dan salah di beri skor 0. Terdapat sepuluh pertanyaan terkait, dan dikategorikan menjadi: Rendah yaitu nilai 0-5 diberi skor 1 Tinggi yaitu nilai 6-10 diberi skor 2. 15. Perubahan sikap responden adalah perbedaan sikap responden setelah adanya program menurut persepsi responden. Sikap ini berkaitan dalam respon dari responden dalam menjaga lingkungan sekitar secara mandiri, terutama yang berhubungan dengan sampah dan pengelolaanya. Terdapat sepuluh pernyataan
yang terkait. Pengukuran sikap di ukur dengan Skala Likert, apabila penyataan yang disajikan positif diberi skor sebagai berikut: Sangat tidak setuju bernilai 1, Tidak setuju bernilai 2, Setuju bernilai 3, Sangat Setuju bernilai 4. Apabila pernyataan dalam kuesioner negatif maka skor yang diberikan dibalik yaitu: Sangat tidak setuju bernilai 4, Tidak setuju bernilai 3, Setuju bernilai 2, Sangat Setuju bernilai 1. Dari hasil perhitungan sikap tersebut, akan dijumlahkan dan diberi rataan dengan pengkategorian: Rendah apabila nilai rataan 0 - 2,5 dan diberi skor 1 Tinggi apabila nilai rataan 2,6 - 4 dan diberi skor 2 16. Perubahan Tindakan responden adalah perubahan tindakan yang dilakukan sebagai respon terhadap adanya program menurut persepsi responden terkait dengan tindakan responden dalam mengelola lingkungan terutama sampah dan pengelolaanya. Terdapat sepuluh pertanyaan yang terkait dengan perubahan tindakan. Pengukuran tindakan
di ukur dengan skala Likert, apabila
penyataan positif diberi dikategorikan: Tidak Pernah bernilai 1, Jarang bernilai 2, Sering bernilai 3,
Sering sekali bernilai 4. Apabila pernyataan negatif maka skor yang diberikan dibalik yaitu: Tidak Pernah bernilai 4 Jarang bernilai 3, Sering bernilai 2, Sering sekali bernilai 1. Dari hasil perhitungan sikap tersebut, akan dijumlahkan dan diberi rataan dengan pengkategorian: Pasif apabila nilai rataan 0 - 2,5 dan diberi skor 1 Aktif apabila nilai rataan 2,6 - 4 dan diberi skor 2