5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Sehat Secara umum makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi (mengandung hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral). Makanan merupakan salah satu bagian penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Kasus penyakit bawaan makanan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain kebiasaan mengolah makanan secara tradisional, menyimpan dan penyajian yang tidak bersih, dan tidak memenuhi persyaratan sanitasi (Azwar, 1996). Ada dua faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia antara lain (Chandra, 2006) : 1. Kontaminasi a. Parasit, misalnya: cacing dan amuba b. Golongan mikroorganisme, misalnya: salmonela dan shigella. c. Zat kimia, misalnya: bahan pengawet dan pewarna. d. Bahan-bahan radioaktif, misalnya kobalt, dan uranium. e. Toksin atau racun yang dihasilkan mikroorganisme, misalnya: stafilokokus dan clostridium botulinum. 2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi tiga golongan: a. Secara alami makanan itu
memang telah mengandung zat kimia
beracun, misalnya singkong yang mengandung HCN ikan, dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (Hg dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf. b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri.
6
c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agent penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Misalnya penykit typhoid abdominalis dan disentri basiler. 2.2. Higienis dan Sanitasi Makanan Makanan diperlukan untuk kehidupan, karena dari makanan didapatkan energi yang diperlukan oleh tubuh. Dalam ilmu kesehatan telah lama diketahui bahwa antara makanan ataupun minuman sangat berhubungan erat. Misalnya, seseorang yang makan makanan yang tidak cukup mengandung gizi mudah terserang penyakit. Selanjutnya ilmu kesehatan juga memperhatikan cara mengelola bahan makanan, karena jika cara mengelolanya salah akan mengakibatkan kerusakan beberapa zat yang terdapat dalam bahan makanan, karena jika cara mengelola tersebut salah akan mengakibatkan kerusakan beberapa zat yang terdapat dalam bahan makanan. Dari sudut kesehatan lingkungan perhatian utama ditunjukkan pada higienis dan sanitasi makanan tersebut. Kebersihan makanan dan minuman adalah: 1. Kebersihan dari makanan dan minuman itu sendiri yang merupakan usaha higiene makanan. 2. Kebersihan dari lingkungan sekitar dimana makanan itu berada. Hal ini merupakan usaha sanitasi makanan. Sanitasi makan dan minuman tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan dan minuman adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan dan minuman agar tetap bersih, sehat dan aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor yaitu (Yuliarsih, 2002):
7
1 Faktor fisik Sanitasi makanan yang buruk yang disebabkan oleh faktor fisik adalah ruangan yang kurang mendapat pertukaran udara yang kurang lancar , suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. 2 Faktor Kimia. Sanitasi makanan yang buruk yang disebabkan oleh faktor kimia adalah karena : a. Adanya pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau adanya partikel-partikel yang beracun. b. Zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan. c. Zat perwarna tekstil yang digunakan untuk memberi warna pada makanan. d. Obat-obat penyemprot hama yang digunakan untuk sayuran dan buah ketika ditanam. 3 Mikrobiologi Sanitasi makanan yang buruk yang disebabkan oleh faktor mikrobiologi karena adanya pencemaran oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit (Azwar, 1996). 2.3. Saus Tomat Saus tomat atau saos tomat adalah saus yang dibuat dari buah tomat yang sudah masak ditambah gula, garam, cuka dan rempah-rempah seperti cengkeh dan kayu manis. Bawang bombay, seledri dan sayuran lain juga sering ditambahkan ke dalam saus tomat. Saus tomat adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang. Walaupun mengandung air dalam jumlah besar, saus mempunyai daya simpan panjang karena mengandung asam, gula, garam dan seringkali diberi pengawet. Saus tomat digunakan pada kentang goreng, sandwich, dan berjenisjenis masakan ayam dan daging yang dipanggang atau digoreng. Saus tomat dibuat dari campuran bubur buah tomat dan bumbu. Pasta ini berwarna merah muda sesuai dengan warna tomat yang digunakan (Rukmana, 1994).
8
Gambar 2.1. Saus tomat 2.4. Saus Cabai Saus cabai atau yang
juga disebut saus sambal adalah saus yang
diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan digunakan sebagai penyedap makanan (SNI, 1992) Tingkat keawetan saus cabai sangat ditentukan oleh proses pengolahan yang diterapkan dan jumlah bahan pengawet yang digunakan. Jika proses pengolahan (terutama pemasakan) dilakukan secara benar, dengan sendirinya produk menjadi awet, sehingga tidak diperlukan bahan pengawet yang berlebihan (Astawan, 2007). Bahan yang digunakan dalam pembuatan saus cabai antara lain cabai merah besar, bawang putih, gula pasir, garam, minyak wijen, kecap inggris, air, asam cuka, dan bahan pengawet (Suyanti, 2007).
Gambar 2.2 Saus cabai
9
2.5. Bahan Tambahan Pangan Penggunaan bahan tambahan atau zataditif pada makanan semakin meningkat,terutama setelah adanya penemuanpenemuantermasuk keberhasilan dalam mensintesis bahan kimia baru yang lebih praktis, lebih murah, dan lebih mudah diperoleh (Siaka, 2009). Bahan tambahan pangan atau zat aditif bahan pangan didefiniskan sebagai suatu zat bukan gizi yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan sengaja, yang pada umumnya dalam jumLah kecil untuk memperbaiki kenampakan, cita rasa, tekstur, atau sifat-sifat penyimpangannya. Zat yang ditambahkan terutama yang mempunyai nilai gizi, seperti vitamin dan mineral tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. (Desrosier, 1988) Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun oleh konsumen. Penyimpangan dalam pengggunaanya akan membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Kita membutuhkan pangan yang aman dikonsumsi, lebih bermutu, bergizi dan mampu bersaing pada pasar global. (Cahyadi, 2008). Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu: 1. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna, dan pengeras. 2. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut, terdapat dengan tidak sengaja, baik dalam jumLah sedikit atau banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan dan pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus terbawa dalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh
10
residu pestisida, insektisida, fungisida, antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis. Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (Bahan Tambahan Kimia) oleh Departemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesi Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, terdiri dari golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai berikut:
1. Antioksidan (Antioxidant) 2. Antikempal (Anticacking Agent) 3. Pengatur Keasaman (Acidity Regulator) 4. Pemanis buatan (Artificial Sweetener) 5. Pemutih dan Pematang tepung (Flour Treatment Agent) 6. Pengemulsi, pemantap, dan pengental (Emulsifier, Stabilizer,Thickener) 7. Pengawet (Preservative) 8. Pengeras (Firming Agent) 9. Pewarna (Colour) 10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa (Flavour; Flavour enhancer) 11. Sekuestran (Sequestrant) Bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/88 dan No. 1168/ Menkes/Per/X/ 1999 sebagai berikut : 1. Natrium Tetraborat (Boraks) 2. Formalin (Formaldehyde) 3. Minyak nabati yang dibrominasi/brominated vegetable oil 4. Kloramfenikol (Chlorampenicol) 5. Kalium klorat (Potassium Chlorate) 6. Dietil pirokarbonat (Diethyl Pyrocarbonate, DEPC) 7. Nitrofurazon (Nitrofurazon)
11
8. P- phenetilkarbamida (P- phenethycarbamide, dulcin, 4- ethoxyphenyl uea) 9. Asam salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) Sedangkan
menurut
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1168/Menkes/Per/X/1999, selain bahan tambahan pangan di atas masih ada tambahan kimia yang dilarang, seperti Rhodamin B (pewarna merah), Methanyl Yellow (pewarna kuning), Dulsin (pemanis sintesis) dan Potassium Bromat (pengeras) (Cahyadi, 2008). 2.6.
Bahan Pengawet Bahan pengawet umumnya digunakan untuk mengawetkan pangan yang
mempunyai sifat mudah rusak. Bahan ini dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian yang disebabkan oleh mikroba. Penggunaan pengawet dalam bahan pangan harus tepat, baik jenis dan dosisnya (Cahyadi, 2008). Apabila pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik yang bersifat langsung, misalnya keracunan maupun yang tidak bersifat langsung atau kumulatif, misalnya bahan pengawet yang bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2008). Menurut pakar gizi, secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi tiga yaitu: 1. GRAS (Generally Recognized as Safe ) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun sama sekali. 2. ADI
(Acceptable
Daily
penggunaanhariannya
Intake),
(daily
yang
intake)
selalu
guna
ditetapkan
melindungi
batas
kesehatan
konsumen. 3. Zat pengawet yang memang tidak layak dikonsumsi atau berbahaya seperti boraks dan formalin. Formalin, misalnya, bisa menyebabkan kanker paru-paru serta gangguan pada alat pencernaan dan jantung. Sedangkan penggunaan boraks sebagai pengawet makanan dapat menyebabkan gangguan pada otak, hati, dan kulit.
12
Berdasarkan Permenkes No. 722/88 terdapat 26 jenis pengawet yanmg diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Adapun kelompok pengawet tersebut adalah: asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil phidroksi benzoat, kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit, kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitri, natrium propionat, natrium sulfit, nisin, propil -p- hidroksi benzoat. Penggunaan bahan pengawet tersebut harus mengikuti dosis yang ditetapkan (Widjajarta, 2006). 2.6.1. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet Secara umum penambahan bahan pengawet pada pangan bertujuan sebagai berikut: 1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun yang tidak patogen. 2. Memperpanjang umur simpan pangan. 3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan. 4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah. 5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak memenuhi persyaratan. 6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan (Cahyadi, 2008). 2.6.2. Sumber Bahan Pengawet Sumber bahan pengawet dapat digolongkan menjadi 2 golongan sebagai berikut: 1. Senyawa Organik Pengawet berasal dari senyawa organik biasanya digunakan untuk produk-produk olahan nabati seperti roti, sari buah, selai dan jeli. Kandungan garam dalam bahan pengawet organik mudah larut dalam air, contohnya asam sorbat, asam propionat, dan asam asetat.
13
2. Senyawa Anorganik Pengawet yang berasal dari senyawa anorganik contohnya SO2, garam natrium, kalium sulfit, bisulfit, metabisulfit, nitrit, dan nitrat. Senyawa anorganik yang sering digunakan adalah senyawa nitrit dan nitrat dalam bentuk garam. Selain untuk mencegah tumbuhnya bakteri Clostridium botolinum, senyawa tersebut juga berfungsi untuk mempertahankan warna dan menghambat pertumbuhan mikroba ( Saparinto dan Hidayati, 2006). 2.6.3. Efek Beberapa Bahan Pengawet Efek beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan: a. Asam Benzoat dan Garamnya (Ca, K dan Na)
Metabolisme ini meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis enzim syntese dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam hipurat yang disimpan dalam hati disekresikan melalui urin. Jadi, di dalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak diekskresikan sebagai asam hipurat dihilangkan toksitasnya berkonyugasi dengan asam glukoronat dan diekskresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangan sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumLah besar akan mengiritasi lambung. b. Asam Sorbat dan Garamnya Asam sorbat dalam tubuh dimetabolisme seperti asam lemak bebas, dan tidak bereaksi sebagai antimetabolit. Kondisi yang ekstrim (suhu dan konsentrat asam sorbat tinggi) asam sorbat dapat bereaksi dengan nitrit membentuk produk mutagen yang tidak terdeteksi di bawah kondisi normal penggunaan. Asam sorbat kemungkinan memberikan efek iritasi kulit apabila langsung dipakai pada kulit, sedangkan untuk garamnya belum diketahui efeknya terhadap tubuh.
14
c. Asam Propionat dan Garamnya Asam propionat dalam tubuh dimetabolisme menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam lemak menjadi CO2 dan H2O. Natrium propionat dengan migrain sedangkan untuk kalsium propionat tidak diketahui efek terhadap kesehatan. 4. Ester dari asam benzoat (paraben) Ester asam benzoat (metil-p-hidroksi benzoat dan propil-p-hidroksi benzoat) memberikan gangguan berupa reaksi yang spesifik. Metil-p-hidroksi benzoat dan garam natriumnya, memberikan efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut dan kulit. Sedangkan propil-p-hidroksi benzoat dan garamnya, terutama pada orang penderita asma, urticaria, dan yang sensitif terhadap aspirin akan memberikan reaksi alergi pada kulit dan mulut. 5. Nisin Pada tahun 1969, para ahli dari FAO/WHO dapat menerima Nisin sebagai bahan tambahan pangan, namun perlu juga diperhatikan timbulnya neprotoksik akhir-akhir ini. (Cahyadi, 2008) 2.7. Asam Benzoat dan Natrium Benzoat Asam benzoat umumnya banyak digunakan pada bahan makanan yang bersifat asam, seperti minuman karbonat, jus buah, pikel, sari buah apel dan lainlain. Oleh karena kelarutan garam lebih tinggi, maka biasa digunakan dalam bentuk garam natrium benzoat. Dalam bahan, garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif yaitu asam benzoat tidak terdisosiasi (Branem dan Davidson, 1983). Selain berfungsi sebagai bahan pengawet, asam benzoat juga berperan sebagai antioksidan karena pada umumnya antioksidan mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzen tidak jenuh disertai dengan gugus hidroksil atau gugus amina. Antioksidan dapat menghambat setiap tahap proses oksidasi, dengan penambahan antioksidan maka energi persenyawaan aktif ditampung oleh antioksi dan sehingga reaksi oksidasi berhenti. Penambahan antioksidan buatan dalam bahan makanan harus lebih hati-hati, karena banyak
15
diantaranya yang menyebabkan keracunan pada dosis tertentu, dosis yang diizinkan dalam bahan pangan adalah 0,01-0,1% (Tranggono, 1990). Asam benzoat larut dalam air dengan kelarutan maksimal 21 g/l, sedangkan dalam bentuk garam sodium benzoat kelarutan maksimalnya adalah 660 g/l dan dalam bentuk kalsium benzoat adalah 40 g/l. Di pasaran, biasanya senyawa benzoat tersedia dalam bentuk sodium benzoat dan kalsium benzoat, namun yang paling banyak dijumpai adalah sodium benzoat. Senyawa benzoat dapat menghambat pertumbuhan kapang dan khamir, bakteri penghasil toksin (racun), bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Efektifitas benzoat bertambah jika bahan banyak mengandung garam dapur (NaCl) dan gula pasir (Branen dan Davidson, 1983). Asam Benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setalah didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk endapan besi (III) benzoat basa berwarna coklat dari larutan-larutan netral. 3C6H5COOH + FeCl3βFe(C6H5COO)3β + 3HCl (Coklat)
(Vogel, 1985)
Natrium benzoat berwarna putih, granula tanpa bau, bubuk kristal atau serpihan dan lebih larut dalam air dibandingkan asam benzoat dan juga dapat larut dalam alkohol, jadi garam natrium lebih sering digunakan dari asam benzoat karena sifatnya tersebut. Natrium Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai makanan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2008). Natrium benzoat stabil berbentuk kristal putih, mempunyai rasa manis dan kadang-kadang sepat. Asam benzoat lebih efektif pada media asam, makin tinggi pH media makin tinggi pula tingkat disosiasinya. Oleh karena itu sari buah yang lebih asam membutuhkan lebih sedikit asam benzoat. Asam benzoat digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada kisaran pH 2.5 β 4.0 (Winarno dan Fardiaz, 1980).
16
Asam benzoat biasanya merupakan bentuk dari garam sodium yang telah lama digunakan sebagai bahan tambahan makanan yang berfungsi sebagai antimikroba. Garam sodium lebih disukai karena memiliki daya larut yang rendah dari asam bebas dan bersifat lebih stabil. Pada penggunaannya, garam diubah menjadi asam yang merupakan bagian aktifnya. Pada Gambar 2.3. menunjukan perbedaan struktur kimia antara asam benzoat.dan natrium benzoat (Furia, 1972).
Gambar 2.3. Struktur asam benzoat dan natrium benzoat Batas maksimum Natrium Benzoat yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang penggunaan Natrium Benzoat yang diizinkan oleh Depkes RI pada saus tomat dan saus cabai tidak melebihi 1 gr/kg. Pembatasan penggunaan asam benzoat ini bertujuan agar tidak terjadi keracunan pada tubuh manusia. Konsumsi yang berlebihan dari asam benzoat dalam suatu bahan makanan tidak dianjurkan karena jumlah zat pengawet yang masuk ke dalam tubuh akan bertambah dengan semakin banyak dan seringnya mengkonsumsi. Lebih-lebih lagi jika dibarengi dengan konsumsi makanan awetan lain yang mengandung asam benzoat (Depkes, 1988). 2.7.1. Sifat Fisika dan Kimia Asam Benzoat Asam benzoat (C6H5COOH) dan natrium benzoat (C6H5COONa) memiliki struktur kimia seperti pada Gambar 2.3. Asam Benzoat (BM 122.1) dan Natrium Benzoat (BM 144.1) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat. Kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah (0,18, 0.27, dan 2,2 g larut dalam 100 ml air pada 4, 18, dan 750C ) (Chipley 2005). Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 250C adalah
17
6.335 x 10-5 dan pKa 4.19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzene dan aceton (WHO 2000). Natrium benzoat berupa bubuk kristalin yang stabil, tidak berbau, berwarna putih dengan rasa menyengat (astringent) yang manis. Natrium benzoat sangat larut dalam air (62,8, 66, dan 74,2 gram larut dalam 100 mL air pada 0, 20, dan 1000C), higroskopik pada RH di atas 50 %, memiliki pH sekitar 7.5 pada konsentrasi 10 g/liter air, larut dalam etanol, metanol, dan etilen glikol Karena kelarutan natrium benzoat dalam air jauh lebih besar daripada asam benzoat, maka natrium benzoat lebih banyak digunakan. (3734 kJ/mol (Kirk dan Othmer, 1968) 2.7.2. Kegunaan Asam Benzoat Asam benzoat banyak digunakan sebagai bahan pengawet makanan, yaitu bahan makanan dan minuman berasa asam seperti sirup, dalam farmasi sebagai antiseptik, obat-obatan dermatologi, sebagai zat aditif untuk mengebor lumpur dan agen retardant pada karet alam dan sintetis. Sedangkan turunan asam benzoat dapat digunakan sebagai pengawet makanan, plasticizer, obat-obatan, dan antiseptik sebagaimana tertera dalam Tabel 2.1. berikut. Tabel 2.1. Kegunaan Turunan Asam Benzoat No. 1.
Turunan Asam Benzoat Sodium benzoat (NaOH)
Kegunaan 1. Pengawet makanan 2. Pengawet makanan (kemasan) 3. Pengawet kosmetika 4. Obat-obatan
2.
Butil benzoat
Parfum dan tepung
3.
8-hidroksiquinolin benzoat
Pasta gigi dan pencuci mulut
4.
Benzyl benzoat
Pelarut parfum dan tepung Obat-obatan
5.
Metil benzoat
Parfum dan tepung (www.wihans.web.id).
18
2.7.3. Dampak Benzoat Terhadap Kesehatan. Metabolisme asam benzoat didalam tubuh meliputi dua tahap reaksi, pertama dikatalisis oleh enzim syntetase dan pada reaksi kedua dikatalisis oleh enzim acytransferase. Asam hipurat yang pengujiannya didalam hati, kemudian diekspresikan melalui urin. Jadi, didalam tubuh tidak terjadi penumpukan asam benzoat, sisa asam benzoat yang tidak dieksresi sebagai asam hipurat, dihilangkan toksisitasnya berkonjugasi dengan asam glukoronat dan dieksresi melalui urin. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat, jika dikonsumsi dalam jumlah besar akan mengiritasi lambung (Cahyadi, 2008).
19
Gambar 2.4. Metabolisme benzoat dalam tubuh Pengkonsumsian natrium benzoat secara berlebihan dapat menyebabkan keram perut, rasa kebas dimulut bagi orang yang lelah. Pengawet ini memperburuk keadaan juga bersifat akumulatif yang dapat menimbulkan penyakit kanker dalam jangka waktu panjang dan ada juga laporan yang menunjukkan bahwa pengawet ini dapat merusak sistem syaraf ( Awang, 2003). Bagi penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat sensitif terhadap asam benzoat sehingga konsumsi dalam jumLah berlebih akan mengiritasi lambung Sampai saat ini asam benzoat tidak mempunyai efek teratogenetik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut dan juga tidak mempunyai efek karsiogenik (WHO, 2000). Menurut penelitian B Bateman, J O Warner, E Hutchinson, T Dean, P Rowlandson, C Gant, J Grundy, C Fitzgerald, J Stevenson, penggunaan bahan pengawet seperti natrium benzoat dapat menyebabkan hiperaktivitas pada kanakkanak berumur tiga tahun. Sifat hiperaktivitas ini dapat dideteksi oleh orang tua kanak-kanak tetapi bukan dengan diagnosa klinis (B Bateman, J O Warner, E Hutchinson, T Dean, P Rowlandson, C Gant, J Grundy, C Fitzgerald,J Stevenson 2004). Selain itu, menurut Peneliti Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) Nurhasan menyatakan
terdapat
350
pasien
penderita
Penyakit
Systemic
Lupus
20
Erythematosus (SLE) pada tahun 2009 yang berobat di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung dan ditemukan 80% pasien Lupus tersebut memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman kemasan yang kaya bahan pengawet. Riset yang lebih mendalam sangat dibutuhkan, karena lupus sampai kini belum sepenuhnya jelas akan hubungannya dengan bahan pengawet. Riset yang dilakukan oleh Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman yang umum digunakan, menyatakan bahwa sodium benzoate diperkirakan dapat merusak DNA. Sodium benzoate, penghambat jamur yang biasa ditemukan pada Pepsi, Coke, Sprite, maupun minuman-minuman ringan lainnya, juga pada asinan dan saus, dianggap patut diwaspadai. Pete Piper, professor bidang biologi molekuler dan bioteknologi, yang telah meneliti sodium benzoate sejak 1999, pernah menguji sodium benzoate pada sel ragi yang hidup. Ia terkejut menemukan substansi tersebut dapat merusak DNA mitochondria pada ragi. Bahan kimia ini memiliki kemampuan untuk menyebabkan kerusakan yang serius pada DNA di dalam mitochondria, sedemikian rupa hingga dibuat sepenuhnya tidak aktif mereka merusak seluruhnya. Mitochondria menyerap oksigen untuk menghasilkan energi, dan bila dirusak seperti terjadi pada sejumlah kondisi pada saat sakit maka sel mulai mengalami kegagalan fungsi yang sangat serius. Dan ada sejumlah penyakit dimana yang sekarang dikaitkan dengan kerusakan DNA ini penyakit Parkinson dan beberapa penyakit akibat degenerasi saraf, namun terutama sekali, keseluruhan dari proses penuaan. Vitamin C (ascorbic acid) ditambahkan pada minuman ringan akan bereaksi dengan sodium benzoate menghasilkan benzene, dikenal sebagai polutan udara dan penyebab kanker (www.hidayatullah.com). 2.7.4. Acceptable Daily Intake ( ADI ) Natrium Benzoat Acceptable Daily Intake ( ADI ) adalah suatu batasan berapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang dapat diterima dan dicerna setiap hari seumur hidup tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen. ADI dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg berat badan (Cahyadi, 2008).
21
Anak-anak lebih peka atau mempunyai daya tahan yang lebih rendah terhadap bahan tambahan makanan dibandingkan dengan orang dewasa untuk berat badan yang identik atau per satuan berat badan. Berdasarkan kebutuhan kalori per kilogram berat badan untuk orang dewasa, yaitu sekitar 40 kalori dan anak-anak 100 kalori, maka faktor keamanan untuk anak-anak yang digunakan adalah 2,5, artinya dalam perhitungan batas maksimum penggunaan berat badan orang dewasa perlu dibagi dengan 2,5 untuk mendapatkan batas maksimum penggunaan untuk konsumsi anak-anak.(Cahyadi, 2008). 2.8. Spektrofotometri Ultraviolet - Sinar Tampak Prinsip metode spektrofotometri UV-Vis, sampel menyerap radiasi (pemancar) elektromagnetis yang pada panjang gelombang tertentu dapat terlihat. Spektrofotometri ini menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Penggunaan utama spektroskopi ultraviolet-sinar tampak adalah dalam analisis kuantitatif. Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak penggunaannya cukup luas. Penentuan kadar dilakukan dengan mengukur absorbsi pada panjang gelombang maksimum (puncak kurva), agar dapat memberikan absorbsi tertinggi untuk setiap konsentrasi (Kokasih et al, 2004). Pada umumnya terdapat dua tipe instrumen spektrofotometer yaitu single -beam dan double-beem. a. Single-beam Instrument. Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkansingle-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm.
22
b. Double-beem Instrument. Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750 nm. Double-beam instrumentdimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel, mencocokkan fotodetektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca. Perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut hanya pada pemberian cahaya, dimana pada single-beam, cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang diperoleh
hanya
nilai
absorbansi
dari
larutan
yang dimasukan.
Spektrofotometer double-beam, nilai blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu kali proses yang sama. Prinsipnya adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua, dimana salah satu melewati blanko (disebut juga reference beam) dan yang lainnya melewati larutan (disebut juga sample beam). Dari kedua jenis spektrofotometer tersebut, spektrofotometer double-beam memiliki keunggulan lebih dibanding single-beam, karena nilai absorbansi larutannya telah mengalami pengurangan terhadap nilai absorbansi blanko. Selain itu, pada single-beam, ditemukan juga beberapa kelemahan seperti perubahan intensitas cahaya akibat fluktuasi voltase (Skoog, DA, 1996) Spektrum UV-Vis mempunyai bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang bisa didapatkan dari spektrum ini. Tetapi spektrum ini sangat berguna untuk pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2007). Apabila dalam alur radiasi spektrofotometri terdapat senyawa yang mengabsorbsi radiasi, akan terjadi pengurangan intensitas radiasi yang mencapai detektor. Gambar di bawah memperlihatkan intensitas sinar sebelum (Po) dan sesudah (P) melewati larutan yang mempunyai ketebalan b cm dan konsentrasi zat penyerap sinar C, sebagai akibat interaksi antara cahaya dan partikel-partikel
23
penyerap (pengabsorbsi) yaitu berkurangnya kekuatan sinar dari Po ke P. Transmitansi larutan T merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan melalui larutan. Jadi, T=
π ππ
Gambar 2.5. Berkas Sinar Melewati Medium Dimana :
T = Transmitansi P = Intensitas sinar setelah melewati medium/larutan Po = Intensitas sinar sebelum melewati medium/larutan b = Tebal medium
Transmitansi T sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Absorbansi (A) suatu larutan dinyatakan sebagai persamaan: π
A= - Log T = πππ ππ Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri sinar tampak: a. Panjang gelombang Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum. b. Kurva kalibrasi Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi.
Masing-masing
absorbansi
larutan
dengan
berbagai
konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lamber-Beer terpenuhi maka kurva kalibrasi merupakan garis lurus. c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
24
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,20,6. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007). Spektrofotometri
adalah
pengukuran
absorbansi
selektif
radiasi
elektromagnetik yang dipakai untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa kimia. Keuntungan utama dari metode spektrofotometri yaitu dapat menetapkan kadar suatu zat yang sangat kecil (Bassett, 1991). Banyak kelebihan yang dimilikinya, antara lain : a. Dapat digunakan secara luas dalam pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif untuk senyawa senyawa anorganik maupun senyawa anorganik. b. Kepekaan tinggi, karena dapat mengukur dalam satuan ppm (part per million), bahkan ppb (part per billion) sehingga dapat mengukur komponen trace (renik). c. Sangat selektif bila suatu komponen x akan siperiksa dalam suatu campuran, dengan cara mengatur panjang gelombang cahaya dimana hanya komponen x yang akan mengadsorbansi cahaya tersebut (Underwood,A.L. 1983). 2.9.
Hukum Lambert-Beer Jika intensitas cahaya I0 pada panjang gelombang tertentu dilewatkan
melalui larutan yang mengandung bahan yang mengabsorpsi cahaya dapat diukur dengan detektor. Hukum Lambert β Beer digunakan untuk menggambarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu yang diberikan oleh absorpsi spesi dalam larutan : log =
πΌπ πΌ
A
Ξ΅ lc -1
-1
Dengan A adalah absorbansi; adalah absorptivitas molar (L mol cm ); 1 adalah panjang laluan sinar melalui larutan (cm);c adalah konsentrasi spesi (molal).
25
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel (b) yang disinari, dengan bertambahnya sel, maka serapan akan bertambah. A = k. b Menurut Beer, yang berlaku untuk radiasi monokromatis dalam larutan yang sangat encer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. A = k. c Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan dalam Hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan sel yang dapat ditulis dengan persamaan : A = k.c.b Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (k) dalam hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram per liter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter, tetapan tersebut adalah absorptivitas molar (Ξ΅). Jadi dalam sistem dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat dinyatakan dalam rumus berikut : A= a.b.c (g/liter) atau A= Ξ΅. b. c (mol/liter) Dimana:
A = serapan a = absorptivitas b = ketebalan sel c = konsentrasi Ξ΅ = absorptivitas molar
Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas (a) merupakan konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and Underwood, 1999; Rohman, 2007).