BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Produk Produk adalah suatu keluaran (out put) yang diperoleh dari sebuah proses produksi (transformasi) dan pertambahan nilai yang dilakukan terhadap bahan baku (material input). Sedangkan produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang atau jasa, untuk kegiatan dimana dibutuhkan faktor-faktor produksi yang dalam ilmu berupa tanah, modal, tenaga kerja, dan skiil. Sebuah produk pasti mempunyai siklus kehidupan atau disebut (Product Life Cycles).
Gambar 2.1 Product Life Cyles (PLC)
Tahapan-tahapan siklus kehidupan produk ada 4 antara lain :
8
a. Tahap Pengenalan (introduction). Bila produk baru diperkenalkan, operasi penjualan tidak selalu bekerja baik, masih terdapat masalah kelambatan dalam perluasan kapasitas produksi, masalah –masalah teknis yang belum dapat diatasi dan harga tinggi. Diperlukan analisis pemasaran yang baik. b. Tahap pertumbuhan (Growth) Dalam tahap ini produk diperbaiki dan distandarisasi, dapat diandalkan dalam penggunaan dan harga lebih rendah, serta para konsumen membeli dengan sedikit desakan. c.
Tahap Kejenuhan (Maturity)
Kebanyakan produk yang ada dipasaran sekarang, seperti televisi, alat-alat dan perlengkapan rumah tangga, radio, mobil dan sebagainya, berada dalam tahap kejenuhan produk adalah “matang”, keandalan dalam “performance”, harga wajar dan tidak terjadi perubahan banyak dari tahun ke tahun. Volume penjualan mulai menurun pertambahannya karena setiap orang atau pembeli potensial sekarang telah memiliki produk sehingga penjualan sangat tergantung pada penggantian (replacement) dan pertambahan penduduk. d. Tahap Penurunan (decline) Hampir semua produk akan sampai pada tahap keempat, tahap penurunan dalam permintaan bila produk-produk digantikan oleh yang baru. Tetapi tidak semua produk akan mengalami tahap ini. Oleh karena itu diperlukan ilmu pengembangan produk.
9
2.2 Perancangan dan Pengembangan Produk 2.2.1 Definisi Desain baru dapat di artikan sebagai pengembangan barang yang pada pokoknya sama dengan produk yang telah dipasarkan oleh perusahaan tetapi lebih baik (Polly, 1969). Pengembangan desain dapat ditujukan sebagai suatu proses berturut-turut didasarkan pada informasi tertentu. Tahap-tahap pengembangan ini dapat dilakukan melalui penyaringan, analisa, pengembangan komersialisasi. Desain mungkin sekali merupakan titik tolak produk baru yang diminta oleh konsumen dan ini terutama berlaku dalam perusahaan. Dalam hal ini mungkin desainnya meliputi gagasan baru, yang harus dikembangakn dan di terapkan ke dalam produk yang sedang digarap. Rancangan atau desain (Design) adalah dimensi yang unik, dimensi ini banyak menawarkan aspek emosional dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan. Menurut (Philip Kotler, 2011), menyatakan bahwa rancangan adalah totalitas fitur yang mempengaruhi penampilan dan fungsi produk tertentu menurut yang diisyaratkan oleh pelanggan. Adapun parameter rancangan yang didefinisikan menurut (Philip Kotler, 2001) adalah sebagai berikut : a. Gaya (style), menggambarkan penampilan dari suatu produk. b. Daya Tahan (durability), menggambarkan umur beroperasinya produk dalam kondisi normal atau berat, merupakan atribut yang berharga untuk produkproduk tertentu.
10
c. Kehandalan (reliability), merupakan ukuran probabilitas bahwa produk tertentu tidak akan rusak atau gagal dalam periode waktu tertentu. d. Mudah diperbaiki (reparability), ukurankemudahan untuk memperbaiki produk ketika produk itu rusak. Desain produk, atau dalam bahasa keilmuan disebut juga Desain Produk Industri, adalah sebuah bidang keilmuan atau profesi yang menentukan bentuk dari sebuah produk manufaktur, mengolah bentuk tersebut agar sesuai dengan pemakainya dan sesuai dengan kemampuan proses produksinya pada industri. Sedang pengembangan produk merupakan serangkaian aktivitas yang dimulai dari perencanaan kemudian di akhiri dengan tahapan produksi yang mengacu pada penawaran pasar.
2.2.2 Aspek-aspek Perencanaan dan Pengembangan Produk Dalam perencanaan produk (Planing of Product) terdapat 3 Aspek yaitu : 1. Aspek Produk Pada tahap eksploitasi ada 3 pola proses pengenalan dan pengembangan produk / jasa baru yaitu : a. Menarik pasar (Need Pull / Market Pull) Menurut pandangan ini, “anda harus membuat apa yang dapat dijual”. Produk baru di tentukan oleh pasar berdasarkan kebutuhan pelanggan. Jenis produk baru ditentukan melalui penelitian pasar dan
11
umpan balik pelanggan, dengan sedikit perhatian terhadap teknologi. Need Pull akan menuju pada terbentuknya incremental innovation.
Gambar 2.2 Aliran aktivitas dari Model Need Pull (Ulrich, Eppinger, 2001) b. Mendorong Teknologi (Technology Push) Pandangan ini menyarankan “Anda harus menjual apa yang dapat anda buat”. Produk baru diperoleh dari teknologi produksi, penggunaan teknologi yang canggih dan kemudahan operasi, dengan sedikit perhatian terhadap pasar. Dengan kata lain suatu produk atau teknologi baru didorong atau di jual ke pasar (potential customer) yang tidak meminta atau mengetahui perihal produk atau teknologi baru tersebut. Technology Push akan menuju kepada radical innovation.
12
Gambar 2.3 Aliran aktivitas dari Model Technology Push (Ulrich, Eppinger. 2001) c. Antar fungsional (Interfunctional) Produk baru memerlukan kerja sama diantar pemasaran, operasi, ketrampilan teknik dan fungsi lainnya sehingga menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan penggunaan teknologi yang memberikan manfaat terbaik. Untuk kesuksesan inovasi produk atau jasa baru di perlukan kombinasi dari kedua model pertama yaitu proses technical-linking dan need-linking. Selain itu ada tiga elemen yang menjadi konsiderans dalam menciptakan peluang bisnis baru yaitu : Relevant problem, Technology sourcer dan Market demand. 2. Aspek Jumlah Produk Aspek ini berkaitan dengan berapa jumlah produk yang seharusnya diproduksi. Untuk menentukan jumlah produk terdapat 2 cara : cara nonstatitik dan cara kuantitatif. Cara non statistik menentukan jumlah produk yang harus dibuat dan dijual dengan berdasarkan pertimbangan semata. Ada 3 cara pertimbangan non-statistik, yaitu : Pertimbangan Tenaga Penjual, Pertimbangan Eksekutif dan Ahli. Cara kuantitatif adalah menentukan jumlah produksi berdasarkan analisa kuantitatif dengan
13
menggunakan data-data masa lalu untuk meramalkan jumlah produk yang ditawarkan atau dijual di pasar pada masa yang akan datang. 3. Aspek Kombinasi Produk Aspek ini lebih memfokuskan pada beberapa jenis produk yang di produksi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan. Setiap proses pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan, Output Fase perencanaan ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya akan digunakan sebagai input yang dibutuhkan untuk memulai tahapan pengembangan konsep. Dalam
perencanaan
produk,
proyek
pengembagan
produk
dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu : 1. Platform produk baru : Tipe proyek ini adalah melibatkan usaha pengembangan utama untuk merancang suatu keluarga produk baru berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru akan memasuki pasar dan produk yang sudah dikenal. 2. Turunan dari platform produk yang sudah ada : Proyek-proyek ini memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki pasar yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru. 3. Peningkatan perbaikan untuk produk yang telah ada : Proyek-proyek ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa detail produk-produk yang telah ada dalam rangka menjaga lini produksi yang ada pesaingnya.
14
4. Pada dasarnya produk baru : Proyek-proyek ini melibatkan produk yang sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin membantu untuk memasuki pasar yang belum dikenal dan baru. Proyek-proyek ini umumnya melibatkan lebih banyak resik, yang mana keberhasilan jangka panjang perusahaan mungkin tergantung dari apa yang dipelajari melalui proyek-proyek penting ini.
2.3 Tahapan dalam Pengembangan Produk Proses pengembangan produk secara umum terbagi menjadi beberapa fase.
Fase 0 Perencanaan
Fase 1 Pengembangan Konsep
Fase 2 Perancangan Tingkat Sistem
Fase 3 Perancangan Detail
Fase 4 Pengujian dan Perbaikan
Fase 5 Peluncuran Produk
Gambar 2.4 Proses Pengembangan Produk (Ulrich, Eppinger, 2001) Proses diawali dengan suatu fase perencanaan, yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan pengembangan teknologi dan penelitian tingkat lanjut. Output fase perencanaan adalah pernyataan misi proyek, yang merupakan input yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep dan merupakan suatu petunjuk untuk tim pengembangan. Penyelesaian dari proses pengembangan produk adalah peluncuran produk, Dimana produk tersebut untuk dibeli pasar.
15
2.3.1 Fase Perencanaan Kegiatan perencanaan sering dirujuk sebagai “zerofase” karena kegiatan ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan produk aktual. Output fase perencanaan adalah pernyataan misi proyek, yang merupakan input yang dibutuhkan untuk memulai tahap pengembangan konsep dan merupakan suatu petunjuk tim pengembangan. Langkah-langkah dalam proses perencanaan produk. Pertama, melipat gandakan peluang-peluang yang diprioritaskan dan sekumpulan proyek-proyek yang menjanjikan dipilih. Sumber daya dialokasikan dan dijadwalkan. Kegiatankegiatan perencanaan ini berfokus pada portofolio dari peluang dari proyekproyek yang potensial dan kadang-kadang disesuaikan dengan manajemen portofolio, perencanaan produk keseluruhan, perencanaan lini produk, atau manajemen produk. Segera setelah proyek dipilih dan sumber daya dialokasikan, suatu pernyataan misi dikembangkan untuk tiap proyek. Formulasi dari suatu rencana produk dan pengembangan dari pernyataan misi akan mendahului proses pengembangan produk aktual.
Identifikasi Peluang
Evaluasi dan Prioritas Proyek
Alokasi Sumber Daya dan Rencana Waktu
Proses Pengembangan Produk
Gambar 2.5 Proses Pengembangan Produk (Ulrich, Eppinger, 2001)
16
Untuk mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi proyek, Karl T. Ulrich & Steven D. Eppinger mengusulkan lima tahapan proses berikut : 1. Mengidentifikasi peluang. 2. Mengevaluasi dan memprioritaskan proyek. 3. Mengalokasikan sumber daya dan rencana waktu. 4. Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek. 5. Merefleksikan kembali hasil dan proses. Langkah 1 : Mengidentifikasi Peluang-peluang Rencana
proses
dimulai
dengan
mengidentifikasi
peluang-peluang
pengembangan produk. Ide-ide untuk produk baru atau detail produk berasal dari beberapa sumber, diantaranya: a. Personal pemasaran dan penjualan. b. Peneliti dan organisasi pengembangan teknologi. c. Tim pengembang produk saat ini. d. Manufaktur dan operasional organisasi. e. Pelanggan sekarang atau potensial. f. Pihak ketiga seperti pemasok, pencipta, dan rekan bisnis. Selain beberapa peluang telah dikumpulkan secara pasif, pendekatan proaktif juga dapat dilakukan, meliputi: a. Mencatat kegagalan dan keluhan yang dialami pelanggan dengan produk yang ada sekarang.
17
b. Mewawancarai pengguna utama, dengan memfokuskan pada proses inovasi oleh pengguna-pengguna ini dan modifikasi-modifikasi yang dilakukan oleh para pengguna terhadap produk yang ada. c. Mempertimbangkan implikasi terhadap adanya kecenderungan dalam gaya hidup, demografis, dan teknologi untuk kategori produk yang ada dan peluang-peluang kategori produk baru. d. Mengumpulkan usulan pelanggan secara sistematis. e. Studi para pesaing dengan berdasarkan pada basis sekarang. f. Status teknologi yang muncul dilihat kembali untuk memfasilitasi perpindahan teknologi yang tepat dari penelitian ke arah pengembangan produk. Langkah 2 : Mengevaluasi dan Memprioritaskan Proyek-proyek Langkah kedua dalam proses perencanaan produk adalah memilih proyek yang paling menjanjikan untuk diikuti. Empat perspektif dasar yang berguna dalam mengevaluasi dan memprioritaskan peluang-peluang bagi produk
baru dalam kategori produk yang ada adalah strategi bersaing,
segmentasi pasar, mengikuti perkembangan teknologi, dan platform produk. Setelah itu, proses mengevaluasi peluang produk baru didiskusikan, dan menyeimbangkan portfolio proyek. Langkah 3 : Mengevaluasi Sumber daya dan Merencanakan penentuan Waktu Perencanaan sumber daya agregat dapat dicapai dengan menggunakan suatu metode
lembar kerja sederhana yang berdasarkan
pada perkiraan
18
permintaan sumber daya. Kapasitas dan utilisasi sumber daya akan diketahui sehingga dapat diputuskan penting
perencanaan
untuk dilanjutkan.
mempertimbangkan
proyek yang mana yang paling
Sedangkan
penentuan
waktu
proyek
faktor- faktor antara lain, penentuan waktu pengenalan
produk, kesiapan teknologi, kesiapan pasar, dan persaingan. Langkah 4 : Menyelesaikan Perencanaan Proyek Merupakan langkah lanjutan dimana output dari langkah ini adalah suatu pernyataan Visi dan misi dari produk yang akan dikembangkan. Langkah 5 : Merefleksikan Hasil dengan Proses Pada langkah akhir dari perencanaan dan proses strategi, beberapa pertanyaan diperlukan untuk memperkirakan kualitas proses dan hasil. Beberapa pertanyaan berhubungan dengan rencana produk, kesiapan sumber daya dan peluang pasar.
2.3.2 Tahapan Pengembangan Konsep Pada fase pengembangan konsep, kebutuhan pasar target diidentifikasi, alternative konsep-konsep produk dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan percobaan lebih jauh. Konsep adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk dan biasanya dibarengi dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek.
19
Menurut (Ulrich, Eppinger, 2001) metode 5 langkah adalah metode untuk memecahkan sebuah masalah kompleks yang menjadi submasalah menjadi lebih sederhana. Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah menggunakan prosedur pencarian eksternal dan internal. Pohon klasifikasi dan Tabel Kombinasi kemudian digunakan untuk menggali secara sistematis konsep penyelesaian tersebut dan untuk mengintegrasikan penyelesaian submasalah ke dalam sebuah penyelesaian total.
1. Memperjelas masalah (Mengerti masalah, Dekomposisi masalah, Focus pada submasalah penting)
Sub masalah
2. Pencari Eksternal
3. Pencari Internal
(Penggunaan utama, Pakar, Paten, Literatur, Bencmarking)
(Secara Individu, Secara Kelompok)
4. Menggali secara sistematis
Konsep yang sudah ada
(Pohon Klasifikasi, Tabel Kombinasi)
Konsep baru
Solusi Terintegrasi 5. Merefleksikan pada hasil dan proses (Menyusun Umpan Balik)
Gambar 62.6 Lima langkah metode penyusunan konsep (Ulrich, Eppinger. 2001) A. Spesifikasi produk
20
Kebutuhan pelanggan pada umumnya diekspresikan dalam ”bahasa pelanggan”. Untuk menyediakan tuntunan yang spesifik mengenai bagaimana mendesain dan membuat sebuah produk, tim pengembangan menetapkan serangkaian detail-detail
spesifikasi.
Spesifikasi
ini akan menjelaskan
mengenai hal-hal yang harus dilakukan agar diperoleh
kesuksesan komersial. Spesifikasi ini juga
harus
dapat
mencerminkan
kebutuhan pelanggan, membedakan produk dari produk-produk pesaing, dan secara teknik maupun ekonomis dapat direalisasikan. Proses menentukan spesifikasi target terdiri dari 4 langkah yaitu: 1. Menyiapkan daftar metrik, dengan menggunakan matriks kebutuhanmatriks. 2. Mengumpulkan informasi mengenai produk pesaing. 3. Menetapkan
nilai target ideal dan nilai target marginal yang dapat
diterima untuk setiap matriks. 4. Merefleksikan hasil dan proses. Proses mengubah
kebutuhan
pelanggan
menjadi
sekelompok
spesifikasi dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Kansei Engineering.
B. Pemilihan Konsep
21
Pemilihan atau seleksi konsep merupakan proses menilai konsep dengan pertimbangan
kebutuhan
pelanggan
dan
kriteria
lainnya,
membandingkan kekuatan dan kelemahan konsep dan memilih satu atau lebih konsep untuk penyelidikan atau pengembangan lebih lanjut. Ada dua tahapan yang digunakan dalam pemilihan konsep yaitu tahapan pertama disebut penyaringan konsep dan tahapan kedua disebut penilaian konsep.
C. Pengujian Konsep Pengujian konsep mengumpulkan respon langsung terhadap deskripsi konsep produk dari pelanggan potensial di dalam target pasar. Pengujian konsep berbeda dengan seleksi konsep dalam hal pengumpulan data secara langsung dari pelanggan dan lebih sedikit mengandalkan penilaian yang dibuat oleh tim pengembang. Beberapa langkah untuk pengujian konsep produk, yaitu : 1. Mendefinisikan maksud pengujian konsep. 2. Memilih populasi survei. 3. Memilih format survei. 4. Mengkomunikasikan konsep. 5. Mengukur respons pelanggan. 6. Menginterpretasikan hasil. 7. Merefleksikan hasil dan proses. 2.3.3 Fase Perancangan Tingkatan Sistem 22
Fase perancangan tingkatan system mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk system produksi biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses rakitan akhir. Metode untuk menetapkan arsitektur produk terdiri dari empat tahap: 1. Membuat skema produk. 2. Mengelompokkan elemen-elemen yang terdapat pada skema. 3. Membuat rancangan geometris yang masih kasar. 4. Mengidentifikasikan interaksi fundamental dan insidental.
2.3.4 Fase Perancangan Detail Fase perancangan detail mencakup spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen unik pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari pemasok. Rencana proses dinyatakan dan peralatan
dirancang
untuk tiap komponen
yang dibuat
dalam system produksi. Output dari fase ini adalah pencatatan pengendalian untuk produk: gambar pada file komputer tentang bentuk tiap komponen dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen
yang dibeli, serta
rencana proses untuk pabrikasi dan perakitan produk. 2.3.5 Fase Pengujian dan Perbaikan
23
Fase pengujian dan perbaikan melibatkan konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototipe awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-komponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya, namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang dilakukan pada produksi sesungguhnya. Prototipe (alpha) diuji untuk menentukan apakah produk akan bekerja
sesuai
dengan
yang
direncanakan
dan
apakah
produk
memenuhi kebutuhan kepuasan konsumen utama. Prototipe berikutnya (beta) biasanya dibuat produksi
dengan
komponen-komponen
yang
dibutuhkan
pada
namun tidak dirakit dengan menggunakan proses perakitan akhir
seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta dievaluasi secara internal dan juga diuji oleh konsumen dengan menggunakannya secara langsung. Sasaran dari prototipe beta biasanya adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai
kinerja
dan keandalan
dalam
rangka
mengidentifikasi
kebutuhan
perubahan-perubahan secara teknik untuk produk akhir. Metode
empat langkah untuk merencanakan sebuah prototipe adalah : 1. Menetapkan tujuan dari prototipe. 2. Menetapkan tingkat perkiraan prototipe. 3. Menggariskan rencana percobaan. 4. Membuat jadwal untuk perolehan, pembuatan dan pengujian.
24
2.3.6 Fase Peluncuran Produksi Pada
fase produksi
awal,
produk
dibuat
dengan
menggunakan
system produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan
permasalahan
yang mungkin
timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati- hati dievaluasi untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang muncul.
2.4 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Proses identifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian integral dari proses pengembangan produk, dan merupakan tahap yang mempunyai hubungan paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep, benchmark dengan pesaing (competitive benchmarking), dan menetapkan spesifikasi produk. Posisi identifikasi pelanggan di dalam aktifitas pengembangan diperlihatkan pada gambar 6, di mana seluruh aktifitas ini secara kolektif disebut sebagai fase pengembangan konsep.
25
Rencana Pengembangan
Pernyataan Misi
Identifika si Kebutuha n
Menetapka n spesifikasi
Mendesai n Konsep2
Memilih Konsep Produk
Menguji Konsep Produk
Menetapka n Spesifikasi Akhir
Rencana Alur Pengembanga n
Proses Analisa Ekonomi Produk
Benchmark Produk Kompetitor
Membangun model pengujian dan prototipe produk
Gambar 2.7 Aktifitas identifikasi kebutuhan pelanggan dalam hubungan dengan aktivitas pengembangan konsep. (Ulrich, Eppinger. 2001) Identifikasi kebutuhan pelanggan sendiri adalah sebuah proses yang dibagi menjadi lima tahap (Ulrich, Eppinger, 2001). Lima tahap tersebut adalah : 1. Mengumpulkan data mentah dari pelanggan. 2. Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan. 3. Mengorganisasikan
kebutuhan
menjadi
beberapa
hierarki,
yaitu
kebutuhan primer, sekunder dan (jika diperlukan) tertier. 4. Menetapkan derajat kepentingan relative setiap kebutuhan. 5. Menganalisa hasil dan proses.
26
2.5 Kansei Engineering 2.5.1 Pengertian Kansei Engineering Otak manusia utamanya menampilkan dua jenis proses informasi, yaitu proses inteligen dan proses Kansei. Kansei digunakan untuk tes sensor atau pengujian di berbagai bidang untuk menentukan perasaan manusia. Di Jepang, istilah Kansei diambil dari ahli filsafat Jerman bernama Baumgarten (Lee. Et.al, 2000). Karyanya yang berjudul AESTHETICA merupakan penelitian pertama yang mempengaruhi Kansei Engineering. Dalam bahasa jepang kata kansei memiliki makna feeling (rasa), impression (kesan), emotion (emosi). Kansei Engineering merupakan sebuah metode untuk menerjemahkan citra (image) konsumen atau perasaan konsumen menjadi komponen desain yang riil (Nagamichi, Mitsuo, 1995). Kansei Engineering ditemukan oleh M. Nagamichi di Universitas Hiroshima kira-kira 30 tahun yang lalu. Kansei Engineering sebagai sebuah teknologi ergonomi yang berorientasi pada konsumen, memungkinkan citra (image) atau perasaan konsumen bersatu dengan proses desain sebuah produk baru. Kansei Engineering didefinisikan sebagai teknologi penerjemahan perasaan konsumen (Kansei) tentang produk yang akan datang (baru). Menjadi sebuah elemen desain. Dengan definisi ini, berarti Kansei Engineering berusaha memproduksi produk baru berdasarkan perasaan dan permintaan konsumen. Tujuan dari penelitian Kansei ini adalah untuk mencari struktur emosi yang ada dibawah sikap atau tingkah laku manusia. Struktur ini mengacu pada Kansei sebagai seseorang.
27
Dibidang seni dan desain, Kansei adalah salah satu elemen-elemen yang paling penting yang membawa kemauan atau kekuatan menciptakan sesuatu.dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Harada, ditemukan bahwa sikap seseorang di depan karya seni dan desain seni tidak berdasarkan pada logika tetapi berdasarkan pada Kansei. Kansei Engineering berhubungan dengan empat hal: a. Untuk menangkap perasaan konsumen tentang produk menurut istilah ergonomik dan estimasi psikologis. Semantic Differential (SD) yang dikembangkan oleh Osgood merupakan teknik utama untuk menagkap Kansei konsumen (Jayne Al-Hindawe,1991). Sebuah contoh diterangkan di dalam gambar berikut ini: Human Perception Decision Kansei Word
Kansei Word Warm
Statistical Analysis
cooll
X
Comfort
discomfort
Attribute Design sampels sampel
Real Design Product
Gambar 2.8 Semantic Differential For Kansei Words b. Untuk
mengidentifikasi karakteristik
desain
produk
dari
Kansei
konsumen. Hal ini dilakukan dengan melakukan survei atau eksperimen ergonomi untuk mengamati elemen-elemen. c. Untuk membangun Kansei Engineering sebagai sebuah teknologi ergonomik. Beberapa teknologi komputer yang canggih. Inteligen buatan, 28
model jaringan syaraf, dan algoritma genetik termasuk juga teori Fuzzy, disertakan juga untuk membangun rangka kerja yang sistematik dari teknologi Kansei Engineering. Dan untuk mengkonstruksi database yang terhubung dan sistem interface. d. Untuk menyesuaikan desain produk dengan perubahan sosial yang sedang terjadi yang sesuai dengan pilihan orang. Hal ini bertujuan untuk merawat kesehatan database dari Kansei Engineering system dan trend kansei konsumen yang sedang meningkat dengan memasukkan data Kansei baru konsumen dalam setiap tiga atau empat tahun.
2.5.2 Semantic Differential Kansei Engineering diawali dengan semantic defferential, dimana langkahlangkahnya adalah sebagai berikut : a. Memilih konsep yang berupa kata-kata yang akan dinilai dengan tujuan bipolar ( berkutub 2 ). Kata –kata ini merupakan kata kansei yang berupa kata sifat dari obyek. b. Memilih kata-kata kansei atau sepsang kata sifat berdasarkan keinginan dengan skala semantic. Semantic differential ini dilakukan dengan menyebarkan kuisioner kepada responden yang memiliki hubungan. Responden dihadapkan pada beberapa kata dan diminta untuk menilai dengan beragam kata sifat yang saling berlawanan pada skala dengan poin 5. Pemberian nilai pada skala poin 5 dilakukan pada kata
29
sifat evaluatif yang saling berlawanan, hal ini digunakan untuk mendefinisikan arti sebuah konsep pembagiannya pada poin dalam ruang semantik multidimensi. Keunggulan teknik Semantic Differential dibandingkan dengan metode “pengskalaan” lain adalah : a. Semantic Differential merupakan kombinasi tipe-tipe skala-skala penilaian dengan menggunakan analisa faktor. b. Metodenya fleksibel dan simpel untuk dilakukan, dikelola dan dinilai. c. Semantic Differential (SD) merupakan metode dengan subyek dari semua pembatasan skala-skala penilaian, kemungkinan memalsukan respon, menyetujui (tendensi untuk menempatkan nilai-nilai diposisi tengah) penandaan sebuah konsep diatas skala yang tak berarti. d. Nilai validitas dan reliabilitas dari skala Semantic Differential pada umumnya menunjukkan nilai yang valid dan reliabel yaitu menunjukkan koefisien hubungan sebesar 0,80 antara penilaian Semantic Differential dengan skala Thurstone, likert dan butman. 2.5.3 Analisa Faktor Analisa faktor adalah analisa statistik yang bertujuan untuk mereduksi dimensi data dengan cara menyatakan variabel asal sebagai kombinasi linear sejumlah faktor, sedemikian hingga sejumlah faktor tersebut mampu menjelaskan sebesar mungkin keragaman data oleh variabel asal. Sehingga analisa faktor merupakan metode yang digunakan untuk menyederhanakan hubungan yang kompleks dan hubungan bermacam-macam antara beberapa
30
variabel yang diteliti. Penyederhanaan ini dilakukan dengan cara membuka faktor-faktor yang bersama-sama menghubungkan variabel-variabel yang tidak berhubungan dan sebagai hasilnya faktor ini menyediakan pengetahuan kedalam struktur yang mendasari sebuah data. Tujuan dari analisa faktor adalah untuk menggambarkan hubungan-hubungan kovarian antara beberapa variabel yang mendasari tetapi tidak teramati, kuantitas random yang disebut faktor, (Johson dan Wichern, 2002). Istilah-istilah yang sering digunakan dalam proses analisa faktor adalah : a. Matrik korelasi anti image : Matrik hubungan parsial bagian antara variabel setelah analisis faktor, melambangkan derajad yang mana faktor-faktor itu saling menjelaskan hasilnya satu sama lain. b. Test “kebulatan atau kelengkungan” Bartllet : Model faktor yang mana faktor-faktornya
berdasarkan
“Reduced
Correlation
Matrik”
(matrik
hubungan menurun). Yaitu berhubungan dengan umum atau bersama dimasukkan pada diagonal matrik korelasi dan faktor-faktor ini berdasrkan hanya pada varian umum, dan varian yang spesifik dan error tidak termasuk didalamnya. c. Matrik korelasi : tabel menunjukkan interkorelasi diantara semua variabel. d. Pengukuran kecukupan sampling : mengukur perhitungan baik untuk seluruh matrik korelasi maupun masing-masing variable individual yang mengevaluasi ketetapan dalam menerapkan analisis faktor. Nilai diatas 0,50 baik untuk keseluruhan matrik maupun untuk variabel individual.
31
e. Analisis
faktor
R
:
menganalisis
hubungan
antara
variabel
atau
menidentifikasi kelompok-kelompok variabel yang membentuk dimensi laten (faktor). Tujuan dari analisis faktor menggunakan matrik korelasi yang diperhitungkan adalah : 1. Mengidentifikasi jumlah faktor-faktor umum terkecil (contoh, model faktor yang paling hemat) yang menjelaskan dengan baik atau memberi keterangan tentang korelasi diantara indikator-indikator. 2. Mengidentifikasi solusi faktor yang paling masuk akal melalui rotasi faktor. 3. Memperkirakan muatan pola dan struktur, komunalitas (berhubungan dengan umum), dan varian variabel unik indikator-indikator. 4. Menyediakan sebuah interpretasi faktor-faktor umum. 5. Jika perlu, memperkirakan nilai-nilai faktor.
2.5.4 Kaiser Mayer Oikin (KMO) Uji KMO bertujuan untuk mengetahui apakah semua data yang telah terambil telah cukup untuk difaktorkan. Hipotesis dari KMO adalah sebagai berikut : Hipotesis H0 : Jumlah data cukup untuk difaktorkan.
32
H1 : Jumlah data tidak cukup untuk difaktorkan. Statistik uji : 𝑝
𝐾𝑀𝑂 =
𝑝
2 ∑𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑟𝑖𝑗 𝑝
𝑝
𝑝
𝑝
2 +∑ ∑𝑖=1 ∑𝑗=1 𝑟𝑖𝑗 ∑ 𝑎2 𝑖=1 𝑗=1 𝑖𝑗
........................................(2.3)
i = 1,2,3,..., p dan j = 1,2,..., p rij = Koefisien korelasi antara variabel i dan j aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel i dan j Apabila nilai KMO lebih besar dari 0,5 maka H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan jumlah data telah cukup difaktorkan.
2.5.5 Quantifikasi Hayashi Tipe 1 Teori Quantifikasi Hayashi Tipe 1 merupakan metode efektif yang dapat menganalisa hubungan variabel kriteria yang mempunyai sifat kualitatif dan variabel penjelas yang memiliki satu kuantitas di lingkungan kita (Nagamachi, 1995). Sedangkan pada Kansei Engineering, Teori Quantifikasi Hayashi Tipe 1 berperan untuk menganalisa hubungan antara Kansei yang memiliki sifat kualitatif dan elemen-elemen desin yang memiliki sifat kuantitatif. Jadi, hal ini dapat digunakan sebagai sebuah metode regresi efektif dalam sistem Kansei Engineering. (Nagamachi, 1995).
33
2.5.6 Analisa Conjoint Sejak pertengahan tahun 1970 an, analisis Conjoint telah menarik perhatian yang besar sebagai sebuah metode teknik analisis yang digunakan untuk menetukan tingkat kepentingan yang relative berdasarkan presepsi pelanggan yang dibawa oleh suatu produk tertentu dan nilai kegunaan yang muncul dari atribut-atribut produk terkait. Filosofi dari teknik analisis ini adalah setiap stimulus apa saja yang bisa berupa produk, merek atau barang yang dijual dipasar akan dievaluasi oleh konsumen sebagai suatu kumpulan atribut-atribut tertentu. Oleh karena itu, teknik ini sangat bermanfaat dalam pemasaran untuk mengetahui preferensi konsumen terhadap suatu produk yang diluncurkan di pasar. Kegunaan dari analisa conjoint adalah sebagai berikut : 1. Menetukan tingkat kepentingan relatif atribut-atribut pada proses pemilihan yang dilakukan oleh konsumen. 2. Membuat estimasi pangsa pasar suatu produk tertentu yang berbeda tingkat atributnya. 3. Untuk menentukan komposisi produk yang paling disukai oleh konsumen. 4. Untuk membuat segmentasi pasar yang didasarkan pada kemiripan preferensi terhadap tingkat-tingkat atribut. Dalam menggunakan analisa conjoint ada beberapa langkah yang dilakukan, dimana langkah-langkahnya sebagai berikut :
34
1. Merumuskan masalah. 2. Mengkonstruksi Stimulus. 3. Menentukan bentuk data input. 4. Membuat Prosedur Analisis Conjoint. 5. Menafsirkan Hasilnya. 6. Menguji Reliabilitas dan Validitas.
2.6 ERGONOMI Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu Ergon (Kerja) dan Nomos (Hukum Alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya (Nurmianto, 2004). Secara singkat dapat dikatakan bahwa ergonomi adalah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Ada beberapa definisi menyatakan bahwa ergonomi ditujukan untuk “fitting the job to the worker”, sementara itu ergonomi antara lain menyatakan, sebagai ilmu terapan biologi manusia dan hubungannya dengan ilmu teknik bagi pekerja dan lingkungan kerjanya, agar mendapatkan
kepuasan
kerja
yang
maksimal
selain
meningkatkan
produktivitasnya.
35
Ruang lingkup ergonomi sangat luas aspeknya, antara lain meliputi : Teknik, Fisik, Pengalaman psikis, Anatomi utamanya yang berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan persendian, Anthropometri, Sosiologi, Fisiologi terutama berhubungan dengan temperatur tubuh, desain, dan lain sebagainya.
2.7 Anthropometri Anthropometri adalah suatu studi yang berhubungan dengan pengukuran dimensi
tubuh
manusia.
Sedangkan
menurut
(Nurmianto, 1991)
anthropometri adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam proses perencanaan (design) produk maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Istilah anthropometri berasal dari kata “anthropos (man)” yang berarti manusia dan “metron (measure)” yang berarti ukuran (Bridger, 1995). Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusi, Kini, anthropometri berperan penting dalam bidang
perancangan
industri,
perancangan
pakaian,
ergonomic,dan arsitektur. Dalam bidang-bidang tersebut, data statistik tentang distribusi dimensi tubuh dari suatu populasi diperlukan untuk menghasilkan produk yang optimal. Perubahan dalam gaya kehidupan sehari-hari, nutrisi, dan komposisi etnis dari masyarakat dapat membuat perubahan dalam distribusi
36
ukuran tubuh (misalnya dalam bentuk epidemic kegemukan), dan membuat perlunya penyesuaian berkala dari koleksi data antropometrik. Data anthropometri yang diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal : a. Perancangan areal kerja (work station, interior mobil dan lain-lain). b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan sebagainya c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi, meja, komputer dan lain-lain. d. Perancangan lingkungan kerja fisik. Anthropometri dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Anthropometri statis, dimana pengukuran dilakukan pada saat tubuh dalam keadaan diam / tidak bergerak. 2. Anthropometri dinamis, dimana dimensi tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak. Beberapa syarat yang mendasari penggunaan anthropometri adalah sebagai berikut : 1. Alatnya mudah di dapat dan di gunakan seperti dacin, pita lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah. 2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.
37
3. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah di latih untuk itu. 4. Biaya relatif murah. 5. Hasilnya mudah di simpulkan karna mempunyai ambang batas. 6. Secara alamiah diakui kebenaranya.
Beberapa kelemahan anthropometri adalah sebagai berikut : 1. Tidak sensitif 2. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) 3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat memprngaruhi presisi, akurasi, dan valaditas, pengukuran antropometri nilai gizi yang di hasilkan. 4. Kesalahan terjadi akibat sebagai berikut : a. Pengukuran. b. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan. c. Analisis dan asumsi yang keliru. 5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan : a. Latihan petugas yang keliru. b. Kesalahan alat atau alat tidak tertera. c. Kesulitan pengukuran. Dimensi yang diukur pada anthropometri statis diambil secara linear (lurus) dan dilakukan pada permukaan tubuh. Agar hasilnya dapat representatif,
38
maka pengukuran harus dilakukan dengan metode tertentu terhadap individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia antara lain : 1. Umur Seperti diketahui bersama bahwa manusia tumbuh sejak lahir hingga kira-kira berumur 20 tahun untuk pria dan 17 tahun untuk wanita. Pada saat tersebut ukuran tubuh manusia tetap dan cenderung untuk menyusut setelah kurang lebih berumur 60 tahun. 2. Jenis kelamin Jenis kelamin manusia yang berbeda akan mengakibatkan dimensi anggota tubuhnya berbeda. Perbedaan dimensi tubuh manusia dikarenakan fungsi yang berbeda. 3. Suku Bangsa Suku
bangsa
juga
memberikan
ciri
khas
mengenai
dimensi
tubuhnya. Ekstrimnya orang Eropa yang merupakan etnis kaukasoid berbeda
dengan
orang
Indonesia
yang
merupakan
mongoloid.
Kecenderungan dimensi tubuh manusia yang termasuk etnis kaukasoid lebih panjang bila dibandingkan dengan dimensi tubuh manusia yang termasuk etnis mongoloid 4. Jenis pekerjaan atau Latihan Suatu sifat dasar otot manusia, dimana bila otot tersebut sering dipekerjakan akan mengakibatkan otot tersebut bertambah lebih besar.
39
Untuk mengukur anthropometri
dinamis, terdapat tiga kelas
pengukuran, yaitu: 1. Pengukuran tingkat keterampilan sebagai pendekatan untuk mengerti keadaan mekanis dari suatu aktifitas. Contohnya mempelajari performasi seseorang. 2. Pengukuran jangkauan ruang yang dibutuhkan saat bekerja. 3. Pengukuran variabilitas kerja.
2.8 Perancangan Produk/Alat Perancangan adalah suatu proses yang bertujuan untuk menganalisa, menilai, memperbaiki dan menyusun suatu sistem, baik fisik maupun non fisik yang optimum untuk waktu yang akan datang degan memanfaatkan informasi yang ada. Dalam membuat suatu rancangan produk atau alat, perlu mengetahui karakteristik
perancangan
dan
perancangnya.
Beberapa
karakteristik
perancangan adalah sebagai berikut : 1. Berorientasi pada Tujuan 2. Variform suatu anggapan bahwa terdapat sekumpulan solusi yang mungkin tidak terbatas, tetapi harus dapat memilih salah satu ide yang akan diambil. 3. Pembatas Dimana pembatas ini membatasi jumlah solusi pemecahan, antara lain :
40
1. Hukum Alam: ilmu fisika, ilmu kimia, dan seterusnya 2. Ekonomis: pembiayaan atau ongkos dalam menetralisir rancangan yang telah dibuat. 3. Pertimbangan
Manusia:
sifat,
keterbatasan,
dan
kemampuan
manusia dalam merancang dan memakainya. 4. Faktor Legalisasi: mulai dari model, bentuk sampai dengan hak cipta 5. Fasilitas Produksi: sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menciptakan rancangan yang telah dibuat. 6. Evolutif: berkembang terus/mampu mengikuti perkembangan zaman. 7. Perbandingan Nilai: membandingkan dengan tatanan nilai yang telah ada. Sedangkan karakteristik perancang merupakan karakteristik yang harus dipunyai oleh seorang perancang, antara lain : a. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi masalah b. Memiliki imajinasi untuk meramalkan masalah yang mungkin akan timbul c. Berdaya cipta d. Mempunyai kemampuan untuk menyederhanakan persoalan. e. Mempunyai keahlian dalam bidang rancangan yang dibuat. f. Dapat
mengambil
keputusan
terbaik
berdasarkan
analisa
dan
prosedur yang benar. g. Mempunyai sifat yang terbuka terhadap kritik dan saran dari orang lain Proses perancangan yang merupakan tahapan umum teknik perancangan dikenal dengan sebutan NIDA (NEED, IDEA, DECISION, dan ACTION). Artinya
41
tahap pertama seorang perancang menetapkan dan mengidentifikasi kebutuhan (need) sehubungan dengan alat atau produk yang harus dirancang. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan ide-ide (idea) yang akan melahirkan berbagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan tadi. Dilakukan suatu penilaian dan analisa terhadap alternatif yang ada, sehingga perancang akan dapat memutuskan (decision) suatu alternatif yang terbaik. Dan pada kahirnya dilakukanlah suatu proses pembuatan (action). Hasil rancangan yang dibuat dituntut dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi si pemakai. Oleh karena itu, rancangan yang akan dibuat harus memperhatikan faktor manusia sebagai pemakainya. Faktor manusia ini diantara nya dipelajari dalam ergonomi (anthropometri, biomekanik, fisiologi, dll). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu rancangan selain faktor manusia, antara lain: a. Analisa Teknik Banyak berhubungan dengan ketahanan, kekuatan,
kekerasan dan
seterusnya. b. Analisa Ekonomi Berhubungan perbandingan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang akan diperoleh. c. Analisa Legalisasi Berhubungan dengan segi hukum dan tatanan hukum yang berlaku dan dari hak cipta.
42
d. Analisa Pemasaran Berhubungan
dengan jalur distribusi produk/hasil rancangan
sehingga
dapat sampai kepada konsumen. e. Analisa Nilai Analisa nilai pertama kali didefinisikan oleh L.D. Miles dari General Electric (AS, 1940) adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasikan ongkos-ongkos yang tidak ada gunanya (tidak perlu). Terdapat tiga tipe-tipe perancangan, yaitu : 1. Perancangan untuk pemakaian nilai ekstrim. Contohnya: data dengan persentil ekstrim minimum 5% dan data ekstrim maksimum 95% 2. Perancangan pemakaian nilai rata-rata. Contohnya: data dengan persentil 50% 3. Perancangan untuk pemakaian yang dapat disesuaikan.
43